Share

Malaikat Lain

Penulis: dibatezal
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Mahesa menghentikan langkahnya. Terlihat Zaenal melangkahkan kaki keluar dari ruang guru, sambil menyalami Bu Lena. Ia menunduk, tangannya bergetar, juga berkeringat. Ayahnya hanya lewat sambil memandanginya. Tak lama, sebuah sentuhan halus mendarat di bahunya. Dilihatnya Bu Lena sudah ada di hadapan. Seperti biasa, ia berdiri di lututnya, memberikan senyum tercerah untuk Mahesa.

“Besok belajar sama Ibu setelah pulang sekolah, ya? Tadi Papa udah izinin.”

Mahesa terdiam, memandang mata cokelat nan bulat yang terlindungi oleh bulu mata panjang dan lentik.

Ia mengangguk, sayangnya Bu Lena tidak bisa melihat, hatinya ikut tersenyum. Bagaikan ada bunga-bunga berjatuhan di dalamnya.

***

Mahesa masih terpaku, memandangi mata cokelat bulat, tetapi bukan menghiasi wajah Bu Lena, guru kesayangannya, menghiasi wajah Wibi.

“Echa …” sapa Wibi lembut, sembari menyentuh punggung tangan perempuan itu lemah.

“A!” Mahesa berteriak

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Penguasa hati   Ibu Tiri dan Anaknya

    Zee masuk ke dalam sedan Yasmin, lalu menutup pintu, dan membuka jendela, tak lama seorang lelaki bertubuh ranum datang dengan bakinya yang berisi dua mangkok bakso. “Tenks, Bang!” Senyum Zee sumringah, dibalas senyuman dari lelaki paruh baya yang menjadi tukang bakso langganan seluruh penduduk kampusnya. Ia dan Yasmin melahap makanannya masing-masing, dengan gaya masing-masing. Yasmin mendiamkan mie yang dijepit garpu di atas mangkok hingga dingin, sedang Zee langsung menerkam, garpu hanyalah sebuah perantara sementara. “Loe tahu? Kata anak-anak Wibi punya cewek baru?” Yasmin refleks menoleh. “Yang bener?” Zee sudah menandaskan mie dan baksonya, sedangkan Zee masih mendinginkan suapan pertamanya. “Gue denger tadi Zaski lagi godain Wibi. Katanya ‘lagi jatuh cintrong, nih yee!’ Dan Wibi menjawab, ‘tahu aja!’” Yasmin meletakkan mienya kembali ke atas kuah bakso, terdiam, memandang jauh ke depan. “Udah, apa gue bilang. Move on, y

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Penguasa hati   Sinyal Cinta

    Mahesa tersenyum, memegangi benda putih berbulu yang juga termasuk dalam bungkusan yang diberikan oleh Wibi. Ia menimangnya, memeluk boneka Teddy Bear berukuran sedang itu dengan sangat erat, lalu menjauhkannya dari tubuhnya, memeluknya lagi, dan begitu seterusnya. Setelah puas, Mahesa menyambar benda tipis elektroniknya, lalu mengirimkan pesan. Terima kasih, aku suka Om Bear-nya. Alhamdulillah, semoga kamu suka juga puisinya. Tak menunggu lama, balasan dari Wibi sampai. “Puisi?” Dahi Mahesa berdraperi. Ia melirik boneka barunya, dilihatnya boneka itu memiliki saku berwarna merah di bagian depan. Ia menyimpan gawainya, lalu merogoh saku merah tersebut. Sebuah kertas concorde berwarna merah muda yang dilipat dan dilingkari pita berwarna merah berada di sana. Ia membuka lipatannya, lalu tersenyum. Tahukah kau kasih? Kuberdoa setiap malam Menemui Sang Penguasa alam M

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Penguasa hati   Benih pun Harus Disemai

    Mata bulat Wibi menangkap suatu stimulus yang bermakna baginya. Seorang perempuan yang siang dan malam dirindui. Ia merasa senang, entah mimpi apa semalam. Ia dapat bertemu Mahesa, padahal ia merasa sedang tidak beruntung. Naik angkutan umum tapi harus diturunkan di tengah jalan, belum lagi hari sedang hujan, celananya harus terkena cipratan dari air kubangan yang disebabkan kendaraan roda empat yang melaju dengan cepat. Wibi harus mampir dulu di sebuah mal, yang berada di sebelah utara kota Bandung karena diancam oleh adik semata wayangnya, kalau tidak membeli CD lagu kesukaannya, dia akan dipecat sebagai kakak. Dengan menekan perasaan malu karena bagian tengah hingga bawah celananya yang basah Wibi melangkah masuk. Dari lobby mal, ia melihat ke arah toko CD dan kaset yang dipartisi oleh kaca, ia melihat Mahesa yang sepertinya sedang mencoba CD sambil menggoyang-goyangkan kepala sesuai irama lagu. Wibi tersenyum dari balik kaca sambil melambaikan tangan, berharap ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Penguasa hati   Tak Boleh Kalah

    Yasmin memacu mobilnya, masuk ke dalam halaman rumahnya yang luas, membanting pintu lalu berlari ke dalam rumah. “Yaya!” Rima menyambutnya dengan ceria, tetapi anaknya masuk dengan muka memerah dan rambut acak-acakan. “Mama…” Ia mendekati ibunya sambil menangis, suaranya parau. “Mama ….” “Yaya, Sayang, kamu kenapa?” Ia biarkan anaknya menangis di dadanya, sambil terus memeluk dan mengelus rambutnya. Yasmin terdiam di atas ranjangnya. Matanya nyalang memandang entah ke mana. Teringat kejadian sore tadi di jalan raya, Wibi memandang Mahesa dengan mesra di sebuah trotoar rindang di daerah Dago. Meski sangat pelan, suara itu terdengar jelas di telinga. “Pacar.” Yasmin meringkuk, menangis tersedu sedan. Membuat bingung perempuan di usia baya itu. “Yaya! Kamu kenapa, sayang?!” Rima ikut menangis sambil memeluk anaknya. *** Mata Mahesa belum l

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Penguasa hati   Selapis Kenangan

    Wibi merasa bosan, sudah satu jam Mahesa mengacuhkan. Kekasihnya hanya menegur layar laptop yang berada di hadapannya. Lelaki muda itu melempar sebongkah kertas yang telah dibentuk seperti bola. “Aw!” Mahesa terkejut lalu mengembalikan kertas tersebut kembali ke arah Wibi yang sedang duduk di kursi teras sambil membaca textbook. Lelaki itu kemudian bangun lalu menghampiri Mahesa. “Masih lama?” tanyanya. Mahesa mengangguk sambil mengetik. Wibi lalu menarik laptop berwarna merah tersebut dari hadapan Mahesa. “Wibi, ah!” Lalu Mahesa menepuk lengan Wibi. “Aku kan udah bilang kalau hari ini aku mau kerja, aku enggak bisa nemenin kamu.” Wajah Mahesa memperlihatkan mimik menyesal. Wibi melekatkan kepalanya ke kaca jendela, lalu memperhatikan foto keluarga yang ditaruh di atas meja. Ia kemudian masuk ke dalam rumah, kemudian mengambilnya. Dalam foto itu ada Mahesa, Zaenal, Rima, Aini dan pastinya Yasmin. “Foto ini diambil kapan?” tany

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Penguasa hati   Menolak Kalah

    6 Bulan Sebelumnya “Disleksia mempengaruhi kemampuan bahasa, termasuk bahasa lisan dan tulisan seseorang, mereka akan kesulitan mengerti, mengingat, mengorganisasikan dan juga menggunakan simbol-simbol verbal. Hal ini juga mempengaruhi kemampuan dasar membaca dan menulis, mengucapkan kata, tulisan tangan dan matematika.” “Tapi, aku penulis.” Mahesa masih tidak percaya dengan penjelasan dokter berdarah Melayu-Inggris itu, apalagi mendiagnosis Mahesa hanya dari kelakuan Mahesa sehari-harinya. “Disleksia memang membingungkan, bentuknya selalu berbeda-beda, tidak ada profil yang pasti. Ada anak yang punya masalah berbicara, ada yang lancar dalam berbicara, ada yang pintar dalam menulis ada juga yang tidak, ada yang pintar berdansa, tapi ada juga yang membedakan kanan dan kiri saja masih susah, ada sulit mengenal nada tetapi ada juga yang pintar mengenali nada.” Mahesa terdiam, “Lalu apa yang menyebabkanmu mendiagnosis aku sebagai di

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Penguasa hati   Namanya Juga Cinta

    Mahesa kesal, berkali-kali menelepon Wibi tidak juga dijawab. Darah di tubuhnya seakan-akan dipanaskan di atas kompor, mendidih, bahkan sudah berada di atas seratus derajat. “Ih! Anak ini kenapa sih?” Mahesa [Kalau kamu nggak mau ngomong ... kita putus aja!] tulisnya dalam sebuah pesan. *** Tak seperti biasa kamar Wibi acak-acakan. Pakaian, buku, poster, semuanya bercampur aduk. Padahal biasanya tersusun rapi. Memang dia anak lelaki, tetapi kecerewetan Aminah soal kebersihan dan tatakrama berhasil membentuk Wibi menjadi berbeda dari lelaki kebanyakan. Hari itu ia hanya di kamar, duduk memetik gitar. Tiba-tiba berhenti, melihat layar telepon yang berkedip-kedip, lalu membuka pesan yang baru saja datang. Dengan sangat kuat ia menarik napas. Untuk sekian kalinya Mahesa memanggil. “Halo ...” sapanya lemas. Hey anak nakal! Anak enggak sopan! terdengar teriakan di seberang, harusnya kamu yang ngehubungin aku duluan!

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Penguasa hati   Terjebak

    16 Tahun yang Lalu “Mahesa!” Mahesa tersentak oleh teriakan Zaenal. Memang ia baru saja akan mengambil boneka kesayangannya dari tangan Yasmin yang sedang memeluk Teddy Bear pemberian ibunya. Ia teringat pada hari itu, ia mengantar ibunya pergi ke sebuah pusat perbelanjaan. Mahesa memperhatikan sebuah boneka berukuran besar berwarna cokelat. Ibunya datang, tersenyum, lalu membelikannya satu. Itu milikku. “Ngalah dong jadi kakak!” teguran dari bapaknya itu membuat Mahesa tertunduk. Mungkin saat itu hampir setiap hari, setiap saat, ia sering kali diminta mengalah, alasannya karena ia adalah kakak. Begitulah kakak harus mengalah, dan adik harus menang. Apa pun barang yang diperebutkan, makanan, pakaian, bahkan Zaenal dan Rima, bila Yasmin menginginkan, Mahesa harus menyerahkannya. Suatu hari ketika Mahesa mulai remaja, ia memberanikan diri, mengambil sikap. “Berikan!” teriak Mahesa mengambil buku ha

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Penguasa hati   Hukuman

    Rima membuka kacamata hitamnya, lalu berjongkok di depan sebuah pusara yang telah dikelilingi oleh keramik berwarna biru. Jari-jari lentiknya menyisihkan beberapa helai daun kering yang berada di atas tanah menyumbul itu. Nama Zaenal Ibrahim Bin Ali tertera di nisan.“Kamu apa kabar di sana?” Suaranya tercekat, lalu terisak. "Aku kangen. Hidup tanpamu terasa begitu hampa." Baru dua bulan semenjak kepergian Zaenal, tetapi Rima merasa sudah satu abad berlalu. Malam-malam sepi tanpa ada lelakinya di sisi yang terkadang mendengkur, manja, dan memeluknya. Dua bulan yang teramat menyiksa hingga membuatnya terasa sesak. Ia inginkan lelaki yang sebelumnya terkadang menyusahkan dan sulit diatur itu kembali. Namun, apa yang bisa dibuatnya? Takdir berkata sebaliknya. Lelakinya pergi, dengan satu wasiat yang sangat berat untuk bisa ia jalani. Ingatannya berputar pada hari itu, ketika Zaenal baru saja keluar dari rumah sakit. Ia menyuapi lelakinya, meski hany

  • Penguasa hati   Mas Kawin

    Wibi mendengkus keras. Bobby, Bombom, Zasky kemudian memandanginya. Mereka sedang duduk melingkar di atas kursi kuliah yang memiliki meja berwarna putih di sebelah kanannya. “Bi, Loe denger enggak?” tanya Bombom agak keras. “Akhir-akhir ini loe kenapa, sih? Bahkan hitung data penelitian kita aja enggak becus. Jadi aja nilai kita Cuma dapet C! Padahal gue udah kerja keras mikirin konsep, Zasky dan Bobby hilir mudik nyari responden penelitian. Tapi kok, elu malah asal-asalan?!” Wibi menggenggam tangannya keras, kembali mendengkus.

  • Penguasa hati   Rusak

    “Echa … Echa ….” Suara halus Zaenal membangunkan Mahesa dari tidurnya,. “Papa ….” Ia bangkit dari ranjangnya, “Papa masih hidup?” Mahesa semringah. “Kamu ngomong apa? Ayo pergi ke sekolah,” bujuknya. Mahesa berdiri, tiba-tiba ia sudah mengenakan seragam putih-abu, dari luar ia mencium aroma udang goreng kesukaannya, berjalanlah ia ke dapur, dilihatnya seorang perempuan sedang memasak, yang tak lama kemudian berbalik. “Echa ….” Ia tersenyum, senyum yang sangat didambakan, sangat ia rindukan, “Mama ....” Ia tersenyum bahagia, sambil menangis. “Kamu kenapa, Sayang?” ibunya mendekati. “Echa kangen Mama … bertahun-tahun Echa menunggu kehadiran Mama, mengantar sekolah, berbagi cerita seperti teman-teman lainnya.” “Sayaang ....” “Echa kangen Mama.” Ia menangis. “Bangunlah, Sayang. Hidupmu masih panjang.” Senyumannya lebar. Lalu kemudian Mahesa membuka matanya. Ia menyadari bahwa barusan hanyalah mimpi. Tubuhnya l

  • Penguasa hati   Sebuah Akhir

    Belum lagi Mahesa mengunci kembali pintu rumahnya ia menyadari kehadiran Wibi di sampingnya. Lelaki itu tersenyum seakan-akan tidak terjadi apa-apa semalam, padahal Mahesa sudah mengadakan acara mengunci semua barang-barang yang dapat mengingat hubungan mereka berdua di dalam sebuah kotak kayu berwarna hitam, dan berdoa kepada Tuhan agar perasaannya dibuat tegar, tetapi kini, bukannya tegar yang ia dapatkan, rasa cinta itu kembali mencuat. “Hai,” Wibi menyapanya masih dengan ekspresi yang sama, “tidur nyenyak?” Mahesa menarik napas panjang, ia kesal tidak bisa menjawab apa adanya, tetapi juga tidak dapat berbohong karena terlihat jelas rona-rona hitam di sekeliling matanya. “Kelihatannya?” Ia melemparkan pertanyaan kembali kepada Wibi, lalu berjalan menjauhi lelaki itu. “Kelihatannya sih tidak bisa tidur, atau tidurnya cuma sedikit, atau selama tidur kamu kemimpi-mimpi aku.” Wibi mengejar Mahesa. “Minggir ….” Tangan Mahesa menggeser tubuh Wibi

  • Penguasa hati   Sebuah Keputusan

    Rima menyendok makanannya dengan lesu, ia harus makan setelah sebelumnya pingsan, siang dan malam menunggui Zaenal tanpa tidur dan makan yang cukup. Pikirannya menerawang jauh ke kamar suaminya, prihatin akan keadaannya. Dokter meminta agar Zaenal tidak diberi beban pikiran yang terlalu berat, karena kinerja jantungnya melemah. Lalu pikirannya terbang lagi ke rumah, memikirkan anak-anaknya, Aini masih kecil dan Yasmin sedang membutuhkan banyak bantuan. Lalu ia juga mengingat Mahesa, anak pembuat masalah. Dari ujung matanya, Rima dapat melihat Mahesa memasuki kantin rumah sakit, kemudian duduk di hadapannya. Cukup lama mereka terdiam, pertemuan yang hening. Rima dapat melihat wajah Mahesa yang kebingungan. Berkali-kali menahan napas. “Mama ....” Akhirnya Mahesa mengeluarkan suaranya. “Aku tidak tahu, mengapa dulu sulit sekali menyebutmu Mama.” Rima terdiam, tetap menekuri gelasnya. ”Dulu aku sangat sulit diatur, ya? Selalu melawan, membua

  • Penguasa hati   Kenangan Buruk

    Mahesa kecil kecewa, ayahnya menikah lagi, padahal belum lama ini mereka mengubur ibunya, baru minggu kemarin Mahesa bersama Zaenal pergi ke pemakaman mengganti pusara ibunya dengan keramik. Harumnya masih tercium di rumah, suaranya masih terngiang di telinga. Wujudnya selalu ada di hati. Baru saja Mahesa merasakan kebahagiaan bersama ayahnya, berjalan bersama, menunggu Zaenal memasak nasi goreng dan telur hingga gosong, tertawa hingga perut terasa sakit. Pergi ke Dunia Fantasi dan dibelikan banyak mainan. Namun, Zaenal telah menikah lagi, dan Mahesa tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak juga merasa apa-apa. Tidak menangis. “Hei ....” Suara Rima lembut, lalu menyentuh pipi Mahesa yang tirus. “Selamat pagi, Sayang.” Mahesa menelan ludahnya melihat Rima yang berpakaian tidur serba putih, berjalan menjauhinya. “Kita sarapan, yuk.” Ia menoleh ke belakang. “Pagi, Sayang.” Zaenal datang menghadang sambil menciumi kening Rima. “Sssttt, ada

  • Penguasa hati   Saat Terakhir

    Kaki Zaenal menginjak rumahnya lagi, rumah yang dulunya menjadi tempat baginya dan Sandra menjalani biduk pernikahan. Pernikahan tanpa rasa cinta. “Papa?!” Mahesa terkejut melihat kedatangan ayahnya. Lalu membereskan ruang tamu yang berantakkan. “kenapa enggak ngomong-ngomong mau datang?” ucapnya panik sambil berlari membawa kertas-kertas dalam kardus ke bagian rumah yang lain. “Masa nengok putri sendiri aja harus ngomong-ngomong.” Lalu duduk di sebuah sofa dengan motif batik. “Tunggu, Pa ... Echa buatin minum dulu.” Zaenal terdiam, memperhatikan rumah itu, masih seperti dulu. Mahesa benar-benar tidak mengubah posisi apa pun. Kursi tua yang kini didudukinya, masih seperti dulu meski dengan warna yang kian usang. Foto-foto mereka yang dipajang di meja sudut. Foto pernikahannya, foto bayi Mahesa hingga usianya lima tahun. Cukup membuatnya kembali ke masa itu. Lalu menutup matanya. “Teh dengan gula rendah kalori.” Mahesa datang dari arah dapur sa

  • Penguasa hati   Arti Cinta

    Sambil memakan mie instan Mahesa kembali menonton televisi, sekilas berita tentang pembunuhan kejam yang dilakukan seorang perempuan terhadap kekasihnya. Pelakunya berjalan lurus menerobos serbuan wartawan, tanpa terlihat rasa takut, pun rasa bersalah, lalu ia berhenti ketika wartawan menanyainya sebuah pertanyaan. [Apakah anda tidak mencintai kekasih anda?] Rongrongan para wartawan. [Justru karena aku sangat mencintainya, maka aku membunuhnya,] ucapan itu keluar dari bibir mungil seorang perempuan cantik berwajah polos dengan enteng, lalu diakhiri dengan senyuman dingin yang membuat Mahesa bergidik. Cinta memiliki kekuatan ... benarkah? tanyanya pada diri sendiri. Ia lalu mengingat pernah menulis tentang keajaiban cinta. Tapi kekuatan yang seperti apa? Kenapa banyak orang yang saling mencintai tetapi saling menyakiti? Mengapa hasilnya berbeda? Ataukah perasaannya yang salah, sebenarnya yang dirasakan bukanlah rasa cinta? bisakah kita membuat kesimpul

  • Penguasa hati   Seharusnya Bagaimana?

    Tangan Mahesa bergetar ketika mengambil cangkir tehnya. Namun, entah masih kurang jelas mengapa rasa di hatinya tidak menentu. “Menikahlah dengan orang yang sepadan denganmu, yang seusia denganmu ....” Bahkan ketika Aminah mengatakan itu, Mahesa belum bisa menangkap kata-katanya. Semua bagaikan huruf-huruf yang berpadu, takada makna. Gelap, dingin, dan bercampur rasa lainnya. “Aaa.” Mahesa terbata. “Mahesa ... Tante minta tolong, Wibi masih terlalu muda, saat ini adalah pengalamannya menghadapi kehidupan nyata, menjejakkan kakinya setelah beranjak dewasa. Tante berharap masa depannya nantinya akan cerah, secerah nilai akademisnya selama ini.” Ia menatap Mahesa, lalu mengulurkan tangan untuk menggapai tangan Mahesa yang sedang duduk di hadapannya. “Kalau dia sudah berpacaran terlalu dini, apalagi denganmu, yang usianya jauh di atasnya, dia akan melupakan pendidikannya, padahal itu masa depannya.” Mahesa terdiam, memandangi Aminah dengan

DMCA.com Protection Status