Happy Reading. "Kurang ajar! Berani sekali kalian masuk ke ruangan ku!" Teriak Juanda kepada Zack dan Rega yang tiba-tiba saja menerobos masuk ke dalam ruang kerjanya. Tanpa basa-basi, Rega mengunci tubuh Juanda hingga pria itu tak bisa bergerak sedikitpun. Pria baya itu diikat di kursi kerjanya agar tak membuat ulah selagi Zack mengutarakan maksud dan tujuannya ke sana. "Tuan Juanda Erlangga!" Zack menepuk puncak pria itu sambil mengitarinya dan menatap tajam kepadanya. Sikap Zack yang seperti itu tidak jauh berbeda dengan Arion ketika sedang marah. "Anda sangat berani sekali mencuri saham milik orang lain. Kau pikir, keluarga Wesley akan diam saja setelah membiarkan mu cukup lama menikmati kekayaannya," Zack berkata sambil duduk di hadapan Juanda yang telah disiapkan kursi oleh Rega. "Apa maksudmu, sialan! Jangan bersikap sok pahlawan. Bukankah bos mu sudah gila, jadi dia tidak bisa menjadi pemimpin di perusahaan ini lagi. Semua dewan pun tak sudi mempunyai pemimpin gila seperti
Happy Reading. Hari ini Arion menemani Zayla untuk periksa kandungan. Ia tak sabar ingin melihat sang buah hati dari layar monitor saat USG. Arion benar-benar menjaga Zayla layaknya permata. Tak sedikitpun ia membiarkan Zayla terluka atau bahkan kelelahan. Sejauh ini perkembangan Zayla lumayan baik, ingatannya sedikit demi sedikit sudah mulai kembali. Tentu saja semua itu sesuai dengan apa yang sudah Zayla rencanakan sejak awal. Zayla menatap Arion yang sedang melakukan pendaftaran untuk pemeriksaan itu. Mereka memang sengaja tidak membuat janji dengan dokter kandungan karena Zayla mendadak mengajak Arion ke rumah sakit. "Maaf ya, sudah buat kamu menunggu lama," ucap Arion setelah kembali dari tempat pendaftaran. "Enggak apa-apa, Kak. Makasih juga sudah mau nemenin aku buat periksa kandungan," kata Zayla sangat tulus. "Itu sudah tanggung jawab ku sebagai ayah biologis dari anak kita," Arion mencium tangan Zayla dengan sangat lembut. Ia mencurahkan segenap cintanya kepada wanita
Happy Reading. Arion memegangi tangan dan pinggang Zayla selama turun dari mobil dan memasuki rumah. Ia benar-benar menjaga Zayla layaknya permata, tak ingin calon ibu dari anaknya terluka sedikitpun. "Ingat kata Dokter tadi ya, pokoknya kalau mau apa-apa tinggal bilang aja sama Kakak, oke," ucap Arion tak melepaskan pegangan tangannya sedikitpun. "Iya, Kak," jawab Zayla tersenyum senang. Ia tak menyangka jika pria yang sudah menghacurkan masa depan dan mentalnya bisa bersikap selembut itu. "Kayaknya aku pengen rujak buah deh, Kak," tiba-tiba saja Zayla ngidam rujak buah yang sangat pedas. "Kakak akan belikan, kamu tunggu saja di dalam kamar," itulah yang Arion inginkan. Direpotkan oleh keinginan calon anak mereka adalah impiannya sejak lama. Setibanya di ruang tengah, Zayla terkejut akan kehadiran Mama dan Papanya. Ah, jangan lupakan Serly yang juga ada di sana. "Zayla, kamu dari mana saja, Mama nungguin kamu dari tadi," seru Rina saat melihat putri tercinta dipapah oleh Arion.
Happy Reading. Perasaan Zayla tidak tenang saat setelah kepergian Arion dari rumahnya. Sungguh ia tak bisa tidur karena terus kepikiran dengan kakak angkatnya tersebut. "Kenapa perasaan ku enggak enak ya? Aku takut terjadi sesuatu sama Kak Ion." Gumam Zayla bertanya-tanya. Baru kali ini ia merasakan hal seperti itu. Zayla meraih ponselnya yang ada di atas nakas. Ia mencoba untuk menghubungi sang Kakak. Berhubung sekarang di kota A sudah jam 12 malam, itu artinya di kota J sudah jam 1 siang. Semoga saja pesan yang dikirimkan oleh Zayla segera dibalas oleh Arion. "Yah, aku lupa. Mana mungkin Kak Ion sampai di kota J, sedangkan perjalanan ke sana bisa menghabiskan waktu 20 jam. Tapi enggak apa-apa deh aku kirim pesan duluan, nanti juga pasti dibalas setelah sampai di Bandara." Monolog Zayla sambil mengetik pesan kepada Arion. Setelahnya Zayla meletakkan kembali ponselnya itu, berharap besok pagi sudah ada balasan dari Arion. Dengan memaksakan diri untuk segera tidur, Zayla menutup ma
Happy Reading. Rina dan Bagas bergegas ke kediaman Wesley. Mereka berdua sangat marah setelah melihat berita yang beredar pagi tadi. Mereka sangat mengkhawatirkan Zayla dan bayi yang ada dalam kandungannya. "Gimana ini, Pa. Bagaimana perasaan Zayla nanti, dia pasti sangat hancur setelah melihat berita yang lagi viral," ucap Rina yang sudah menangis. "Papa akan mengurus semua ini bersama dengan Ansel, tapi kita harus menunggu sampai Arion kembali. Semua ini butuh bukti dari keterangan Arion juga, Ma," terang Bagas dengan perasaan tak menentu. "Mama enggak akan sanggup jika melihat Zayla bersedih lagi, Pa," isak Rina dalam tangisnya. Sebagai seorang ibu, ia sangat menyayangkan kejadian yang menimpa putrinya itu. "Papa pun merasakan sakit yang luar biasa, Ma," lirihnya seraya menggenggam tangan sang istri guna untuk menenangkannya. Setibanya di kediaman Wesley, Rina berjalan cepat memasuki rumah besar itu yang diikuti oleh Bagas di belakangnya. Pikiran buruk terus memenuhi benaknya
Happy Reading. Sudah dua hari lamanya Arion belum kembali ke kota A, dan itu membuat Zayla cemas setengah mati. Perasaannya benar-benar tak nyaman, entah apa yang sebenarnya terjadi kepada ayah dari calon anaknya itu. Zayla terus mondar-mandir di dalam kamar layaknya setrikaan. "Ada apa, kenapa kamu terlihat gelisah seperti itu, hum?" tanya Ansel saat tak sengaja melihat sang adik dari celah pintu kamarnya. "Apa ponselku sudah diperbaiki? Aku ingin menghubungi Kak Arion, Kak. Perasaan ku enggak enak mulai kemarin. Aku takut terjadi sesuatu kepadanya," tutur Zayla sangat khawatir. "Belum, Kakak lupa membawanya ke konter tadi. Nanti sore ya Kakak perbaiki," sudah tak terhitung alasan yang diberikan oleh Ansel kepada sang adik mengenai ponselnya. "Boleh pinjam ponsel Kakak enggak? Aku mau hubungi Kak Arion," wajah Zayla memelas karena takut tak diizinkan oleh Ansel. Ansel terlihat bimbang untuk memberikan apa yang Zayla minta, takut tiba-tiba berita itu kembali muncul di beranda da
Happy Reading. "Zayla ...." Arion terus menggumamkan nama sang pujaan hati demi menyemangati dirinya sendiri di saat hampir kehilangan nafas. Tanpa bantuan obat, Arion tidak bisa bertahan lama, sebab ia belum juga melakukan operasi karena lebih mengutamakan Zayla dan calon anaknya. Sebelum ia mendapatkan maaf serta cinta dari sang pujaan hati, maka selama itu pula Arion akan menahan rasa sakit yang menggerogoti tubuhnya. Arion tak perduli jika harus menukar nyawanya demi mewujudkan keinginan Zayla yang sedang mengidam. 'Setidaknya berikan aku kesempatan untuk melihat wajah anakku setelah lahir nanti. Aku akan sangat bahagia dengan hal itu, aku pun bisa pergi dengan tenang.' Batin Arion mengucapkan permohonan yang entah kepada siapa. Tuhan saja sepertinya sangat marah kepadanya karena sudah melakukan kesalahan fatal terhadap adik angkatnya sendiri sampai dia hamil. Namun, Arion tidak akan pernah menyerah sampai ia mendapatkan apa yang diinginkan. "Maafin aku, Zay. Aku belum bisa m
Happy Reading. Zayla menangis tersedu-sedu di dalam kamarnya, ia terus mengkhawatirkan Arion. Sungguh ia tak bermaksud untuk menyusahkan pria itu, Zayla cuma ingin mengetes sampai mana batas sabar serta. ketulusan Arion kepadanya. Namun, gara-gara dirinya pria itu belum pulang juga sudah empat hari lamanya. "Sayang, makan dulu ya, Mama bawain sarapan buat kamu," ucap Rina dari arah pintu. gegas Zayla mengusap air matanya supaya sang Mama tidak melihat kalau dirinya sedang menangis. "Aku enggak lapar, Ma," jawabnya begitu lirih. "Enggak boleh gitu, Nak. Kasian sama anak kamu di dalam sana, kalau kamu tidak makan, dia juga enggak makan," tutur Rina berusaha tersenyum sambil membujuk sang putri. Walau sebenarnya hatinya sangat hancur melihat Zayla bersedih. "Apa Kak Ansel sudah pulang?" tanya Zayla mengabaikan ucapan sang Mama. "Belum, mungkin sebentar lagi," Rina duduk di sisi ranjang dengan tangan yang memegang piring berisi nasi serta lauk kesukaan Zayla. "Aaaaaaa," lanjutnya me
Happy Reading. 2 tahun kemudian. "Mama Biel mau cucu," teriak bocah berusia 2 tahun setengah sambil merengek manja minta dibuatin susu. Logatnya masih belepotan dan dibuat buat cadel, padahal Gabriel sudah bisa mengucapkan huruf R, hanya saja bocah itu kadang manja dan berbicara seperti itu. "Iya, sayang. tunggu sebentar. Mama lagi ganti popok adik kamu," balas Zayla dari dalam kamar. Yeah, dia sudah punya anak lagi berjenis kelamin perempuan. "Mana biar aku yang ganti pokok si cantik, kamu temui Gabriel sebelum anak itu berulah," Arion mengambil alih pekerjaan sang istri yang belum selesai mengganti popok sang putri. "Makasih, Dear," satu kecupan mendarat sempurna di pipi Arion dari sang istri tercinta. Arion tersenyum lembut kepada bayi mungil nan cantik versi dirinya perempuan. Kedua anaknya mewarisi wajah Arion semua, Zayla hanya mengandung dan melahirkannya tanpa ada satupun anak-anaknya yang mirip dengannya. Gisella Arieta Wesley, nama yang cantik secantik wajah bayi mung
Happy Reading. Randy menatap sang adik yang baru pulang dari cafe depan setelah makan siang bersama dengan Johan. Wajah ibu hamil itu tidak menunjukkan ekspresi apa pun, seolah sudah mati rasa akan cinta. Ah, bukankah Laudya memang tidak pernah jatuh cinta selama ini? Kepada Rafly pun ia tidak merasakannya dan cuma sebatas partner ranjang saja. "Gimana?" cetus Randy bertanya kepada sang adik, ia sangat penasaran proses Johan mendekati adiknya tersebut. "Gimana apanya?" Laudya justru bertanya balik karena tak mengerti dengan maksud dari ucapan sang Kakak. "Acara makan siang tadi," Randy tidak langsung to the point, tangannya meletakkan lap meja yang sedari tadi ia genggam sehabis membersihkan tempat di sana karena sebentar lagi toko kue akan segera tutup. "Lancar," jawab Laudya sekenanya, ia tidak berpikir kalau pertanyaan sang Kakak mengarahkan pada hal lain bukan pada acara makan siang saja. Randy menghela nafas kasar karena sang adik tak kunjung mengerti maksud perkataannya, s
Happy Reading. Kota D. Laudya dan Randy sukses memulai hidup baru hanya berdua di sana. Kehamilan Laudya sudah berusia 3 bulan, dia sangat sehat dan bisa bekerja dari rumah dengan membuka usaha usaha kecil-kecilan, yaitu toko kue aneka rasa. Sisa uang pemberian dari Rafly masih sangat banyak, tetapi tidak Laudya pakai semuanya karena dipersiapkan untuk biaya persalinannya nanti. Sekarang tabungannya mulai menipis setelah membuka toko kue dengan biaya pembelian tanah yang cukup mahal. Meskipun mereka tinggal jauh dari kota besar, tetap saja apa-apa serba mahal. Itupun menghabiskan hampir semua tabungan yang Laudya punya. Sebagian kecil ia sisakan untuk calon anaknya nanti. Laudya memang berbakat di bidang pembuatan kue sesuai dengan kemampuannya selama ini. Sebelumnya dia juga bekerja di pabrik kue pie dan kek, sekarang dia tidak akan kesulitan jika membuka toko kue kecil-kecilan karena sudah berpengalaman di bidang tersebut. Akan tetapi, Laudya sedikit bimbang karena semakin bert
Happy Reading. Waktu berlalu sangat cepat, tak terasa sudah dua bulan dari kematian Juanda. Semua orang sudah kembali pada aktivitasnya masing-masing, begitu juga dengan Zayla yang kembali memasuki kuliah di fakultas yang sama dengan Serly. Kehadirannya di sana disambut hangat oleh teman-temannya di kampus. Mengenai Gabriel sudah ada Ririn yang menjaganya selama Zayla beraktivitas di kampus. "Aku seneng banget bisa menikmati suasana kampus walaupun di kampus yang berbeda. Tapi, di sini aku mendapatkan kenyamanan yang sangat luar biasa yang enggak aku dapatkan di kampus sebelumnya," ucap Zayla sambil menikmati suasana taman di belakang kampus. "Aku ikut bahagia, Zay. Ini adalah impianku dari dulu bisa satu kampus sama kamu," Serly tersenyum senang kepada sahabat sekaligus adik iparnya itu. "Uh, sayang banyak sama Kakak iparku yang cantik ini," pelukan hangat Zayla berikan kepada Serly, mereka berdua sama-sama bahagia akan hal itu. Takdir berpihak kepadanya sehingga tetap menyatukan
Happy Reading. Rula menangis histeris saat mengetahui bahwa Papanya sudah meninggal dalam keadaan mengenaskan. Sungguh hatinya sangat sakit, walaupun ia tahu orang seperti apa sang Papa, tetap saja tidak ada seorang anak yang membenci Papanya sendiri. Roger mendekati sang istri yang duduk di samping makam mertuanya. Padahal dia belum sempat bertatap muka dengan Juanda bahkan di hari pernikahannya sekalipun dia tidak bisa menghubunginya. Roger menyerahkan semuanya ke wali hakim saat melaksanakan acara pernikahan kala itu bersama Rula. "Jangan menangis, kasian anak kita," ucap Roger memperingatkan sang istri akan calon anaknya. "Kamu enggak tahu rasanya kehilangan orang yang paling kamu cintai di dunia ini. Papa adalah cinta pertamaku, bagaimana mungkin aku baik-baik saja setelah kepergiannya, apa kamu waras berkata seperti itu, huh!" akibat terlalu sedih, Rula marah-marah kepada suaminya sendiri dan salah mengartikan ucapan Roger barusan. 'Sabar Roger, hormon ibu hamil memang naik
Happy Reading. Jika kemarin adalah hari bahagia bagi Ansel dan Serly, sekarang adalah hari terbahagia bagi Zayla dan Arion. Sesuai yang telah direncanakan, mereka berdua melangsungkan acara resepsi pernikahan di sebuah hotel bintang 5 milik keluarganya sendiri di tengah-tengah kota. Tamu yang hadir melebihi banyaknya tamu Ansel dan Serly 2 minggu yang lalu, sekarang pengantin baru itu turut andil dalam pernikahan Zayla dan Arion. Bahkan mereka lah yang meng-handle semua persiapan acara tersebut. Semua anggota keluarga mengucapkan selamat kepada sang pengantin baru, yeah anggaplah begitu walaupun mereka sudah lama resmi menjadi pasangan suami istri. Sekarang hanyalah pesta perayaannya yang digelar sangat mewah. "Aku enggak nyangka bisa hidup bersamamu," ucap Arion tak melepaskan genggaman tangannya kepada sang istri. "Aneh ya, Kak. Kita dibesarkan sebagai Kakak dan Adik, eh sekarang malah jadi pasangan suami istri," balas Saya terkekeh kecil. "Andaikan Mama sama Papa masih ada, me
Happy Reading. Laudya menunggu sang Kakak di depan rumah, hatinya begitu resah, ia benar-benar mencemaskan Kakaknya yang pergi entah ke mana. Hingga datang sebuah taksi dan berhenti di dekatnya, ternyata Randy penumpang dari taksi tersebut. "Kakak dari mana, aku cariin dari tadi," ucap Laudya menghampiri sang Kakak, wajahnya terlihat sangat lesu seolah ada beban berat di pundaknya. "Maaf, sudah membuat mu khawatir. Ayo ke dalam ada yang mau Kakak bicarakan," setelah membayar taksi barusan Randy masuk ke dalam rumah diikuti oleh Adiknya. "Mau bicara soal apa, Kak?" tanya Laudya begitu penasaran, tatapannya tak lepas dari wajah sang Kakak yang tak bersemangat. "Besok kita akan pindah ke luar kota, kita mulai semuanya dari nol, kita besarkan anak kamu bersama-sama. Jangan pernah menghubungi pria itu dengan tujuan meminta tanggung jawab, jangan merendahkan harga diri kamu di depan pria brengsek seperti itu. Ada Kakak yang selalu ada buat kamu, asalkan kita sama-sama jujur dalam hal a
Happy Reading. Tanpa sepengetahuan Laudya, Randy mencari alamat rumah pria yang sudah menghamili adiknya. Ia harus meminta pertanggungjawaban kepada pria itu apa pun yang terjadi, Randy tidak mau Laudya hamil tanpa suami. Berbekalkan nomor Rafly yang ia curi dari ponsel adiknya, Randy nekat pergi ke rumah pria itu yang katanya ada di tengah-tengah kota. Randy mendapatkan informasi itu dari sosial media yang ternyata Rafly bukanlah orang sembarangan. Dari semalam Randy menghubungi nomor Rafly tetapi tak ada jawaban dari sana, membuat Randy semakin kalang kabut dibuatnya. Tentu saja Rafly tidak bisa dihubungi, ia sedang patah hati dan mengurung diri di dalam kamarnya sejak semalam. Lebih tepatnya setelah ia menjadi pusat perhatian di pesta pernikahan Serly yang tak sengaja menjatuhkan gelas di dekat pintu ruang acara. Tok! Tok! Tok! "Raf, ada yang cari kamu di bawah, turun yuk," ucap Mayang dari balik pintu kamar, ia paham bagaimana perasaan putranya saat ini, karena itulah ia mema
Happy Reading. Malam yang seharusnya menjadi malam pertama yang indah bagi pengantin baru, tidak dengan Serly dan Sean. Pengantin wanita mengadakan sidang keluarga di ball room hotel setelah para tamu undangan pulang semua. "Jelaskan kenapa bisa seperti ini?" cetus Serly menatap satu persatu wajah orang-orang yang sudah membohonginya. "Pa, Ma, Siapa yang akan menjelaskannya?" cecar Serly menatap kedua orang tuanya, mereka berdua juga tidak tahu harus menjelaskannya dari mana. "Begini saja, Nak. Bagaimana kalau Ansel yang menjelaskannya secara detail sama kamu di kamar," tawar Rina kepada sang menantu, ia juga enggan mengatakan secara langsung bagaimana asal mula rencana itu tersusun. Tatapan Serly menghunus tajam pada sang suami yang duduk di sampingnya, menuntut persetujuan dari suaminya itu. "Baiklah, aku yang akan menceritakan semuanya sama kamu. Kalau begitu ayo kita ke kamar, kasian orang tua kita pasti kelelahan dan ingin beristirahat," kata Ansel menatap sendu, Ia takut is