Happy Reading. Rina dan Bagas bergegas ke kediaman Wesley. Mereka berdua sangat marah setelah melihat berita yang beredar pagi tadi. Mereka sangat mengkhawatirkan Zayla dan bayi yang ada dalam kandungannya. "Gimana ini, Pa. Bagaimana perasaan Zayla nanti, dia pasti sangat hancur setelah melihat berita yang lagi viral," ucap Rina yang sudah menangis. "Papa akan mengurus semua ini bersama dengan Ansel, tapi kita harus menunggu sampai Arion kembali. Semua ini butuh bukti dari keterangan Arion juga, Ma," terang Bagas dengan perasaan tak menentu. "Mama enggak akan sanggup jika melihat Zayla bersedih lagi, Pa," isak Rina dalam tangisnya. Sebagai seorang ibu, ia sangat menyayangkan kejadian yang menimpa putrinya itu. "Papa pun merasakan sakit yang luar biasa, Ma," lirihnya seraya menggenggam tangan sang istri guna untuk menenangkannya. Setibanya di kediaman Wesley, Rina berjalan cepat memasuki rumah besar itu yang diikuti oleh Bagas di belakangnya. Pikiran buruk terus memenuhi benaknya
Happy Reading. Sudah dua hari lamanya Arion belum kembali ke kota A, dan itu membuat Zayla cemas setengah mati. Perasaannya benar-benar tak nyaman, entah apa yang sebenarnya terjadi kepada ayah dari calon anaknya itu. Zayla terus mondar-mandir di dalam kamar layaknya setrikaan. "Ada apa, kenapa kamu terlihat gelisah seperti itu, hum?" tanya Ansel saat tak sengaja melihat sang adik dari celah pintu kamarnya. "Apa ponselku sudah diperbaiki? Aku ingin menghubungi Kak Arion, Kak. Perasaan ku enggak enak mulai kemarin. Aku takut terjadi sesuatu kepadanya," tutur Zayla sangat khawatir. "Belum, Kakak lupa membawanya ke konter tadi. Nanti sore ya Kakak perbaiki," sudah tak terhitung alasan yang diberikan oleh Ansel kepada sang adik mengenai ponselnya. "Boleh pinjam ponsel Kakak enggak? Aku mau hubungi Kak Arion," wajah Zayla memelas karena takut tak diizinkan oleh Ansel. Ansel terlihat bimbang untuk memberikan apa yang Zayla minta, takut tiba-tiba berita itu kembali muncul di beranda da
Happy Reading. "Zayla ...." Arion terus menggumamkan nama sang pujaan hati demi menyemangati dirinya sendiri di saat hampir kehilangan nafas. Tanpa bantuan obat, Arion tidak bisa bertahan lama, sebab ia belum juga melakukan operasi karena lebih mengutamakan Zayla dan calon anaknya. Sebelum ia mendapatkan maaf serta cinta dari sang pujaan hati, maka selama itu pula Arion akan menahan rasa sakit yang menggerogoti tubuhnya. Arion tak perduli jika harus menukar nyawanya demi mewujudkan keinginan Zayla yang sedang mengidam. 'Setidaknya berikan aku kesempatan untuk melihat wajah anakku setelah lahir nanti. Aku akan sangat bahagia dengan hal itu, aku pun bisa pergi dengan tenang.' Batin Arion mengucapkan permohonan yang entah kepada siapa. Tuhan saja sepertinya sangat marah kepadanya karena sudah melakukan kesalahan fatal terhadap adik angkatnya sendiri sampai dia hamil. Namun, Arion tidak akan pernah menyerah sampai ia mendapatkan apa yang diinginkan. "Maafin aku, Zay. Aku belum bisa m
Happy Reading. Zayla menangis tersedu-sedu di dalam kamarnya, ia terus mengkhawatirkan Arion. Sungguh ia tak bermaksud untuk menyusahkan pria itu, Zayla cuma ingin mengetes sampai mana batas sabar serta. ketulusan Arion kepadanya. Namun, gara-gara dirinya pria itu belum pulang juga sudah empat hari lamanya. "Sayang, makan dulu ya, Mama bawain sarapan buat kamu," ucap Rina dari arah pintu. gegas Zayla mengusap air matanya supaya sang Mama tidak melihat kalau dirinya sedang menangis. "Aku enggak lapar, Ma," jawabnya begitu lirih. "Enggak boleh gitu, Nak. Kasian sama anak kamu di dalam sana, kalau kamu tidak makan, dia juga enggak makan," tutur Rina berusaha tersenyum sambil membujuk sang putri. Walau sebenarnya hatinya sangat hancur melihat Zayla bersedih. "Apa Kak Ansel sudah pulang?" tanya Zayla mengabaikan ucapan sang Mama. "Belum, mungkin sebentar lagi," Rina duduk di sisi ranjang dengan tangan yang memegang piring berisi nasi serta lauk kesukaan Zayla. "Aaaaaaa," lanjutnya me
Happy Reading. Arion duduk termenung sambil menunggu Zack datang ke sana. Pria itu tidak tahu apakah rencananya akan berhasil atau tidak, yang jelas perasaannya tidak nyaman. Dia terus kepikiran dengan Zayla dan juga calon anaknya. Sudah Empat hari dia belum pulang, pasti Zayla sudah menunggunya. Namun, sayangnya Arion belum sempat membelikan rujak buah yang diinginkan Zayla. Sekarang pun dia bertahan dengan bantuan obat yang sedikit meredakan rasa sakit di paru-paru nya. Setelah perjanjian dengan Juanda resmi, Arion tidak lagi diikat, bahkan dia juga diberikan makan oleh anak buah Juanda. Namun, Arion sama sekali tidak menyentuh makanan itu karena takut ada racun akan membunuhnya secara perlahan. Dia sangat tahu orang seperti apa Juanda, pria licik yang akan menghalalkan segala macam cara demi mencapai tujuannya. Tiba-tiba orang yang sedang dibicarakan dalam hati, muncul di hadapan Arion. "Kemampuan dalam bertahan hidup memang tak dapat diragukan lagi, Arion. Berdoa saja semoga ha
Happy Reading. "Aaakhh!" Arion meremas dadanya yang terasa sesak. Sakitnya sangat luar biasa, hingga ada sebuah tangan yang merangkul tubuhnya dan membawanya duduk di kursi yang telah disediakan. "Jangan bergerak, Tuan." Ucap Zack. Pria itu menyusul Arion karena tahu kalau atasannya sedang dalam bahaya. Dia berusaha melepaskan benda beracun itu dengan sangat hati-hati, sebab salah pegang saja mereka berdua akan mati. Arion memejamkan mata guna menenangkan pikirannya yang teramat kacau. Ia tak perduli dengan kesehatannya sendiri, yang ada dalam pikirannya cuma Zayla dan calon anaknya. Waktu tersisa satu menit lagi, Zack belum bisa mematikan bom beracun itu yang terus mengurangi waktunya. "Tahan nafas, Tuan." Ucapnya lagi di saat waktu tersisa 30 detik. Fokusnya cuma satu, memutuskan kabel merah yang menjadi pusat di bom tersebut. Zack bukan ahlinya dalam mematikan bom, apalagi bom beracun. Namun, ia sedikit tahu serangkaian kabel yang berfungi mengontrol semua nirkabel lainnya dan
Happy Reading. "A-apa!" Rina shock saat mendengar pengakuan Zayla yang terlalu tiba-tiba. "Kamu enggak bercanda 'kan, Sayang?" tanya Rina menatap lekat wajah sang putri. Zayla mengangguk lemah sebagai jawaban atas pertanyaan sang Mama. "Maaf, baru bisa jujur sama Mama," lirih Zayla merasa bersalah. Sekarang dia tidak akan lagi berbohong mengenai ingatannya. "Mama sangat senang kalau kamu sudah mengingat semuanya, Nak," Rina mencium kening Zayla sebagai bentuk kasih sayang. "Tapi ... Kamu enggak benci sama Mama 'kan?" tanya Rina menatap sedih. Pasalnya selama ini dia tidak pernah berniat membantu Zayla agar cepat mengingat semuanya. "Kenapa aku harus benci sama Mama?" ulang Zayla menakutkan kedua alisnya. Tidak mungkin kan kalau dia membenci wanita yang sudah melahirkannya? "Maaf, karena Mama enggak jujur dari awal tentang status kita. Mama takut berdampak buruk dengan kesehatan kamu. Bukan maksud Mama juga tidak membantu mu untuk mengingat semuanya dengan cepat. Maaf kar--""Shuu
Happy Reading. Arion membelai wajah cantik Zayla sehabis menangis. "Maaf, sudah membuat mu lama menunggu," ucapnya sangat menyesal. Dengan keadaannya yang memprihatinkan, tetap Zayla prioritas Arion. "Enggak, Kak. Justru aku yang minta maaf. Gara-gara aku, Kakak mengalami hal buruk di sana," jawab Zayla dengan cepat. Ia sudah bersumpah tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri jika sampai Arion tidak pulang karena celaka akibat ulahnya. Arion tersenyum bahagia, ia beruntung karena Zayla sangat mengkhawatirkannya. "Makan dulu rujaknya ya, atau aku suapin?" tawar Arion lekas berdiri dari duduknya. Dia mengambil satu bungkus rujak buah sesuai dengan keinginan Zayla. "Sebentar, aku ambil mangkok dulu ke bawah," Arion hendak melangkah ke luar kamar. Namun, langkahnya terhenti ketika Zayla memeluknya dari belakang. Arion kembali tersenyum, mungkin Zayla sedikit mengingat tentang kebersamaannya dulu, yang mana adik angkatnya itu sangat lengket terhadapnya. "Kenapa, hum?" tanya Arion b