Share

P 200 J Bab 20

Penulis: LinDaVin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Hanya satu tahun, setelah itu mereka akan membuangku ...

"Kamu sudah makan?" tanya Kenzi padaku, pria mudah itu mendekat dan berdiri di depanku.

"Aku tidak lapar," jawabku padanya.

"Matamu bengkak, apa kamu baru saja menangis?"

Aku menatapnya sesaat kemudian melepas pandanganku ke arah lain. Ingatanku kembali pada Bara, aku tak bisa lagi menghubunginya mulai dari sekarang. Tuan Bram telah menganti ponselku.

"Hanya menangis haru," jawabku pelan.

"Kita bisa berteman mulai sekarang, bukankah kita tim yang hebat," ucap Kenzi mencoba memecah suasana canggung yang tercipta.

Aku memaksakan senyum, dan mengangguk. Semua sudah terjadi, dan harus tetap dijalani, seperih apapun luka, sesakit apapun aku rasa, semua harus diterima dengan ikhlas dan lapang dada.

"Aku pergi dulu, sebentar lagi akan ada pelayan yang akan membawakan makanan untukmu, setelah itu bersiaplah untuk acara kita," ucap Kenzi kemudian.

"Acara kita?"

"Iya, Om Bram sudah menyiapkan semua, kita akan menikah, sesuai perminta
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Anita S
kasih modal aj buat usaha
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 21

    Aku menoleh ke arah Kenzi yang masih tidur di sofa, di atasku berbalut selimut. Pria muda itu membuka matanya melihat ke arahku juga. Dia membuka selimutnya dan kemudian ikut duduk di sampingku."Aku sudah siapkan kegiatan untukmu," ucap Kenzi kumdian, sebuah senyum manis terukir di bibir itu."Oh, ya?" tanyaku, Kenzi mengangguk cepat."Kamu akan mengikuti beberapa kursus, jadi aku pastikan kamu tak akan bosan seharian." Kenzi memberi penjelasan padaku."Kursus?" tanyaku kemudian belem mengerti dengan apa yang Kenzi maksudkan."Iya, aku sudah meminta Om Bram mengaturnya. Jadi kamu tidak perlu khawatir akan merasa bosan atau apa selama aku tidak berada di rumah," ucap Kenzi lagi.Aku tersenyum mendengarnya, merasa senang dia memikirkan aku juga. Paling tidak dengan kegiatan seperti itu aku tidak merasa jenuh. Aku juga akan bisa belajar lebih banyal lagi hal hal yang tidak aku pahami."Kamu mau apa?" itu pertanyaan yang selalu terlontar saat aku mendekati Kenzi, pria mudah itu terlihat g

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 22

    Sudah seminggu lebih, tak banyak kemajuan, Kenzi masih menutup diri, dia tidur di sofa, aku tidur di ranjang. Mulai besok kursusku di mulai, tak terlalu paham dengan yang pria itu sampaikan, aku hanya mengiyakan."Mulai besok kamu tak akan bosan lagi," ucap Kenzi malam itu. Kami baru saja menyelesaikan makan malam. Sebenarnya aku tak terlalu bosan, banyak hal yang bisa kulakukan di dalam kamar, mulai dari menonton drama sampai senam. Aku sudah sangat terbiasa terkurung, jadi bukan masalah sebenarnya.Yang jadi masalah, aku bisa berinteraksi dengan orang, dan selama di sini hanya bicara dengan Bi Nur yang pendiam itu, serta Kenzi."Apakah itu seperti sekolah?" tanyaku kemudian."Bisa jadi.""Aku tak punya alat tulis," ucapku."Sudah disiapkan," kata Kenzi, aku tersenyum. "Tidurlah!""Kau tak ingin mencoba kembali malam ini?" tanyaku padanya. Raut wajah itu berubah tegang seperti biasa. Pria itu mengangguk pelan. Dia tak menolakku, namun tetap dingin seperti biasanya."Maafkan aku," uc

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 23

    "Apa perlu aku menjawabnya?" Aku bertanya dengan suara pelan pada Kenzi.Kenzi menggelengkan kepala, dia kembali memelukku, mendekapku erat. Kami terlarut dalam suasana haru yang tak bisa aku gambarkan. Aku benar-benar merasa bahagia bisa memberikan apa yang aku jaga selama ini pada pria yang seharusnya."Terima kasih," ucapnya padaku."Untuk apa?" tanyaku tak tau maksudnya."Untuk semuanya, untuk keberhasilanmu merubahku dan hadiah juga manis darimu." Kecupan kembali dia daratkan di keningku.Aku mengangguk pelan.•••"Bi, jaga rahasia ini," ucap Kenzi pada Bi Nur, selepas wanita itu membereskan kamar. Wanita separuh baya itu mengangguk, sekilas melihat dan tersenyum ke arahku. Aku tak mengerti arti senyumnya, namun aku tetap membalasnya."Kamu akan terlambat?"Pertemuanku jam setengah sebelas, kamu yang terlambat sepertinya," jawab Kenzi, aku merapikan kemeja yang dikenakannya."Aku bolos hari ini," jawabku, senyum terkulum. "Siang ada kursus kepribadian jam sebelas," ucapku kemudi

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 24

    Kenzi tersenyum, mengambil sendok di samping piring saji. Di sendoknya es krim rasa stroberi itu, sendok berisi es es krim itu sudah di depan bibirku, dia sengaja menggodaku, menggerakkan ke kanan dan ke kiri, kemudian dimasukan ke mulutnya sendiri.Aku memukul gemas paha suamiku itu, puas sekali dia mengerjaiku, tawanya terdengar kencang. "Iya, iya sorry. Em … ini serius," ucapnya, kembali menyodorkan sendok ke arahku, tapi wajah itu juga ikut mendekat. Baru saja sendok itu menempel, dia sudah menurunkannya, dan mengganti dengan bibir dinginnya."Enakan mana?" tanyanya kemudian. Aku terdiam, masih menikmati sisa sensasi dingin di bibirku."Modus," ucapku kemudian, Kenzi kembali tertawa. Melihat wajah itu begitu ceria, ada kebahagiaan menyapa hati, aku suka melihat senyum itu, mendengar tawa itu, aku menyukai semua yang ada pada dirinya … suka."Tapi, aku suka dimodusin," lanjutku. Tawanya kembali terdengar, tangan itu merangkulku, Kenzie mencium gemas pipiku.Hanya cinta, cinta dan

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 25

    Bukankah aku sudah cukup biasa dengan sebuah luka, kesakitan bukan hal baru yang perlu aku takuti, diri ini sudah berulang kali. Justru kebahagiaan seperti sekarang yang harus aku nikmati, karena bisa saja aku tak akan pernah bisa merasakannya lagi."Langsung pulang, Non?" tanya Pak Iwan, biasanya aku suka mampir ke minimarket untuk membeli coklat, kesukaanku pada makanan itu memang sulit aku kendalikan. "Iya, Pak Iwan, langsung pulang aja, oh ya, Zanna minta tolong lagi ya buat kirim uang sama sembako ke rumah, minggu besok bisa kan ya?" "Bisa, Non, nanti seperti biasa saya kirim pesan kalau sudah di rumah, kalo Non mau bicara dengan Ibu Non."Tiga bulan lebih aku berada di rumah besar itu, setiap bulan aku berusaha mengirim uang pada Mama Ella, aku memakai uang tabungan sendiri. Pak Iwan cukup mengambil resiko membantuku,karena aku tak boleh berhubungan dengan keluargaku. Kenzi pun tak tau hal ini, hanya Pak Iwan saja yang mengetahuinya."Makasih banyak, Pak. Bapak udah baik bang

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 26

    Aku kembali hanyut dalam syahdunya sebuah hasrat yang tak bertepi. Petikan dawai asmara mengalun indah mengiringi dua insan yang sedang menikmati syurga dunia. Nafas yang berhembus seolah membawa aroma berbeda, menarik raga dalam sebuah sensasi rasa yang mengetarkan jiwa. Jatuh … aku semakin jatuh, dalam sebuah dekap hangat yang sempurna. Sebuah cinta yang sebenarnya tak seharusnya ada, mulai mengikat erat jiwa, membelenggu sukma. Ini bukan hanya soal hasrat yang harus berbalas, bukan juga nafsu yang harus terpuaskan. Ini lebih dari itu, dengan sadar aku membawa jauh hatiku masuk ke dalam sebuah situasi rumit, mengatasnamakan cinta.Sebuah kecupan di kening mengakhiri pertautan hangat nan nikmat. Sensasi rasanya masih belum hilang, dan membuatku kembali meremang saat kulit kembali bersentuhan langsung tanpa batasan. "Aku bahagia," ucap Kenzi malam itu. Aku rebahkan kepalaku beralaskan dada terbuka itu. Menikmati detak jantungnya yang masih belum berirama dengan normal. "Aku juga,"

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 27

    Kelas kepribadian aku lewatkan, karena harus memberi sarapan singa yang lapar tadi pagi. Kepalaku sedikit pening ketika harus keramas lagi. Kenzi berubah luar biasa, dan jujur aku suka, serta menikmati semua."Jadi ambil kursus bikin kuenya, mba Zan?" tanya Andini salah satu karyawan di tempat kursus itu. "Mumpung lepas ini ada kelas, bisa liat-liat dulu," ucapnya lagi."Boleh, sampai jam berapa?" tanyaku kemudian."Jam satu sampai selesai, mbak." Andini menjawabku sambil merapikan perlatan makan di depannya.Hari ini ada extra plating makanan. Makanan yang selesai kami masak, di sajikan dengan penataan yang cantik. Peralatan makan yang indah, dan juga aneka garnis, membuat makanan yang sederhana terliat berkelas.Ada penilaian juga hari ini, dan setelahnya kami bisa menikmati hasil masakan kami sendiri. Aku peserta kursus termuda, disini. Mereka lebih suka memanggilku dengan pangilan mba model, katanya aku cantik seperti model.Aku memang tak terlalu banyak bicara, namun aku tetap be

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 28

    Tak seperti biasanya, aku merasa bosan malam ini. Sampai jam tujuh malam, Kenzi belum juga datang. Aku membuka tirai kamar, rasanya ingin sekali jalan ke taman, mungkin aku bisa menemukan bintang di balik awan.Bosan mendera, ini tak biasa, drama korea tak mampu membunuh bosanku. Rasa jenuh itu datang tiba-tiba, entah mengapa ingin sekali berjalan-jalan di malam hari, menikmati cahaya lampu dan semilir angin malam.Aku berdiam duduk bersila di atas sofa. Menunggu kedatangan Kenzi selepas bekerja. Tak berapa lama terlihat pintu terbuka mengiringi suara derit yang tercipta.Kenzi melihatku, kemudian melihat ke arah layar tv yang gelap, karena memang tak kunyalakan. Pria itu mendekat dan duduk dibawah sambil melonggarkan dasinya."Ada apa?" tanyanya kemudian."Bosan," jawabku."Bosan?" Ulangnya, meletakkan dagu di atas pangkuanku. "Mau jalan-jalan?"Mataku langsung berbinar, mendengar kata jalan-jalan. Senyum aku ulas manis."Mau," jawabku cepat."Ok, aku mandi dulu ya.""Sayang, nggak

Bab terbaru

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 101 END

    Papa mengenalkanku pada istri dan anaknya. Wanita berhijab itu menyambutku, baik. Meski tetap terasa kaku dan berjarak, atau hanya perasaanku saja. Aku harus belajar banyak dari Ibu, yang bisa mengendalikan perasaan dengan dengan sangat baik.Perasaanku saja, atau memang seperti itu adanya. Aku merasa Papa masih memiliki perasaan ke Ibu, dari cara mereka menatap terlihat berbeda. Ini bukan hal baik, tapi, siapa yang bisa mengatur perasaan.•••"Sayang, aku ingin kita tinggal bertiga. Aku, kamu dan anak kita. Tinggal dirumah impian, tak perlu besar, tapi, nyaman. Aku akan menyiapkan untuk kalian. Sebuah rumah dengan taman kecil, untukku dan Al bermain bola nanti." Aku tersenyum mendengar Kenzi. Dia memelukku dari belakang, dan meletakkan dagunya di bahuku. "Tapi, apa Oma mengijinkan?" tanyaku kemudian."Aku kepala keluarga, aku yang memiliki tanggung jawab atas kalian, berdua. Kita hanya tinggal terpisah, masih bisa setiap saat bersama. Keluarga kita pasti bisa memahami itu semua." T

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 100

    Tanganku langsung meraih jemari Ibu. Wanita itu tercekat melihat seseorang di depannya. Wajahnya memerah, matanya basah. Tangannya meremas jariku kuat, aku ikut merasakan apa yang Ibu rasakan. Semua terdiam, dadaku terasa sesak seketika. Apa yang sedang Ibu rasakan sekarang? Ibu segera menyeka air mata dengan sebelah tangannya. Mengerjapkan mata, mencoba untuk menahannya agar tak kembali keluar. Oma, Tante Fenny, dan pria itu berdiri bersamaan."Zanna, ini … Papa kamu." Oma memanggilku. Aku masih tercekat, terdiam. Aku kembali melihat ke arah Ibu, yang mengarahkan pandangan ke arah lain. Sedikit menaikkan wajah. Ibu sedang mengendalikan hatinya."Mala …." Pria itu memanggil nama Ibu. Berjalan ke arahku dan Ibu."Mas." Suara Ibu terdengar serak. Hanya itu yang keluar dari bibir Ibu."Zanna, ini Papa Sayang." Aku masih berdiri mematung, entah apa yang aku rasakan sekarang. "Pah …." Aku menoleh ke arah suara. Sosok gadis kecil muncul dari dalam, bersama seorang wanita berhijab. Ibu jug

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 99

    Meski dalam hatiku, aku tak yakin Bara bisa secepat itu membuka hatinya untuk orang lain. Walau, terlihat baik - baik saja aku yakin ada luka, yang sedang berusaha ditutupinya. Itulah Bara, malaikat tak bersayapku.•••Aku belum menanyakan apa saja yang dibicarakan tadi oleh keluarga Kenzi dan keluargaku. Yang pasti semua terlihat membaik, meski masih terasa kaku dan canggung, tapi, semua nampak baik. Sepertinya banyak hal yang dibicarakan. Mama Kenzi mengajakku menginap di rumah mereka tadi. Hanya saja entah untuk alasan apa, Oma belum mengijinkan. Aku juga merasa belum siap. Akhirnya Kenzi yang akan tinggal sementara di rumah Oma. Dia sedang pulang mengambil pakaian dan barang - barangnya.••"Non, susunya Bibi taruk di meja, ya." Bi Nur datang membawakan segelas susu hangat untukku. "Iya, Bi. Terima kasih," ucapku. Aku masih duduk di sofa mengutak atik ponsel lama dan ponsel baruku. Bayiku sudah terlelap sedari tadi. Ponselku bergetar ada panggilan masuk, dari Bara. Aku buru - b

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 98

    "Non, ditunggu Oma di ruang baca." Bi Nur masuk, dan memberi tau. Aku baru saja memberikan bayiku ASI dan sekarang dia kembali tidur."Iya, Bik." Aku menjawab sambil mengangguk. Sesaat kemudian aku menidurkan bayiku, menciumnya.dan beringsut turun dari atas ranjang."Zanna titip ya, Bik," ucapku."Iya, Non. Bibi jagain." Bi Nur menjawab.Aku segera beranjak keluar kamar, berjalan sedikit cepat menuju ruang baca Oma. Setelah mendorong pintu, kudapati sudah ada Om Rei dan juga Tante Fenny disana. "Kenzi?" tanya Oma saat aku masuk."Sudah Zanna telepon, Oma. Sebentar lagi sampai." Aku menjawab. Kemudian menyapa Om dan Tante bergantian."Mah, kenapa nggak minta Mas Febian saja, yang tanam modal di perusahaan suami Zanna," ucap Tante Fenny."Em, bener Ma. Perusahaan Mas Febian berkembang cepat dua tahun terakhir, bahkan dia sudah buka cabang hampir di setiap kota loh." Om Rei menambahkan."Semakin banyak yang sadar akan pentingnya makanan sehat. Sayang, kalau di Indonesia kita buat kaya

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 97

    "Mama?" tanya Kenzi memastikan. Bi Nur mengangguk membenarkan."Terima kasih, Bi," ucapku pada Bi Nur, perempuan setengah baya itu mengangguk. Ada kecemasan terlihat di wajah yang sudah sedikit keriput itu. Dia berbalik badan dan berjalan perlahan.Aku menatap Kenzi lekat, ada kecemasan dan ketakutan dalam hatiku. Mama sangat dekat dengan Carla. Lalu apa pendapatnya tentangku, yang hanya menikah kontrak dengan anaknya.Kenzi menangkupkan tangannya di wajahku. Matanya menatapku tajam, seolah ingin meyakinkan semua akan baik - baik saja."Kita ajak Ken, ketemu Omanya?!" kata Kenzi kemudian."Bukan Ken, panggilannya Al." Aku memberi tahu, bahkan bukan sesuatu yang penting untuk dibahas saat sekarang. Hanya respon spontanitas saja."Iya, kita ajak Al ketemu Oma dan Tantenya." Kenzi meralat kalimatnya. Aku mengangguk, kemudian berjalan ke arah ranjang dan mengangkat tubuh mungil itu kemudian."Biar aku yang gendong," pinta Kenzi padaku. Hati-hati aku memberikan pada Kenzi bayi laki - lakin

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 96

    "Beri aku waktu, kondisi perusahaan sebenarnya sudah membaik. Hanya saja, bila kelaurga Carla bertindak seperti ancaman mereka, perusahaanku belum siap. Bantuan mereka sangat berpengaruh besar pada perusahaan.""Rumit sekali." Aku menarik napas dalam dan menghembuskan sekaligus."Aku akan bicara dengan Carla, hanya aku butuh waktu yang tepat. Dia pasti tak akan tega, bila tau akibat dari di hentikannya kerjasama itu.""Tapi, kita sudah menyakitinya.""Dia, wanita hebat. Dia berhak bahagia, tapi, bukan denganku.""Kaliaan … sudah ….""Aku tak bisa melakukannya, selain denganmu. Aku katakan kalau aku sakit."Ada kelegaan, diantara pikiran rumit yang berkecamuk dalam benakku. "Carla masih belum bisa menerimanya. Dia hanya diam, tak mau berbicara apapun juga. Aku mengerti, ini sulit untuk dia diterima.""Keluargamu?""Semua menentangku, aku bertahan hanya demi perusahaan. Disana banyak bergantung kehidupan orang lain. Aku akan berusaha semaksimal mungkin. Yang pasti, keputusanku sudah bu

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 95

    Pagi ini, tak secerah biasanya. Hujan gerimis turun sedari Subuh tadi. Hari ini kegiatan berjemur terpaksa ditiadakan. Sehabis mandi dan minum susu bayiku terbangun. Dia enggan kembali tidur, sepertinya dia sedang ingin bermain. Aku mengajaknya bicara, menyanyikan lagu anak -anak yang aku bisa.Tidak banyak perbendaharaan lagu anak - anak dalam benakku, juga dengan lagu lainnya. Aku tidak punya waktu untuk itu dulu. Ah, segera aku tepis jauh, bila bayangan pahit masa laluku datang tiba - tiba. Tak ingin mengingat kembali, karena yang ada hanya rasa sakit."Non, diminta Oma, untuk sarapan." Bi Nur datang, menghampiri ranjangku. Pintu memang tidak aku tutup."Iya, Bi. Zanna titip bayi Zanna, ya?" Aku bangun dari samping bayiku, kemudian turun dari ranjang, selepas menciumnya gemas. Bi Nur mengangguk dan tersenyum menjawabku. Langkahku mengayun pelan keluar dari kamar.Dari kemarin sore, aku juga belum tau bagaimana hasil pembicaraan Kenzi dan keluarga besarnya. Aku memang belum memegan

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 94

    "Sakit ya?" tanya Kenzi saat aku memegangi kepala yang terasa berdenyut."Nggak apa - apa," jawabku kemudian."Aku minta maaf, pasti karena aku." Kenzi mengusap kepalaku pelan."Jangan biarkan mereka menunggu," ucapku kemudian. Ya Tuhan, semoga segala kepahitan dan kesakitan ini segera berakhir. Semoga kebahagiaan terbit setelah ini. Apapun nanti suratan takdir yang akan aku jalani, aku hanya inginkan yang terbaik untuk semuanya."Teruslah bersamaku." Kenzi menangkupkan tangannya di wajahku. Aku mengangguk perlahan dengan mata terpejam. Sebuah kecupan Kenzi berikan pada keningku.Sesaat kemudian kami sama - sama melihat ke arah yang sama. Sosok mungil yang sedang terlelap di atas ranjang. Untuknya lah kami harus berjuang untuk bersatu. Berjuang untuk menghadirkan orang tua yang lengkap baginya.Sejenak mengatur hati, aku dan Kenzi beranjak keluar setelahnya. Bi Nur yang melihatku keluar dari kamar langsung beranjak ke kamarku. Kenzi menggenggam erat tanganku. Kami berjalan bersisia

  • Perawan 200 Juta   P 200 J Bab 93

    "Banyak orang menghinanya, dikira dia hamil tanpa suami. Hingga akhirnya dia melahirkan. Hanya Bu Ella yang peduli padanya. Dia lebih muda darimu waktu itu tujuh belas tahun." Kembali Tante Fenny menjeda karena tak kuasa untuk meneruskan kalimatnya."Saya bingung, takut dan tak tau harus bagaimana. Hingga saya memutuskan, memberikan bayi saya pada Bu Ella. Saya benar - benar bingung. Saya tak memiliki siapapun, tak kenal siapapun selain Bu Ella yang membantu saya." Wanita itu berbicara di tengah isak tangisnya. "Akhirnya saya meninggalkan bayi saya." Tangis wanita itu semakin menjadi, begitu juga denganku. "Saya dibawa seseorang yang baru saya kenal untuk bekerja sebagai pembantu. Majikan pria saya orang asing, setelah membuatkan saya identitas baru. Mereka membawa saya, ke Belanda. Di Negara itulah saya hidup selama belasan tahun."Ibu … iya Ibu. Ibu menjeda kalimatnya, sedang aku masih terisak menikmati rasa sakit seperti yang Ibu rasakan."Mereka tidak menganggap saya sebagai p

DMCA.com Protection Status