Qiana mengeluh dalam hati. Dia tahu Olivia ingin memperlihatkan kesenjangan yang ada di antara mereka. Dengan malas gadis itu beranjak mendekati pasangan mempelai yang berdiri di dekat pelaminan. Dia memasang wajah polosnya sembari tersenyum manis.“Olivia, selamat atas pernikahan kalian.” Lantas berpaling pada Edison yang berdiri di sebelah Olivia. Ada tatapan yang tidak bisa dimengerti siapa pun. Bahkan oleh orang yang menjadi obyek tatapan itu. “Tuan Fraser, selamat. Anda sungguh beruntung mendapatkan salah satu gadis paling menawan di Blackstone.” Edison merasa mual mendengar ucapan Qiana. Entah Qiana sengaja mengolok-oloknya atau memang tulus, tapi gadis itu sendirilah yang terbaik di kota Blackstone. Qiana hanya tidak beruntung. Anehnya, gadis itu seperti tidak terlalu peduli dengan ketidakberuntungan itu. Padahal dulu dialah yang pernah dilamar keluarga Fraser sebagai nyonya muda mereka. Kini dia datang dengan wajah polosnya mengucap selamat atas pernikahan kakaknya.Rasanya
Tubuh Qiana limbung. Dia nyaris terjatuh kalau tidak ada Beatrice di sebelahnya yang segera menopang. Kejutan ini begitu luar biasa.Sementara itu udara sekitar dipenuhi bisik-bisik para undangan yang juga terkejut dengan pernyataan Charles Nielson“Ta... tapi... Kau tidak bisa sembarangan menuduh. Ada tes DNA....” Qiana bicara dengan terputus-putus.“Aku sudah melakukan tes DNA. Hasilnya, kita tidak ada hubungan apa pun.”Tubuh Qiana gemetar dalam pelukan Beatrice. Airmatanya menggenang sesaat lalu jatuh membasahi wajahnya yang telah menjadi pucat sebelumnya.Dia hanya bisa menggeleng sebagai bentuk penolakan dari kenyataan yang didengarnya. Tadinya dia masih memliki harapan akan belas kasih lelaki di depannya ini. Semula dia pikir dengan menceritakan tentang ibunya akan terbit penyesalan di hati orang yang dulu dipanggilnya sebagai ayah. Nyatanya hal itu tidak akan ada artinya lagi. Mungkin kematian ibunya malah akan dirayakan oleh Charles Neilson.“Qiana, sudahlah. Kau harus kuat.
“Qiana, kurasa kau bisa melakukan apa pun....” Beatrice merasa sedikit ketakutan saat mendengar nada bicara Qiana. Apa yang dipikirkan temannya ini? Apa dia bermaksud mencelakainya keluarganya sendiri? Apalagi waktu dilihat Beatrice sebuah senyum samar di bibir Qiana, dia jadi mengira-ngira akan nasib orang-orang yang sudah merendahkan gadis itu.Mereka sampai di Yardley menjelang sore hari. Qiana menghentikan taksi di depan hotel Phoenix tanpa peduli apakah Beatrice akan bertanya-tanya karenanya. Pikirannya hanya terfokus pada satu hal. Dia ingin segera menemui Ned dan berbicara dengannya.Taksi kemudian pergi dengan menyisakan Beatrice di dalamnya. Gadis itu tidak mengatakan apa-apa. Dia tahu, saat ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya atau sekedar bercanda.Qiana memasuki Phoenix lewat lobi depan. Padahal di hari biasanya meskipun dia pulang dan pergi menggunakan kendaraan umum, dia selalu berhati-hati untuk tidak menarik perhatian tamu hotel ataupun karyawan yang bekerja di s
“Bicaralah nanti setelah makan malam. Sekarang kau mandi dulu. Kau kelihatan sangat kacau.” Ned bisa melihat sisa-sisa airmata di wajah gadis itu. Dia tak mengira membiarkan Qiana ke Blackstone akan menyeret gadis ini pada masalah baru.“Tapi aku harus mengatakannya sekarang.” “Apa bedanya dengan nanti? Lagipula masih ada yang harus kukerjakan.” Ned kembali meraih sebuah kertas berisi laporan kinerja perusahaan. Dia mengabaikan Qiana setelahnya.Akhirnya Qiana cuma bisa pergi ke kamarnya sambil menghentakkan kaki dengan kesal. Dia sudah tidak sabar lagi untuk bicara dengan Ned, tapi lelaki itu tidak ingin diganggu. Dan wanita sekretaris itu, Qiana jadi teringat. Dia berbalik di dekat pintu dan berkata pada Ned. “Aku tidak suka dengan sekretarismu itu. Kenapa dia harus bekerja dengan pakaian ketat seperti itu. Awas saja kalau aku melihatnya lagi.” Lalu Qiana keluar sambil menutup pintu dengan suara ribut.Ned hanya bisa menghela napas menahan kesabarannya. Qiana tampak uring-uringan da
Ada keheningan yang terasa panjang usai Qiana mengatakan itu. Dia bahkan bisa mendengar suara detak jantungnya sendiri. Diam-diam dia menoleh pada Ned. Lelaki itu masih menutup rapat kedua matanya.“Apa masalahnya sangat besar?” tanya lelaki itu tiba-tiba.“Eh? Apa maksudmu?” Ned membuka mata lalu bangkit dari posisi berbaringnya.“Kau ingin menyuapku dengan tubuh kurusmu itu bukan?” Tatapan Ned membuat nyali Qiana mengecil. Namun kata-katanya yang menghina membuat wajah Qiana memerah. Dia menunduk memandang tubuhnya sendiri. Menurutnya dia cukup seksi. Lagipula banyak yang mengatakan kalau Qiana sangat cantik. Ned berlebihan dengan mengatakan dia kurus. Qiana tahu lelaki itu diam-diam suka memandanginya dengan tatapan mesum.“Siapa yang ingin menyuapmu?” Qiana menaikkan bantal di pelukannya hingga leher.“Bukankah tadi kau bertanya apa aku tidak ingin tidur denganmu? Kaupikir aku mau menyentuh tubuh kurusmu itu? Makan yang banyak dulu, baru datang merayu.”Mata Qiana melotot mende
Qiana terdiam mendengar Ned yang secara jelas mengatakan pernikahan sebagai syarat bagi permintaannya.“Bagaimana? Apa kau setuju?” “Apa... kau serius ingin menikah denganku?” Entah kenapa Qiana menjadi sangat malu. “Apa kau pernah melihat aku bercanda?” Ned balik bertanya.Qiana menggeleng lemah. Ned memang tidak suka bercanda. Jadi ini benar-benar serius!Gadis itu meringis begitu menyadari bahwa dia sebenarnya sedang dilamar.“Kakak, apa kau sedang... melamarku?” Qiana merasa mual. Dia teringat beberapa adegan di film ketika seseorang sedang dilamar. Biasanya akan ada makan malam, banyak bunga dan sebuah cincin. Mungkin juga pertunjukan kembang api spektakuler jika si lelaki adalah seorang yang sangat kaya. Dia pernah membayangkan hal serupa terjadi padanya. Sepertinya akan sangat luar biasa.Saat ini Ned Zavier yang konon adalah lelaki terhebat kota Yardley meminta Qiana untuk menikah dengannya. Bukankah lelaki ini sedang melamarnya? Lalu dimana bunga dan cincinnya? Apa Ned tida
Qiana mengamati tulisan pada botol parfum lalu tertawa sendiri.“Kupikir ini parfum merek terbaru. Lagipula harganya lebih murah dibandingkan merek lain. Tapi kurasa baunya cukup enak.” Qiana mengendus lagi wanginya langsung dari botol.“Apa kau kekurangan uang sampai harus mencari yang lebih murah?” “Eh, tidak juga. Uangku masih ada. Tapi aku harus berhemat sebelum mendapatkan pekerjaan baru. Pekerjaanku di kafe telah digantikan orang lain.” Qiana jadi ingat kalau dia semula berniat mencari pekerjaan. Gara-gara insiden di Blackstone kemarin dia sampai melupakannya.Mungkin besok aku bisa mulai mencari, pikir Qiana lagi.Ned mengambil sesuatu di laci meja, memberikannya pada Qiana. “Simpan dan gunakan sesukamu,” ujarnya.Itu adalah black card. Sebuah kartu pembayaran tanpa batas yang hanya dimiliki sedikit orang. Meski keluarga Nielson cukup kaya, tapi mereka tidak bisa memiliki kartu seperti ini. Dan Ned memberikan benda itu pada Qiana dengan mudahnya.“Kakak, ini berlebihan. Aku ti
Sekilas senyum sang pelayan terlihat ramah, tapi kata-katanya kemudian membuat Qiana mengerutkan alis.“Nona, kalau ingin mencari orang, di sini bukan tempatnya. Kau bisa datang ke kantor polisi dan melaporkannya di sana.”Nada bicaranya terdengar lembut. Hanya makna di balik kalimat itu terkesan merendahkan. Pandangan Qiana akan kesopanan pelayan itu mendadak berubah. Sudut bibirnya terangkat mengulas senyum dingin. Bahkan seorang pelayan toko merasa berhak untuk merendahkannya.Tidak! Dia sudah bosan direndahkan!“Bagaimana kalau kukatakan aku mencari pemilik toko ini? Tuan Mark Archer. Aku kenal dengannya. Katakan, aku Qiana Zavier ingin bertemu.”Si pelayan terdiam sesaat. Sebuah pemikiran yang menurutnya cukup masuk akal melintas di kepalanya. Gadis ini sedang membual. Mungkin dia sedang bersiasat dengan membuat keributan sementara beberapa temannya akan memanfaatkan situasi untuk mengambil kesempatan. Toko Mark telah dilengkapi sistem keamanan tercanggih. Namun para karyawannya
Tanpa menoleh, Charles berkata, “Kapan kau mengetahuinya?”“Saat itu kau sedang sibuk dengan perusahaan. Jadi aku tidak memberitahu.” Laura mengira akan mendapatkan respon yang mengejutkan dari Charles. Tak disangka suaminya hanya menanggapi dengan dingin. Tidakkah dia seharusnya senang bahwa Qiana yang ternyata benar putri kandungnya menikah dengan orang paling berpengaruh di kota Yardley? Barangkali saja gadis itu mau menolong mereka untuk bisa kembali bangkit.Karena tak mendapati tanggapan yang diharapkan, Laura melanjutkan. “Kupikir ini adalah keberuntunganmu. Cobalah kau temui Qiana....”“Jadi, Diana tidak bersalah. Dia tidak pernah berselingkuh. Bukti-bukti itu palsu dan merupakan hasil rekayasa seseorang.” Charles memotong perkataan Laura dan berbicara seperti orang melamun.“Soal itu aku tidak tahu. Kau yang mendapatkan buktinya dari seseorang.” Charles mendapatkan kiriman amplop berisi foto-foto bukti perselingkuhan Diana dengan seorang lelaki asing. Meski Diana telah memb
Sebuah pesta pernikahan megah tengah ditayangkan di sebuah saluran televisi. Bukan cuma di satu stasiun, tapi semua stasiun televisi menyiarkannya.Benarkah hari ini pernikahan Ned Zavier? Bukankah undangan yang dikirimkan Qiana juga menuliskan tanggal yang sama yaitu hari ini?Allison tidak pernah lagi menonton berita atau membacanya di internet. Begitu juga dengan orang-orang di rumah. Mereka sekeluarga trauma dengan pemberitaan di luar sejak Allard Corp dinyatakan bangkrut. Jadi dia benar-benar tidak tahu berita-berita terkini.Layar menampilkan gambar yang diperbesar. Pasangan yang serasi. Yang lelaki tampan menawan. Wanitanya cantik menarik.Sebentar! Sepertinya dia mengenal pengantin wanitanya.Allison bahkan mendekatkan mukanya ke etalase, memastikan bahwa seseorang di layar itu memang dikenalnya.Qiana?! Benarkah itu adalah si gadis pembual? Bagaimana bisa?Kedua tangan Allison gemetar menekan kaca etalase. Meski dalam riasan pengantinnya yang memukau, Allison samar-samar bis
“Ibu.” Darla memeluk ibunya berusaha membujuk. “Tuan Harrison benar, ini hanya salah paham. Lagipula tidak ada yang terjadi dengan menantumu.”Queena Zavier punya sifat keras kepala. Bahkan suaminya sendiri kewalahan menghadapi jika istrinya mulai mengamuk. Darla sedikit khawatir karenanya. Diam-diam memberi isyarat pada Loco agar pergi menjauh.“Tapi dia hampir mencelakai menantuku. Sekarang malah berani menggandeng putriku. Kau pikir semudah itu mendapatkan gadis dari keluarga Zavier?” Queena menarik Darla ke belakangnya, menjauhkannya dari sisi Loco Harrison.“Nyonya, aku minta maaf kalau membuat Nyonya kesal. Lain kali aku akan lebih hati-hati. Soal Darla, kami saling mencintai. Aku harap, Nyonya bisa merestui hubungan kami.” Loco bahkan sedikit membungkukkan badannya menyatakan kesungguhan dan penghormatannya. Hal yang jarang dia lakukan.“Ibu, berbaik hatilah.” Darla merengek pada ibunya. Dulu dia sering melakukannya untuk meluluhkan hati wanita itu. “Selama ini tuan Harrisonlah
Waktu dua bulan terlewati tanpa terjadi sesuatu yang berarti menurut Qiana. Dia berusaha menghindari masalah yang kadang masih mencoba menyentuhnya karena kesalahpahaman. Selain untuk menjaga agar tidak membuat ibu mertuanya khawatir dan bertindak di luar nalar, dia juga tidak ingin mengacaukan rencana pernikahan yang akan berlangsung sebentar lagi.Queena Zavier sempat mendengar cerita penjebakan diri Qiana dan berkata akan membawa pasukan dari pulau untuk menghabisi pelaku dan seluruh keluarganya. Menurut Queena, kesalahan juga harus menjadi tanggung jawab keluarga pelaku karena telah memberi pendidikan yang salah. Untunglah akhirnya dengan memelas Qiana berhasil membuat ibu mertuanya membatalkan rencananya. Qiana tidak bisa membayangkan seandainya itu benar terjadi, akan ada banyak korban berjatuhan.Dan Ned, kenapa lelaki itu diam saja mendengar ibunya memiliki rencana itu?“Kau sudah jadi menantu kesayangannya. Lagipula memang sejak dulu tidak pernah ada yang bisa menghentikan ke
“Ibu!” seru Qiana nyaris histeris. Untunglah mereka tidak sedang dalam posisi yang memalukan. Kalau tidak, dia tidak tahu harus ke mana mesti menyembunyikan muka. Ned sendiri tidak menampakkan keterkejutan pada wajahnya. Dia sudah terbiasa dengan kejutan-kejutan dari ibunya. Apalagi meski tidak memastikan waktunya, tapi ibunya pernah mengatakan akan datang secepatnya.Queena Zavier masuk dan langsung menghampiri Qiana sementara sang menantu tampak masih belum pulih dari rasa terkejutnya.“Qiana, apa Ned memperlakukanmu dengan baik?” Queena memeluk Qiana dengan penuh sayang.Qiana hanya bisa mengangguk seperti ayam mematuk umpan. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Bagaimana bisa ibu mertuanya ini masuk ke kamar mereka tanpa mengetuk. Dia harus benar-benar mengingatnya nanti agar selalu mengunci pintu bila sedang bersama Ned.“Baguslah. Kalau tidak, aku akan menyuruhnya kembali ke pulau. Kalian lebih baik tinggal di sana agar aku bisa mengawasinya setiap hari.”Mendengar akan disuruh
Lagi-lagi kelima lelaki tertawa bersamaan. Mereka pikir Qiana kaget dengan jumlah uang yang mereka sebutkan.“Jadi, apa kau sanggup memberi kami sepuluh kali lipatnya?”“Aku akan berikan. Tapi tidak sekarang. Aku tidak membawa uang kontan,” ujar Qiana mencoba menghentikan niat mereka. Uang bukan masalah lagi, kan?“Manis, tidak usah membual. Dari penampilanmu, kami bisa menilai kalau kau bahkan tidak memiliki uang sebanyak seribu dollar. Kau katakan akan membayar kami sepuluh kali lipat yang berarti seratus ribu dollar? Apa kau sedang bermimpi? Lebih baik menyerah saja.” Si lelaki bercambang ikut mendekat.Qiana menggengam erat tas yang melingkar di bahunya. Diam-diam meraih ponsel dari dalam tas, bermaksud menelpon Ned. Namun seseorang menarik tasnya dan melemparkannya ke suatu tempat di ruangan. Kemudian Qiana merasa seseorang menyeret dan menghempaskannya ke sofa.“Apa yang kau lakukan... aaakh!”Seseorang menindih Qiana, berusaha menciumi gadis itu. Qiana berontak sekuat tenaga,
“Menurutmu?” Qiana balik bertanya. Dia sebenarnya malas menghadapi Emilia.“Aku tahu kau tidak sepolos kelihatannya. Dari awal kau datang, tuan Asher telah tertipu oleh penampilanmu. Tapi tidak denganku. Aku sudah gatal ingin memberimu pelajaran. Sayang tuan Asher mencegahku.”“Kau yakin bisa memberiku pelajaran? Tuan Asher yang manajer saja tidak mampu menyentuhku, apalagi kau yang cuma asistennya.” Qiana bangkit dari duduknya. Meski tingginya sedikit lebih pendek dari Emilia, nada dinginnya sanggup membuat nyali Emilia menciut.Ya, jika tuan Asher tidak sanggup membereskan setan kecil ini, apalagi dia yang hanya asisten manajer. Siapa sebenarnya gadis ini? Kenapa dia bisa begitu berani meski baru bekerja tiga hari.Keduanya saling tatap dengan perasaan yang berbeda. Emilia dipenuhi kebencian, sedangkan Qiana justru merasa kasihan. Dia yakin gadis di depannya ini telah jadi alat pemuas nafsu Lew Asher dengan imbalan promosi jabatan. Sekarang Emilia kehilangan orang yang bisa diandalk
“Tuan Anderson, aku yang minta maaf karena tidak memberitahu anda. Aku sama sekali tidak bermaksud mengganggu pekerjaan anda. Hanya sedikit bosan. Biasanya dari siang sampai malam aku bekerja. Sekarang ini aku merasa terlalu menganggur. Jadi kupikir mungkin aku bisa bekerja di sini.” Qiana tertawa pelan. “Apa menurut Tuan seragam ini pantas untukku?” Qiana menunduk sesaat merapikan seragamnya.Henry tidak bisa menahan tawanya. Menurutnya nyonya muda ini sangat lucu. Dia tampak imut dalam seragamnya. Seandainya dia memakai seragam siswi SMU pun, mungkin akan sulit dibedakan dengan siswi lainnya.“Nyonya terlihat cocok memakai apa pun.” Henry memberi komentar sopan. “Oya, Nyonya, silakan duduk. Saya akan menyuruh Alma membuatkan minuman.”“Apa aku boleh duduk di kursi kerja Tuan?” Qiana meminta dengan antusias.“Tentu Nyonya. Cobalah. Suatu hari Nyonya juga akan duduk di sana.” Henry tersenyum melihat tingkah Qiana yang mulai berputar-putar di kursinya.“Aku tidak berminat. Pasti akan s
“Tuan, itu tidak membuktikan apa-apa,” ujar si petugas keamanan. “Lagipula, kalaupun benar, kita tidak bisa menemukan sidik jarinya di sana karena sudah tertimpa sidik jari Tuan.”Sialan! Lew benar-benar meledak sekarang.“Pergi kalian dari sini! Orang-orang tidak berguna. Aku akan mengajukan komplain ke atasan kalian bahwa kalian tidak bisa bekerja dengan benar.” Lew berkata lantang dan menunjuk ke arah pintu ke luar.Ketiga petugas tidak bisa berkata apa-apa lagi. Mereka segera pergi setelah saling pandang satu sama lain. Begitu tidak ada siapa pun di kantornya, Lew memandangi pisau yang tadi diletakkannya di atas meja. Ada perasaan dingin yang melintas di hatinya. Perutnya mual. Dia segera melempar pisau itu ke dalam laci dan terduduk lelah di kursinya.Gadis itu terlalu berani. Dia bahkan masih punya nyali untuk tetap tinggal di kantor ini.Lew mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja. Dia mencoba memikirkan sesuatu untuk tetap mendapatkan gadis itu dan memberinya pelajaran lalu m