Share

37

Author: Rifatul Mahmuda
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Mamaaaa ... Maafkan, Elyn!" Evelyn terus meraung sambil memeluk tubuh Bu Maya, tak ia pedulikan bajunya yang terkena darah sang mertua. Dia menangis dan menjerit, membuat orang-orang yang ada disana menatapnya penuh iba.

"Neng, sabar, ya! Kita sudah menghubungi ambulance," kata seseibuk yang berada didekat Evelyn. Wanita itu mengusap-usap punggung Evelyn yang terus menangis, hingga suara mobil ambulance membubarkan orang-orang yang tadi berkerumun hanya untuk menonton, enggan menolong.

Para petugas bergegas mengangkat tubuh Bu Maya yang sudah terkapar, membawanya masuk ke dalam mobil yang kemudian diikuti Evelyn dan salah satu warga yang tadi menghubungi ambulance.

"Neng, apa sudah menghubungi keluarga yang lain?" tanya warga yang ikut mengantar.

Evelyn baru sadar, kemudian menggeleng pelan. Otaknya tiba-tiba saja buntu, entah karena melihat kondisi Bu Maya membuatnya tak mampu berpikir kesana.

Dia bergegas mengeluarkan ponsel, kemudian menghubungi Bian dengan tangan yang sudah gemet
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Saraswati_5
benar-benar keterlaluan marissa
goodnovel comment avatar
Abigail Briel
wajar sih bian marah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Penyesalan Seusai Talak    38

    "Sabar dulu, Bi. Jangan mudah terbawa emosi, kalau memang ini rencana seseorang, sudah pasti kita sekarang sedang diawasi. Jangan bertindak gegabah, kita cari tau bersama siapa dalang dibalik ini semua. Kita coba untuk kumpulkan semua bukti, kalau sudah terkumpul baru kita bawa kasus ini ke meja hijau," ucap Pak Hendra berusaha menenangkan Bian.Bian menarik napas berkali-kali, dia mencoba menenangkan diri. Sang ayah benar, jika ini sudah direncanakan, sudah pasti si pelaku sekarang sedang mengawasi setiap tindak tanduk mereka. Mereka harus mencari tau pelan-pelan, hingga semua bukti terkumpul dan si pelaku dapat ditangkap.Derit pintu ruangan dan disusul dengan keluarnya dokter serta perawat mengalihkan perhatian mereka, Pak Hendra langsung menyongsong sang dokter untuk menanyakan kondisi sang istri."Bagaimana keadaan istri saya, dok? Dia baik-baik saja, kan?" cecar pak Hendra."Sabar, ya, Pak. Bu Maya masih kritis saat ini, dia mengeluarkan banyak sekali darah. Tapi, Alhamdulillah

  • Penyesalan Seusai Talak    39

    "Perempuan sialan! Dari mana dia mengetahui rahasiaku?! Dan tentang Chika ... Arrgghhhh!" Marissa berteriak frustasi didalam mobil."Apa dia sudah memberi tahu Mas Bian, ya? Nggak! Kalau dia sudah memberi tahu, mana mungkin Mas Bian masih tetap menyayangi Chika? Hhh ... Aku harus cepat bertindak, jangan sampai keduluan perempuan itu lagi!" tekadnya penuh amarah.Marissa segera menginjak pedal gas, hingga mobil melaju meninggalkan kampung Evelyn. Dia melampiaskan kemarahannya dengan cara menambah kecepatan mobilnya, mobil yang dia tumpangi melaju kencang, membelah jalanan dan menyalip setiap kendaraan didepannya.Karina bertepuk tangan setelah kepergian Marissa tadi, dia berdecak kagum sambil memperhatikan Evelyn, sedang yang diperhatikan melengos dan pura-pura tak tau."Kamu beneran Evelyn, kan? Kerasukan j*n apa, nih? Ckck, tumben-tumbenan bisa ngelawan gitu. Tapi aku suka, sih! Orang kayak si pelakor itu emang mesti di skakmat sesekali. Biar kicep, tuh, mulut lemesnya." kata Karina

  • Penyesalan Seusai Talak    40

    Marissa meninggalkan ruang perawatan Bu Maya, dia berlalu dengan wajah masam. Bian hanya memperhatikan sejenak, tapi kembali fokus dengan Fattan.Sedang Evelyn dan Karina sudah masuk ke ruangan Bu Maya, kedatangan keduanya mengejutkan Pak Hendra yang sedang membaca ayat suci Alquran disamping ranjang sang istri yang sedang terbaring lemah."Pa," sapa Evelyn menyalami tangan sang ayah mertua dengan takzim, kemudian diikuti oleh Karina dibelakangnya."Sehat, Nak?" tanya Pak Hendra hendak berdiri."Alhamdulillah, sehat, Pa. Papa duduk aja, biar Elyn dan Karin yang berdiri," Evelyn menahan Pak Hendra agar tetap duduk, karena di ruang itu memang hanya disediakan satu kursi untuk keluarga yang menunggu pasien.Pak Hendra menurut, dia kembali melanjutkan bacaannya. Evelyn berdiri disisi kanan Bu Maya, dia menggenggam tangan sang mertua yang dipenuhi berbagai macam alat, yang ia sendiri tak tau apa fungsinya."Ma, maafin Elyn, ya? Mama cepat sembuh. Kita semua menunggu kesembuhan Mama. Ada Pa

  • Penyesalan Seusai Talak    41

    Bu Dena terkejut begitu melihat Evelyn yang menangis dilantai, segera dia hampiri dan membawa Evelyn dan pelukannya."Astaghfirullah ... Kamu kenapa, Nak?" tanya Bu Dena dengan menangkup kedua pipi Evelyn.Evelyn menggeleng lemah, tak ingin menjawab. Bu Dena langsung paham, dan mengangguk. Dia membantu Evelyn berdiri dan membawanya ke kamar."Istirahat dulu. Kalau ada apa-apa panggil Ibu, ya?" katanya. Setelahnya, wanita itu langsung keluar dan menutup pintu sambil menghembuskan napas berat....Marissa tersenyum puas, dia baru saja menghubungi orang suruhannya, mengancam agar mereka tak buka mulut, dan menyeret namanya dalam kasus ini. "Dasar orang miskin. Enaknya punya banyak duit, ya, gini! Bisa nyogok siapa saja yang gila uang!" Dia bicara sendiri. Kemudian terkekeh sambil memain-mainkan ponselnya."Ah, ya! Aku lupa. Jatahku bulan ini belum dikirim si tua bangka, sedang uangku mulai menipis. Aku harus melancarkan aksi lagi, supaya transferan bulan ini lebih besar." gumamnya sam

  • Penyesalan Seusai Talak    42

    Evelyn memutuskan menceritakan semuanya pada Karina, gadis itu tak terlalu terkejut mendengarnya, diawal dia sudah bisa menebak ada satu hal yang membuat Evelyn begitu keras menolak Bian, padahal dia sendiri bisa melihat rasa cinta itu masih sangat besar."Jadi, kamu menuruti keinginannya?" tanya Karina. Evelyn mengangguk, membuat Karina mendengkus kasar."Aku pikir begitu. Aku rasa kebahagiaan aku dan Mas Bian adalah melihat Mama bisa kembali sehat. Dan lebih baik ada yang berkorban untuk itu," sahut Evelyn memejamkan mata. Ingin menekan sesak yang mendera, berusaha ikhlas meski harus melepas orang yang dicintainya."Kamu nggak ada cara lain gitu? Selain mengorbankan perasaan kamu sendiri?" tanya Karina lagi."Kayaknya enggak, Rin! Lagian dia meminta seperti itu. Aku harus menolak Mas Bian, dan memaksanya menikahi Marissa. Dan itu akan jadi jaminan untuk keselamatan Mama, lebih baik aku mundur, dari pada harus dihantui rasa bersalah jika terjadi sesuatu pada Mama," tandasnya. Karina

  • Penyesalan Seusai Talak    43

    Belum selesai wanita itu melanjutkan ucapannya, suara seorang pria terdengar menyapa."Mami? Ada apa ini?" tanya Brata—pria yang tak lain adalah pemilik perusahaan, atau lelaki tua yang baru saja berbagi peluh dengan Marissa.Marissa dan wanita yang tadi sempat bersitegang dengannya menoleh serempak. Marissa membelalak mendengar panggilan pria itu. Mami? Apa maksudnya? Apa wanita itu adalah istrinya? Jika iya berarti sekarang dia sedang berada dalam masalah besar."Eh, kebetulan Papi keluar. Perempuan yang berpakaian kurang bahan ini siapa? Salah satu karyawan Papi, kah? Kalau iya, segera pecat! Mami nggak suka. Gaya kok kayak wanita jal*ang!" sindir wanita itu sambil melirik sinis Marissa yang terdiam."Emm ... Itu ... Ee ... Papi nggak tau, Mi! Mungkin lagi nyari lowongan. Udah, nggak usah dipikirin. Mending sekarang kita ke ruangan Papi, yuk!" Ajak pria itu menarik tangan sang istri.Marissa membelalak, dia tak menyangka jika pria yang baru saja dia layani itu tak berniat membelany

  • Penyesalan Seusai Talak    44

    Marissa memarkir mobilnya, kemudian segera turun menuju kantornya. Dia berjalan masuk dengan dada berdebar, para karyawan sedang sibuk dengan aktivitas masing-masing, hingga tak ada yang terlalu memperhatikan kedatangannya.Sebelum bertemu atasannya, Marissa mampir lebih dulu ke ruangannya. Ingin bertanya pada rekan yang tadi menghubunginya."Sus!" panggil Marissa begitu pintu ruangan dia buka.Perempuan yang dipanggil Susi itu menoleh, dan melempar tatapan tanya pada Marissa. Tapi dia kembali mengalihkan pandangan pada komputer didepannya. Melihat rekannya yang cuek saja, Marissa pun menghampiri."Beneran aku dipanggil Bos?" tanyanya. Susi tak menoleh, tapi hanya mengangguk sebagai jawaban."Kira-kira kenapa, ya? Bos ada bilang apa lagi?" Marissa kembali bertanya membuat Susi yang tengah fokus pada pekerjaannya itu mendengkus sebal."Ya, mana aku tau, Ris! Mending kamu ke ruangannya sekarang, deh! Gangguin aja, orang lagi banyak kerjaan juga!" sahut Susi dengan ketus. Marissa mendeli

  • Penyesalan Seusai Talak    45

    Evelyn sudah sampai di rumah sakit, pada akhirnya Karina juga yang mengantarnya, karena gadis itu tak sampai hati membiarkan Evelyn menunggu angkutan umum. Tapi dia hanya mengantar sampai depan saja, setelah itu dia langsung berpamitan karena ada urusan.Dengan menenteng rantang yang berisi makan siang untuk mertuanya, Evelyn mengayunkan langkah menuju ruang ICU tempat Bu Maya dirawat."Assalamu'alaikum, Pa," ucap Evelyn memberi salam. Terdengar suara Pak Hendra menyahut."Wa'alaikum salam." Pak Hendra menoleh dan tersenyum pada Evelyn, kemudian matanya beralih pada rantang yang berada di tangan kiri Evelyn. "Bawa apa itu, Nak? Dari wanginya menggugah sekali," canda Pak Hendra. Evelyn terkekeh dan berjalan masuk, kemudian menyalami tangan mertuanya dan menaruh rantang pada meja di samping ranjang Bu Maya."Ini makan siang untuk Papa. Papa belum makan, kan?" tanya Evelyn."Wah, tau saja kamu kalau Papa rindu masakan rumahan," sambut Pak Hendra antusias."Yasudah, kalo gitu Papa makan s

Latest chapter

  • Penyesalan Seusai Talak    119

    Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa 8 bulan sudah Marissa dan Chika hidup berdua saja. Saat memilih pergi, dia sengaja memilih tinggal di pinggiran kota. Dengan berbekal uang pemberian Bu Ratih, dia mencari kontrakan dan mulai buka usaha kecil-kecilan. Dia juga melanjutkan bakat merajutnya, ilmu yang dia dapat saat menjadi tahanan dulu. Biasanya dia merajut gantungan kunci, dan akan dijual oleh Chika pada teman-teman sekolahnya. Dia juga menerima orderan untuk orang dewasa, entah itu tas, dompet atau banyak barang lain lagi.Marissa merasa hidupnya jauh lebih tenang sekarang. Dia dan Chika hidup bahagia meski jauh dari kata mewah. Sekarang ia tau, betapa sikap dan perlakuannya dulu amatlah buruk. Selama memilih menjauh, tentu saja kehidupannya tak langsung berjalan mulus. Ada tanjakan, serta jalan yang berliku yang harus ia hadapi. Tapi, berkat kesabaran dan keikhlasannya, semua pun bisa ia hadapi.Kadang dia masih sering teringat tentang Haikal. Bagaimana kabar lelaki itu sekara

  • Penyesalan Seusai Talak    118

    Marissa masih saja bergeming ditempatnya. Tak menyangka akan kembali berjumpa dengan wanita itu lagi. Ya, yang dia temui itu adalah Bu Ratih –Mama Haikal."A-anda?" seru Marissa tergagap."Ya! Bagaimana rasanya bisa kembali menghirup udara bebas?" balas Bu Ratih tersenyum."Kenapa anda lakukan ini? Bukankah anda menginginkan saya menjauh dari Haikal, putra anda?" Marissa tak menjawab pertanyaan tadi, melainkan kembali melempar tanya pada wanita itu. Dia hanya merasa heran dengan keputusan Bu Ratih, kenapa dia harus repot-repot membebaskan Marissa?"Justru itu. Saya membebaskan mu, agar kamu bisa pergi menjauh dari kota ini." Jawaban Bu Ratih membuat Marissa tercengang. Apa maksudnya?"Apa maksud anda? Kenapa saya harus pergi dari kota ini?" Marissa tak terima. Dia merasa Bu Ratih sedang berusaha mengatur hidupnya."Haikal tak lama lagi akan menikah. Saya tak ingin dia tiba-tiba bertemu denganmu, kemudian malah menimbulkan lagi benih yang sempat tumbuh. Jadi, tolong menjauh dari kehidu

  • Penyesalan Seusai Talak    117

    Dua minggu lebih sudah berlalu sejak hari terakhir Haikal mengunjungi Marissa. Dua hari setelah kunjungan Haikal, Evelyn dan Bian juga sempat datang. Tak ada pembahasan penting selain Chika. Marissa lebih banyak bicara dengan Evelyn, sedang Bian hanya diam menyimak. Marissa meminta maaf sambil menangis. Dia menyesali semuanya. Kebohongan dan pengkhianatan ia saat bersama Bian dulu kembali membayang, mengejarnya hingga menimbulkan sesal yang teramat dalam.Dia juga mengatakan pada Evelyn dan Bian, jika mereka merasa repot harus mengurus Chika, lebih baik tinggalkan di panti asuhan saja, dan akan dia jemput setelah bebas nanti. Namun, Evelyn tentu saja menolak. Dia mengatakan akan mengurus Chika sampai saat itu tiba.Marissa merasa bersyukur karena sang putri berada di lingkungan yang orang-orangnya sangat baik. Padahal jika ingin balas dendam, bisa saja Evelyn membalas lewat Chika, entah itu menyiksanya atau membuangnya.Selama itu tak bertemu Haikal, tentu sangat menyiksa perasaan Ma

  • Penyesalan Seusai Talak    116

    Haikal berdiri, dia menatap Marissa serius. Wanita itu malah memalingkan wajah, demi menutupi perasaannya sendiri."Apa aku punya salah?" Suara Haikal terdengar lirih, dan itu makin menambah sakit di hati Marissa. Wanita itu menggeleng cepat, tapi tak juga menatap Haikal."Tatap aku, Ris! Kenapa kamu berubah tiba-tiba begini? Aku salah apa?" Haikal mendekat dan mencengkram kuat kedua bahu Marissa, hingga wanita itu meringis pelan."Jawab, Ris! Jangan hanya diam. Aku butuh kepastian darimu. Aku butuh alasan yang menurutku masuk akal. Coba katakan, apa alasanmu?" Lagi, Haikal kembali menekankan suaranya. Dada lelaki itu terasa berdenyut."Aku harus jelaskan apa lagi? Sudah kukatakan, aku tak bisa membalas rasamu. Apalagi yang ingin kamu dengar?" balas Marissa memberanikan diri menatap Haikal."Aku tau kamu sedang bercanda, kan? Kamu nggak ingat dengan janjiku? Kita akan bersama, Ris. Jangan begini," kata Haikal. Nada bicaranya kembali melembut. Dia menatap Marissa dengan wajah memelas,

  • Penyesalan Seusai Talak    115

    Wanita paruh baya yang terlihat cantik dengan penampilan yang elegan itu menatap Marissa dari ujung kaki hingga ujung rambut. Mendapat tatapan seperti itu tentu saja membuat Marissa risih, dia segera menunduk demi menghindari tatapan tajam dari wanita didepannya."Kamu yang bernama Marissa?" tanya wanita itu datar. Marissa hanya menoleh sekilas kemudian kembali menunduk setelah menganggukkan kepalanya."Duduklah. Saya ingin bicara," perintah wanita itu. Tanpa menunggu dua kali, Marissa langsung mengambil posisi dengan duduk didepan wanita itu."Sebelumnya perkenalkan dulu, saya Ratih Mamanya ... Haikal." Wanita bernama Ratih itu memperkenalkan dirinya. Marissa tercengang, kepala yang tadi menunduk langsung terangkat begitu mengetahui siapa wanita didepannya.Tak tau harus bereaksi seperti apa. Marissa tak menyangka saja jika ia akan kedatangan tamu tak diduga seperti ini. Apa tujuan Bu Ratih kesana? Apa ... Haikal sudah memberitahu Mamanya tentang Marissa?"Kau mengenalnya, Bukan? Mak

  • Penyesalan Seusai Talak    114

    "Jangan ngomong gitu, Mas! Kamu ini ingin menerka-nerka takdir?" kesal Evelyn."Bukan begitu, Lyn. Tapi--coba kamu pikir, kita sudah setahun lebih menikah, tapi sampai sekarang kamu belum hamil juga. Mas rasa--memang Mas yang bermasalah," kata lelaki itu."Gimana kalau kebalikannya? Gimana kalau aku yang ternyata nggak bisa mengandung anakmu?" Bian langsung menatap istrinya, kepalanya menggeleng tak setuju."Tidak. Mas yakin bukan kamu yang bermasalah, Yank. Dari masalah ini saja sudah terbukti," sangkal Bian."Terus, kalau memang kamu yang bermasalah, kamu mau apa, Mas? Mau drama dan meminta aku meninggalkanmu dan mencari laki-laki yang bisa memberiku keturunan, begitu?" ketus Evelyn. Dia merasa kesal dengan suaminya."Eh-- tentu aja enggak, Yank! Kamu pikir Mas mau berpisah denganmu lagi, gitu? Nggak, nggak! Mas nggak mau!" "Anak itu titipan, rezeki yang Allah beri. Sewaktu-waktu kita bisa saja diberi kepercayaan oleh Allah, yang penting kita harus selalu berdo'a. Jika Allah belum

  • Penyesalan Seusai Talak    113

    Haikal melangkah dengan gontai, lelaki itu baru saja sampai di rumah setelah sebelumnya mengantar Melani ke rumahnya. Entah kenapa, setelah mengetahui sebuah kenyataan jika Chika bukanlah anak kandung Bian, Haikal mendadak dilema.Jika memang Chika bukan anak kandung Bian, itu artinya Marissa pernah berselingkuh dengan laki-laki lain selain Brata, kan? Ah, bukan! Maksudnya, itu artinya Marissa pernah berhubungan badan dengan laki-laki yang bukan pasangannya, selain Brata tentunya. Siapa yang tau dengan pasti sudah berapa laki-laki yang ia tiduri, kan?"Kalau memang Chika bukan anak Bian, apa dia adalah anak ... Om Brata?" Dengan hati-hati Haikal melempar pertanyaan itu pada Marissa.Marissa terdiam, Haikal menunggu jawabannya dengan harap-harap cemas. Bagaimana jika itu anak Om Brata? "Tidak. Ng ... maksudku ... bukan Brata Ayah biologis Chika." Jawaban Marissa melegakan sekaligus mengejutkan Haikal. Lantas, siapa Ayah biologis Chika?"J-jadi?" Haikal ternyata masih sangat penasaran.

  • Penyesalan Seusai Talak    112

    Bian bangkit dari duduknya dengan wajah yang sudah memerah. Dia tak terima dengan berita yang dibawa Haikal dan Melani yang ia anggap hanya sebuah tipuan itu."Berita bohong apa ini, hah? Kalian ingin mempermainkanku? Kalian pikir aku akan percaya begitu saja, hah?!" teriak Bian kalap. Evelyn ikut bangkit dan berusaha menenangkan suaminya.Sedang Melani dan Haikal sudah merasa tak enak hati. Apa yang ditakutkan terjadi juga. Keduanya paham, dan tak bisa menyalahkan Bian. Hal ini pasti sangat mengejutkan untuk lelaki itu. Anak yang selama ini sangat ia sayangi, justru bukan darah dagingnya."Mas, tenang dulu. Kita tidak boleh pakai emosi begini. Nanti Chika bisa mendengarnya," kata Evelyn berusaha menenangkan sang suami.Evelyn tak terlalu terkejut dengan berita ini. Namun, dia tetap merasa kecewa, sebab dugaannya selama ini benar. Tak menyangka jika Marissa mampu membohongi semua orang."Bagaimana mas bisa tenang, Lyn? Setelah mendengar berita jika Chika ... Arrrghhh! Ini tidak mungki

  • Penyesalan Seusai Talak    111

    Bian dan Evelyn sedang menonton saat terdengar ketukan pintu diluar. Keduanya sama-sama menoleh, merasa heran, siapa yang bertamu malam-malam. Evelyn memutuskan bangkit, ingin melihat siapa tamunya."Tante Mel? Haikal?" Evelyn terkejut saat mendapati Haikal dan juga Melani disana."Iya. Maaf, ya, Lyn, kita sudah mengganggu waktu istirahatmu," kata Melani tak enak hati."Ah, tidak, tidak. Kita masih santai, kok! Kalau begitu, ayok, Tante masuk dulu." Evelyn mempersilahkan tamunya masuk, dengan membuka pintu lebar-lebar.Melani pun mengangguk, kemudian menoleh pada Haikal yang memasang wajah gusar. Melani mengangguk pada Haikal, kemudian mengajak keponakannya itu masuk. Evelyn mempersilahkan mereka duduk di ruang tamu, sedang dia sendiri menuju ruang tengah untuk memanggil suaminya."Siapa, Yank?" tanya Bian saat menyadari sang istri sudah kembali."Diluar ada Tante Melani sama Haikal, Mas. Kayaknya ada hal penting, deh. Soalnya nggak biasanya mereka kemari, malam-malam lagi," kata Evel

DMCA.com Protection Status