Home / Romansa / Penjara Hati Bos Arogan / BAB 4, Kabar Buruk

Share

BAB 4, Kabar Buruk

Author: Wijaya Kusuma
last update Last Updated: 2024-03-15 12:33:46

Alya merasa lemas seketika, saat harus menyadari panggilan untuk datang ke sekolah Safa, adiknya. 

Selain tak bisa mengabaikan masalah biaya yang harus ia dapatkan untuk pengobatan ibunya. Alya juga tidak bisa membiarkan Safa mengalami kesulitan di ujung kelulusan yang sudah di depan mata.

Ternyata seperti ini rasanya sekolah di swasta. Semua harus serba dengan uang. Bahkan, saat harus mengikuti ujian akhir pun. Uang masih harus menjadi prioritas yang harus diselesaikan. 

“Ada apa lagi?” Tanya Mbak Vira pada Alya. 

Alya menoleh pada sang teman, menghela nafas beratnya, sebelum akhirnya membuangnya dengan perlahan.

Dia menatap pada Vira sekilas, sebelum akhirnya mengalihkan tatapan pada jalanan menuju ke ruang kerja mereka.

“Panggilan dari sekolah Safa, Mbak. Sebentar lagi Safa akan ujian akhir, wali kelasnya meminta Alya untuk datang ke sekolah mengenai perihal uang akhir tahun Safa yang belum terbayar lunas.” 

Alya sama sekali tidak menutupi gambar yang baru saja ia dapatkan dari wali kelas adiknya tersebut. Lagi-lagi dianya harus berbagi beban kepada Vira atas kesulitan yang dihadapinya.

Vira yang mendengar kabar dari Alya itu kembali menatap sendu. Dia turut prihatin dengan segala kesulitan yang dialami oleh gadis tangguh yang dia kenal.

“Memangnya berapa uang akhir tahun Safa?” tanya Vira, wanita itu kembali ingin tahu jumlah uang yang Alya butuhkan untuk kebutuhan sekolah adiknya. 

Dia yang sangat tahu, kerja keras yang Alya lakukan pada keluarganya itu tidak pernah sungkan untuk membagikan sedikit rezeki yang didapatkannya ketika mendapat uang lebih saat mereka melakukan lembur bersama.

“Tidak terlalu besar sih, Mbak. Sebelumnya sudah Alya bayar separuhnya lebih dahulu, tetap masih kurang sekitar 3,5 juta lagi yang harus dibayarkan sampai Safa bisa mengikuti ujian akhir nya.” Alya memberitahukan kekurangan uang yang harus dibayarkan untuk sekolah adiknya. 

Vira mengangguk mengerti, dia mengulas senyum pada Alya dengan merangkul pundak wanita yang melangkah bersama menuju ke ruangan mereka. 

“Jangan sedih ya. Setiap kesulitan yang kau alami pasti akan ada kemudahan di depan sana.” 

Vira memberikan dukungan semangatnya kepada Alya agar tidak bersedih. Alya mengulas Senyum Dan beranjak semangat menuju ke ruang kerjanya untuk memulai sisa harinya sebelum akhirnya dia harus kembali pulang dan datang ke rumah sakit untuk bertemu dokter yang menangani ibunya.

“Pasti itu Mbak. Di saat seperti ini aku tidak boleh sedih dan lemah. Jika aku sedih dan lemah, Lalu siapa lagi yang bisa diandalkan. Kalau bukan Alya, Mbak.” 

Gadis 20 tahun itu menyemangati dirinya sendiri agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan yang terjadi dalam dirinya. Dia tidak ingin membuat Vira semakin menaruh rasa empatinya kepada dirinya. Maka Alya, tidak boleh menunjukkan sisi lemah yang selalu ia simpan rapat dari orang lain. 

“Mbak tahu, kamu memang gadis yang kuat. Makanya Allah juga tidak akan salah, memberikan ujian kepada siapapun hambanya yang dianggapnya mampu untuk melewatinya.”

Vira mengulas senyumnya, dia kembali melanjutkan kalimatnya kepada Alya.

“Pulang kerja nanti apa kamu mau ke rumah sakit? Jika Iya, Mbak mau ikut.  Mbak mau lihat keadaan ibumu juga,” kata Vira. 

“Oke, Mbak. Nanti kita ke rumah sakit bareng ya.”

Setelah keduanya masuk ke ruang kerjanya. Mereka kembali menyibukkan diri dengan desain rancangan masing-masing yang sedang mereka kerjakan. Bukan hanya mengerjakan permintaan dalam negeri, melainkan perusahaan yang bergerak dalam bidang fashion  itu pun melakukan pengiriman berbagai pakaian ke luar negeri. 

Jika hasil rancangan yang mereka lakukan itu mampu menembus pacar internasional dan mendapatkan penawaran tinggi. Tak jarang, Mereka pun mendapatkan bayaran tambahan atas kerja keras yang mereka lakukan dalam mencari ide fashion yang harus mereka tawarkan terlebih dahulu pada sang atasan.

Waktu pun bergulir begitu cepat, Hingga jam pulang kerja mengalihkan perhatian Vira yang mengingatkan pada Alya jika sudah jam pulang kantor.

“Sudah sore, ayo pulang,” ajak Mbak Vira pada Alya. 

Alya mengalihkan tatapan dari lembar sketsa yang ada di hadapannya itu pada jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Saking sibuknya ia berputar pada desain yang ia buat, sampai-sampai dia lupakan jam pulang kantor. 

“Alya sampai nggak tahu kalau udah jam pulang loh, Mbak.” 

Wanita itu terkekeh, dengan cepat Dia merapikan meja kerjanya karena tak sabar untuk segera pergi ke rumah sakit memastikan keadaan ibunya.

 Setiba di depan pintu yang akan membawa keduanya turun menuju lantai satu gedung berlantai empat itu. Bersamaan dengan kehadiran seorang pria yang yang bertemu dengan Alya pagi tadi  bersama Heru, atasan mereka ikut bergabung menunggu pintu lift terbuka. 

Dia adalah Evan. Vira mengangguk dan menyapa sangat sopan pada pria yang mereka kenal sebagai anak sulung dari pemilik perusahaan tempatnya bekerja. 

“Selamat sore, Pak Evan,” sapa Vira ramah. 

Berbeda dengan Alya, yang sama sekali tidak menunjukkan keramahan yang biasa ia lakukan kepada karyawan lain di tempatnya bekerja. 

Hingga sebuah senggolan pada lengan, Alya rasakan. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Vira yang mencoba menyadarkan Alya untuk menyapa anak dari pemilik perusahaan.

“Pak Evan. Sapa dia,” bisik wanita itu mengingatkan Alya. 

“Kalian sudah mau pulang?” Tanya Pak Heru yang sudah berada di antara mereka. 

“Iya, Pak. Kita tidak ada lembur juga hari ini. Makanya kami memutuskan untuk pulang cepat. Saya mau ikut Alya ke rumah sakit untuk menjenguk ibunya yang sedang dirawat.” 

Bukan Alya yang menjawab, melainkan Vira yang menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Heru, supervisor mereka.

Alya bergeming, rasanya dia benar-benar malas harus bertemu dengan pria yang sama sekali tidak memiliki belas kasih untuknya bisa mendapatkan pinjaman dari perusahaan.

Padahal, dia sudah begitu yakin jika perusahaan akan memberikan pinjaman untuknya. Meski dia masih karyawan kontrak, tetapi karya yang sudah Alya berikan pada perusahaan tempatnya ini bekerja terbilang cukup baik.

Beberapa kali hasil desain rancangan yang Alya buat sudah menembus pasar internasional. Bahkan tahun ini dia mendapatkan penghargaan sebagai desainer yang memiliki karya terbanyak yang diproduksi oleh pabrik tempatnya bekerja.

Evan sama sekali tidak tertarik dengan basa-basi yang dilakukan oleh bawahan tersebut. Setelah pintu lift terbuka, dengan segera dia masuk meninggalkan orang-orang di belakangnya. 

Heru menyusul segera atasannya yang lebih dulu masuk ke dalam lift. Begitu juga dengan Vira yang tidak ingin ketinggalan untuk turun dan melakukan absensi.

Alya masih bergeming, entah mengapa dia malas bergabung ke dalam lift yang ada Evan di dalamnya.

“Al, Ayo,” ajak Alya. 

Wanita itu menarik paksa Alya dan masuk bersama untuk segera turun. 

“Kamu jangan tunjukkan sikapmu yang tidak suka dengan Pak Evan,” bisik Vira, dia cukup tahu dengan situasi yang terjadi saat ini. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
gk boleh gitu Alya. masak gara gara gk dikasih pinjaman kamu jadi lupa sopan santun sama atasanmu.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Penjara Hati Bos Arogan   BAB5. Usaha Lagi

    “Woi! Lo bisa nggak naik motor!” Teriak seorang pejalan kaki yang hampir saja tertabrak oleh Alya yang tidak menyadari lampu merah menyala di perempatan jalan yang sedang dilaluinya.“Maaf, maaf. Saya tidak sengaja. Saya kurang berhati-hati,” ujar Alya yang hampir saja menabrak pejalan kaki yang hendak menyerang jalan yang ia lalui untuk kembali pulang menuju ke rumah sakit. “Al. Kamu tidak apa-apa kan? Kamu harus hati-hati mengendarai sepeda motor. Kamu pasti sedang ngelamun, makanya hampir saja menabrak orang.” Alya menoleh, dia mengangguk pelan. Membenarkan kalimat Mbak Vira akan fakta yang terjadi pada dirinya. “Iya, Mbak. Alya minta maaf,” jawab Alya. “Apa ganti mbak saja yang bawa motornya?” Tawar Mbak Vira untuk berganti membawa sepeda motornya. Alya menggeleng, “Tidak perlu Mbak. Alya akan lebih berhati-hati lagi.” Tanpa mereka sadari, kejadian yang baru saja mereka alami tersebut tak luput dari sepasang mata yang memperhatikan mereka dari dalam mobil mewah yang dikendar

    Last Updated : 2024-03-15
  • Penjara Hati Bos Arogan   BAB 6. Alya Tak Menyerah

    Mendadak detak jantung Aliya berhenti seketika, saat harus mendapatkan penawaran yang semula ia pikir berupa angin segar untuknya itu nyatanya salah. Harapan yang semula ia pikir jika Evan akan berubah pikiran dan akan membantunya dengan sukarela untuk meminjamkan uang perusahaan padanya itu salah. Melainkan yang Alya dapatkan adalah sebuah penawaran gila yang tak akan pernah dia lakukan sebagai seorang wanita yang memegang penuh prinsip untuk selalu menjaga harga diri dan mahkota berharga yang dia miliki sebagai seorang wanita. Di zaman yang sudah sangat maju, dengan banyaknya kebebasan yang sering dilihatnya di depan mata. Alya semakin tidak ingin mengikuti pergaulan bebas yang terjadi di kehidupan yang ada di sekitarnya. Biarlah, dia dianggap norak dengan tidak pernah memiliki seorang kekasih. Dari pada harus kehilangan mahkota berharga yang selalu menjadi kebanggaan seorang wanita yang dia punya. Tidak mengapa bagi Alya harus miskin harta. Tetapi dia tidak akan miskin h

    Last Updated : 2024-03-16
  • Penjara Hati Bos Arogan   BAB 7. Meluapkan Kekecewaan

    Langkah kaki Alya yang sudah sangat siap meninggalkan ruang kerja Evan itu kembali terhenti. Kalimat yang baru dia dengar dari Evan berhasil mengusir indera pendengarannya. Dan apa yang dimaksudkan oleh pria itu, tentu berhasil membuat hati Alya sangat tersinggung oleh setiap kalimat yang berhasil menyentil hati nuraninya sebagai seorang anak. Alya membalikkan tubuhnya, menatap datar ke arah pria yang sudah berhasil mengusik perasaannya tentang bakti seorang anak yang baru saja dikatakan oleh pria yang saat ini masih memberikan tatapan sinis ke arahnya. “Apa yang anda bilang? Anda mengingatkanku untuk bakti dengan orang tua,” kata Alya dengan perasaan yang sangat geram. Tetapi gadis itu berusaha menahan diri agar tidak meledakkan emosi yang saat ini tengah dia tahan. Setelah berkata hal demikian pada Evan, pria argina menurutnya itu. Dia pun kembali membuka suara. “Justru karena saya sangat berbakti pada wanita yang sangat berjasa bagi saya itu saya rela melakukan apa pun untu

    Last Updated : 2024-03-16
  • Penjara Hati Bos Arogan   BAB 8. Bertemu Tetangga

    “Kamu baik-baik saja?” tanya salah satu karyawan pria yang wajahnya cukup familiar bagi Alya. Tapi Alya lupa, siapa pria yang saat ini tengah menyapanya.Alya dengan mata sembabnya itu pun berusaha memberikan senyum terbaiknya pada pria yang ia tahu adalah karyawan pabrik juga sama seperti dengannya. Ya, itu yang Alya bisa pikirkan saat ini. “Saya baik-baik saja,” jawab Alya berusaha ramah, meski hatinya masih merasakan sesak.Pria yang berusia beberapa tahun lebih tua dari Alya itu pun memberikan anggukan pada Alya. Tetapi, dia masih berusaha menelisik sesuatu yang terjadi kepada wanita yang baru keluar dari dalam toilet tersebut.“Bagaimana kabar ibumu, sayadengar beliau masuk ke rumah sakit?” Tanya pria yang bahkan namanya pun Alya tidak mengetahuinya.Tetapi pria yang ada di hadapannya itu bisa tahu, jika ibunya masuk ke rumah sakit.Alya yang mendapati pertanyaan itu pun terdiam, dia berusaha mengingat siapa pria yang ada di hadapannya tersebut. Alya merasa familiar dengan waj

    Last Updated : 2024-03-17
  • Penjara Hati Bos Arogan   BAB. 8. Bantuan Tak Terduga

    Mata sembab yang terjadi pada ayat Antum menarik perhatian bagi siapa saja yang menatap gadis yang tampak terlihat lesu dalam melangkah menuju ke ruang kerjanya tersebut.Putus sudah harapan yang Alya miliki, entah bagaimana caranya lagi dia harus mendapatkan uang untuk membiayai ibunya lagi. “Kamu kenapa lagi, Al? Apa kamu dari ruang Pak Evan lagi? Apa kamu berusaha membujuk beliau lagi, untuk bisa mendapatkan uang pinjaman?” Pertanyaan beruntun itu pun Vira berikan kepada Alya kembali saat mendapati gadis yang baru tiba di ruang kerjanya itu tampak terlihat lesu dan sembab pada kedua matanya. Dia yang sudah tiba lebih dulu, karena tahu jika Alya semalam menginap di rumah sakit itu sebelumnya berpikir jika rekan kerjanya itu kurang beristirahat saat berjaga. Tetapi setelah diamati olehnya, dia yakin jika mata sembab yang terjadi pada ayah itu bukan karena kurang beristirahat melainkan habis menangis.Alya membalas tatapan sendu dari wanita yang sedang mencecar dirinya pertanyaan b

    Last Updated : 2024-03-19
  • Penjara Hati Bos Arogan   BAB 10. Panggilan dari Evan

    Memang, bantuan yang Alya dapatkan dari open donasi yang dilakukan oleh anak bagian produksi tidaklah bisa mengcover biaya operasi yang ingin Alya lakukan untuk sang ibu. Tetapi, bagi Alya ketulusan yang dilakukan oleh mereka itu sangat berarti sekali. Dia bahagia dan senang melihat rasa simpati yang ditunjukkan oleh karyawan bagian lapangan atas musibah yang sedang dialaminya saat ini.Perasaan Alya siang ini tidak seperti saat pagi dia menghabiskan waktu dengan menyibukkan diri dengan bergelut dalam pekerjaannya.Perasaannya jauh lebih baik dari sebelumnya, meski pikirannya masih jauh melayang dengan cara yang harus ditempuhnya untuk bisa mencari tambahan biaya yang bahkan barang berharga yang dia punya dijual pun tidak akan mencukupinya.“Al, pulang kerja kamu nanti langsung ke rumah sakit?” Tanya Vira, yang batu masuk ke dalam membawa berkas sketsa yang ada di tangannya.Vira baru keluar dari ruangan Heru, supervisor mereka. Alya yang biasa berkonsultasi seorang diri kepada sang

    Last Updated : 2024-03-20
  • Penjara Hati Bos Arogan   Bab 11. Alya Penasaran

    Alya yang mendapati panggilan tiba-tiba dari Evan itu pun terkejut. Dia sama sekali tidak menyangka jika pria arogan itu akan memanggilnya. Untuk apa Evan panggil dirinya? Apa pria itu berubah pikiran, menurutnya. Tapi, Alya tidak ingin terlalu berharap. Bahkan hal sebelumnya saat harapan itu di depan mata pun kembali Alya harus menelan kegagalan dan kecewa yang dia dapatkan. Alya menatap ke arah Vira yang saat itu tengah menatapnya pula. Saling bertanya lewat sorot mata, untuk hal apa Evan memanggilnya. “Ada apa ya, Pak?” Tanya Alya dalam rasa penasarannya. Pak Heru yang mendapat pertanyaan dari Alya hanya mampu mengedikkan bahunya. Karena dia pun tidak tahu menahu sebab Evan meminta Alya untuk datang di ruang kerjanya sepulang jam kantornya. “Entah. Aku juga tidak tahu. Datang saja nanti ke ruangannya. Mungkin beliau berubah pikiran, dan mengabulkan permintaan yang sudah kamu ajukan kepada perusahaan, “ kata Pak Heru pada Alya. “Semoga saja ya, Al. Semoga saja yang dibilang P

    Last Updated : 2024-03-21
  • Penjara Hati Bos Arogan   Bab 12. Alya Tak Bisa Berkutik

    Alya dan Evan kini berada dalam ruang yang sama satu sama lain. Alya masih bergeming di tempatnya saat Rafi meninggalkan ruang kerja sang atasan. Evan menatap datar ke arah Alya, seolah sedang menilai diri Alya yang saat ini berada dalam ruang kerjanya atas panggilan yang telah ia minta pada Heru, bawahannya. Alya yang mendapati tatapan seperti itu dari Evan itu berusaha menetralisir rasa gugup yang tengah dia rasakan. Bukan Alya tak berani justru dia semakin grogi saat seperti ini dia seperti orang yang sedang dikuliti. Seperti orang yang hendak melakukan interview kerja saja, itu yang terlintas dalam pikiran Alya saat ini. Dan dia pun teringat saat melakukan wawancara kerja untuk pertama kalinya di perusahaan ini. “Selamat sore, Pak. Pak Heru bilang, Bapak panggil saya,” ucap Alya setelah beberapa saat mengurai rasa tak nyaman sebab Evan terus menatap ke arahnya. Alya memulai untuk membuka kata terlebih dulu, setelah beberapa saat tak ada perbincangan yang terjadi saat dir

    Last Updated : 2024-03-22

Latest chapter

  • Penjara Hati Bos Arogan   70. Rencana Alya

    “Al, saudara suamiku mau bantu untuk semua proses izin kamu pergi. Apa kau yakin memutuskan untuk pergi dari Indonesia? Lalu, bagaimana dengan ibu dan adik kamu?” tanya Vira beruntun setelah dua hari Alya berusaha keras memikirkan rencana untuk dirinya dan terutama untuk anak yang ada dalam kandungan Alya. Alya yang baru duduk di kursi kerjanya itu mendongak, menatap sungguh pada Vira yang tiba-tiba meragukannya. “Aku yakin, Mbak. Ini adalah keputusan yang terbaik untukku. Aku tak mungkin untuk berada di Indonesia. Jika ada jalan ke luar negeri dan kerja yang sudah pasti. Lalu, untuk apa aku harus bingung untuk menunda? Bukankah ini kesempatan yang bagus buatku. Lagi pula, kesempatan di sana juga sesuai dengan passion Alya kan?” Alya bersungguh dengan rencana yang sudah disiapkan olehnya itu. Tak ingin memanfaatkan kesempatan, maka dia akan menggunakan kesempatan emas itu sebaik-baiknya.“Kamu benar. Memang itu kesempatan yang sangat baik untuk kamu. Tapi, bagaimana dengan ibu dan

  • Penjara Hati Bos Arogan   69. Usul Vira

    Alya membuka matanya perlahan. Kegelapan subuh menyelimuti kamar yang lebih besar dari kamar miliknya. Ditemani sinar lampu kamar yang meremang membuat Alya bangun dari tidurnya dengan perlahan. Alya bangun dengan perlahan, tak ingin mengganggu Evan yang masih tertidur pulas di sampingnya. Nafas Evan yang teratur terdengar di sebelahnya. Dengan hati-hati, Alya bergeser dari tempat tidur, tak ingin membangunkan pria yang tidur nyenyak di sisinya. Dia merapikan selimut Evan sebelum melangkah ke luar kamar dengan sangat berhati-hati. Alya menunaikan dulu kewajibannya untuk beribadah kepada Tuhannya. Sebelum menunaikan kewajiban sebagai istri siri Evan yang masih terlelap di dalam kamarnya. Dapur minimalis modern, kini sudah menjadi teman akrab Alya yang menemani hari-harinya untuk memasakkan Evan, suami sekaligus anak dari bosnya. Kakinya terasa dingin, sebab ia tak menggunakan alas kaki saat menuju ke dapur itu. Rutinitasnya dimulai—Pagi ini dia memilih untuk membuatkan sarapan na

  • Penjara Hati Bos Arogan   68. Minta Pijitan

    “Saya sudah jauh lebih baik,” sahut Alya cepat. “Besok saya sudah siap untuk bekerja,” sahut Alya yang mendapat anggukan dari Evan. Alya tahu maksudnya sakit—kehamilannya. Tapi perhatian itu justru membuat jantung terasa aneh. Ia bingung dengan perubahan sikap Evan, yang belakangan ini terasa lebih lembut, lebih peduli.Mereka makan dalam keheningan, hanya terdengar suara garpu dan pisau yang beradu dengan piring. Alya mencuri pandang ke arah Evan, berusaha membaca apa yang sedang dipikirkannya. Namun, seperti biasa, wajah lelaki itu sulit ditebak.Setelah makan malam selesai, Alya membersihkan meja, sementara Evan menuju kamar. Alya ingin kembali ke kamarnya, tetapi dia mendengar suara Evan yang meminta. Sebab sebelumnya pria itu menolak tawaran Alya yang ingin menyiapkan air mandi. “Alya, siapkan handukku,” katanya dari balik pintu kamar mandi.Alya menurut, mengambil handuk bersih dari lemari dan meletakkannya di dekat pintu kamar mandi. Ketika dia hendak pergi, suara Evan berhen

  • Penjara Hati Bos Arogan   67. Berpikir Masa Depan

    Lampu kota yang suram menyusup melalui celah tirai kamar Alya. Ia duduk di tepi tempat tidurnya, memeluk kedua lututnya, menatap kosong pada kaca jendela di sudut ruangan.Tirai jendela kamar itu bergerak lembut oleh sepoi angin yang menyapa. Wajahnya menatap pada cermin meja hias di seberang ranjang dengan tatapan kosongnya. Wajah yang menghadap ke balik cermin adalah wajah yang ia kenali, tetapi terasa asing baginya—pucat, dengan lingkaran gelap di bawah mata yang menjadi saksi dirinya tak mampu nyenyak dalam mimpi indah yang biasa menemani bersama sang keluarga tercinta. Alya terpaku dalam lamunan, segala rencana yang dirinya bingung harus bersikap bagaimana nantinya. Ia tak mungkin untuk terus berada di sini bersama Evan. Ada janin yang akan terus berkembang, dan dia pun tak mungkin untuk memendam dan terus menyembunyikannya. Pikirannya terus berputar, mencoba merangkai rencana untuk masa depan. Masa depan bagi dirinya, dan yang lebih penting, bagi anak yang kini tumbuh di dalam

  • Penjara Hati Bos Arogan   66.

    “Aku harus kembali, Mbak Vira. Setidaknya aku harus memikirkan dengan matang apa yang akan harus aku lakukan untukku dan….” Alya memegang perut ratanya, di mana kini ada kehidupan baru di dalamnya. “Untuk dia,” lanjut Alya, menatap perutnya. “Tapi kau tidak terlihat baik-baik saja,” desak Vira, suaranya melembut. “Kalau kau butuh waktu, kau bisa tinggal di tempat kos dulu. Aku khawatir, Alya. Kau terlalu memaksakan diri, aku tak ingin kau tertekan dengan sikap Pak Evan.”Alya menoleh, memberikan senyuman yang nyaris tak terlihat. “Aku akan baik-baik saja. Aku hanya perlu... memutuskan sesuatu. Lagi pula, Pak Evan beberapa hari ini tidak segalak waktu kita baru kenal kok Mbak.”Alya berusaha memberikan ketenangan pada Vira. Berharap temannya itu tidak terlalu mengkhawatirkan dirinya. Vira menghela napas panjang, tangannya menggenggam erat setir mobil. Hari ini dia memutuskan untuk membawa mobil, sebab subuh tadi Alya mengirim pesan yang ingin segera kembali. “Pak Evan mungkin akan

  • Penjara Hati Bos Arogan   65. Kembali pada Evan

    Malam ini begitu dingin, hujan yang mengguyur kota industri yang banyak beberapa karyawan berteduh sebab menunggu angkutan yang akan membawa mereka untuk kembali pulang ke rumah. Evan memperhatikan sepanjang jalan, mencari keberadaan seseorang yang mungkin ia kenal dan sudah beberapa minggu menjadi teman hidupnya. Tapi, pencarian yang dia lakukan tidaklah membuahkan hasil apa pun. Rintikan hujan yang turun, meninggalkan aroma tanah basah dan aspal yang dingin. Lampu-lampu kota memantulkan cahaya ke genangan air yang memberikan pancaran sinar yang saling bertaburan dengan sinar mobil yang sedang menyorotnya. Malam yang dingin itu menciptakan suasana melankolis yang seakan meresapi setiap sudut jalanan. Tak terasa, kuda besi yang Evan kendarai itu berhasil memecah hujan dan membuatnya tiba di basement apartemen mewahnya. Di tengah malam yang senyap itu, Evan erhasil menyita perhatiannya. “Mau apa lagi dia,” kesal Evan sata tahu siapa yang sedang berusaha menghubunginya itu. Evan me

  • Penjara Hati Bos Arogan   64. Berterus Terang

    Evan. Nama itu menggema di kepala Vira seperti sebuah mantra yang penuh tanda tanya. Evan adalah sosok yang pernah ia kagumi, bahkan ia sama sekali tidak menyangka jika Alya bias hamil bersama anak pemilik tempat mereka bekerja. Tetapi, Evan dan Alya? Hubungan mereka? Semua itu tampak mustahil, seperti potongan puzzle yang tidak cocok. Apa yang sebenarnya terjadi di antara keduanya sebab Vira tahu jika Alya bukanlah wanita murahan yang akan rela merendahkan harga dirinya begitu saja. Vira mengambil kursi di hadapan Alya, menatapnya dengan campuran rasa penasaran dan gugup. "Alya," katanya pelan, "aku ingin kamu jelaskan padaku dengan semua ini. Jujur, mbak bingung."“Ya, aku tahu jika Mbak pasti bingung dengan semua ini.”"Aku... aku tahu ini mungkin terlalu jauh," Vira memulai dengan hati-hati, "tapi aku harus tahu. Bagaimana bisa kau hamil anak Pak Evan? Aku tahu itu mungkin rahasiamu, tapi aku tak bisa berhenti memikirkannya."Senyum Alya memudar. Ia menunduk sejenak, lalu menghe

  • Penjara Hati Bos Arogan   63. Merahasiakan

    Alya merasakan tenggorokannya kering, matanya mulai memanas. Ia tahu, apa yang akan dia katakan bukan hal yang mudah, dan mungkin akan mengubah segalanya. Namun, ia tidak punya pilihan selain mengungkapkan kenyataan pahit ini. "Janin ini... anak Pak Evan," katanya dengan suara yang nyaris berbisik, seolah takut jika suaranya terlalu keras, kata-kata itu akan menghancurkannya.Vira terdiam sesaat, ekspresinya berubah drastis. Mulanya tampak kebingungan, lalu mata Vira membelalak, wajahnya penuh ketidakpercayaan. "Evan? Maksudmu, Evan anak bos pabrik itu? Evan yang... yang itu?" Vira hampir tidak percaya apa yang baru saja didengarnya, seolah kata-kata itu tidak dapat diterima oleh akal sehatnya.Alya hanya bisa mengangguk pelan, menundukkan wajah, tak berani menatap mata Vira lebih lama. Ia merasa seluruh tubuhnya lemas, seakan kata-kata itu menjadi beban yang tak bisa lagi ia tanggung seorang diri.Vira yang tadinya duduk tenang langsung berdiri dengan cepat. Matanya terbuka lebar,

  • Penjara Hati Bos Arogan   62. Permintaan Alya

    “Alya... Alya ingin minta tolong,” Alya menelan ludah, tampak ragu-ragu untuk melanjutkan. Ia mengalihkan pandangannya ke arah jendela, menunduk dalam demi menghindari tatapan Vira yang teduh menunggu setiap kata yang ingin Alya katakan untuknya. Sebelum akhirnya, Alya kembali memberanikan diri menatap Alya setelah memantapkan diri dengan keputusannya. “Alya… minta Mbak untuk merahasiakan ini semua. Jangan bilang ke siapa-siapa, terutama… ibu sama adik Alya. Alya nggak ingin mereka tahu… Alya nggak ingin mereka kecewa. Apalagi Ibu, jika Ibu tahu dengan kabar ini, akan berakibat buruk untuk kesehatan Ibu pastinya.”Vira menatap Alya dengan ekspresi yang tak dapat ditebak. Ada kesedihan dalam sorot matanya, tetapi juga ketegasan yang menyelusup di balik kelembutannya.Bagaimana harus disembunyikan? Sedangkan yang namanya kehamilan itu semakin lama akan semakin besar, dan tidak mungkin untuk terus ditutupi. Apa jangan … jangan Alya memiliki rencana untuk menggugurkan, pikir Vira. “Alya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status