Happy Reading. Suasana begitu mencekam saat tatapan dingin Arion bertemu dengan tatapan tajam Ansel. Sekedar tatapan saja sudah mengisyaratkan peperangan diantara keduanya. Saat ini mereka ada di sebuah ruang VIP dalam restoran terdekat dari rumah sakit tempat Zayla dirawat. Tak ada yang berani membuka percakapan diantara keduanya. Mereka sama-sama diam dengan pikirannya masing-masing. "Cepat katakan ada perlu apa mengajakku kemari," Arion membuka percakapan terlebih dahulu karena tak tahan ingin segera keluar dari sana dan menemui Zayla di rumah sakit. "Keluarkan Zayla dari kartu keluarga Weasley," ucap Ansel to the point. Ia paling tidak suka berbelit-belit yang hanya akan membuang banyak waktu. Arion tersenyum sinis pada Ansel yang juga menatapnya nyalang. "Atas dasar apa kau memerintah ku untuk melakukan semua itu. Apa hakmu?" dari perkataan Arion sudah jelas kalau pria itu mencibir Ansel karena ia belum tahu tentang kebenaran yang sesungguhnya, jikalau Ansel adalah saudara k
Happy Reading. "Aku sudah ingat semuanya," cetus Zayla menatap datar pada sahabatnya itu. "Tapi aku mohon, rahasiakan ini dari siapapun termasuk keluarga Kak Ansel," pinta Zayla memasang wajah datar. "K-kamu serius, Zay. Kamu beneran ingat semuanya?" tanya Serly sangat terkejut. Bibirnya sampai dibungkam oleh Zayla karena suaranya terlalu nyaring. "Jangan keras-keras, nanti kedengeran sama mama dan papa," ucap Zayla setengah berbisik. Ia sampai menoleh ke kanan dan ke kiri karena takut Rina dan Bagas tiba-tiba muncul di sana. "Maaf, maaf. Aku kaget banget soalnya," Serly terkekeh kecil. Namun di detik berikutnya ia langsung mendekap Zayla dengan sangat erat. "Zay, aku seneng banget akhirnya kamu bisa mengingat semuanya," Serly tak bisa mengungkapkan rasa bahagianya itu, ia hanya bisa menangis haru. "Jangan kenceng-kenceng. Aku enggak bisa nafas. Kamu menekan perutku terlalu kuat," protes Zayla berusaha melepaskan pelukan sahabatnya itu. Panik, itulah yahh Serly rasakan sekarang.
Happy Reading. "Kamu apakan anakku!" Teriak Bagas segera menghampiri sang putri tercinta yang merintih kesakitan. "Sayang, kamu baik-baik saja 'kan?" kepanikan melanda Bagas dan juga Arion yang ada di sana. "Perut aku sakit banget, Pa. Aku seperti mau melahirkan," ucap Zayla terbata. Rasanya sangat sakit seperti di cabik-cabik. "Bagaimana mungkin kamu mau melahirkan sedangkan usia kehamilan kamu masih 6 bulan, Nak," kata Bagas sambil menekan tombol merah di sisi ranjang yang terhubung ke ruangan dokter. "Kamu tenang dulu, Zayla. Rileks, jangan tegang. Ada kakak di sini. Aku mohon tenanglah demi calon anak kita," Arion berusaha menenangkan Zayla agar tak terjadi hal buruk kepada calon anaknya, terutama terhadap Zayla. "Ini semua gara-gara kamu. Kehadiran mu selalu menjadi bencana dan membuat Zayla celaka. Apa kamu belum puas membuat hidupnya hancur, huh!" Geram Bagas menatap tajam pada Arion. Bahkan tangannya mencengkram kerah baju Arion dari saking marahnya. Sampai akhirnya dokt
Happy Reading. Sesuai dengan permintaan Zayla, sekarang wanita itu benar-benar ikut tinggal bersama Arion yang akan ditemani oleh Ansel. Pria itu bersikukuh ingin menjaga Zayla di sana, tidak masalah jika harus berhadapan dengan Arion setiap harinya. "Jangan terlalu banyak gerak yang akan membuatmu kelelahan. Enggak baik buat kesehatan kamu dan juga calon bayi kamu," ucap Ansel sambil mengusap perut buncit Zayla. penuh kasih sayang. "Iya, Kak. Ada kalian yang akan menjaga aku di sini. Jadi aku enggak perlu takut untuk kelelahan 'kan?" Zayla tersenyum lembut kepada dua pria yang ada di dekatnya. "Tentu saja," jawab Ansel dan Arion secara bersamaan. Mereka sama-sama menyayangi Zayla lebih dari dirinya sendiri. Sedangkan Arion mencintai Zayla layaknya seorang kekasih, bukan seperti kakak dan adik pada umumnya. "Kamarku di sebelah mana?" Zayla mengalihkan topik pembicaraan karena ingin segera beristirahat. Sejak ia hamil, tubuhnya cepat merasa lelah, dan lebih sering rebahan di atas
Happy Reading. "Kurang ajar! Berani sekali kalian masuk ke ruangan ku!" Teriak Juanda kepada Zack dan Rega yang tiba-tiba saja menerobos masuk ke dalam ruang kerjanya. Tanpa basa-basi, Rega mengunci tubuh Juanda hingga pria itu tak bisa bergerak sedikitpun. Pria baya itu diikat di kursi kerjanya agar tak membuat ulah selagi Zack mengutarakan maksud dan tujuannya ke sana. "Tuan Juanda Erlangga!" Zack menepuk puncak pria itu sambil mengitarinya dan menatap tajam kepadanya. Sikap Zack yang seperti itu tidak jauh berbeda dengan Arion ketika sedang marah. "Anda sangat berani sekali mencuri saham milik orang lain. Kau pikir, keluarga Wesley akan diam saja setelah membiarkan mu cukup lama menikmati kekayaannya," Zack berkata sambil duduk di hadapan Juanda yang telah disiapkan kursi oleh Rega. "Apa maksudmu, sialan! Jangan bersikap sok pahlawan. Bukankah bos mu sudah gila, jadi dia tidak bisa menjadi pemimpin di perusahaan ini lagi. Semua dewan pun tak sudi mempunyai pemimpin gila seperti
Happy Reading. Hari ini Arion menemani Zayla untuk periksa kandungan. Ia tak sabar ingin melihat sang buah hati dari layar monitor saat USG. Arion benar-benar menjaga Zayla layaknya permata. Tak sedikitpun ia membiarkan Zayla terluka atau bahkan kelelahan. Sejauh ini perkembangan Zayla lumayan baik, ingatannya sedikit demi sedikit sudah mulai kembali. Tentu saja semua itu sesuai dengan apa yang sudah Zayla rencanakan sejak awal. Zayla menatap Arion yang sedang melakukan pendaftaran untuk pemeriksaan itu. Mereka memang sengaja tidak membuat janji dengan dokter kandungan karena Zayla mendadak mengajak Arion ke rumah sakit. "Maaf ya, sudah buat kamu menunggu lama," ucap Arion setelah kembali dari tempat pendaftaran. "Enggak apa-apa, Kak. Makasih juga sudah mau nemenin aku buat periksa kandungan," kata Zayla sangat tulus. "Itu sudah tanggung jawab ku sebagai ayah biologis dari anak kita," Arion mencium tangan Zayla dengan sangat lembut. Ia mencurahkan segenap cintanya kepada wanita
Happy Reading. Arion memegangi tangan dan pinggang Zayla selama turun dari mobil dan memasuki rumah. Ia benar-benar menjaga Zayla layaknya permata, tak ingin calon ibu dari anaknya terluka sedikitpun. "Ingat kata Dokter tadi ya, pokoknya kalau mau apa-apa tinggal bilang aja sama Kakak, oke," ucap Arion tak melepaskan pegangan tangannya sedikitpun. "Iya, Kak," jawab Zayla tersenyum senang. Ia tak menyangka jika pria yang sudah menghacurkan masa depan dan mentalnya bisa bersikap selembut itu. "Kayaknya aku pengen rujak buah deh, Kak," tiba-tiba saja Zayla ngidam rujak buah yang sangat pedas. "Kakak akan belikan, kamu tunggu saja di dalam kamar," itulah yang Arion inginkan. Direpotkan oleh keinginan calon anak mereka adalah impiannya sejak lama. Setibanya di ruang tengah, Zayla terkejut akan kehadiran Mama dan Papanya. Ah, jangan lupakan Serly yang juga ada di sana. "Zayla, kamu dari mana saja, Mama nungguin kamu dari tadi," seru Rina saat melihat putri tercinta dipapah oleh Arion.
Happy Reading. Perasaan Zayla tidak tenang saat setelah kepergian Arion dari rumahnya. Sungguh ia tak bisa tidur karena terus kepikiran dengan kakak angkatnya tersebut. "Kenapa perasaan ku enggak enak ya? Aku takut terjadi sesuatu sama Kak Ion." Gumam Zayla bertanya-tanya. Baru kali ini ia merasakan hal seperti itu. Zayla meraih ponselnya yang ada di atas nakas. Ia mencoba untuk menghubungi sang Kakak. Berhubung sekarang di kota A sudah jam 12 malam, itu artinya di kota J sudah jam 1 siang. Semoga saja pesan yang dikirimkan oleh Zayla segera dibalas oleh Arion. "Yah, aku lupa. Mana mungkin Kak Ion sampai di kota J, sedangkan perjalanan ke sana bisa menghabiskan waktu 20 jam. Tapi enggak apa-apa deh aku kirim pesan duluan, nanti juga pasti dibalas setelah sampai di Bandara." Monolog Zayla sambil mengetik pesan kepada Arion. Setelahnya Zayla meletakkan kembali ponselnya itu, berharap besok pagi sudah ada balasan dari Arion. Dengan memaksakan diri untuk segera tidur, Zayla menutup ma
Happy Reading. 2 tahun kemudian. "Mama Biel mau cucu," teriak bocah berusia 2 tahun setengah sambil merengek manja minta dibuatin susu. Logatnya masih belepotan dan dibuat buat cadel, padahal Gabriel sudah bisa mengucapkan huruf R, hanya saja bocah itu kadang manja dan berbicara seperti itu. "Iya, sayang. tunggu sebentar. Mama lagi ganti popok adik kamu," balas Zayla dari dalam kamar. Yeah, dia sudah punya anak lagi berjenis kelamin perempuan. "Mana biar aku yang ganti pokok si cantik, kamu temui Gabriel sebelum anak itu berulah," Arion mengambil alih pekerjaan sang istri yang belum selesai mengganti popok sang putri. "Makasih, Dear," satu kecupan mendarat sempurna di pipi Arion dari sang istri tercinta. Arion tersenyum lembut kepada bayi mungil nan cantik versi dirinya perempuan. Kedua anaknya mewarisi wajah Arion semua, Zayla hanya mengandung dan melahirkannya tanpa ada satupun anak-anaknya yang mirip dengannya. Gisella Arieta Wesley, nama yang cantik secantik wajah bayi mung
Happy Reading. Randy menatap sang adik yang baru pulang dari cafe depan setelah makan siang bersama dengan Johan. Wajah ibu hamil itu tidak menunjukkan ekspresi apa pun, seolah sudah mati rasa akan cinta. Ah, bukankah Laudya memang tidak pernah jatuh cinta selama ini? Kepada Rafly pun ia tidak merasakannya dan cuma sebatas partner ranjang saja. "Gimana?" cetus Randy bertanya kepada sang adik, ia sangat penasaran proses Johan mendekati adiknya tersebut. "Gimana apanya?" Laudya justru bertanya balik karena tak mengerti dengan maksud dari ucapan sang Kakak. "Acara makan siang tadi," Randy tidak langsung to the point, tangannya meletakkan lap meja yang sedari tadi ia genggam sehabis membersihkan tempat di sana karena sebentar lagi toko kue akan segera tutup. "Lancar," jawab Laudya sekenanya, ia tidak berpikir kalau pertanyaan sang Kakak mengarahkan pada hal lain bukan pada acara makan siang saja. Randy menghela nafas kasar karena sang adik tak kunjung mengerti maksud perkataannya, s
Happy Reading. Kota D. Laudya dan Randy sukses memulai hidup baru hanya berdua di sana. Kehamilan Laudya sudah berusia 3 bulan, dia sangat sehat dan bisa bekerja dari rumah dengan membuka usaha usaha kecil-kecilan, yaitu toko kue aneka rasa. Sisa uang pemberian dari Rafly masih sangat banyak, tetapi tidak Laudya pakai semuanya karena dipersiapkan untuk biaya persalinannya nanti. Sekarang tabungannya mulai menipis setelah membuka toko kue dengan biaya pembelian tanah yang cukup mahal. Meskipun mereka tinggal jauh dari kota besar, tetap saja apa-apa serba mahal. Itupun menghabiskan hampir semua tabungan yang Laudya punya. Sebagian kecil ia sisakan untuk calon anaknya nanti. Laudya memang berbakat di bidang pembuatan kue sesuai dengan kemampuannya selama ini. Sebelumnya dia juga bekerja di pabrik kue pie dan kek, sekarang dia tidak akan kesulitan jika membuka toko kue kecil-kecilan karena sudah berpengalaman di bidang tersebut. Akan tetapi, Laudya sedikit bimbang karena semakin bert
Happy Reading. Waktu berlalu sangat cepat, tak terasa sudah dua bulan dari kematian Juanda. Semua orang sudah kembali pada aktivitasnya masing-masing, begitu juga dengan Zayla yang kembali memasuki kuliah di fakultas yang sama dengan Serly. Kehadirannya di sana disambut hangat oleh teman-temannya di kampus. Mengenai Gabriel sudah ada Ririn yang menjaganya selama Zayla beraktivitas di kampus. "Aku seneng banget bisa menikmati suasana kampus walaupun di kampus yang berbeda. Tapi, di sini aku mendapatkan kenyamanan yang sangat luar biasa yang enggak aku dapatkan di kampus sebelumnya," ucap Zayla sambil menikmati suasana taman di belakang kampus. "Aku ikut bahagia, Zay. Ini adalah impianku dari dulu bisa satu kampus sama kamu," Serly tersenyum senang kepada sahabat sekaligus adik iparnya itu. "Uh, sayang banyak sama Kakak iparku yang cantik ini," pelukan hangat Zayla berikan kepada Serly, mereka berdua sama-sama bahagia akan hal itu. Takdir berpihak kepadanya sehingga tetap menyatukan
Happy Reading. Rula menangis histeris saat mengetahui bahwa Papanya sudah meninggal dalam keadaan mengenaskan. Sungguh hatinya sangat sakit, walaupun ia tahu orang seperti apa sang Papa, tetap saja tidak ada seorang anak yang membenci Papanya sendiri. Roger mendekati sang istri yang duduk di samping makam mertuanya. Padahal dia belum sempat bertatap muka dengan Juanda bahkan di hari pernikahannya sekalipun dia tidak bisa menghubunginya. Roger menyerahkan semuanya ke wali hakim saat melaksanakan acara pernikahan kala itu bersama Rula. "Jangan menangis, kasian anak kita," ucap Roger memperingatkan sang istri akan calon anaknya. "Kamu enggak tahu rasanya kehilangan orang yang paling kamu cintai di dunia ini. Papa adalah cinta pertamaku, bagaimana mungkin aku baik-baik saja setelah kepergiannya, apa kamu waras berkata seperti itu, huh!" akibat terlalu sedih, Rula marah-marah kepada suaminya sendiri dan salah mengartikan ucapan Roger barusan. 'Sabar Roger, hormon ibu hamil memang naik
Happy Reading. Jika kemarin adalah hari bahagia bagi Ansel dan Serly, sekarang adalah hari terbahagia bagi Zayla dan Arion. Sesuai yang telah direncanakan, mereka berdua melangsungkan acara resepsi pernikahan di sebuah hotel bintang 5 milik keluarganya sendiri di tengah-tengah kota. Tamu yang hadir melebihi banyaknya tamu Ansel dan Serly 2 minggu yang lalu, sekarang pengantin baru itu turut andil dalam pernikahan Zayla dan Arion. Bahkan mereka lah yang meng-handle semua persiapan acara tersebut. Semua anggota keluarga mengucapkan selamat kepada sang pengantin baru, yeah anggaplah begitu walaupun mereka sudah lama resmi menjadi pasangan suami istri. Sekarang hanyalah pesta perayaannya yang digelar sangat mewah. "Aku enggak nyangka bisa hidup bersamamu," ucap Arion tak melepaskan genggaman tangannya kepada sang istri. "Aneh ya, Kak. Kita dibesarkan sebagai Kakak dan Adik, eh sekarang malah jadi pasangan suami istri," balas Saya terkekeh kecil. "Andaikan Mama sama Papa masih ada, me
Happy Reading. Laudya menunggu sang Kakak di depan rumah, hatinya begitu resah, ia benar-benar mencemaskan Kakaknya yang pergi entah ke mana. Hingga datang sebuah taksi dan berhenti di dekatnya, ternyata Randy penumpang dari taksi tersebut. "Kakak dari mana, aku cariin dari tadi," ucap Laudya menghampiri sang Kakak, wajahnya terlihat sangat lesu seolah ada beban berat di pundaknya. "Maaf, sudah membuat mu khawatir. Ayo ke dalam ada yang mau Kakak bicarakan," setelah membayar taksi barusan Randy masuk ke dalam rumah diikuti oleh Adiknya. "Mau bicara soal apa, Kak?" tanya Laudya begitu penasaran, tatapannya tak lepas dari wajah sang Kakak yang tak bersemangat. "Besok kita akan pindah ke luar kota, kita mulai semuanya dari nol, kita besarkan anak kamu bersama-sama. Jangan pernah menghubungi pria itu dengan tujuan meminta tanggung jawab, jangan merendahkan harga diri kamu di depan pria brengsek seperti itu. Ada Kakak yang selalu ada buat kamu, asalkan kita sama-sama jujur dalam hal a
Happy Reading. Tanpa sepengetahuan Laudya, Randy mencari alamat rumah pria yang sudah menghamili adiknya. Ia harus meminta pertanggungjawaban kepada pria itu apa pun yang terjadi, Randy tidak mau Laudya hamil tanpa suami. Berbekalkan nomor Rafly yang ia curi dari ponsel adiknya, Randy nekat pergi ke rumah pria itu yang katanya ada di tengah-tengah kota. Randy mendapatkan informasi itu dari sosial media yang ternyata Rafly bukanlah orang sembarangan. Dari semalam Randy menghubungi nomor Rafly tetapi tak ada jawaban dari sana, membuat Randy semakin kalang kabut dibuatnya. Tentu saja Rafly tidak bisa dihubungi, ia sedang patah hati dan mengurung diri di dalam kamarnya sejak semalam. Lebih tepatnya setelah ia menjadi pusat perhatian di pesta pernikahan Serly yang tak sengaja menjatuhkan gelas di dekat pintu ruang acara. Tok! Tok! Tok! "Raf, ada yang cari kamu di bawah, turun yuk," ucap Mayang dari balik pintu kamar, ia paham bagaimana perasaan putranya saat ini, karena itulah ia mema
Happy Reading. Malam yang seharusnya menjadi malam pertama yang indah bagi pengantin baru, tidak dengan Serly dan Sean. Pengantin wanita mengadakan sidang keluarga di ball room hotel setelah para tamu undangan pulang semua. "Jelaskan kenapa bisa seperti ini?" cetus Serly menatap satu persatu wajah orang-orang yang sudah membohonginya. "Pa, Ma, Siapa yang akan menjelaskannya?" cecar Serly menatap kedua orang tuanya, mereka berdua juga tidak tahu harus menjelaskannya dari mana. "Begini saja, Nak. Bagaimana kalau Ansel yang menjelaskannya secara detail sama kamu di kamar," tawar Rina kepada sang menantu, ia juga enggan mengatakan secara langsung bagaimana asal mula rencana itu tersusun. Tatapan Serly menghunus tajam pada sang suami yang duduk di sampingnya, menuntut persetujuan dari suaminya itu. "Baiklah, aku yang akan menceritakan semuanya sama kamu. Kalau begitu ayo kita ke kamar, kasian orang tua kita pasti kelelahan dan ingin beristirahat," kata Ansel menatap sendu, Ia takut is