Sebagai saudara kembar Kayla tentu Prita merasa tidak terima karena harta warisan saudaranya jatuh ke tangan orang lain. Apa lagi orang tersebut tidak memiliki hubungan darah. Jelas Prita mencak-mencak. Prita bukan satu-satunya keluarga Kayla. Melainkan Kayla memiliki tiga orang keponakan, tapi di antara tiga orang anak Prita hanya Akarsana yang mendapatkan warisan. Itu pun cuma sepuluh persen. Sementara Pelangi yang tidak memiliki hubungan apa-apa dengan wanita itu malah mendapatkan delapan puluh persen dari keseluruhan harta Kayla. Bahkan perusahaan yang kini dipimpin oleh Akarsana telah menjadi milik Pelangi. Prita mendengus marah. Kesal sekali rasanya mengingat fakta itu. Entah apa yang ada di pikiran Kayla ketika menuliskan surat wasiatnya kepada Pak Andy. Pak Andy pula, kenapa tidak diingatkan klien-nya? Seharusnya sebagai pengacara, Pak Andy juga menjadi penasihat. Prita merasa keduanya benar-benar menyebalkan. Sementara itu Renjana duduk melamun di tepi ranjang bersama sang
Akarsana sempat mematung untuk beberapa saat kemudian. Ia tidak mengira ibunya akan meminta pertolongan semacam ini. Akarsana sama sekali tidak berpikir ibunya bertindak sejauh ini. Menikahi perempuan asing itu? Yang benar saja, Akarsana tidak mungkin menikahi perempuan yang tidak ia cintai. Bagaimana bisa Akarsana mencintai Pelangi yang baru ia temui sekali? Akarsana masih mencintai Naomi. Berharap perempuan itu kembali suatu hari nanti. Prita dan Renjana saling melirik satu sama lain. Renjana mulai kesal, karena sang Kakak tidak kunjung memberikan respons. Akarsana cukup jawab saja mau atau tidak, kenapa kakaknya itu malah menghabiskan waktu mereka dengan melamun seperti orang bodoh. Di luar kamar Akarsana, Sofia berharap Akarsana tidak mengiyakan permintaan Ibu mereka. Menurut Sofia, cara yang dilakukan Prita sudah sangat keterlaluan. Demi sebuah warisan, Prita melakukan berbagai cara termasuk menipu perempuan polos seperti Pelangi. Sofia meremas kelima jarinya. Sofia menjadi s
Ardian makan malam bersama keluarga Pelangi. Hadyan sangat senang jika Ardian sering datang ke rumahnya, karena Ardian datang tidak pernah dengan tangan kosong. Lelaki itu akan selalu membawakan Hadyan banyak makanan enak. Danurdara tidak kalah senang seperti Hadyan. Ia merasakan suasana di meja makan menjadi lebih hangat karena keberadaan Ardian. Mereka makan malam sembari mengobrol ringan. Entah menanyakan kesibukan Ardian selama bekerja di rumah sakit atau yang paling sering menggoda Hadyan yang banyak makan. "Tidak apa-apa Hadyan. Kamu banyak makan supaya tambah besar," ujar Ardian sambil mengusap rambut hitam Hadyan. Hadyan mengunyah makanannya dengan lahap. "Tapi kata Kak Diana, aku makan dengan rakus!" Seketika suasana meja makan menjadi berubah lebih hening. Semua orang di meja makan menatap ke arah Diana yang sejak tadi diam dan cemberut saja. Jujur saja Danurdara tidak menyukai sikap Diana yang satu ini. Di saat orang lain menikmati makan malam sembari mengobrol, Diana
Pak Andy dan Pelangi sama-sama terdiam, apa yang dikatakan Pelangi membuat Pak Andy juga sedikit merasa bingung. Bukankah seharusnya Pelangi senang menerima harta warisan dari Kayla? Tapi sekarang Pelangi malah ingin mengembalikan harta warisan itu. Pelangi sesekali melirik ke arah Pak Andy yang terdiam, melihatnya berjalan menjauhi Pelangi, lalu kembali membawa sebuah kotak beludru berwarna hitam. "Pelangi," panggil Pak Andy. Pelangi mendongakkan kepalanya, ditatapnya Pak Andy dengan tatapan bingung. "Ya, Pak?" "Saya tahu kamu bingung sekarang, tapi gunakanlah kartu atm ini untuk membeli sesuatu yang kamu butuhkan atau jika kamu membutuhkan uang, kamu bisa memakainya." Pelangi awalnya terdiam, ia jelas semakin bingung dengan apa yang Pak Andy lakukan. "Tenang saja ini milik Bu Kayla, Pelangi. Maksud saya selama kamu bingung, kamu bisa menggunakan kartu ini terlebih dahulu," lanjut Pak Andy menjelaskan. "Baiklah, Pak. Saya menerima kartu atm ini." Pelangi menerimanya dan Pak
Tidak pernah Pelangi sangka, Akarsana akan menghubunginya lebih dulu. Walau sekadar mengucapkan rasa terima kasihnya, Pelangi sudah cukup senang. Pesan yang Akarsana kirim berbunyi, "Terima kasih sudah menjadi pendonorku, ya? Aku harap suatu hari kita bisa bertemu walau cuma sekali saja." Senyum di bibir Pelangi mengembang seketika. Ia memeluk ponselnya seolah itu adalah Akarsana. Jangan ditanya seberapa senang Pelangi membaca pesan yang ditulis oleh Akarsana sendiri. Tidak pernah ia bayangkan sebelumnya akan ada interkasi di antara mereka berdua walau cuma lewat online saja. Namun, senyum Pelangi tidak bertahan lama, karena setelahnya senyum Pelangi perlahan memudar ketika teringat sikap Akarsana kepadanya beberapa hari yang lalu ketika ia berada di rumah mendiang Kayla saat Pak Andy membacakan surat wasiat Kayla. Akarsana tampak dingin, sama sekali tidak bersahabat, padahal Pelangi berharap lelaki itu bersikap sedikit baik padanya. Andai saja Akarsana tahu orang mendonorkan hati
Di perjalanan ke rumah Kayla, perasaan Pelangi benar-benar kacau. Ia bahkan begitu takut dengan apa yang akan terjadi nanti. Pelangi tentu saja tahu apa yang akan terjadi, jika ia di sana, ia sangsi jika semuanya akan baik-baik saja.Sesampainya di depan rumah Kayla, seperti biasa Pelangi begitu ragu untuk masuk ke dalam. Ia beberapa kali untuk kembali saja ke rumah, tapi hati kecilnya mengatakan, jika Pelangi harus masuk ke dalam. Tentu saja dengan hati-hati Pelangi langsung masuk ke dalam rumah Kayla dengan raut wajah kaku. Bagaimana jika ia bertemu dengan Akarsana nanti?Tidak, itu bukan yang harus Pelangi pikirkan sekarang yang harus ia pikirkan sekarang adalah bagaimana ia harus bertindak ketika orang-orang menatapnya dengan tatapan tidak menyenangkan.Setibanya di dalam rumah, Pelangi bertemu dengan Prita yang sedang menyiapkan makanan. Prita menaruh berbagai macam masakan ke atas meja membuat Pelangi semakin takut untuk masuk."Pelangi? Kamu sudah datang?" tanya Prita dengan ra
Matahari siang menyinari wajah Sofia dengan lembut saat ia melangkah keluar rumah. Pandangannya tertuju pada dua sosok yang sedang berjalan pelan di sepanjang teras depan rumah. Pelangi dan Akarsana, kakaknya, berjalan beriringan namun menjaga jarak.Sofia mengerutkan keningnya. Dengan langkah cepat, Sofia menghampiri mereka. Kehadirannya membuat keduanya terkejut. Akarsana terlonjak kecil, matanya membulat. "Sofia!" seru Akarsana.Sofia menarik tangan Akarsana dan berjalan agak menjauh dari Pelangi. "Kakak, jangan menyakiti perasaan Pelangi.""Sofia, aku tidak melakukan itu. Kamu pikir aku sejahat itu. Aku memang tidak menyukai keberadaan Pelangi di sini," jawabnya dengan suara pelan."Baiklah." Sofia merasa lega. "Aku harap kamu tidak perlu menuruti keinginan Mama."Sofia kemudian pergi. Akarsana berjalan mendekati Pelangi dan mengajaknya duduk di kursi di teras depan. Akarsana menatap Pelangi membuat jantung gadis itu berdebar sangat cepat. Ini pertama kalinya Pelangi bisa sedek
Renjana dengan tatapan tidak percayanya menatap ke arah Diana. Apa yang dikatakan Diana jelas membuat Renjana kalang kabut. "Apa? Kamu hamil?" tanya Renjana.Diana terdiam ketika melihat ekspresi tidak percaya Renjana pada dirinya. Apa lelaki itu tidak mau bertanggung jawab dengan apa yang sudah ia lakukan? "Aku akan memberikan buktinya jika kamu tidak percaya, Renjana. Aku tidak main-main tentang hal penting seperti ini," jawab Diana kesal luar biasa dengan sikap Renjana."Jangan-jangan kamu bermain dengan lelaki lain dan malah meminta pertanggung jawaban dariku?" Tuduhan tanpa bukti Renjana membuat Diana begitu kesal. Ia bahkan berharap jika Renjana akan menerimanya dengan mudah, tapi apa yang Diana dapatkan?Tentu saja yang Diana dapatkan hanya tatapan tidak percaya Renjana dan tuduhan tidak mendasar yang lelaki itu jadikan alasan. Diana tidak habis pikir, kenapa Renjana begitu jahat padanya? Bahkan Diana sudah selalu berusaha untuk membuat Renjana bahagia."Apa kamu masih tidak
Sofia ikut berduka atas kehilangan yang Diana alami. Sebagai saudara Renjana, Sofia ikut merasakan rasa bersalah. Mungkin, ia akan membawa perasaan ini sampai selamanya. Di dalam kepalanya secara otomatis akan terus mengingat kejadian pagi ini di rumah. Akarsana semula menundukan kepalanya, lantas mendongak seiring mendengar suara tangis dan jeritan Diana di dalam ruang perawatannya. Akarsana meraup wajahnya dengan kasar. Tidak dia sangka kalau Renjana akan melakukan hal sefatal ini. Akarsana tidak tahu menahu awalnya. Andai saja Diana tidak datang ke rumah, mungkin Akarsana dan Sofia tetap tidak akan mengetahuinya. Lelaki itu merasakan kursi di sebelahnya bergerak, ternyata Sofia beranjak dari kursi hendak mendekat ke pintu ruangan Diana. Akarsana menahan lengan Sofia, kemudian menggelengkan kepalanya. "Biarkan Pelangi saja yang menenangkan Diana," tutur Akarsana lembut. "Jika Diana melihat kamu, maka secara otomatis Diana akan bertambah sedih." Gadis itu duduk kembali ke kursin
Ketika Pelangi tiba di rumah Akarsana, perempuan itu tidak menemukan siapa-siapa di pos satpam. Biasanya akan ada Pak Udin yang menyapa, dan menyambut kedatangannya dengan ramah, tapi Pelangi tidak menemukan lelaki setengah baya itu di dalam posnya. Pelangi mendengar suara ribut-ribut dari luar. Dia mengenali suara itu sebagai suara Diana—sang adik. Pelangi tidak buang-buang waktu. Dengan cepat Pelangi berlari menuju ke dalam, berusaha menghentikan kekacauan yang dibuat oleh Diana hari ini. Sementara di dalam rumah Maheswara, Diana berusaha menyerang Renjana, tapi dihalangi oleh Prita yang berdiri di tengah-tengah Diana dan Renjana. Diana mencak-mencak, karena Renjana tidak berusaha menjelaskan kepada keluarganya. Sama halnya dengan Renjana, Prita pun bungkam saat ditanya kebenaran dari kata-kata Diana. Prita hanya menjelaskan kalau Diana adalah adiknya Pelangi. Cuma itu saja. "Tante jangan diam saja! Cepat jelaskan kepada mereka di sini kalau Renjana bersalah! Dan yang aku kataka
Sungguh, Akarsana tidak dapat mengatakan apa-apa. Tentu saja Akarsana terkejut, begitu pun dengan Sofia yang sedari tadi hanya mendengarkan saja. Napas Diana memburu. Kedatangannya kemari tentu ingin menuntut pertanggungjawaban dari Renjana. Padahal dia sudah datang kemari bersama Pelangi, tapi Renjana terus menghindar dan menghindar. Diana tidak meminta apa-apa dari Renjana—selain untuk menikahinya, tapi Diana seolah mengemis belas kasih lelaki itu. Bayi di dalam perutnya bukan bayi siapa-siapa kecuali milik Renjana. Diana tidak pernah melakukan hubungan semacam itu dengan lelaki selain Renjana! Jadi Diana dengan lantang mengatakan kalau bayi itu adalah anak Renjana! "Ma ... ini benar? Renjana, cepat jawab!" bentak Akarsana pada adik lelakinya. Renjana hanya diam mematung seperti orang bodoh. Walau dibentak Akarsana, dimaki dan ditekan oleh Diana, Renjana tidak berniat memberikan jawaban yang Akarsana mau. "Aku tidak mau tahu. Kamu harus tanggung jawab, atau kalau tidak, aku aka
Pelangi terpaku, matanya membulat, jantungnya berdebar tak karuan. Kata-kata Akarsana barusan menggantung di udara, menggema di telinganya seperti melodi yang tak pernah ia bayangkan akan didengarnya. "A-apa?" Pelangi terbata, suaranya nyaris tak terdengar. Ia menggelengkan kepala perlahan, mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia tidak salah dengar. "A-apa kau bilang tadi?" Akarsana tersenyum lembut, tatapannya terkunci pada mata Pelangi yang berkaca-kaca. "Aku bilang, aku mencintaimu, Pelangi." Pelangi merasakan aliran hangat menjalar di seluruh tubuhnya dan merasakan kebahagian yang meluap-luap di hatinya. Ini seperti mimpi. Akarsana, pria yang selama ini ia kagumi diam-diam, pria yang selalu membuatnya tersipu malu setiap kali bertemu, kini berdiri di hadapannya, menyatakan cinta yang selama ini hanya ia pendam dalam hati. "Aku... aku tidak salah dengar, kan?" Pelangi masih berusaha meyakinkan dirinya. Akarsana terkekeh pelan, "Tidak, Pelangi. Kau tidak salah dengar. Aku sungguh-su
Kedatangan Akarsana secara tiba-tiba di depan rumah susunnya, telah merampas kesadaran Pelangi untuk beberapa saat. Ia tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan lidahnya terasa kelu saat. Akarsana tersenyum hangat kepadanya, wajahnya sangat ramah, membuat jantung Pelangi berdebaran dengan kencang. Pelangi sedang tidak bermimpi, kan? Pelangi hampir saja menampar pipinya sendiri guna menyadarkan dirinya. "Ah! Tidak apa-apa. Kamu tidak menggangguku, kok. Aku juga tidak sedang sibuk, tapi, dari mana kamu tahu alamat rumahku, Akarsana?" tanya Pelangi penasaran. "Oh, ya. Terima kasih untuk bunganya." Sebuket bunga yang dibawa Akarsana kini telah berpindah ke dalam pelukan Pelangi. Perempuan itu tidak bisa menyembunyikan betapa bahagia dirinya. "Apa aku boleh masuk?" Akarsana tidak menjawab pertanyaan Pelangi, lelaki itu malah meminta diajak masuk ke dalam rumah Pelangi. "Oh, tentu." Pelangi berjalan ke pinggir. "Masuklah, Akarsana!" ajak Pelangi menunjuk ke sofa yang ada di ruang tamu. "Teri
Renjana, anak itu benar-benar menambah beban pikiran bagi Prita. Belum selesai masalah warisan yang direbut oleh Pelangi, kini muncul masalah baru lagi atas ulah salah satu anak lelakinya. Berbeda dengan Akarsana yang lemah lembut, tidak banyak tingkah, Renjana justru tidak bosan membuat Prita pusing kepala! Sepeninggal Pelangi dan Diana keluar dari rumahnya, Prita berteriak sembari melangkah menuju ke lantai atas. Prita dibuat marah oleh Renjana, karena Renjana Prita harus pura-pura berada di kubu Pelangi. Andai saja Prita tidak berniat merebut kembali warisan Kayla yang kini telah berpindah tangan kepada Pelangi, Prita tidak akan sudi memperlakukan Pelangi dengan baik! Prita tidak menyukai perempuan miskin itu. "Renjana!" Prita mempercepat langkah menuju kamar lelaki itu. Sesampainya di depan pintu, wanita setengah baya tersebut menggebrak-gebrak pintu dengan mengerahkan seluruh tenaganya. "Mama tahu kamu di dalam, Renjana! Sekarang, buka pintunya! Mama butuh penjelasan kamu,
Perempuan mana yang mau bertahan dengan suami yang sudah selingkuh di belakang istri selama ini? Tidak ada. Begitu pun dengan Naomi. Sampai mati pun, Naomi tidak akan mau bertahan dengan lelaki itu. Lebih baik Naomi pergi, dan kembali ke Indonesia saja. Naomi menyiapkan koper besar, diletakkannya benda itu ke atas ranjang. Satu per satu baju dari lemarinya ia masukan ke dalam kopernya. Perempuan itu berniat kabur dari suaminya setelah lelaki itu ketahuan selingkuh darinya. Naomi tidak tahan lagi, ia sudah cukup frustrasi atas keadaan yang ia alami sekarang. Sambil menangis, perempuan itu menata baju dan beberapa pakaiannya ke dalam koper. Sekarang ini tujuan utama Naomi adalah kembali ke tempat ia lahir dan dibesarkan. Di sini Naomi tidak sebahagia yang orang kira. "Aku sudah tidak sanggup lagi hidup dengan lelaki berengsek itu!" Naomi membanting tutup kopernya dengan keras. Dengan gerakkan kasar, perempuan itu menarik resleting kopernya, kemudian duduk sembari menghela napas pan
"Kak Pelangi, tunggu." Diana menahan lengan sang Kakak. Kini, kedua perempuan itu telah berada di rumah Maheswara. Diana menatap rumah di depannya dengan seksama. "Kakak yakin ini rumahnya Renjana?" tanya Diana menatap Pelangi tak percaya, karena ia sering ke rumah ini untuk menjemput dan mengantarkan pakaian kotor.Pelangi mengangguk. Ia menurunkan tangan Diana yang memegangi lengannya. "Sudah, Diana. Jangan banyak membuang waktu!" Tidak biasanya Pelangi menjadi sangat marah. Biasanya perempuan itu hanya akan diam dan tidak banyak melakukan apa-apa, tapi kali ini ia tidak memilih diam. Adik perempuan satu-satunya dihamili seorang lelaki dan faktanya, lelaki itu adalah Renjana, salah satu anggota keluarga Maheswara yang beberapa kali ia temui di rumah itu. Langkah Diana ragu. Dalam kepala Diana, ia takut—mereka akan diusir oleh satpam di rumah itu, karena menerobos masuk ke dalam begitu saja. "Non Pelangi," sapa Pak Udin dari dalam pos satpam yang berada di dekat gerbang rumah.
"Kak, Kenapa? Kak Pelangi kenal dengan Renjana?" tanya Diana heran. Pelangi tidak percaya. Namun yang ia lihat memang kenyataan. Sesuai dengan dugaan Pelangi, Renjana pacar Diana adalah adiknya Akarsana. Anak kedua dari Prita. Tidak pernah Pelangi sangka akan terjadi hal seperti ini. "Kak," tegur Diana semakin bingung. Pelangi bisa merasakan dorongan pada bahunya oleh Diana. Sesaat, Pelangi kehilangan kesadarannya. Pelangi berusaha mengatur napas dan memberitahu pada Diana, siapa Renjana sebenarnya. "Kak, jawab aku!" seru Diana mulai tidak sabaran. "Aku kenal dengan Renjana, bahkan aku tahu di mana rumah lelaki itu," gumam Pelangi. "Apa?" desis Diana tidak percaya. Bagaimana Pelangi bisa tahu tentang Renjana? Bahkan tahu alamat rumah Renjana. Apa yang membuat Pelangi begitu yakin kenal dengan lelaki itu? "Tidak mungkin," gumam Diana menolak untuk percaya. Hati kecil Diana seolah tidak terima sang Kakak mengenali Renjana. Diana lebih mengenali Renjana selama ini, tap