Happy Reading. Arion duduk termenung sambil menunggu Zack datang ke sana. Pria itu tidak tahu apakah rencananya akan berhasil atau tidak, yang jelas perasaannya tidak nyaman. Dia terus kepikiran dengan Zayla dan juga calon anaknya. Sudah Empat hari dia belum pulang, pasti Zayla sudah menunggunya. Namun, sayangnya Arion belum sempat membelikan rujak buah yang diinginkan Zayla. Sekarang pun dia bertahan dengan bantuan obat yang sedikit meredakan rasa sakit di paru-paru nya. Setelah perjanjian dengan Juanda resmi, Arion tidak lagi diikat, bahkan dia juga diberikan makan oleh anak buah Juanda. Namun, Arion sama sekali tidak menyentuh makanan itu karena takut ada racun akan membunuhnya secara perlahan. Dia sangat tahu orang seperti apa Juanda, pria licik yang akan menghalalkan segala macam cara demi mencapai tujuannya. Tiba-tiba orang yang sedang dibicarakan dalam hati, muncul di hadapan Arion. "Kemampuan dalam bertahan hidup memang tak dapat diragukan lagi, Arion. Berdoa saja semoga ha
Happy Reading. "Aaakhh!" Arion meremas dadanya yang terasa sesak. Sakitnya sangat luar biasa, hingga ada sebuah tangan yang merangkul tubuhnya dan membawanya duduk di kursi yang telah disediakan. "Jangan bergerak, Tuan." Ucap Zack. Pria itu menyusul Arion karena tahu kalau atasannya sedang dalam bahaya. Dia berusaha melepaskan benda beracun itu dengan sangat hati-hati, sebab salah pegang saja mereka berdua akan mati. Arion memejamkan mata guna menenangkan pikirannya yang teramat kacau. Ia tak perduli dengan kesehatannya sendiri, yang ada dalam pikirannya cuma Zayla dan calon anaknya. Waktu tersisa satu menit lagi, Zack belum bisa mematikan bom beracun itu yang terus mengurangi waktunya. "Tahan nafas, Tuan." Ucapnya lagi di saat waktu tersisa 30 detik. Fokusnya cuma satu, memutuskan kabel merah yang menjadi pusat di bom tersebut. Zack bukan ahlinya dalam mematikan bom, apalagi bom beracun. Namun, ia sedikit tahu serangkaian kabel yang berfungi mengontrol semua nirkabel lainnya dan
Happy Reading. "A-apa!" Rina shock saat mendengar pengakuan Zayla yang terlalu tiba-tiba. "Kamu enggak bercanda 'kan, Sayang?" tanya Rina menatap lekat wajah sang putri. Zayla mengangguk lemah sebagai jawaban atas pertanyaan sang Mama. "Maaf, baru bisa jujur sama Mama," lirih Zayla merasa bersalah. Sekarang dia tidak akan lagi berbohong mengenai ingatannya. "Mama sangat senang kalau kamu sudah mengingat semuanya, Nak," Rina mencium kening Zayla sebagai bentuk kasih sayang. "Tapi ... Kamu enggak benci sama Mama 'kan?" tanya Rina menatap sedih. Pasalnya selama ini dia tidak pernah berniat membantu Zayla agar cepat mengingat semuanya. "Kenapa aku harus benci sama Mama?" ulang Zayla menakutkan kedua alisnya. Tidak mungkin kan kalau dia membenci wanita yang sudah melahirkannya? "Maaf, karena Mama enggak jujur dari awal tentang status kita. Mama takut berdampak buruk dengan kesehatan kamu. Bukan maksud Mama juga tidak membantu mu untuk mengingat semuanya dengan cepat. Maaf kar--""Shuu
Happy Reading. Arion membelai wajah cantik Zayla sehabis menangis. "Maaf, sudah membuat mu lama menunggu," ucapnya sangat menyesal. Dengan keadaannya yang memprihatinkan, tetap Zayla prioritas Arion. "Enggak, Kak. Justru aku yang minta maaf. Gara-gara aku, Kakak mengalami hal buruk di sana," jawab Zayla dengan cepat. Ia sudah bersumpah tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri jika sampai Arion tidak pulang karena celaka akibat ulahnya. Arion tersenyum bahagia, ia beruntung karena Zayla sangat mengkhawatirkannya. "Makan dulu rujaknya ya, atau aku suapin?" tawar Arion lekas berdiri dari duduknya. Dia mengambil satu bungkus rujak buah sesuai dengan keinginan Zayla. "Sebentar, aku ambil mangkok dulu ke bawah," Arion hendak melangkah ke luar kamar. Namun, langkahnya terhenti ketika Zayla memeluknya dari belakang. Arion kembali tersenyum, mungkin Zayla sedikit mengingat tentang kebersamaannya dulu, yang mana adik angkatnya itu sangat lengket terhadapnya. "Kenapa, hum?" tanya Arion b
Happy Reading. Arion mendudukkan Zayla di atas kursi di belakang podium, menitipkannya kepada Zack. Sedangkan ia sendiri menaiki podium yang langsung disorot banyak pasang kamera. Sebelum memulai tujuannya ke sana, Arion lebih dulu menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. mendudukkan Zayla di atas kursi di belakang podium, menitipkannya kepada Zack. Sedangkan ia sendiri menaiki podium yang langsung disorot banyak pasang kamera. Sebelum memulai tujuannya ke sana, Arion lebih dulu menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. Sesuai yang telah diperintahkan, para wartawan tidak melakukan penyerangan terhadap Arion, mereka semua memilih diam dan fokus pada apa yang akan Arion sampaikan setelah ini. Itu adalah syarat yang diberikan oleh Zack sebelum mengumumkan jumpa pers di perusahaan Wesley. Semua pasang kamera tidak hanya fokus pada Arion, tapi juga fokus pada wanita hamil di belakang podium. Zayla sangat tidak nyaman dengan keadaan itu. Na
Happy Reading. Zayla menangis di depan ruang UGD, ia tak berhenti mondar-mandir karena khawatir dengan keadaan Arion. Ia sampai melupakan keadaan dirinya sendiri yang sedang hamil. "Nona, lebih baik Anda duduk, kasian bayi yang ada di dalam kandungan Anda," ucap Zack yang sama sekali tidak dihiraukan oleh Zayla. Entah sudah ke berapa kalinya Zack membujuk sang Nona supaya lebih tenang. "Bagaimana aku bisa duduk, sedangkan Kak Ion ada di dalam sana, bahkan aku tidak tahu dia sakit apa," jawab Zayla masih tergugu dalam tangisnya. "Zack kau pasti tahu apa yang sebenarnya dialami oleh Kak Ion. Katakan padaku, dia sakit apa? Kenapa dokter mengatakan kalau keadaannya sangat parah dan hampir terlambat ditangani?" cecar Zayla terus mendesak Zack supaya berkata jujur kepadanya. Zack memalingkan wajah karena tak sanggup jika bertatapan dengan sang Nona yang memasang wajah penuh permohonan. "Aku mohon, Zack, katakan kebenarannya sama aku," pinta Zayla sampai mengatupkan kedua tangannya di d
Happy Reading.Zayla menatap Arion dari luar ruangan ICU melalui kaca di jendela yang terbuka, menampilkan sosok lemah Arion di atas ranjang rumah sakit hanya mengandalkan alat-alat yang menempel di tubuhnya. Selesai melakukan operasi, Arion langsung dipindahkan ke ruang ICU sampai kondisinya stabil, setelah itu baru akan dipindahkan ke ruang VVIP untuk perawatan intensif. "Lebih baik kamu pulang dulu, Nak. Istirahatlah sebentar, kasihan anak kamu," ucap Rina yang sedari tadi menemani putrinya. "Enggak, Ma. Aku mau menemani Kak Ion di sini, aku takut saat dia sadar justru tidak ada aku di sisinya," jawab Zayla menatap sendu pada Arion. "Setidaknya sarapan dulu ya, dari pagi kamu belum makan," Rina menarik tangan Zayla, membawanya duduk di kursi depan ICU. "Tunggu di sini, Mama ambilkan makanan dulu, tadi Papa sama Kakakmu membawa bekal kemari," "Iy, Ma," jawab Zayla sekenanya. Walau bagaimanapun, ada nyawa yang harus ia jaga. Zayla tidak mau kembali pingsan dan membuat Arion cemas
Happy Reading. "Kak," panggil Zayla saat kedua mata Arion terbuka. Lelehan bening mengalir dari pelupuk matanya membasahi tangan Arion yang berada dalam genggaman tangannya. Arion tersenyum tipis, orang pertama yang dia lihat adalah sang pujaan hati. "Zay ...," sapanya begitu lirih, ia masih belum mempunyai tenaga untuk berbicara setelah 24 jam melewati masa kritis. "Iya, Kak. Apa Kakak butuh sesuatu, biar aku ambilkan," tawar Zaylah penuh perhatian. Tangannya terulur mengusap kepala sang Kakak yang terasa hangat. "Air," pinta Arion sangat lemah. Entah ia harus sedih atau senang sekarang, sebab Zayla terlihat sangat perduli kepadanya. Gegas Zayla mengambil Air di atas nakas dan memberikannya kepada Arion. "Pelan-pelan, Kak," ucapnya begitu perhatian. "Makasih," Arion menatap penuh wajah cantik Zayla, ia sangat mengkhawatirkan keadaan sang pujaan hati dan juga calon anaknya. Dokter Hengki datang untuk memeriksa kondisi Arion. "Bagaimana, Tuan, apa yang Anda rasakan saat ini?" tan
Happy Reading. 2 tahun kemudian. "Mama Biel mau cucu," teriak bocah berusia 2 tahun setengah sambil merengek manja minta dibuatin susu. Logatnya masih belepotan dan dibuat buat cadel, padahal Gabriel sudah bisa mengucapkan huruf R, hanya saja bocah itu kadang manja dan berbicara seperti itu. "Iya, sayang. tunggu sebentar. Mama lagi ganti popok adik kamu," balas Zayla dari dalam kamar. Yeah, dia sudah punya anak lagi berjenis kelamin perempuan. "Mana biar aku yang ganti pokok si cantik, kamu temui Gabriel sebelum anak itu berulah," Arion mengambil alih pekerjaan sang istri yang belum selesai mengganti popok sang putri. "Makasih, Dear," satu kecupan mendarat sempurna di pipi Arion dari sang istri tercinta. Arion tersenyum lembut kepada bayi mungil nan cantik versi dirinya perempuan. Kedua anaknya mewarisi wajah Arion semua, Zayla hanya mengandung dan melahirkannya tanpa ada satupun anak-anaknya yang mirip dengannya. Gisella Arieta Wesley, nama yang cantik secantik wajah bayi mung
Happy Reading. Randy menatap sang adik yang baru pulang dari cafe depan setelah makan siang bersama dengan Johan. Wajah ibu hamil itu tidak menunjukkan ekspresi apa pun, seolah sudah mati rasa akan cinta. Ah, bukankah Laudya memang tidak pernah jatuh cinta selama ini? Kepada Rafly pun ia tidak merasakannya dan cuma sebatas partner ranjang saja. "Gimana?" cetus Randy bertanya kepada sang adik, ia sangat penasaran proses Johan mendekati adiknya tersebut. "Gimana apanya?" Laudya justru bertanya balik karena tak mengerti dengan maksud dari ucapan sang Kakak. "Acara makan siang tadi," Randy tidak langsung to the point, tangannya meletakkan lap meja yang sedari tadi ia genggam sehabis membersihkan tempat di sana karena sebentar lagi toko kue akan segera tutup. "Lancar," jawab Laudya sekenanya, ia tidak berpikir kalau pertanyaan sang Kakak mengarahkan pada hal lain bukan pada acara makan siang saja. Randy menghela nafas kasar karena sang adik tak kunjung mengerti maksud perkataannya, s
Happy Reading. Kota D. Laudya dan Randy sukses memulai hidup baru hanya berdua di sana. Kehamilan Laudya sudah berusia 3 bulan, dia sangat sehat dan bisa bekerja dari rumah dengan membuka usaha usaha kecil-kecilan, yaitu toko kue aneka rasa. Sisa uang pemberian dari Rafly masih sangat banyak, tetapi tidak Laudya pakai semuanya karena dipersiapkan untuk biaya persalinannya nanti. Sekarang tabungannya mulai menipis setelah membuka toko kue dengan biaya pembelian tanah yang cukup mahal. Meskipun mereka tinggal jauh dari kota besar, tetap saja apa-apa serba mahal. Itupun menghabiskan hampir semua tabungan yang Laudya punya. Sebagian kecil ia sisakan untuk calon anaknya nanti. Laudya memang berbakat di bidang pembuatan kue sesuai dengan kemampuannya selama ini. Sebelumnya dia juga bekerja di pabrik kue pie dan kek, sekarang dia tidak akan kesulitan jika membuka toko kue kecil-kecilan karena sudah berpengalaman di bidang tersebut. Akan tetapi, Laudya sedikit bimbang karena semakin bert
Happy Reading. Waktu berlalu sangat cepat, tak terasa sudah dua bulan dari kematian Juanda. Semua orang sudah kembali pada aktivitasnya masing-masing, begitu juga dengan Zayla yang kembali memasuki kuliah di fakultas yang sama dengan Serly. Kehadirannya di sana disambut hangat oleh teman-temannya di kampus. Mengenai Gabriel sudah ada Ririn yang menjaganya selama Zayla beraktivitas di kampus. "Aku seneng banget bisa menikmati suasana kampus walaupun di kampus yang berbeda. Tapi, di sini aku mendapatkan kenyamanan yang sangat luar biasa yang enggak aku dapatkan di kampus sebelumnya," ucap Zayla sambil menikmati suasana taman di belakang kampus. "Aku ikut bahagia, Zay. Ini adalah impianku dari dulu bisa satu kampus sama kamu," Serly tersenyum senang kepada sahabat sekaligus adik iparnya itu. "Uh, sayang banyak sama Kakak iparku yang cantik ini," pelukan hangat Zayla berikan kepada Serly, mereka berdua sama-sama bahagia akan hal itu. Takdir berpihak kepadanya sehingga tetap menyatukan
Happy Reading. Rula menangis histeris saat mengetahui bahwa Papanya sudah meninggal dalam keadaan mengenaskan. Sungguh hatinya sangat sakit, walaupun ia tahu orang seperti apa sang Papa, tetap saja tidak ada seorang anak yang membenci Papanya sendiri. Roger mendekati sang istri yang duduk di samping makam mertuanya. Padahal dia belum sempat bertatap muka dengan Juanda bahkan di hari pernikahannya sekalipun dia tidak bisa menghubunginya. Roger menyerahkan semuanya ke wali hakim saat melaksanakan acara pernikahan kala itu bersama Rula. "Jangan menangis, kasian anak kita," ucap Roger memperingatkan sang istri akan calon anaknya. "Kamu enggak tahu rasanya kehilangan orang yang paling kamu cintai di dunia ini. Papa adalah cinta pertamaku, bagaimana mungkin aku baik-baik saja setelah kepergiannya, apa kamu waras berkata seperti itu, huh!" akibat terlalu sedih, Rula marah-marah kepada suaminya sendiri dan salah mengartikan ucapan Roger barusan. 'Sabar Roger, hormon ibu hamil memang naik
Happy Reading. Jika kemarin adalah hari bahagia bagi Ansel dan Serly, sekarang adalah hari terbahagia bagi Zayla dan Arion. Sesuai yang telah direncanakan, mereka berdua melangsungkan acara resepsi pernikahan di sebuah hotel bintang 5 milik keluarganya sendiri di tengah-tengah kota. Tamu yang hadir melebihi banyaknya tamu Ansel dan Serly 2 minggu yang lalu, sekarang pengantin baru itu turut andil dalam pernikahan Zayla dan Arion. Bahkan mereka lah yang meng-handle semua persiapan acara tersebut. Semua anggota keluarga mengucapkan selamat kepada sang pengantin baru, yeah anggaplah begitu walaupun mereka sudah lama resmi menjadi pasangan suami istri. Sekarang hanyalah pesta perayaannya yang digelar sangat mewah. "Aku enggak nyangka bisa hidup bersamamu," ucap Arion tak melepaskan genggaman tangannya kepada sang istri. "Aneh ya, Kak. Kita dibesarkan sebagai Kakak dan Adik, eh sekarang malah jadi pasangan suami istri," balas Saya terkekeh kecil. "Andaikan Mama sama Papa masih ada, me
Happy Reading. Laudya menunggu sang Kakak di depan rumah, hatinya begitu resah, ia benar-benar mencemaskan Kakaknya yang pergi entah ke mana. Hingga datang sebuah taksi dan berhenti di dekatnya, ternyata Randy penumpang dari taksi tersebut. "Kakak dari mana, aku cariin dari tadi," ucap Laudya menghampiri sang Kakak, wajahnya terlihat sangat lesu seolah ada beban berat di pundaknya. "Maaf, sudah membuat mu khawatir. Ayo ke dalam ada yang mau Kakak bicarakan," setelah membayar taksi barusan Randy masuk ke dalam rumah diikuti oleh Adiknya. "Mau bicara soal apa, Kak?" tanya Laudya begitu penasaran, tatapannya tak lepas dari wajah sang Kakak yang tak bersemangat. "Besok kita akan pindah ke luar kota, kita mulai semuanya dari nol, kita besarkan anak kamu bersama-sama. Jangan pernah menghubungi pria itu dengan tujuan meminta tanggung jawab, jangan merendahkan harga diri kamu di depan pria brengsek seperti itu. Ada Kakak yang selalu ada buat kamu, asalkan kita sama-sama jujur dalam hal a
Happy Reading. Tanpa sepengetahuan Laudya, Randy mencari alamat rumah pria yang sudah menghamili adiknya. Ia harus meminta pertanggungjawaban kepada pria itu apa pun yang terjadi, Randy tidak mau Laudya hamil tanpa suami. Berbekalkan nomor Rafly yang ia curi dari ponsel adiknya, Randy nekat pergi ke rumah pria itu yang katanya ada di tengah-tengah kota. Randy mendapatkan informasi itu dari sosial media yang ternyata Rafly bukanlah orang sembarangan. Dari semalam Randy menghubungi nomor Rafly tetapi tak ada jawaban dari sana, membuat Randy semakin kalang kabut dibuatnya. Tentu saja Rafly tidak bisa dihubungi, ia sedang patah hati dan mengurung diri di dalam kamarnya sejak semalam. Lebih tepatnya setelah ia menjadi pusat perhatian di pesta pernikahan Serly yang tak sengaja menjatuhkan gelas di dekat pintu ruang acara. Tok! Tok! Tok! "Raf, ada yang cari kamu di bawah, turun yuk," ucap Mayang dari balik pintu kamar, ia paham bagaimana perasaan putranya saat ini, karena itulah ia mema
Happy Reading. Malam yang seharusnya menjadi malam pertama yang indah bagi pengantin baru, tidak dengan Serly dan Sean. Pengantin wanita mengadakan sidang keluarga di ball room hotel setelah para tamu undangan pulang semua. "Jelaskan kenapa bisa seperti ini?" cetus Serly menatap satu persatu wajah orang-orang yang sudah membohonginya. "Pa, Ma, Siapa yang akan menjelaskannya?" cecar Serly menatap kedua orang tuanya, mereka berdua juga tidak tahu harus menjelaskannya dari mana. "Begini saja, Nak. Bagaimana kalau Ansel yang menjelaskannya secara detail sama kamu di kamar," tawar Rina kepada sang menantu, ia juga enggan mengatakan secara langsung bagaimana asal mula rencana itu tersusun. Tatapan Serly menghunus tajam pada sang suami yang duduk di sampingnya, menuntut persetujuan dari suaminya itu. "Baiklah, aku yang akan menceritakan semuanya sama kamu. Kalau begitu ayo kita ke kamar, kasian orang tua kita pasti kelelahan dan ingin beristirahat," kata Ansel menatap sendu, Ia takut is