"Lebih baik aku berbalik," gumam Azura.Azura berjalan menghampiri Pangeran Elzier yang tengah sibuk membungkus jasad itu."Pangeran, itu mau diapakan?" tanya Azura dengan polos."Aku akan men-."Platang!Pangeran Elzier dengan cepat menangkis serangan."Heh?" Azura terkaget bukan main."Menjauh dulu!" seru Pangeran Elzier.Azura menganggukkan kepalanya, lalu berlari bersembunyi di semak-semak."Kalian telah mengganggu kesenanganku!" Ucap sosok bertubuh hitam dengan tanduk di sebelah kirinya.'Jangan-jangan itu iblis,' duga Azura di dalam hati."Di sini bukan tempatmu! Pergilah!" seru Pangeran Elzier."Ha ha, memangnya siapa kau? Berani sekali memerintaku!" sahut iblis itu."Tidak perlu tahu siapa saya!""Ha ha ha."Switch! Swicth! Srak! Srak!Pangeran Elzier dengan lihai memainkan pedangnya. Begitu pun dengan iblis itu yang terus-menerus menyerang Pangeran Elzier.Terlihat Pangeran Elzier membacakan sebuah mantra sihir."Cih sial, aku tidak bisa mendengar mantra itu," umpat Azura.Sw
Switch! Switch! Whoosh! Gubrak!Pangeran Elzier berhasil memojokkan iblis di depannya.“Hebat…,” lirih Azura.Syuut!Seketika pedang Pangeran Elzier terhenti tepat seinci dari kepala iblis itu.“Sudah berapa banyak manusia yang kamu makan?” tanya Pangeran Elzier.‘Aku harus melihatnya dengan dekat,’ kata Azura di dalam hati.“Jawab!” seru Pangeran Elzier. Akan tetapi, iblis itu tetap enggan membuka mulut.“Baiklah, kesempatanmu sudah habis.” Ujar Pangeran Elzier sambil menghunuskan pedang tepat di dahi iblis itu.Jleb! Crat!“Akhh!” Iblis itu teriak kesakitan sebelum akhirnya mati.Api biru yang semula mengelilingi tubuh Pangeran Elzier pun perlahan meredup.“Hah.” Pangeran Elzier menghela napas panjang.“Kau sangat hebat, Pangeran.” Puji Azura sambil tersenyum tipis.“Saya tidak sehebat yang kau kira,” sahut Pangeran Elzier.“Heh?” Azura mengangkat kedua alisnya.“Mari kita lanjutkan untuk kebumikan jasad itu dengan layak!” Seru Pangeran Elzier sambil berjalan pergi meninggalkan Azur
Matahari bersinar terang, memberi rasa hangat kepada seluruh makhluk."Mulai hari ini, kita akan bercocok tanam di tanah ini." Kata Pangeran Elzier sambil menunjuk sebidang tanah yang kini ia injak."Bercocok tanam? Padi?" tanya Azura."Tentu saja. Tanahnya hanya segini, tidak mungkin juga kita tanami yang lain," jawab Pangeran Elzier."Yosh! Kalau begitu, mari kita kerja!" teriak Azura dengan penuh semangat."Kau bersemangat sekali." Gumam Pangeran Elzier sambil tersenyum tipis.Azura berjalan ke tengah bidang tanah itu."Tentu saja aku bersemangat, tanah ini akan menjadi milik kita," ujar Azura."Bukan milik kita, tetapi kita hanya mengolahnya," tandas Pangeran Elzier.Azura bertolak pinggang sambil menekuk wajahnya. "Bukankah itu sama saja? Setidaknya kita bisa seenaknya di sini.""Azura, kita mengolah ini bukan berarti seenaknya juga. Justru itu adalah sebuah tanggung jawab lain." Kata Pangeran Elzier sambil berjalan mendekati Azura."A-ah benar juga," gumam Azura."Ya sudah, ayok
“Hah, aku kira tidak akan selesai hari ini.” Kata Azura sambil meregangkan tubuhnya setelah seharian menanam padi.“Kau ini, jangan mudah pesimis!” sahut Pangeran Elzier.“He he he, maaf. Aku suka mengeluh ya?” tanya Azura dengan malu-malu.“Tidak juga,” jawab Pangeran Elzier.Azura terdiam, lalu ia memandang langit yang telah terbalut warna jingga.‘Langit yang berada di mana pun, pasti selalu ini,’ kata Azura di dalam hati.“Sebentar lagi malam tiba,” ucap Pangeran Elzier.“Benar…, apakah menurutmu akan ada kejadian seperti semalam?”“Kemungkinan besar iya.”“Apa langkah yang kau ambil?” Azura bertanya sambil menatap wajah Pangeran Elzier yang tersinarkan cahaya jingga.“Kita bicara di rumah saja.” Sahut Pangeran Elzier sambil beranjak berdiri.Azura hanya terdiam membisu.“Lebih baik, sekarang kita pulang dulu! Pakaian juga sudah kotor-kotor seperti ini,” sambung Pangeran Elzier.“Kau benar.” Tandas Azura sambil berusaha berdiri.“Mau saya bantu?” Tanya Pangeran Elzier sambil mengu
“Hah, pegal sekali.” Kata Azura sambil meregangkan tangan dan lehernya.Udara malam menerpanya dengan dingin.“Kau diam saja? Apa ada hal yang kau pikiran? Atau ada kata-kata dari kakak pertamamu yang mengusik pikiranmu?” Tanya Azura sambil memandang Elenio yang tampak lesu dan tidak bergairah.“Iya…,” lirih Elenio.“Oh begitu, apa aku boleh tahu apa itu?” Azura kembali menanyakan hal yang mengusik Elenio.“Untuk kali ini, kau tidak perlu tahu. Rahasia! He he.” Jawab Elenio dengan senyum yang lebar.Azura pun lantas tersenyum tipis. “Ah baiklah, aku menghargai itu. Akan tetapi, jika kau perlu teman cerita, aku siap mendengarkanmu.”Elenio mengepalkan tangan, lalu mengulurkan tangannya kepada Azura. “Bukankah kita seorang pahlawan? Mana ada pahlawan yang lemah. Bukan begitu, Azura?”“Cih, kau ini. Aku tidak tahu apa wejangan yang telah diberikan oleh kakak pertamamu itu. Akan tetapi, kau terlihat sangat dewasa malam ini.” Ujar Azura sambil mengepalkan tangannya juga, lalu beradu kecil
"Elen, apa kau masih kuat berjalan?" Tanya Azura sambil tertatih menopang Elenio."Akh, tubuhku sakit semua," jawab Elenio penuh keluh kesah."Yah aku tahu, tapi yang sekarang aku pertanyakan adalah…, apa kau masih kuat buat berjalan?""Kau ini, aku bilang tubuhku pada sakit, jadi macam mana aku bisa berjalan.""Ta-ta-tapi kau berat sekali.""Ayo Azura, kau pasti bisa," lirih Elenio."Cih, berat banget, Elen." Azura masih terus berusaha membawa tubuh Elenio untuk sampai ke rumah.Bruk!Elenio pun terjatuh."Azura mengapa kau melepasku?!" gerutu Elenio."Hah, kau berat sekali. Aku tidak kuat," ujar Azura."Kau ini, mengapa begitu sih denganku?""Bukan begitu, tapi memang kau berat!""Lalu, sekarang apa rencanamu? Apa kau tega membuatku ngesot untuk sampai ke rumah?"Azura terdiam dan berpikir.'Elenio tidak kuat berdiri, aku pun tidak kuat menopangnya terus-menerus, apakah aku biarkan saja dia ngesot? Ah tidak-tidak, aku tidak mungkin tega,' timbang Azura di dalam hati."Azura…, jadin
Azura terdiam sambil berselimut tebal menghangatkan diri. Rintik hujan masih terdengar jelas dari balik dinding batu bata.‘Semoga Elenio baik-baik saja,’ harap cemas Azura.Tidak lama, Momoe keluar dari dalam kamar bersama Pangeran Elzier.“Bagaimana keadaan Elenio?” Tanya Azura seraya mendekat kepada Momoe dan Pangeran Elzier.“Pangeran tidak apa-apa kok. Dia hanya butuh istirahat.” Jawab Momoe sambil tersenyum tipis.“Terima kasih ya Momoe,” ucap Pangeran Elzier.“Hm, sama-sama Pangeran. Senang dapat membantu,” sahut Momoe.“Apa kau mau langsung balik sekarang?” tanya Azura.“Iya, hari sudah semakin larut. Kalau aku lama-lama di sini, takutnya ada penduduk yang curiga dengan keberadaanku.”“Kalau begitu, mari saya antar!” tawar Pangeran Elzier.“Ah terima kasih banyak Pangeran.”“Hati-hati ya kalian,” lirih Azura.‘Syukurlah tidak terjadi hal yang lebih mengerikan dari ini,’ kata Azura di dalam hati.Jgeer!Tiba-tiba gelegar petir bersahutan di langit malam.“Ya ampun, apakah terja
Plak!“Akhhh.” Azura meringis kesakitan ketika tepukan kencang mendarat di bahu kanannya.“Kau kesal karena ikut pulang bersamaku?” Tanya Elenio sambil duduk di sebelah kanan Azura.“Kau ini! Bisa tidak datang baik-baik? Jangan pula menepuk pundakku seperti ini,” decak Azura.“Yah habisnya kau diam terus sejak kita sampai di sini.”“Aku sedang tidak ingin mengatakan apa pun,” gumam Azura.“Sudah aku duga, kau pasti kesal, kan? Ya sudah aku minta maaf karena selalu menyusahkanmu.”“Hah, tidak perlu meminta maaf. Aku tidak masalah juga.”“Ha ha kau tidak masalah, tetapi seperti menjauhiku.”“Kalau aku menjauhimu, aku tidak akan berkunjung ke istana untung menengok kondisimu.”“Oh ya? Kau mulai menyukaiku ya?” ledek Elenio.“Cih, mana ada! Bodoh!” Sahut Azura sambil memukul kepala Elenio.“Akh! Sakit! Kau mau membunuhku?!”“Mana ada sakit. Aku tidak kencang kok memukulmu. Justru kau yang tadi berniat membunuhku.”Syuu.Semilir angin berhembus sepoi-sepoi, menemani perbincangan Azura dan
"Sudah lama ya kita tidak duduk berdua seperti ini," ucap Azura."Yah kau saja yang terlalu sibuk." Sahut Elenio, lengkap dengan senyum sinisnya."Aku ada tugas misi, mau bagaimana lagi.""Tapi kau hebat, Azura," puji Elenio.Azura lantas menoleh dan menatap Elenio. "Hebat kenapa? Kau bicara apa, Elen?""Iya, kau sangat hebat tau!" Tutur Elenio sambil menganggukkan kepalanya."Mana ada," gumam Azura."Kau hebat, Azura. Aku mohon kau jangan menyangkal itu.""Sekarang, coba jelaskan, aku hebat karena apa?""Banyak hal yang kau lalui. Kau juga hebat bisa mengalahkan banyak iblis," jawab Elenio."Hah." Azura menghela napasnya sejenak.Syuuu.Pepohonan bergoyang diterpa semilir angin."Aku berkali-kali hampir mati. Perutku saja sampai bolong," ucap Azura."Bo-b-b-bolong?!" Elenio terkaget setelah mendengar perkataan Azura.Azura menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Iya bolong, perlu aku tunjukkan?""Mana? Aku mau lihat!""Tidak boleh!" larang Azura."Cih, tadi kau menawarkan.""Aku perem
"Memangnya kenapa aku tidak boleh ikut dalam misi itu?" Tanya Azura sambil menatap Pangeran Elzenath dengan tajam."Hola, semua!" Sapa Laurel dari kejauhan yang berhasil memecah suasana."Cih," desis Pangeran Elzenath."Kalian sedang bicara apa? Sepertinya asik sekali?" Tanya Laurel sambil merangkul pundak Pangeran Elzenath."Kau ini, datang di saat yang tidak tepat!" Decak Pangeran Elzenath sambil mengepalkan kedua tangannya."Loh, emang iya?""Pake nanya lagi!" bentak Pangeran Elzenath."Hue he he, maaf ya. Aku tidak tahu." Sahut Laurel sambil tertawa kecil."Kenapa kalian bekerja sama untuk mencegahku menjalankan misi dari Guru La Gramarye?" tanya Azura dengan tegas."Ho ho ho, misi apa? Memang si Kakek tua itu memberikanmu misi apa sih? Aku saja ti-.""Diam!" potong Azura.Laurel langsung terdiam."Aku tidak ingin basa-basi. Aku butuh kepastian! Mengapa kalian bekerja sama mencegahku menjalankan misi itu? Apa kalian memandangku dengan lemah? Apa menurut kalian, aku tidak mampu men
Azura berjalan menyusuri lorong menara sihir yang cukup gelap.'Aku seperti berjalan di film horor,' decak Azura di dalam hati.Syuu. Cletak.Hembusan angin yang kencang, berhasil membuka paksa jendela usang di sisi lorong."Tanpa permisi." Gumam Azura sambil melihat jauh ke luar jendela.Prak. Prak.Langkah kaki perlahan mendekati Azura."Elizabeth, apa kabar?" tanya Azura."Saya sungguh terpukau. Kau menyadari kehadiranku dengan cepat."Azura tersenyum tipis, lalu ia pun berbalik dan menatap Elizabeth."Bukankah kita teman?" seloroh Azura.Elizabeth tersenyum kecil, lalu ia memejamkan matanya beberapa saat."Kau belum menjawab pertanyaanku loh." Ucap Azura sambil berdekap tangan."Kabarku baik. Bagaimana denganmu?" Tanya Elizabeth sambil menatap nanar mata Azura."Aku baik. Meskipun beberapa kali berada di ambang kematian." Jawab Azura sambil menatap pemandangan di luar jendela."Syukurlah jika begitu," ujar Elizabeth.Puk. Puk."Jika kau mati, mungkin Guru akan depresi." Sambung El
"Hah, aku lemas sekali." Lirih Azura seraya berjalan dengan lunglai."Maaf, kita tidak bisa masak daging," ucap Laurel.Azura menunjuk Laurel sambil berkata. "Ini semua gara-gara kau!""Hah?" Laurel pun menyanggah dengan mulut yang lebar."Iya! Gara-gara kamu! Kamu sih masak dagingnya lama, jadi keburu ada iblis," ujar Azura."Heleh, bukankah ini semua gara-gara kau?!" Laurel seketika menghentikan langkahnya."Kok aku?!" Azura yang tidak mau kalah, langsung berbalik tanya dengan mata yang membulat sempurna."Iya kamu! Coba saja jika kamu tidak marah-marah dan ngambek selayaknya bocah, kita mungkin sudah membakar daging dan menikmatinya sebelum para iblis itu datang." Decak Laurel sambil bertolak pinggang seperti seorang ayah yang memarahi putrinya."Apa?! Kau ini sebenarnya laki-laki atau perempuan sih?! Seenaknya sekali menilai seseorang!""Aku? Menilai? Aku menilai kamu? Hei, aku bukan menilai, tapi aku berbi-."Belum sempat Laurel melanjutkan perkataannya, tiba-tiba sesuatu menimpa
“Hoam, aku tidak mengerti mengapa kau malah mengajakku jalan saat dini hari.” Ujar Azura seraya menguap.“Agar kita cepat sampai ke Ibu Kota Tirakia.” Jelas Laurel yang memimpin jalan.“Mengapa harus cepat-cepat? Santai saja tidak sih?” gerutu Azura.“Kalau sudah sampai mah enak,” sahut Laurel.“Tapi kalau jalan dini hari seperti tadi bisa-bisa kita bertemu iblis.”“Siang hari juga kita bisa bertemu iblis.”“Tapi besar kemungkinan kita bertemu iblis kalau gelap.”Laurel menghentikan langkahnya.Bruk!Azura yang selama ini berjalan mengantuk, seketika menabrak punggung Laurel.“Aduh! Punggungmu keras sekali,” decak Azura.“Lagi pula mengapa kau malah menabrakku? Jika mau memelukku, bilang saja,” sahut Laurel.“Cih, mana ada. Hoam.”Laurel menoleh dan menatap Azura.“Kau sungguh mengantuk?” tanya Laurel dengan khawatir.Azura menganggukkan kepalanya dengan cepat.“Ya sudah, kita beristirahat dulu saja di sini!” Seru Laurel sambil mengarahkan Azura untuk duduk di bawah pohon mangga yang
“Baik, kalau begitu saya permisi.” Ucap seorang perempuan berambut pendek seraya pergi.“Siapa itu? Muridmu?” tanya Azura.“Oh, itu?” Tanya balik Laurel sambil menoleh dan menatap Azura.“Iya, memang kau berpikir apa, hah?!” Sahut Azura sambil berdekap tangan.“Dia bukan muridku.” Jelas Laurel sambil tersenyum tipis.“Lalu?”“Nih, dia memberiku sebuah surat ini.” Kata Laurel sambil menyodorkan Azura sebuah amplop putih.“Surat cinta?” ledek Azura.“Kau berpikir apa sih, ha ha ha.”“Yah, lalu apa? Mengapa juga kau malah memberikan surat itu kepadaku?” heran Azura.Laurel langsung meraih tangan Azura dan meletakkan amplop putih itu di atas telapak tangan Azura.“Heh?” Azura semakin bingung dengan sikap Laurel.“Surat itu untukmu.” Kata Laurel sambil berpaling dari pandangan Azura.“Untukku? Untuk apa? Apa sih maksudmu? Tinggal bicara saja, mengapa harus ada surat begini?”“Itu bukan surat dariku,” lirih Laurel.“Heh? Lalu?” Azura menaikkan kedua alisnya.“Itu dari pengawal kerajaan,” uc
"Nih!" Kata Laurel sambil menyodorkan segelas teh hijau kepada Azura."Kau sehat?" tanya Azura."Tentu saja, mengapa kau bertanya seperti itu?" Tanya balik Laurel sambil duduk di sebelah kanan Azura.Azura pun menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak biasanya saja kau baik.""Cih, sebegitu buruknya aku di pikiranmu?" sahut Laurel."Ha ha ha, tidak buruk selalu sih.""Ya sudah, nih ambil!" Seru Laurel seraya menggoyang-goyangkan segelas teh hijau."Hm, baiklah. Terima kasih." Kata Azura sembari menerima segelas teh hijau dari Laurel."Aku kagum dengan perkembanganmu," ujar Laurel."Heleh, jangan memujiku sebaik itu." Sahut Azura sambil mengendus aroma teh hijau.Laurel menggelengkan kepalanya. "Aku tidak sedang memujimu. Aku bicara apa adanya.""Oh begitukah?" lirih Azura."Aku rasa perkembangan yang sekarang telah cukup, jadi apakah kau akan balik ke Ibu Kota?" tanya Laurel.Azura menoleh dan menatap Laurel selama beberapa detik, kemudian ia memalingkan pandangannya."Kau mengusir
"Hem benar! Kau benar Camaro!" Ucap Azura sambil menganggukkan kepala penuh tekad."Kalau begitu ayok Azura!" teriak Camaro."Hyaaaa!"Azura dan Camaro berlari menerjang kobaran api.'Saat ini, aku harus bisa!' kata Azura di dalam hati."Azura, ambil posisi barat!" seru Camaro."Hm, oke!" Sahut Azura sambil menganggukkan kepalanya dan berlari ke arah barat sesuai dengan instruksi Camaro."Uhuk! Uhuk!" Asap yang menggumpal begitu pekat mengganggu pernapasan dan penglihatan Azura.'Aku harus menggunakan sihir perlindungan,' kata Azura di dalam hati."Elemenzeus light eyes protected!" gumam Azura.Melalui sihir perlindungan yang Azura aktifkan, ia mampu melihat lebih jelas semua objek di antara asap tebal."Azura, mari serang bersamaan!" seru Camaro."Hm, baik!" Kata Azura sambil menganggukkan kepalanya."Wahai Dewa penyelamat alam semesta, berikanlah kami sedikit kekuatan. Elemenzeus white light ball!" Teriak Azura dan Camaro secara serempak.Syuuuu!Bola cahaya putih melesat dengan ce
“Hya! Hya!”Syut! Switch!“Hah hah.”Azura dengan penuh tekad berlatih seorang diri di bawah sinar rembulan.‘Aku, harus lebih kuat!’ tegas Azura di dalam hati.“Hya!”Whoosh! Duar!Brak.Azura terduduk lelah. “Sial, seharusnya aku bisa menahan diri sedikit lagi. Jika begini, aku bisa membangunkan banyak orang.”Brum! Brum!Sesekali Azura merasakan sebuah getaran misterius di dekatnya.“Getar?” Dengan rasa waspada, Azura memperhatikan sekelilingnya.‘Di saat seperti ini, adalah cara yang tepat untukku menciptakan sihir baru,’ kata Azura di dalam hati.Azura langsung menundukkan kepalanya, lalu ia berkonsentrasi dengan keras.“Wahai Dewa pemelihara alam semesta, aku..., Azura Amalthea, meminjam sedikit kekuatanmu. Elemenzeus light eyes detected!”Mata Azura seketika di kelilingi oleh cahaya violet.‘Aku berhasil! Aku bisa, aku bisa merasakannya!’ senang Azura di dalam hati.Azura pun tersenyum puas. Kini, dengan kekuatan sihir yang ia ciptakan, ia mampu melihat objek halus yang tidak t