“Arght.” Alfred terbangun memekik kesakitan.Dengan susah payah Floryn bangkit dari lantai, gadis itu terhuyung berdiri meneliti pakaiannya yang masih sama dengan semalam, dilihatnya Alfred kini duduk merenggut marah, tidur nyenyaknya yang baru tiga jam dibangunkan dengan tendangan. “Apa yang terjadi? Dimana ini?” tanya Floryn dengan napas memburu sampai tidak mempedulikan tangannya gemetar kesakitan.“Aku yang membawamu, sekarang kau sedang ada di hotel!” jawab Alfred menyelak marah.Floryn terbelalak. “Mengapa Anda membawa saya kesini? Seharusnya saya berada di rumah!” teriak Floryn mulai panik.Alfred melongo kaget. “Astaga, harga diriku bena-benar terluka. Bagaimana bisa setelah menendangku kau berani berteriak padaku? Kau pikir aku sopirmu?”Kaki Floryn bergerak gelisah, gadis itu tidak enak hati, dia terlalu panik hingga lupa mengontrol diri. “Kita tidak melakukan apa-apa kan?” tanya Floryn lagi dengan suara yang lebih pelan.“Memangnya apa yang kau pikirkan? Aku tidak suka mel
“Tampaknya, Alfred tidak cukup tertarik padamu Melisa,” ucap Poppy membuka percakapan ditengah sarapan pagi yang sedang berlangsung.“Mengapa Ibu bisa berkesimpulan seperti itu?” tanya Melisa.“Diamnya Alfred yang tidak menanggapi rencana pernikahan yang ibu bahas, sudah bisa dipastikan dia tidak menyukainya.”Melisa menelan makanannya dengan kesulitan, kejadian di malam pesta sepertinya sudah membuat Poppy cukup banyak tahu tentang seberapa anehnya hubungan Alfred dan Melisa. Tidak ada tatapan mesra, tidak ada yang melakukan kontak fisik dengan alami untuk menunjukan keterikatan, bahkan Alfred Morgan tidak mengenakan cincin pertunangannya.Alfred memang tidak banyak berbicara dengan kedua orang tua Melisa, namun tatapannya yang tidak bersahabat dapat disadari jika pria itu menciptakan pembatas yang tidak dapat dihilangkan.Saat ini hubungannya dengan Alfred memang rentan hancur, Alfred sudah berencana membatalkan pertunangan mereka berdua. Meskipun begitu, Melisa tetap ingin bertahan
“Dimana pakaian saya?” tanya Floryn berdiri di sudut ruangan, menjaga jarak sejauh mungkin dari Alfred Morgan.Alfred menunjuk satu set pakaian di atas ranjang. “Pakailah dulu itu.”“Saya mau pakaian yang saya gunakan semalam, saya tidak butuh pakaian baru,” jawab Floryn mempertagas ucapannya.Alfred berdecak pinggang menahan senyuman gelinya, dia sangat menikmati kewaspadaan Floryn. Ekspresinya yang takut terlihat lucu, terutama dengan sepasang matanya yang indah itu selalu berkilauan ketika panik. Sayang sekali, waktu mereka terbatas, tidak ada waktu untuk Alfred bermain-main.“Kau ingin menghabiskan pagi kita hanya untuk memperdebatkan pakaian?” tanya Alfred dengan serius. Floryn menelan salivanya dengan kesulitan, jika dipikir-pikir, sebaiknya dia berhenti bersikap keras kepala. Urusan pakaian yang dia pinjam dari Julliet akan menjadi urusan nanti, hal yang terpenting untuk Floryn saat ini adalah pergi secepatnya dari hotel dan pergi ke rumah dinas pertama Emier untuk mencari ke
Floryn mematung di tempat, dia selalu terkejut dengan keberanian Alfred Morgan yang bicara blak-blakan tentang perasaannya.Floryn tidak tahu harus mendefiniskan sikap blak-blakan Alfred adalah keberanian atau tidak tahu malu.“Apa perlu aku menggelar karpet merah agar kau mau berjalan dan duduk disini?” tanya Alfred menyentak keterdiaman Floryn.Ragu-ragu Floryn mendekat dan duduk, sepasang matanya yang hijau itu bergerak mengawasi Alfred yang membukakan tudung saji dan hingga memotongkan beberapa bagian makanan di piring sebelum mendorongnya untuk Floryn makan.Floryn menjilat bibirnya yang mendadak kering, ada debaran kencang di dalam dadanya melihat Alfred Morgan yang terbiasa hidup dilayani dari hal-hal yang paling dasar hingga bagian tersulitan. Kini, justru pria itu tengah memberikan pelayanan padanya.Sejujurnya, Floryn ingin meraguan perasaan Alfred padanya karena Floryn tahu, Alfred Morgan adalah pria bermulut pedas dan arogan. Floryn juga tahu diri, dia hanya manta narpid
Floryn meninggalkan kamar hotel seorang diri.Langkah kakinya gontai dan sorot matanya terlihat kosong karena pikirannya sedang berada di tempat.Perkataan Alfred terus terngiang didalam pikiran, semakin Floryn mengingatnya dia menjadi semakin ragu untuk menolak tawaran itu meski tahu hal buruk apa yang akan terjadi bila masuk ke dalam jerat pria berkuasa itu.Didunia ini tidak ada yang gratis, dan Floryn sadar betul mungkin hanya Alfred satu-satunya orang yang mau menawarkan kekuatan untuk membantunya.‘Haruskah aku mengorbankan kehormatanku untuk menghancurkan mereka ibu?’ batin Floryn bertanya-tanya.Floryn tidak rela, Issabel dan Emier hidup damai lebih lama lagi setelah membuat ibunya meninggal bunuh diri, dan Floryn tidak rela, Rachel semakin bersinar setelah memfitnahnya hingga mendekam di penjara.Tidak akan Floryn biarkan dirinya hancur untuk yang kedua kalinya sebelum melihat musuh-musuhnya bersujud menangis dalam penyesalan yang tidak akan pernah bisa perbaiki sedikitpun.L
"Floryn Danika ini psikopat!""Benar! Bagaimana bisa anak berumur 15 tahun sepertinya, tak merasa bersalah setelah membunuh adik tirinya?""Meski tak ada hubungan darah, harusnya Floryn tak sekeji itu untuk meracuninya! Semoga, dia dapat hukuman seberat-beratnya!""Benar! Jangan lembek karena embel-embel masih di bawah umur. Kita harus kawal persidangan."Bisikan di ruang persidangan terdengar terus-menerus. Tampak sekali, semua orang sangat menantikan keputusan akhir dari hakim hari ini.Bahkan, kumpulan media dari berbagai stasiun TV juga berharap mendapat berita besar dari kasus Floryn yang merupakan calon atlet ice skating terbaik di negara ini dan juga anak dari salah satu petinggi kepolisian!"Sidang akan dimulai kembali!"Bersamaan dengan ucapan Hakim Ketua, suasana pun kembali tenang, terutama saat Floryn Danika kembali hadir.Penampilan gadis bermata hijau safir itu seketika mengalihkan perhatian.Meski kesal, mereka mengakui bahwa Floryn begitu cantik. Sayangnya, dia jahat d
Keinginan balas dendam membuat Floryn bertahan. Tak terasa, hari kebebasannya tiba. Hanya saja, tidak ada yang menyambut Floryn..... “Apa ibu dapat melihatku sekarang? Aku minta maaf karena tidak cukup menjadi anak yang kuat untuk membela diriku sendiri,” bisik Floryn dalam hati kala memandang pot kecil bunga baby breath yang diberikan almarhumah ibunya. Sayangnya, bunga itu mati bersamaan dengan putusan pengadilan lima tahun lalu.Floryn kini sudah 20 tahun. Namun, kebahagiaan anak muda tak ada di wajahnya. Setelah menjadi salah satu tahanan termuda dengan kasus berat, siksaan dari narapidana lain yang mendapatkan sogokan dari Issabel tak pernah berhenti. Untungnya dua tahun terakhir, Floryn mulai diterima. Dia pun berkebun dan merajut pakaian dengan upah tak seberapa. Meskipun begitu, berkat bekerja Floryn memiliki sedikit uang untuk bisa bertahan nanti.Hanya saja, Floryn sadar bahwa masyarakat pasti tak akan menerimanya dengan mudah. “Flo?!” panggil Julliet, seorang mantan t
Floryn tidak memiliki tempat untuk kembali atau bertanya. Terlebih, uang yang Floryn miliki tidaklah banyak.Jika dia menggunakannya untuk menyewa tempat tinggal, maka tidak ada jatah untuk makan.Tidak mungkin juga untuk Floryn mengandalkan makanan gratis. Pemerintahan negara Neydish memang menyediakan truk makanan gratis bagi tunawisma.Ada banyak rak-rak makanan gratis yang bisa diambil hanya dengan menukarnya menggunakan kartu identitas.Masalahnya, jatah makanan selalu dibatasi. Terlebih, Floryn juga tidak memiliki kartu identitas karena saat dia dipenjara, dia masih dibawah umur.Jujur, Floryn takut kelaparan. Lebih baik dia tidur kehujanan dibandingkan mati kelaparan."Hahahaha....."Suara tawa terdengar nyaring disudut tempat menarik Floryn untuk melihat.Ada sekumpulan gadis remaja yang berseragam sekolah tengah mengantri disebuah food truck sambil berbincang.Tampaknya mereka membicarakan sesuatu yang tampak menyenangkan.Pemandangan sederhana itu membuat pupil mata Floryn