Mata Qiana langsung membulat mendengar ucapan Darla. Dia sudah membuka mulutnya waktu sebuah telapak tangan yang besar membekapnya.“Mmpt....” Qiana hendak protes tapi tak ada suara yang jelas keluar dari mulutnya.“Kami pergi dulu,” ujar Ned sambil tak juga melepaskan tangannya yang melingkari bahu Qiana sekaligus membekap mulutnya. “Jaga dirimu baik-baik. Kau bisa menghubungiku kalau perlu sesuatu.”Darla hanya mengangguk. Dia melambai pada keduanya yang beranjak menuju mobil. Ned baru melepaskan Qiana saat sudah berada di dalam kendaraan yang akan membawa mereka ke landasan helikopter.“Kakak, kau keterlaluan.” Qiana mendorong Ned dan menjauh ke bagian ujung kursi. Dia sangat kesal karena perbuatan Ned barusan. “Siapa yang akan menikah denganmu?”Ned tidak mempedulikan ocehan gadis itu. Dia menyalakan ponselnya dan membuat sebuah panggilan. Qiana tidak terlalu mendengar apa yang dibicarakan lelaki di sampingnya itu. Gadis itu malah meringkuk di sudut sambil memeluk lututnya.Hanya
Corliss hanya memiringkan wajahnya begitu suara asing itu memasuki pendengarannya. Seakan dengan begitu dia bisa mendengar lebih jelas dan dapat mengenali empunya suara. Namun tetap saja dia tidak bisa mengingat pernah mendengarnya.“Nona Fellman, ada seseorang yang ingin bertemu anda.” Sang perawat menghampiri Corliss dan memposisikan kursi menghadap Darla.Baru saat itu Corliss bisa melihat sosok wanita cantik dengan rambut yang sama persis dengannya, coklat. Hari itu Darla tidak mengenakan wig. Dia membiarkan rambut panjangnya tergerai alami menutupi setengah punggungnya.“Ibu....” Darla mengulangi panggilannya. Merasa haru, canggung. Juga rindu.Dia sudah mencari keberadaan wanita yang sudah melahirkannya ini hingga Dixon, tempat terakhir kali jejaknya ditemukan. Setelahnya dia kehilangan tanda-tanda keberadaannya.Wanita tua itu, Corliss menatap Darla. Dia mendengar panggilan yang sangat dirindukannya. Panggilan seorang anak pada wanita yang telah melahirkannya. Namun harapan ti
“Kau bisa melihatnya sendiri.”Qiana bangkit dari lantai dan menghempaskan diri di tepi ranjang. Dia menatap lelaki yang tengah bersandar di pintu kamar. Penampilan Ned masih seperti biasa. Tidak seperti orang yang kurang tidur. Dia juga masih kelihatan tampan. Uh!Tangan Qiana refleks menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia menjadi tidak fokus. Seraya membuang mukanya yang dibuat kembali cemberut.“Aku tidak nyaman tidur sekamar denganmu.” Qiana beralasan. “Tapi terima kasih sudah mencemaskanku,” lanjutnya tulus. Gadis itu mengambil tas yang tergeletak di lantai lantas bangkit dan bermaksud keluar dari kamar itu. Tentu saja dia terhalang oleh Ned yang berdiri di pintu.“Tidak nyaman apanya? Kau bahkan tidur lebih nyenyak dariku.”“Siapa bilang?” Wajah Qiana memerah. Dia bahkan pulas dalam pelukan lelaki ini suatu saat. Benar-benar memalukan! “Aku... itu karena aku sangat mengantuk....”“O ya?” Ned menangkap lengan Qiana dan menariknya ke dalam pelukan. “Kalau begitu tidurlah kalau
“Tuan Jackson? Bagaimana kau....”“Tidak bisakah kau berhenti bersikap formal seperti itu?” Adam menerobos masuk. “Kau membuat jarak di antara kita makin jauh.”Qiana membalikkan badan, mengawasi lelaki yang kini sudah berdiri di ruang tamu. Diabaikannya keluhan Adam. Lagipula dia memang berusaha menjaga jarak dengan lelaki ini.“Terima kasih sudah menolongku kemarin.” Qiana tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan pertemuan ini untuk mengucapkan terima kasih. Dia takut tidak akan memiliki kesempatan lagi lain kali. Selain itu, dia takut lupa.Adam seperti tidak mendengar. Dia bahkan masuk ke kamar tidur Qiana. Di sana dia melihat kotak kardus berisi barang-barang yang sudah dipilih gadis itu.“Sudah berkemas? Apa kau akan pindah ke Phoenix?”Qiana yang memperhatikan dari ambang pintu merasa sedikit malu mendapat pertanyaan seperti itu.“Ibuku sudah tiada. Menurut Ned lebih baik aku tinggal di sana....”“Aku bisa melepaskanmu darinya. Hari ini aku akan berangkat ke luar negeri. Ikutlah d
“Kau serius akan menikahinya?” Wanita di tempat tidur menggeliat bangkit. Dia bahkan membiarkan tubuhnya tetap polos saat berjalan mendekati Edison. Matanya biru cerah. Rambut pirang keemasannya jatuh mengikuti lekuk tubuhnya.“Pernikahannya tiga hari lagi. Tentu saja aku serius.” Edison menelan ludah melihat tubuh wanita di depannya. Kegiatan mereka tadi terganggu panggilan telpon Olivia.“Gadis itu tentu kegirangan membayangkan akan menyandang status nyonya Fraser.” Wanita itu berdecak kesal. “Bagaimana denganku? Kau sudah berjanji untuk menikahiku. Nyatanya kau memilih dia, gadis yang tidak sadar diri itu. Kalau kau memutuskan menikahi adiknya, aku mungkin tidak sekesal ini.”“Kau tahu kalau ini tidak akan lama. Setelah urusan perusahaan selesai, aku akan menceraikannya.” Edison memeluk si wanita dan bermaksud menciumnya, tapi si wanita menghindar.“Bagaimana sebuah perusahaan terbesar seperti milik keluarga Fraser masih serakah mengincar perusahaan kecil keluarga Neilson?” Sebuah
“Kau punya kakak?” Beatrice terlihat penasaran. Sebelumnya Qiana tidak pernah bercerita apa pun tentang keluarganya. Gadis itu hanya memberitahu bahwa ayah dan ibunya bercerai dan dia memilih ikut ibunya.“Dia kakak tiriku. Ayahku menikah lagi dengan Laura yang sudah memiliki putri. Namanya Olivia. Dia juga kakak kelasku. Kami cuma beda setahun.” Qiana menjelaskan dengan singkat. Dia tidak ingin memberikan detail menyedihkan tentang pengusiran mereka.“Apa ayahmu tahu tentang ibumu?” Qiana menggeleng. “Tidak. Kupikir aku memang perlu memberitahunya. Karenanya aku harus pergi ke pesta itu. Apa kau mau ikut?”“Dengan senang hati. Tapi kenapa kau tidak mengajak tuan Zavier pergi?”“Aku tidak memberitahunya. Membawanya ke acara seperti itu hanya akan menimbulkan keributan. Aku tidak mau. Apalagi saat ini dia cukup sibuk. Kurasa aku tidak ingin mengganggunya.” Sebenarnya Qiana juga tidak yakin apakah Ned bersedia datang ke pesta seperti itu. “Baiklah. Aku akan menemanimu pergi. Aku sang
Qiana mengeluh dalam hati. Dia tahu Olivia ingin memperlihatkan kesenjangan yang ada di antara mereka. Dengan malas gadis itu beranjak mendekati pasangan mempelai yang berdiri di dekat pelaminan. Dia memasang wajah polosnya sembari tersenyum manis.“Olivia, selamat atas pernikahan kalian.” Lantas berpaling pada Edison yang berdiri di sebelah Olivia. Ada tatapan yang tidak bisa dimengerti siapa pun. Bahkan oleh orang yang menjadi obyek tatapan itu. “Tuan Fraser, selamat. Anda sungguh beruntung mendapatkan salah satu gadis paling menawan di Blackstone.” Edison merasa mual mendengar ucapan Qiana. Entah Qiana sengaja mengolok-oloknya atau memang tulus, tapi gadis itu sendirilah yang terbaik di kota Blackstone. Qiana hanya tidak beruntung. Anehnya, gadis itu seperti tidak terlalu peduli dengan ketidakberuntungan itu. Padahal dulu dialah yang pernah dilamar keluarga Fraser sebagai nyonya muda mereka. Kini dia datang dengan wajah polosnya mengucap selamat atas pernikahan kakaknya.Rasanya
Tubuh Qiana limbung. Dia nyaris terjatuh kalau tidak ada Beatrice di sebelahnya yang segera menopang. Kejutan ini begitu luar biasa.Sementara itu udara sekitar dipenuhi bisik-bisik para undangan yang juga terkejut dengan pernyataan Charles Nielson“Ta... tapi... Kau tidak bisa sembarangan menuduh. Ada tes DNA....” Qiana bicara dengan terputus-putus.“Aku sudah melakukan tes DNA. Hasilnya, kita tidak ada hubungan apa pun.”Tubuh Qiana gemetar dalam pelukan Beatrice. Airmatanya menggenang sesaat lalu jatuh membasahi wajahnya yang telah menjadi pucat sebelumnya.Dia hanya bisa menggeleng sebagai bentuk penolakan dari kenyataan yang didengarnya. Tadinya dia masih memliki harapan akan belas kasih lelaki di depannya ini. Semula dia pikir dengan menceritakan tentang ibunya akan terbit penyesalan di hati orang yang dulu dipanggilnya sebagai ayah. Nyatanya hal itu tidak akan ada artinya lagi. Mungkin kematian ibunya malah akan dirayakan oleh Charles Neilson.“Qiana, sudahlah. Kau harus kuat.
Tanpa menoleh, Charles berkata, “Kapan kau mengetahuinya?”“Saat itu kau sedang sibuk dengan perusahaan. Jadi aku tidak memberitahu.” Laura mengira akan mendapatkan respon yang mengejutkan dari Charles. Tak disangka suaminya hanya menanggapi dengan dingin. Tidakkah dia seharusnya senang bahwa Qiana yang ternyata benar putri kandungnya menikah dengan orang paling berpengaruh di kota Yardley? Barangkali saja gadis itu mau menolong mereka untuk bisa kembali bangkit.Karena tak mendapati tanggapan yang diharapkan, Laura melanjutkan. “Kupikir ini adalah keberuntunganmu. Cobalah kau temui Qiana....”“Jadi, Diana tidak bersalah. Dia tidak pernah berselingkuh. Bukti-bukti itu palsu dan merupakan hasil rekayasa seseorang.” Charles memotong perkataan Laura dan berbicara seperti orang melamun.“Soal itu aku tidak tahu. Kau yang mendapatkan buktinya dari seseorang.” Charles mendapatkan kiriman amplop berisi foto-foto bukti perselingkuhan Diana dengan seorang lelaki asing. Meski Diana telah memb
Sebuah pesta pernikahan megah tengah ditayangkan di sebuah saluran televisi. Bukan cuma di satu stasiun, tapi semua stasiun televisi menyiarkannya.Benarkah hari ini pernikahan Ned Zavier? Bukankah undangan yang dikirimkan Qiana juga menuliskan tanggal yang sama yaitu hari ini?Allison tidak pernah lagi menonton berita atau membacanya di internet. Begitu juga dengan orang-orang di rumah. Mereka sekeluarga trauma dengan pemberitaan di luar sejak Allard Corp dinyatakan bangkrut. Jadi dia benar-benar tidak tahu berita-berita terkini.Layar menampilkan gambar yang diperbesar. Pasangan yang serasi. Yang lelaki tampan menawan. Wanitanya cantik menarik.Sebentar! Sepertinya dia mengenal pengantin wanitanya.Allison bahkan mendekatkan mukanya ke etalase, memastikan bahwa seseorang di layar itu memang dikenalnya.Qiana?! Benarkah itu adalah si gadis pembual? Bagaimana bisa?Kedua tangan Allison gemetar menekan kaca etalase. Meski dalam riasan pengantinnya yang memukau, Allison samar-samar bis
“Ibu.” Darla memeluk ibunya berusaha membujuk. “Tuan Harrison benar, ini hanya salah paham. Lagipula tidak ada yang terjadi dengan menantumu.”Queena Zavier punya sifat keras kepala. Bahkan suaminya sendiri kewalahan menghadapi jika istrinya mulai mengamuk. Darla sedikit khawatir karenanya. Diam-diam memberi isyarat pada Loco agar pergi menjauh.“Tapi dia hampir mencelakai menantuku. Sekarang malah berani menggandeng putriku. Kau pikir semudah itu mendapatkan gadis dari keluarga Zavier?” Queena menarik Darla ke belakangnya, menjauhkannya dari sisi Loco Harrison.“Nyonya, aku minta maaf kalau membuat Nyonya kesal. Lain kali aku akan lebih hati-hati. Soal Darla, kami saling mencintai. Aku harap, Nyonya bisa merestui hubungan kami.” Loco bahkan sedikit membungkukkan badannya menyatakan kesungguhan dan penghormatannya. Hal yang jarang dia lakukan.“Ibu, berbaik hatilah.” Darla merengek pada ibunya. Dulu dia sering melakukannya untuk meluluhkan hati wanita itu. “Selama ini tuan Harrisonlah
Waktu dua bulan terlewati tanpa terjadi sesuatu yang berarti menurut Qiana. Dia berusaha menghindari masalah yang kadang masih mencoba menyentuhnya karena kesalahpahaman. Selain untuk menjaga agar tidak membuat ibu mertuanya khawatir dan bertindak di luar nalar, dia juga tidak ingin mengacaukan rencana pernikahan yang akan berlangsung sebentar lagi.Queena Zavier sempat mendengar cerita penjebakan diri Qiana dan berkata akan membawa pasukan dari pulau untuk menghabisi pelaku dan seluruh keluarganya. Menurut Queena, kesalahan juga harus menjadi tanggung jawab keluarga pelaku karena telah memberi pendidikan yang salah. Untunglah akhirnya dengan memelas Qiana berhasil membuat ibu mertuanya membatalkan rencananya. Qiana tidak bisa membayangkan seandainya itu benar terjadi, akan ada banyak korban berjatuhan.Dan Ned, kenapa lelaki itu diam saja mendengar ibunya memiliki rencana itu?“Kau sudah jadi menantu kesayangannya. Lagipula memang sejak dulu tidak pernah ada yang bisa menghentikan ke
“Ibu!” seru Qiana nyaris histeris. Untunglah mereka tidak sedang dalam posisi yang memalukan. Kalau tidak, dia tidak tahu harus ke mana mesti menyembunyikan muka. Ned sendiri tidak menampakkan keterkejutan pada wajahnya. Dia sudah terbiasa dengan kejutan-kejutan dari ibunya. Apalagi meski tidak memastikan waktunya, tapi ibunya pernah mengatakan akan datang secepatnya.Queena Zavier masuk dan langsung menghampiri Qiana sementara sang menantu tampak masih belum pulih dari rasa terkejutnya.“Qiana, apa Ned memperlakukanmu dengan baik?” Queena memeluk Qiana dengan penuh sayang.Qiana hanya bisa mengangguk seperti ayam mematuk umpan. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Bagaimana bisa ibu mertuanya ini masuk ke kamar mereka tanpa mengetuk. Dia harus benar-benar mengingatnya nanti agar selalu mengunci pintu bila sedang bersama Ned.“Baguslah. Kalau tidak, aku akan menyuruhnya kembali ke pulau. Kalian lebih baik tinggal di sana agar aku bisa mengawasinya setiap hari.”Mendengar akan disuruh
Lagi-lagi kelima lelaki tertawa bersamaan. Mereka pikir Qiana kaget dengan jumlah uang yang mereka sebutkan.“Jadi, apa kau sanggup memberi kami sepuluh kali lipatnya?”“Aku akan berikan. Tapi tidak sekarang. Aku tidak membawa uang kontan,” ujar Qiana mencoba menghentikan niat mereka. Uang bukan masalah lagi, kan?“Manis, tidak usah membual. Dari penampilanmu, kami bisa menilai kalau kau bahkan tidak memiliki uang sebanyak seribu dollar. Kau katakan akan membayar kami sepuluh kali lipat yang berarti seratus ribu dollar? Apa kau sedang bermimpi? Lebih baik menyerah saja.” Si lelaki bercambang ikut mendekat.Qiana menggengam erat tas yang melingkar di bahunya. Diam-diam meraih ponsel dari dalam tas, bermaksud menelpon Ned. Namun seseorang menarik tasnya dan melemparkannya ke suatu tempat di ruangan. Kemudian Qiana merasa seseorang menyeret dan menghempaskannya ke sofa.“Apa yang kau lakukan... aaakh!”Seseorang menindih Qiana, berusaha menciumi gadis itu. Qiana berontak sekuat tenaga,
“Menurutmu?” Qiana balik bertanya. Dia sebenarnya malas menghadapi Emilia.“Aku tahu kau tidak sepolos kelihatannya. Dari awal kau datang, tuan Asher telah tertipu oleh penampilanmu. Tapi tidak denganku. Aku sudah gatal ingin memberimu pelajaran. Sayang tuan Asher mencegahku.”“Kau yakin bisa memberiku pelajaran? Tuan Asher yang manajer saja tidak mampu menyentuhku, apalagi kau yang cuma asistennya.” Qiana bangkit dari duduknya. Meski tingginya sedikit lebih pendek dari Emilia, nada dinginnya sanggup membuat nyali Emilia menciut.Ya, jika tuan Asher tidak sanggup membereskan setan kecil ini, apalagi dia yang hanya asisten manajer. Siapa sebenarnya gadis ini? Kenapa dia bisa begitu berani meski baru bekerja tiga hari.Keduanya saling tatap dengan perasaan yang berbeda. Emilia dipenuhi kebencian, sedangkan Qiana justru merasa kasihan. Dia yakin gadis di depannya ini telah jadi alat pemuas nafsu Lew Asher dengan imbalan promosi jabatan. Sekarang Emilia kehilangan orang yang bisa diandalk
“Tuan Anderson, aku yang minta maaf karena tidak memberitahu anda. Aku sama sekali tidak bermaksud mengganggu pekerjaan anda. Hanya sedikit bosan. Biasanya dari siang sampai malam aku bekerja. Sekarang ini aku merasa terlalu menganggur. Jadi kupikir mungkin aku bisa bekerja di sini.” Qiana tertawa pelan. “Apa menurut Tuan seragam ini pantas untukku?” Qiana menunduk sesaat merapikan seragamnya.Henry tidak bisa menahan tawanya. Menurutnya nyonya muda ini sangat lucu. Dia tampak imut dalam seragamnya. Seandainya dia memakai seragam siswi SMU pun, mungkin akan sulit dibedakan dengan siswi lainnya.“Nyonya terlihat cocok memakai apa pun.” Henry memberi komentar sopan. “Oya, Nyonya, silakan duduk. Saya akan menyuruh Alma membuatkan minuman.”“Apa aku boleh duduk di kursi kerja Tuan?” Qiana meminta dengan antusias.“Tentu Nyonya. Cobalah. Suatu hari Nyonya juga akan duduk di sana.” Henry tersenyum melihat tingkah Qiana yang mulai berputar-putar di kursinya.“Aku tidak berminat. Pasti akan s
“Tuan, itu tidak membuktikan apa-apa,” ujar si petugas keamanan. “Lagipula, kalaupun benar, kita tidak bisa menemukan sidik jarinya di sana karena sudah tertimpa sidik jari Tuan.”Sialan! Lew benar-benar meledak sekarang.“Pergi kalian dari sini! Orang-orang tidak berguna. Aku akan mengajukan komplain ke atasan kalian bahwa kalian tidak bisa bekerja dengan benar.” Lew berkata lantang dan menunjuk ke arah pintu ke luar.Ketiga petugas tidak bisa berkata apa-apa lagi. Mereka segera pergi setelah saling pandang satu sama lain. Begitu tidak ada siapa pun di kantornya, Lew memandangi pisau yang tadi diletakkannya di atas meja. Ada perasaan dingin yang melintas di hatinya. Perutnya mual. Dia segera melempar pisau itu ke dalam laci dan terduduk lelah di kursinya.Gadis itu terlalu berani. Dia bahkan masih punya nyali untuk tetap tinggal di kantor ini.Lew mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja. Dia mencoba memikirkan sesuatu untuk tetap mendapatkan gadis itu dan memberinya pelajaran lalu m