Share

Bab 10

last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-27 12:39:03

PoV Arfan

Beberapa pasang mata mulai melihat aku dan Angel diseret oleh Pak Terno sepanjang korikor hingga kami sekarang berada di lift. Entah berapa pasang mata yang bersorak, memaki, serta mencaciku dan juga Angel.

Aku malu, sungguh malu. Hanya bisa menutup kedua netra ini dengan kedua tanganku. Aku ingin bersuara untuk memohon, tapi takut Pak Terno akan melakukan hal lebih kejam dari ini. Begitu pun Angel, dia hanya terdiam, hanya isakan tangisnya yang terdengar. Lagian percuma juga dia meratapi, semua tidak akan kembali seperti semula.

"Seret keliling kantor Pak Terno, kapan perlu live streaming biar pada kapok pelaku penzina kayak mereka" sorak salah satu karyawan, aku tidak tahu siapa, yang jelas dia perempuan.

"Nanggung, sekalian aja adegan biar kami tonton rame-rame," ujar seorang pria.

"Hu ...."

"Bikin malu saja kalian."

"Hoi ... ngaca dong ngaca."

"Heran ya, zaman udah susah masih selingkuh-selingkuh, kayak udah banyak duit aja."

Mereka menjadi-jadi menyorakiku dengan Angel. 'Awas saja kamu, Angel. Selepas ini, aku akan bikin perhitungan sama kamu.' aku menggerutu di dalam hati. Jelas aku tidak terima, sangat tidak terima. Bersusah payah Laniara merekomendasikan aku agar bisa menduduki kursi Manager, sekarang dengan sekejap mata semuanya sirna.

Jelas aku tidak terima, ini semua salah Angel. Andai saja dia tidak datang ke ruanganku dan menggodaku, pasti Pak Sanjaya tidak akan memecatku. Aku malu sebenarnya dengan Pak Sanjaya, sangat malu. Walaupun tadi aku masih bersikekeuh supaya dia mengurungkan niatnya untuk memecatku, tapi nyata tidak.

Aku semakin takut, bagaimana kalau Pak Sanjaya memberi tahu Laniara soal apa yang terjadi di kantor. Aku tak tahu harus bagaimana dan berbuat apa. Bagaimana kalau Laniara minta bercerai? Tidak ... tidak, aku tidak ingin bercerai dengan Laniara.

Sesampainya di bibir teras lobbi aku dan Angel dilempar bagai membuang sampah. Aku pikir Pak Terno masih punya hati dan tidak berlaku kasar padaku. Terserah pada Angel, aku tak peduli sekarang. Aku kehilangan pekerjaan demi wanita mur*h*n seperti dia.

"Aaauuuuu ...." pekikku bersamaan dengan Angel. Aku dan Angel terpental ke halaman parkir.

"Pergi dari sini!" teriak Pak Terno, telunjuknya mengudara ke arah gerbang utama jalur masuk ke kantor ini. "Jika kalian masih saya tidak segan akan menyakiti kalian lebih dari ini!" Ancaman Pak Terno membuatku terkesiap.

"Baru kali ini ada karyawan yang menjijikan seperti kalian. Masih karyawan baru tapi sudah mencoreng di sini. Pergi!" teriakan Pak Terno makin menggelegar.

Aku tak berani melawan dan menjawab, apalagi beberapa karyawan masih berdiri di ambang pintu utama, seperti ingin mengeroyokku dan juga Angel, tapi di hadang oleh beberapa satpam.

"Sudah, sudah. Bapak dan ibu semua silakan kembali ke ruangannya masing-masing. Jangan sampai Pak Sanjaya turun dan melihat Bapak/Ibu semua masih berdiri di sini."

Pintu utamanya yang tadinya penuh sesak, sekarang sudah lengang. Tidak ada lagi para karyawan yang berdiri di ambang pintu. Beberapa satpam sudah kembali bertugas, tapi tidak untuk Pak Terno. Lelaki bertubuh kekar itu masih berdiri di ambang pintu utama dengan mata menyalang sempurna.

Dengan gontai aku berusaha bangkit, tubuh ini terasa berat selaki, persendianku terasa sakit semua, napasku sesak, debar jantungku pun tak beraturan.

"Mas, bantu aku," pinta Angel dengan lirih. Dasar jal*ng usai dia menghancurkan semuanya, kini dia malah meminta tolong padaku.

"Bangkit saja kamu sendiri, jal*ng?" bentakku, ingin sekali kutampar wajahnya yang sudah tak berbentuk itu. Polesan make up-nya sudah luntur oleh air mata.

"Mas! Kamu apa-apaan sih? Kok kasar banget sama aku? Hah?"

"Lalu? Masalah buat kamu dengan sikapku sekarang?"

"Mas, kita melakukan atas suka sama suka. Kamu sendiri 'kan yang bilang sudah bosan dengan Laniara. Apalagi dia tidak bisa melayani kamu seutuhnya sebagai seorang istri. Sekarang, di saat semua sudah terlanjur mengapa aku yang harus kamu salahkan. Hah? Jawab, Mas!" Angel menyerang, dia seka setiap air matanya yang berjatuhan.

"Hahahaha," tawaku pecah mendengar setiap kata yang dia lontarkan. "Suka-suka aku, semenjak ada kamu memang aku bosan dengan Laniara, tetapi tidak untuk sekarang. Lagian kamu sendiri yang memberikan tubuhmu padaku. Jadi, apa yang perlu dipermasalahkan sekarang," jawabku suka-suka.

Aku masih berusaha bangkit, tapi begitu sakit rasanya seluruh tubuh ini. Rasanya remuk semua.

"Mas! Jaga mulut kamu. Sekarang mengapa berbeda, hah? Apa karena kamu tidak punya apa-apa, jadi segampang itu kamu mencampakkan aku? Iya? Hah?"

"Terus, masalahnya apa? Itu urusan kamu, Ngel. Bukan urusan aku. Mulai sekarang urus saja dirimu sendiri jangan pernah datang apalagi menganggu kehidupanku dan Laniara. Oh iya, satu lagi, jangan pernah menghubungi mama dan adikku. Kamu tidak berguna lagi sekarang. Ngerti!"

"Oh, oke. Kamu salah jika bermain-main denganku, Arfan. Kamu pikir aku akan terima dicampakkan begitu saja. Tidak! Kamu akan terima pil pahit dari tanganku sendiri. Lihat saja, siapa nantinya yang lebih sengsara."

"Hahaha, silakan saja, wanita mur*h*n. Aku bukannya sombong, tapi kupastikan, kamu yang akan lebih menderita, Angel!"

"Mas." Angel memanggilku dengan lirih, tak seperti tadi. Dia berusaha bangkit dan memelukku.

"Mas, aku mohon. Jangan tinggalkan aku."

"Lepaskan aku, Angel!" teriakku, sembari mendorong tubuh Angel.

"Mas ... bukankah kita akan menikah. Kamu bukannya janji akan menikahiku dalam waktu dekat ini, Mas. Apa kamu lupa, Mas. Jangan bilang kamu akan membatalkan semua. Mas, aku tidak serius dengan ucapanku tadi."

"Mas ... mas ...."

"Wah ... wah ... pertunjukkan yang sungguh mengharukan," ucap seseorang sembari bertepuk tangan.

Aku menoleh ke sumber suara, suara yang begitu aku kenal. Dia ...

"Laniara?" pekikku. Mataku membelalak melihat wanita yang masih berstatus istriku itu.

Dari sudut pandangan mataku, Angel pun menoleh ke arah pintu utama.

Aku melihat Laniara berdiri di ambang pintu bersama Pak Sanjaya, dia tersenyum manis melihatku.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Triani Irma Sumanthi
beberapa bab berulang. cerita jg bolak balik, jd jenuh. akhir cerita tdk menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Perceraian yang Terindah   Bab 11

    "Dimana, San? Aku udah mau jalan, nih. Video yang kukirim kemarin sudah kamu lihat, 'kan?" tanyaku lewat sambungan telfon pada Sanjaya ketika baru menghenyakkan bobot di jok mobil."Aku udah di kantor, Lan. Iya, sudah kulihat, suamimu memang b*j*ng*n ya," Sanjaya mengumpat, sepertinya dia juga geram dengan tingkah Mas Arfan. Lagian mana ada manusia waras yang tidak murka melihat tingkah dua manusia tak berakhlak itu."Ya, begitulah kurang lebihnya, San. Oke, aku jalan ya, sembari menunggu kedatanganku, silakan saja cek terlebih dahulu rekaman CCTV di ruangan Mas Arfan, San! Siapa tahu masih ada yang bisa dijadikan bukti lagi.""Siap, Lan. Masalah gampang itu mah, kalau sudah sampai di parkiran kabari aku ya!""Oke, San. Sampai ketemu nanti."Sewaktu menenangkan diri di sebuah kafe, aku kembali teringat dengan nama hotel tempat Mas Arfan dan Angel memadu kasih. Rupanya itu adalah tempat salah satu temanku semasa kuliah menjadi Manager di sana. Aku pun menghubungi

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-27
  • Perceraian yang Terindah   Bab 13

    Aku berusaha membuka mata, akan tetapi rasanya lebih sulit tidak seperti biasanya. Belum lagi, kepala ini begitu terasa berat ketika aku menggerakkannya. Sekujur tubuhku seakan kaku, tak lain halnya dengan kedua kaki dan kedua tanganku. Sungguh ini tidak seperti biasanya.'Ya Allah, membuka mata saja aku belum sanggup dan sangat sulit. Bantu hamba, Ya Rabb.''Astagfirullah Al'adzim ... Astagfirullah Al'adzim ... beri hamba kekuatan lagi Ya Allah." Aku terus beristighfar di dalam hati sembari berdoa semoga Allah mengembalikan tenagaku yang entah hilang ke mana.Aku mencoba kembali membuka kedua netra ini. Perlahan aku mulai melihat sesuatu, walaupun masih samar pandanganku dengan terus beristighfar di dalam hati. Akhirnya mataku terbuka sempurna, yang kulihat pertama kali adalah sebuah televisi layar datar di gantung di dinding persis di depanku.'Aku berada di mana? Tempatnya sangat asing. Namun begitu sejuk dan nyaman.'Aku berusaha menggerakkan kedua tangan untuk meraba kasur yang k

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-27
  • Perceraian yang Terindah   Bab 12

    PoV Sanjaya"Lan, sepertinya aku tak bisa berlama-lama membiarkan dua manusia ini tetap berada di sini," tuturku pada Laniara. Wanita yang berkulit putih itu, dia suguh dia berubah, masih seperti dulu."Terserah kamu, San. Kamu bisa sesuka hati memperlakukan mereka. Lagian mereka juga yang mengotori kantormu dengan sikap tak senonoh," sahut Laniara dengan penuh kebencian. Tidak ada lagi rasa belas kasihan yang kulihat dari perempuan nan begitu lembut selama ini kukenal."Halo, Pak Terno, bisa ke sini sebentar! Saya butuh bantuan Anda. Tolong seret kedua manusia ini dari area perkantoran!" Pak Terno memang aku suruh untuk memeriksa ruangan Arfan dan Angel, siapa tahu masih ada barang manusia seperti mereka yang masih tertinggal."Lani ... Mas minta tolong, jangan seperti ini. Beri kesempatan sekali lagi, Lan. Mas janji akan berubah dan rumah tangga kita kembali kesediakala," rintih Arfan. Dia bertekuk lutut di halaman parkir. Tapi kurasa harapannya hanya sia-sia.Aku pikir, Arfan adala

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-27
  • Perceraian yang Terindah   Bab 14

    "Gimana, Lan. Keadaan kamu sekarang? Udah mendingan?" sapa Sanjaya sembari menarik kursi yang ada di dekat dinding sebelah kanan. Lalu mendudukinya dan menghela napas pelan."Alhamdulillah, sudah, San. Makasih banyak ya, gara-gara aku pingsan kamu malah jadi repot begini, San.""Kalau boleh tahu kamu sakit apa, Lan? Aku tadi sempat nanyain sama Dokter Salsa, tapi dia nggak mau ngasih tahu. Apa se-serius itu, Lan? Emang tadi sih, aku tadi nggak nanya sama Dokter Salsa, tapi ya itu, karena kamu butuh darah makanya aku kepo."Aku bergeming, bingung mau menjawab apa. Tak mungkin aku memberi tahu Sanjaya sakit apa yang sedang kuderita. Dia tak perlu tahu, karena aku tidak mau terlihat seperti wanita lemah yang dikasihi dengan cara lain."Lan ... Lan ... kok jadi melamun? Aku salah ya? Maaf, nggak apa-apa kalau kamu keberatan juga. Tapi kalau kedepannya butuh lagi, hubungi saja aku ya!""Haa ... nggak kok, San. Maaf, bukan bermaksud tidak mau ngasih tahu, tapi aku nggak apa-apa kok, beneran

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-27
  • Perceraian yang Terindah   Bab 15

    "Tidak, Pak. Saya tidak terima, saya dijebak sama istri sendiri. Saya difitnah, Pak!" teriak Mas Arfan."Hei ... Pak. Anda bisa sopan sedikit, ini rumah orang lain bukan rumah Anda!" hardik seseorang, membuat semua orang yang ada di ruangan tamu rumah Pak Weri terkesiap. Aku pun juga terkejut mendengar hardikkan itu apalagi bentakkan lelaki yang aku tidak tahu siapa orangnya tepat berada di belakangku, suara laki-laki tersebut lebih menggelegar dari Pak Terno."Harusnya Anda bersyukur, Pak Arfan. Kalau saja di antara kami tidak membawa Anda ke sini, saya tidak tahu Anda akan menjadi seperti apa. Jadi, tolong, bersikaplah yang sopan," tutur Pak Weri dengan nada suara standar.Aku menghela napas pelan, terus beristighfar di dalam hati. Berdoa semoga Allah berikan kekuatan tenaga, mental, dan bathinku. Aku tidak ingin tumbang lagi, apalagi di depan pengkhianat ini."Pak Weri, seperti yang Bapak ketahui. Anak saya pasti dijebak, Pak. Tadi juga dia diseret oleh orang yang tidak dikenal. co

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-27
  • Perceraian yang Terindah   Bab 16

    "Siapa yang berakting, Sayang. Tidak ada. Mas serius, sikap Mama dan Ayudia di rumah Pak Weri tadi karena kebawa emosi sesaat. Please, Lani. Percaya pada Mas saat ini dan seterusnya." Bulir bening tampak jatuh perlahan. Lalu dia tertunduk dan menyeka bulir bening itu.'Sayang? Berasa mau muntah mendengarnya. Dulu, iya, aku begitu suka dengan panggilan itu. Namun, tidak untuk sekarang. Ah ... ini pasti bagian skenariomu, Mas!'Mama dan Ayudia bersamaan bangkit, sedari tadi memang tak kuhiraukan. Silakan saja bertekuk lutut sampai pegal. Dan terbukti, bukan? Lutut mereka saja tak mampu menopang terlalu lama tubuh yang berlumur pengkhianatan itu, apalagi aku. Mereka saling sikut, memanglah keluarga suamiku ini ternyata mempunyai kekompakkan 100%. Kompak berakting dalam aura negatif."Iya, Lan. Mama sadar, selama ini mama memang belum bisa menjadi mertua seperti yang kamu inginkan. Tapi, tolong Lani, tolong beri mama kesempatan untuk merubah semuanya menjadi lebih baik. Jikalau memang war

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-21
  • Perceraian yang Terindah   Bab 17

    Malam ini bulan purnamanya terlihat begitu indah, ditemani beberapa bintang, tak pernah rasanya aku melihat bulan purnama seindah ini di jendela kamarku. Pancarannya yang sekilas tampak dari ventilasi kamar, memancingku untuk melihat secara jelas. Sejuk, itu yang kurasakan saat ini.Sangat bersyukur, akhirnya para pengkhianat itu pergi juga dari istanaku. Walaupun dengan cara tidak selayaknya, ya mungkin sudah takdirnya jmereka kuusir dengan cara seperti itu. Hmm ... mungkin itu salah satu bentuk buah hasil perbuatan mereka selama ini.Aku pada awalnya memang agak keberatan saat mertua dan ipar diajak Mas Arfan untuk tinggal di sini dengan alasan daripada mamanya dan Ayudia tinggal dikontrakan lebih baik gabung saja lebih hemat. Hemat dari sisi uang, tapi aku dibuat sakit secara psikis dan fisik.Meski aku juga mendapat hukuman harus membayar uang kebersihan kompleks karena brosur yang kutempeli di beberapa tiang listrik. Itu tidak menjadi masalah besar, lebih ikhlas memberi dana kebe

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-21
  • Perceraian yang Terindah   Bab 18

    "Mas Arfan nggak ikut, Pa. Yuk! Makan soto dulu, Pa." Aku beranjak lalu pergi ke dapur. Rasanya masih kurang pas, jikalau aku membahasnya secara gamblang perihal permasalahang yang terjadi di rumah tanggaku. Kutinggalkan Papa yang masih duduk di ruang tamu. Lalu bertolak ke dapur menyusul Mama."Gimana, Ma? Udah dipanasin kuah sotonya?" tanyaku basa-basi ketika melihat Mama sedang sibuk menyiapkan beberapa masakan di dapur."Udah, yuk makan dulu. Pasti kamu udah kelaperan lagi, 'kan?" Wanita yang memakai kerudung krem seresi dengan baju daster yang dikenaknya itu pun menyerahkan piring kosong ke tanganku, ketika aku sudah duduk di kursi meja makan.'Ya Allah, bantu aku untuk menjelaskan semua ini dengan kata-kata yang bisa dipahami dan dimengerti oleh kedua orang tuaku. Kuatkan juga hati kedua orang tuaku menerima kabar buruk ini, Ya Rabb.'"Eh, malah diliatin aja, diambil dong nasinya, Lan! Jangan diliatin aja," ujar Mama membuyarkan lamunanku."Oh iya, Ma," jawabku terkesiap. Masih

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-21

Bab terbaru

  • Perceraian yang Terindah   EP 4

    PoV SantosoSelepas Subuh aku sudah bersiap, tentu saja ingin menyelidik perempuan itu. Aku yakin dia pasti akan berbuat hal yang tidak-tidak. Dan, akan kubuktikan pada Sanjaya bahwa dia bukan perempuan yang tepat menjadi istri serta menantu di rumah ini.Langit pekat mulai beranjak perlahan, kukemudikan mobil dengan laju kecepatan sedang. Semoga saja perempuan itu masih ada di wisma. Untung juga tadi ketika aku berpamitan sama Sanjaya dia tidak banyak bertanya dan semoga saja dia tidak menaruh curiga.Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit, akhirnya aku tiba di wisma tempat Laniara menginap. Kutepikan mobil beberapa sentimeter dari gerbang, kebetulan di tempat aku memarkir langsung tertuju pada pintu masuk utama wisma. Ini sangat membantuku untuk melihat siapa saja yang keluar masuk.Tepat pukul 07. 00 pagi, targetku keluar dari persembunyiannya. Pasti hari ini ada misi buruk yang akan dia lakukan, kalau tidak mengapa dua musti pergi dari rumah. Jikalau dia benar-benar men

  • Perceraian yang Terindah   EP 3

    Santoso menaruh kembali botol yang berisikan air minum di kursi tunggu ruang ICU. Selain membawa bekal makanan, Rita juga membawa dua botol minum berukuran sedang serta yang kecil. Sedang berisi air mineral dan yang kecil berisi kopi yang sudah mulai mendingin, tentunya untuk suaminya tercinta."Kenapa Papa jadi salah tingkah? Apa benar dugaan Mama?" tanya Rita penuh selidik.Derap langkah dr. Laila dan dr. Vincen semakin mendekati pintu ruang ICU. Bobby ditangani oleh dua orang dokter saraf, yang mana sebelumnya ditindak sama dr. Laila, tapi selama Bobby di ICU dr. Vincen pun turut turun tangan. Karena dr. Vincen memang bertugas di ruangan ICU serta beberapa ruangan lainnya.Fokus mereka menjadi buyar yang tadinya tertuju pada Santoso, kini beralih pada dua dokter yang semakin mendekati mereka."Nanti bakal Papa ceritain, itu dokter yang nanganin Bobby sudah datang," bisiknya."Itu 'kan dr. Laila, dokter yang pernah kamu maki-maki, Pa.""Sstttt ... iya," sahut Santoso kesal.Rita, San

  • Perceraian yang Terindah   EP 2

    Kembali ke PoV Laniara ya ..."Terus selama di sana kamu nginap di mana?" tanya Mama Rita sembari melepaskan pelukan perlahan."Tidak jauh dari pemukiman itu ada wisma, di situ aku menginap, Ma."Pakaian kamu bagaimana, Sayang? Bahkan pas pulang tadi kamu tidak membawa apapun dari rumah."Aku menatap kedua manik mata Mas Sanjaya, ada rasa bersalah saat aku memutuskan pergi tanpa minta persetujuannya terlebih dahulu."Mas ... sebenarnya aku ingin cerita sama kamu soal niat aku ini. Cuma ketika melihat Mama terbaring lemah tidak berdaya kuputuskan untuk ngelakuinnya sendiri tanpa melibatkan kamu. Dan ... kalau aku jujur, pasti kamu akan melarang aku, pasti kamu akan selalu bilang ini semua ujian. Lalu, aku akan larut dalam rasa bersalahku ketika mata ini menatap Mama yang lemah dan telinga ini akan mendengar soal Bobby yang belum ada perkembangannya. Dan, semua pakaian ku masih berada di wisma, Mas."Mata Mas Sanjaya makin berkaca-kaca."Aku akan semakin merasa bersalah tanpa melakukan

  • Perceraian yang Terindah   EP 1

    Bobby masih terbaring lemas sembari bangun dari koma selama lebih kurang dua Minggu lamanya."Permisi, Mbak," sapa Santoso yang lebih dulu ingin masuk ke ruangan Bobby."Iya, Pak. Jangan lupa cuci tangan dan pakai baju ini dulu, ya!" ucap Sonia, perawat ruang ICU yang berjaga shift malam."Iya, Mbak. Bobby beneran baru sadar, Mbak?""Iya, Pak. Tak lama Bobby sadar, saya langsung menghibungi Bapak. Alhamdulillah banget ya, Pak. Bobby bisa sadar secepatnya ini. Bener-bener takdir Allah itu tak disangka-sangka. Soalnya saya sangat jarang menemukan pasien yang sadar secepat ini sadar dari koma, Pak.""Benarkah, Mbak?" tanya Santoso tidak percaya. Hal yang wajar jikalau Santoso tercengang seperti itu, mengingat belum ada keluarganya yang pernah koma."Iya, Pak. Selama saya mengabdi kurang lebih sepuluh tahun, ini sungguh keajaiban sang Pencipta. Apalagi Bobby mengalami luka cukup parah ditambah kondisi tubuhnya sudah lemah." Ya wajar saja, karena Bobby anak yang punya pergaulan bebas entah

  • Perceraian yang Terindah   Bab 34

    "Gimana, Mama saya, Dok?" tanyaku pada seorang dokter yang berdiri di sisi tempat tidur Mama."Kita berbicara di ruangan saya saja, Pak," jawabnya. Membuat rongga dadaku semakin sempit."Baik, Dokter."Aku mengekori sang dokter menuju ruangannya. Papa? Dia tidak ikut. Aku pun juga tidak menawarinya untuk ikut dengan ku ataupun meminta Papa untuk tegap berada di dekat Mama."Jadi bagaimana keadaan Mama saya, Dok?" tanyaku ketika aku sudah dipersilakan duduk oleh dr. Laura di ruangannya yang tidak jauh dari ruangan IGD."Apa Mama, Bapak sedang lagi dalam masalah besar? Tampaknya beliau depresi berat.""Saya tidak tahu pasti, Dok. Tapi yang jelas, sekarang adik saya masih belum sadar pasca operasi kemarin."Dr. Laura mengangguk paham."Untuk sementara waktu, mamanya dirawat di sini dulu sampai benar-benar pulih. Karena obat penenang yang dia telan melebihi dosis dan itu juga yang menyebabkan pada akhirnya beliau pingsan.""Jadi, Mama minum obat penenang, Dok? Obat yang tadi itu, penenang

  • Perceraian yang Terindah   Bab 33

    PoV SanjayaAku dan Laniara terbelalak melihat Mama tergeletak di lantai. Masih memakai pakaian semalam. Serentak aku dan istri berjalan setengah berlari menghampiri Mama. Kamar Mama cukup luas, berukuran tujuh kali tujuh meter. Ya, cukup besar dan lengkap."Ma ... bangun ... Bangun, Ma ...." Laniara mengguncang serta menepuk lembut pipi Mama sembari terus memanggil. Aku masih terperangah tak berdaya menatap dalam kedua wanita yang sudah melahirkanku itu yang masih terpejam. Mulutku terasa berat untuk berucap. Tanganku gemetar ketika memegang tubuh Mama yang tidak berdaya. Wajah Mama juga pucat pasi."Mas ... ini obat apa?" tanya Laniara sembari memperlihatkan beberapa butir obat yang dia punguti dari lantai.Aku tak menyahut, bibir ini begitu kelu."Denyut nadi Mama masih ada kok, Mas. Kamu jangan panik," ujar istriku menenangkan. Namun, sekalipun begitu tak ampuh bagiku saat ini.Terdengar Laniara kembali memanggil Mama, tapi Mama tak juga sadar. Jangan 'kan menyahut merespon dengan

  • Perceraian yang Terindah   Bab 32

    Bak awan yang sudah dipenuhi air, makin berat, tumpah membasahi bumi, sama persis yang terjadi dengan Rita. Sesak dada yang tidak terluakan dengan sempurna tadi ketika beradu mulut dengan Santoso tadi melebur juga di dalam lift. Air matanya tumpah ruah tanpa jeda. Menetes membasahi pipi mulusnya, sekalipun sudah berumur wajah Rita sungguh awet muda. Tapi Rita tidak membiarkan bening itu kian berlomba jatuh sia-sia dengan sigap sia menyeka setiap bulir bening itu tumpah. Untung saja setiap melewati nomor lantai liftnya tidak berhenti.Rita berbisik lirih, "harusnya kamu tidak seegois ini, Pa.""Ya Allah berilah kelembutan dan bukakanlah pintu hati suamiku agar lebih bersikap bijak dan lapang dada serta ikhlas menerima ujian dari-Mu. Jagalah rumah tangga kami, Ya Rabb," bisik Rita lagi. Mengadu pada sang Pencipta matanya juga tampak tertutup."Ya Allah berilah kesembuhan pada anakku. Kumohon jangan panggil dia, beri dia kesempatan untuk hidup sekali lagi." bisik Rita lagi"Dan, kenapa k

  • Perceraian yang Terindah   Bab 31

    Kejadian selepas Santoso membentak Laniara ....Sanjaya hanya melihat Santoso dan Rita dari sudut matanya ketika masuk ke dalam lift. Gurat amarah yang membuncah masih bersarang, tak kuasa dia lepaskan mengingat sosok itu adalah lelaki yang sudah berjasa di hidupnya selama ini sekalipun sikap Santoso sungguh merobek separuh hatinya.Sanjaya memeluk Laniara, sembari berbisik, "sabar ya, Sayang." Dengan penuh cinta berulang kali dia mengecup puncak kepala sang istri. Sedangkan Laniara masih gugup tapi tak ada air mata yang menggenangi bola mata indahnya itu.Laniara melepaskan pelukan Sanjaya perlahan. Dia menatap dalam manik mata suaminya itu."Harusnya kamu tidak membentak Papa, Mas. Aku tidak mau kamu berkata kasar hanya karena ingin membelaku." Dengan lirih Laniara berucap."Tapi papaku udah keterlaluan membentak kamu, aku mana sanggup melihat kamu dibentak seperti itu." Sanjaya memegang kedua pipi sang istri matanya tampak berkaca-kaca."Iya, Mas. Mungkin Papa tak bermaksud membent

  • Perceraian yang Terindah   Bab 30

    PoV SantosoDadaku berdesir kencang ketika melihat seorang dokter perempuan keluar dari ruang operasi. Parasnya yang ayu tak mampu membuat jantungku berdetak stabil, malah semakin berdetak tak karuan. Bibirnya yang tipis tak mengulas senyum sedikitpun, tak ada isyarat kelegaan yang terlihat bahwa operasi yang dia tangani kali ini berjalan dengan baik dan sesuai tujuan yang sempurna untuk pasien. Tak pernah seumur hidup aku merasakan kekacauan hati seperti ini.Tapi beberapa detik kemudian, mata kami beradu pandang dia berusaha mengulas senyum berat padaku, aku bisa membaca dengan baik bahasa tubuhnya. Mungkin dokter ini berpikir ulasan senyum yang dia suguhkan mampu menepis kejanggalan yang ada. Tidak! Malah aku semakin yakin, pasti ada yang tidak beres terjadi pada Bobby. Awas saja kalau informasi yang dia berikan adalah kabar buruk bagiku!Aku, Rita, Sanjaya dan dia. Iya, dia. Dia orang asing yang masuk ke rumahku. Belum ada kata sudi dariku, mengakui sosoknya sebagai menantu di mat

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status