Share

159. Ketulusan

last update Last Updated: 2024-12-29 15:42:16

“Kami nggak ada hubungan apa-apa,” jawab Yara dengan penuh keyakinan. “Dan nggak pernah ada hubungan sama sekali.”

Jawaban Yara tak lantas membuat Oliver berhenti di situ saja. Pria itu menatap Yara penuh selidik. “Di mana kamu mengenal dia? Apa saat kamu di Swiss?”

Yara tersentak mendengar pertanyaan terakhir Oliver. “Kamu tahu aku selama ini di Swiss?”

“Ya, akhirnya tahu.” Oliver tersenyum getir. “Walaupun terlambat. Andai aku tahu dari awal kalau kamu bersembunyi di Swiss, aku nggak akan membiarkanmu pergi terlalu lama.” Ia menghela napas berat tanpa mengalihkan tatapannya dari wajah wanita pujaan hatinya yang telah lama ia rindukan itu.

Yara menggigit bibirnya, menunduk sesaat, jemarinya mencengkeram kaos di pinggang Oliver. “Maafkan aku Oliver,” ucapnya dengan penuh penyesalan. “Karena aku pergi tanpa memberi kamu kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Dan....” Yara menjeda kalimatnya dengan helaan napas berat. “Dan aku bersembunyi melibatkan Marshall. Maaf aku sudah membuat
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Valenka Lamsiam
ciecie buncinnya, anak pak davin bucin
goodnovel comment avatar
Bhi Fha
bacanya jadi senyum2 sendiri...hihi
goodnovel comment avatar
Gita
Indahnya. Wakakakak lanjut ka ocha
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   160. Main Basket Bersama

    Yara mengikat rambutnya menjadi kuncir kuda, matanya berbinar saat menatap lapangan basket terbuka—tempat terakhir kali Oliver membawanya kemari beberapa hari yang lalu.Oliver sudah berdiri di tengah lapangan dengan bola basket di tangannya, senyuman jahil menghiasi wajahnya.“Siap kalah, Nona Zettira?” tantang Oliver, melempar bola ke udara dengan gaya penuh percaya diri.Yara melipat tangan di depan dada, menatapnya dengan tatapan tidak terima. “Kalah? Jangan mimpi, Tuan William. Aku ini jagoan di lapangan basket sejak SMA!”“Kalau begitu, tunjukkan keahlianmu,” ucap Oliver sambil memantulkan bola beberapa kali, lalu mengarahkannya ke Yara. “Kita satu lawan satu. Sampai sepuluh poin. Yang kalah bikin makan malam.”“Deal!” Yara segera menangkap bola dengan semangat. Ia memantulkan bola beberapa kali sebelum mulai bergerak ke kanan, mencoba mengelabui Oliver. Namun, pria itu dengan mudah menghadang langkahnya.“Ke kanan? Terlalu mudah ditebak,” goda Oliver sambil tersenyum lebar.“Ja

    Last Updated : 2024-12-29
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   161. Punya Adik

    Yara terharu melihat pemandangan di hadapannya. Oliver tengah memasak dan direcoki dua bocah kecil yang ingin ikut memasak. Airell memotong sayuran dengan pisau mainan miliknya, berdiri di atas kursi agar tubuhnya sejajar dengan Oliver. Sementara Arthur sibuk berlari-lari di dapur sambil membawa pesawat mainannya. Yara tidak pernah menduga momen ini akan ia alami. Bahkan, dulu, bermimpi saja ia tak berani. Kehadiran Oliver telah memberi warna baru dalam kehidupan mereka. Yara berjalan mendekat, melingkarkan kedua tangan di perut Oliver dan menyandarkan pipi di punggung bidangnya. Ia bisa merasakan tubuh Oliver menegang seketika, yang membuat Yara terkekeh kecil. “Biar aku bantu, Oliver,” pinta Yara untuk ke sekian kali. Namun, untuk ke sekian kalinya pula Oliver menjawab, “Nggak usah, Yara. Kamu cukup diam saja, malam ini biar aku yang masak.” Oliver menghela napas pelan. “Tapi kalau kamu terus memelukku seperti ini, aku rasa kita butuh booking satu kamar di The Luxe Hotels.” Me

    Last Updated : 2024-12-29
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   162. Di Kantor

    “N-Nona Yara?” Wanda ternganga kala melihat siapa yang tengah menghampirinya. Setelah enam tahun lamanya, kini ia kembali menatap istri sang bos dengan mata kepalanya sendiri.Yara berjalan dengan penuh percaya diri sambil menenteng paper bag. Tersenyum penuh arti pada Wanda. Meski Yara tidak ingin berburuk sangka pada sekretaris suaminya, tapi Yara merasa penasaran apa kira-kira yang telah dilakukan Wanda selama enam tahun ini untuk menarik perhatian Oliver?“Oliver ada?”Wanda terlihat gelagapan, tapi wanita itu berhasil menguasai emosinya. Tersenyum profesional pada Yara. “Ada, Nona, di dalam. Tapi beliau sedang tidak bisa diganggu.”Satu sudut bibir Yara terangkat. “Benarkah? Ah, sayang sekali. Apa aku telepon dia saja?”Namun, Wanda tahu apa yang akan terjadi jika Yara menelepon Oliver. Bosnya itu akan marah jika Wanda menolak kedatangan Yara. Akhirnya, Wanda berkata, “Tapi sepertinya tidak ada yang lebih penting dari pada Anda, Nona Yara.”Yara kembali tersenyum. “Terima kasih a

    Last Updated : 2024-12-30
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   163. Setelah Enam Tahun

    Wanda berjalan mondar-mandir di depan ruangan CEO, sambil memikirkan cara untuk menginterupsi percakapan bosnya dan Yara di dalam sana. Perasaan suka pada Oliver itu masih ada hingga kini, bersemayam di hati Wanda begitu kuat. Ia tidak suka melihat Oliver didekati wanita lain, meskipun itu istrinya sendiri.Saat pikiran Wanda sedang sibuk berkelana, memikirkan cara-cara licik untuk masuk ke dalam ruangan itu, tiba-tiba ia mendengar suara-suara yang membuat tubuhnya meremang dari dalam sana.Suara itu... suara erangan dan desahan yang saling bersahutan, cukup terdengar hingga ke luar. Mata Wanda terbelalak. Pikirannya berkelana, memikirkan apa yang tengah dilakukan suami istri itu di dalam sana.Wanda bukan wanita polos. Jadi, ia bisa membayangkan permainan panas macam apa yang tengah mereka lakukan.Pipi Wanda memerah. Tubuhnya ikut memanas saat Oliver memanggil nama Yara di sela-sela erangannya. Dan saat mendengar teriakan Yara yang penuh sensual itu, Wanda bisa membayangkan sepanas

    Last Updated : 2024-12-30
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   164. Kamu Yang Terpenting

    “Aku sengaja menyimpannya karena biar kalau dia telepon, aku tahu, jadi aku nggak perlu mengangkatnya,” ujar Yara apa adanya sambil turun dari pangkuan Oliver.Namun, Oliver tidak membiarkan Yara menjauh. Ia raih pinggang wanita itu lagi agar tetap duduk di pangkuan. Yara terkekeh pelan, tapi kekehannya berubah jadi tatapan heran saat mendapati raut muka Oliver memberengut.“Jadi artinya... kamu sedang menghindari dia?”“Begitulah.” Yara mengedikkan bahu.“Kenapa?” tanya Oliver dengan nada penuh tuntutan. “Kenapa kamu harus menghindari dia? Apa dia mengganggumu?”Yara menghela napas pelan, ia tahu Oliver pasti akan menyelidikinya lebih jauh. Dan tidak ada gunanya bagi Yara untuk mengelak. Alhasil, Yara mengangguk mengiakan pertanyaan Oliver.“Lebih tepatnya aku yang merasa terganggu,” ujar Yara dengan jujur. “Waktu di Swiss dia terus menerorku siang dan malam. Lalu saat aku kembali ke Jakarta, aku ganti nomor, tapi nggak tahu kenapa kok dia bisa tahu nomor baruku?”Mendengarnya, rahan

    Last Updated : 2025-01-01
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   165. Menagih Janji

    “Sayang, apa yang sedang kamu lakukan?” Oliver menatap Yara dengan tatapan heran. Ia berdiri di ambang pintu kamar, menyandarkan satu bahunya di kusen pintu sembari bersedekap dada.Sementara di dalam kamar itu, Yara tengah mengeluarkan pakaian miliknya dan milik anak-anak dari dalam lemari.Tanpa menatap Oliver, Yara menjawab, “Aku lagi cari baju buat aku dan anak-anak. Maksudku, baju yang akan kami gunakan untuk menemui Mama dan Papa.” Yara menggigit bibir bawahnya, sambil melihat dua pasang pakaian Airell yang ia angkat di kedua tangannya. “Apa ini cocok untuk Airell? Ah, nggak, nggak, baju ini sudah lama sekali. Aku harus cari yang lebih bagus.”Tadi saat pulang dari kantor, Oliver dan Yara sepakat akan datang ke acara makan malam di rumah Davin, besok. Davin dan Jingga sempat menelepon Oliver, meminta agar Oliver membawa Yara dan anaknya ke rumah.‘Kalau Mama nggak lihat berita kalian di The Luxe Hotels, Mama nggak akan tahu kalau Yara sudah kembali,’ ucap Jingga kala itu.Oliver

    Last Updated : 2025-01-01
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   166. Kejutan di Pagi Hari

    “Kapan kamu akan kembali ke rumah kita?” tanya Oliver di sela-sela ciumannya.Mendengar pertanyaan itu, Yara mendorong pelan dada Oliver, hingga pria itu terpaksa menjeda pagutan bibir mereka.“Rumah... kita?” tanya Yara, menatap mata Oliver dengan penuh kebingungan. Napasnya terengah-engah.“Mm-hm.” Jemari Oliver menyentuh lembut dan memberi penekanan pada bibir bawah Yara. “Rumah kita. Aku sudah menyiapkan rumah baru untuk kita, Yara.”“Rumah baru?” Yara kembali bertanya. “Apa maksudmu rumah baru?”“Aku sengaja membuat rumah untuk kita beberapa tahun yang lalu. Walau saat itu aku nggak tahu kapan kamu akan kembali, tapi aku sudah menyiapkannya untukmu.”Ucapan Oliver tersebut membuat Yara tertegun. Perasaannya mendadak campur aduk, antara senang, sedih dan terharu bercampur menjadi satu. Matanya berkaca-kaca. Ia menangkup rahang Oliver dan mencium bibir pria

    Last Updated : 2025-01-02
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   167. Cantik

    “Wuaah Grandma cantik sekali!” Arthur berdecak kagum saat melihat foto Jingga dan Davin di ponsel Oliver.“Mana? Mana? Aku mau lihat!” seru Airell yang baru saja keluar dari kamar dan berlari menghampiri ayah dan kakaknya.“Ini, lihat. Ini Grandpa Davin, dan ini Grandma Jingga. Mereka tampan dan cantik, ‘kan?” Oliver menunjuk kedua orang tuanya bergantian, menunjukkannya pada Airell.“Wuaaah... iya, Dad! Grandpa dan Grandma tampan dan cantik!” Airell terkikik sambil menutupi mulutnya. “Tapi Grandma Rianti juga tidak kalah cantik!”“Iya, makanya Mommy kalian cantik sekali. Kecantikannya menurun dari Grandma Rianti,” ujar Oliver dengan bangga saat menyebutkan bahwa Yara cantik sekali.Harum aroma buah-buahan menguar dari tubuh kedua anak itu yang sudah siap pergi ke rumah orangtua Oliver. Hanya tinggal menunggu Yara yang masih bersiap-siap di dalam kamar.“Tapi,

    Last Updated : 2025-01-02

Latest chapter

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   168. Keluarga Hangat

    “Ini Arthur dan Airell, Ma,” Oliver menjawab sambil memegang bahu si kembar dengan bangga. “Mereka anak-anak kami.”Tatapan Jingga berubah, penuh keterkejutan dan keharuan. Ia menatap Davin sejenak, lalu tersenyum lebar. “Anak-anak kalian? Astaga... jadi kalian punya anak kembar? Mereka cantik dan tampan sekali!” Jingga membungkuk untuk menyesuaikan tinggi mereka, menatap kedua bocah itu dengan tatapan tak percaya. “Hai, Arthur, Airell. Aku Grandma Jingga. Senang bertemu kalian.”Arthur dan Airell memandang Jingga dengan rasa penasaran.Arthur, yang lebih berani, tersenyum lebar. “Hai, Grandma! Aku Arthur, dan ini Airell,” ujarnya memperkenalkan diri. Airell mengangguk malu-malu di sebelahnya.Jingga tertawa kecil dan memeluk mereka dengan lembut. “Kalian berdua manis sekali. Grandma sangat senang bertemu kalian.”Davin yang berdiri di samping Jingga, juga ikut mendekati mereka. Wajahnya yang b

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   167. Cantik

    “Wuaah Grandma cantik sekali!” Arthur berdecak kagum saat melihat foto Jingga dan Davin di ponsel Oliver.“Mana? Mana? Aku mau lihat!” seru Airell yang baru saja keluar dari kamar dan berlari menghampiri ayah dan kakaknya.“Ini, lihat. Ini Grandpa Davin, dan ini Grandma Jingga. Mereka tampan dan cantik, ‘kan?” Oliver menunjuk kedua orang tuanya bergantian, menunjukkannya pada Airell.“Wuaaah... iya, Dad! Grandpa dan Grandma tampan dan cantik!” Airell terkikik sambil menutupi mulutnya. “Tapi Grandma Rianti juga tidak kalah cantik!”“Iya, makanya Mommy kalian cantik sekali. Kecantikannya menurun dari Grandma Rianti,” ujar Oliver dengan bangga saat menyebutkan bahwa Yara cantik sekali.Harum aroma buah-buahan menguar dari tubuh kedua anak itu yang sudah siap pergi ke rumah orangtua Oliver. Hanya tinggal menunggu Yara yang masih bersiap-siap di dalam kamar.“Tapi,

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   166. Kejutan di Pagi Hari

    “Kapan kamu akan kembali ke rumah kita?” tanya Oliver di sela-sela ciumannya.Mendengar pertanyaan itu, Yara mendorong pelan dada Oliver, hingga pria itu terpaksa menjeda pagutan bibir mereka.“Rumah... kita?” tanya Yara, menatap mata Oliver dengan penuh kebingungan. Napasnya terengah-engah.“Mm-hm.” Jemari Oliver menyentuh lembut dan memberi penekanan pada bibir bawah Yara. “Rumah kita. Aku sudah menyiapkan rumah baru untuk kita, Yara.”“Rumah baru?” Yara kembali bertanya. “Apa maksudmu rumah baru?”“Aku sengaja membuat rumah untuk kita beberapa tahun yang lalu. Walau saat itu aku nggak tahu kapan kamu akan kembali, tapi aku sudah menyiapkannya untukmu.”Ucapan Oliver tersebut membuat Yara tertegun. Perasaannya mendadak campur aduk, antara senang, sedih dan terharu bercampur menjadi satu. Matanya berkaca-kaca. Ia menangkup rahang Oliver dan mencium bibir pria

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   165. Menagih Janji

    “Sayang, apa yang sedang kamu lakukan?” Oliver menatap Yara dengan tatapan heran. Ia berdiri di ambang pintu kamar, menyandarkan satu bahunya di kusen pintu sembari bersedekap dada.Sementara di dalam kamar itu, Yara tengah mengeluarkan pakaian miliknya dan milik anak-anak dari dalam lemari.Tanpa menatap Oliver, Yara menjawab, “Aku lagi cari baju buat aku dan anak-anak. Maksudku, baju yang akan kami gunakan untuk menemui Mama dan Papa.” Yara menggigit bibir bawahnya, sambil melihat dua pasang pakaian Airell yang ia angkat di kedua tangannya. “Apa ini cocok untuk Airell? Ah, nggak, nggak, baju ini sudah lama sekali. Aku harus cari yang lebih bagus.”Tadi saat pulang dari kantor, Oliver dan Yara sepakat akan datang ke acara makan malam di rumah Davin, besok. Davin dan Jingga sempat menelepon Oliver, meminta agar Oliver membawa Yara dan anaknya ke rumah.‘Kalau Mama nggak lihat berita kalian di The Luxe Hotels, Mama nggak akan tahu kalau Yara sudah kembali,’ ucap Jingga kala itu.Oliver

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   164. Kamu Yang Terpenting

    “Aku sengaja menyimpannya karena biar kalau dia telepon, aku tahu, jadi aku nggak perlu mengangkatnya,” ujar Yara apa adanya sambil turun dari pangkuan Oliver.Namun, Oliver tidak membiarkan Yara menjauh. Ia raih pinggang wanita itu lagi agar tetap duduk di pangkuan. Yara terkekeh pelan, tapi kekehannya berubah jadi tatapan heran saat mendapati raut muka Oliver memberengut.“Jadi artinya... kamu sedang menghindari dia?”“Begitulah.” Yara mengedikkan bahu.“Kenapa?” tanya Oliver dengan nada penuh tuntutan. “Kenapa kamu harus menghindari dia? Apa dia mengganggumu?”Yara menghela napas pelan, ia tahu Oliver pasti akan menyelidikinya lebih jauh. Dan tidak ada gunanya bagi Yara untuk mengelak. Alhasil, Yara mengangguk mengiakan pertanyaan Oliver.“Lebih tepatnya aku yang merasa terganggu,” ujar Yara dengan jujur. “Waktu di Swiss dia terus menerorku siang dan malam. Lalu saat aku kembali ke Jakarta, aku ganti nomor, tapi nggak tahu kenapa kok dia bisa tahu nomor baruku?”Mendengarnya, rahan

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   163. Setelah Enam Tahun

    Wanda berjalan mondar-mandir di depan ruangan CEO, sambil memikirkan cara untuk menginterupsi percakapan bosnya dan Yara di dalam sana. Perasaan suka pada Oliver itu masih ada hingga kini, bersemayam di hati Wanda begitu kuat. Ia tidak suka melihat Oliver didekati wanita lain, meskipun itu istrinya sendiri.Saat pikiran Wanda sedang sibuk berkelana, memikirkan cara-cara licik untuk masuk ke dalam ruangan itu, tiba-tiba ia mendengar suara-suara yang membuat tubuhnya meremang dari dalam sana.Suara itu... suara erangan dan desahan yang saling bersahutan, cukup terdengar hingga ke luar. Mata Wanda terbelalak. Pikirannya berkelana, memikirkan apa yang tengah dilakukan suami istri itu di dalam sana.Wanda bukan wanita polos. Jadi, ia bisa membayangkan permainan panas macam apa yang tengah mereka lakukan.Pipi Wanda memerah. Tubuhnya ikut memanas saat Oliver memanggil nama Yara di sela-sela erangannya. Dan saat mendengar teriakan Yara yang penuh sensual itu, Wanda bisa membayangkan sepanas

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   162. Di Kantor

    “N-Nona Yara?” Wanda ternganga kala melihat siapa yang tengah menghampirinya. Setelah enam tahun lamanya, kini ia kembali menatap istri sang bos dengan mata kepalanya sendiri.Yara berjalan dengan penuh percaya diri sambil menenteng paper bag. Tersenyum penuh arti pada Wanda. Meski Yara tidak ingin berburuk sangka pada sekretaris suaminya, tapi Yara merasa penasaran apa kira-kira yang telah dilakukan Wanda selama enam tahun ini untuk menarik perhatian Oliver?“Oliver ada?”Wanda terlihat gelagapan, tapi wanita itu berhasil menguasai emosinya. Tersenyum profesional pada Yara. “Ada, Nona, di dalam. Tapi beliau sedang tidak bisa diganggu.”Satu sudut bibir Yara terangkat. “Benarkah? Ah, sayang sekali. Apa aku telepon dia saja?”Namun, Wanda tahu apa yang akan terjadi jika Yara menelepon Oliver. Bosnya itu akan marah jika Wanda menolak kedatangan Yara. Akhirnya, Wanda berkata, “Tapi sepertinya tidak ada yang lebih penting dari pada Anda, Nona Yara.”Yara kembali tersenyum. “Terima kasih a

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   161. Punya Adik

    Yara terharu melihat pemandangan di hadapannya. Oliver tengah memasak dan direcoki dua bocah kecil yang ingin ikut memasak. Airell memotong sayuran dengan pisau mainan miliknya, berdiri di atas kursi agar tubuhnya sejajar dengan Oliver. Sementara Arthur sibuk berlari-lari di dapur sambil membawa pesawat mainannya. Yara tidak pernah menduga momen ini akan ia alami. Bahkan, dulu, bermimpi saja ia tak berani. Kehadiran Oliver telah memberi warna baru dalam kehidupan mereka. Yara berjalan mendekat, melingkarkan kedua tangan di perut Oliver dan menyandarkan pipi di punggung bidangnya. Ia bisa merasakan tubuh Oliver menegang seketika, yang membuat Yara terkekeh kecil. “Biar aku bantu, Oliver,” pinta Yara untuk ke sekian kali. Namun, untuk ke sekian kalinya pula Oliver menjawab, “Nggak usah, Yara. Kamu cukup diam saja, malam ini biar aku yang masak.” Oliver menghela napas pelan. “Tapi kalau kamu terus memelukku seperti ini, aku rasa kita butuh booking satu kamar di The Luxe Hotels.” Me

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   160. Main Basket Bersama

    Yara mengikat rambutnya menjadi kuncir kuda, matanya berbinar saat menatap lapangan basket terbuka—tempat terakhir kali Oliver membawanya kemari beberapa hari yang lalu.Oliver sudah berdiri di tengah lapangan dengan bola basket di tangannya, senyuman jahil menghiasi wajahnya.“Siap kalah, Nona Zettira?” tantang Oliver, melempar bola ke udara dengan gaya penuh percaya diri.Yara melipat tangan di depan dada, menatapnya dengan tatapan tidak terima. “Kalah? Jangan mimpi, Tuan William. Aku ini jagoan di lapangan basket sejak SMA!”“Kalau begitu, tunjukkan keahlianmu,” ucap Oliver sambil memantulkan bola beberapa kali, lalu mengarahkannya ke Yara. “Kita satu lawan satu. Sampai sepuluh poin. Yang kalah bikin makan malam.”“Deal!” Yara segera menangkap bola dengan semangat. Ia memantulkan bola beberapa kali sebelum mulai bergerak ke kanan, mencoba mengelabui Oliver. Namun, pria itu dengan mudah menghadang langkahnya.“Ke kanan? Terlalu mudah ditebak,” goda Oliver sambil tersenyum lebar.“Ja

DMCA.com Protection Status