"Aku tidak pernah mengira Ketua Fu memiliki kisah hidup yang sangat menyedihkan." Xie Jing Cuan berkata seraya menepuk-nepuk kuda yang ditunggangi Xinxin.
"Hampir semua anak-anak yang lahir di masa peperangan mengalami hal yang sama. Wu Hongyi, Baoyu, Nyonya Ning, Nyonya Ling, kakak beradik Ang, Chao Yun, Ketua Rong bahkan kita berdua, Zhang Jiawu dan Ao Yu Long, semua lahir di masa peperangan dan menjadi korban dari keegoisan para penguasa." Xinxin tersenyum dan melirik pria berambut putih yang kali ini memintanya untuk menunggang seekor kuda."Kau benar, aku dan Ao Yu Long beruntung karena terlahir di tengah keluarga penguasa. Sebagian dari kalian benar-benar merupakan anak-anak korban perang." Xie Jing Cuan berhenti dan memetik bunga-bunga liar yang tumbuh di sepanjang jalan yang membelah Hutan Kematian."Anak-anak dan wanita selalu menjadi korban terbanyak dari sebuah peperangan." Xinxin bergumam dan menerima serangkaian bunga berwarna-warni dari Xie JNyonya Liu pergi membawa mereka menembus kegelapan malam. Namun karena sebagian besar adalah anak-anak, wanita dan orang tua, mereka tidak bisa bergerak cepat.Para prajurit Negeri Utara dapat menyusul mereka dan menyerang membabi buta. Negeri Utara merupakan sebuah negeri yang kuat dan makmur. Pasukan mereka dikenal sebagai pasukan barbar yang kejam dan tak kenal ampun.Mereka tidak segan membabat habis musuh mereka sekali pun itu wanita dan anak-anak. Mereka selalu menyapu bersih sebuah wilayah yang mereka taklukkan."Nyonya Liu!" Fu Rui ketakutan dan menggenggam tangan wanita itu erat-erat."Pergilah bersama yang lain. Aku akan menghalangi mereka." Wanita cantik itu tersenyum dan membelai kepalanya dengan lembut.Fu Rui menatapnya lekat-lekat. Terbayang kembali saat kedua orang tuanya tiada. Dia menghambur dan memeluk Nyonya Liu dan menangis terisak-isak."Gadis baik! Pergilah!" Nyonya Liu melepaskan pelukannya dan memberi isy
Wisma Nyonya Ning "Tian Min, ikutlah bersama Tuan Rong untuk menghadiri pertemuan di Manor Zhao." Nyonya Ning memberikan sebuah gulungan pada pemuda yang tengah membaca sebuah kitab."Jika aku ikut kesana, siapa yang akan menjaga Anda dan juga desa?" Tian Min menatap Nyonya Ning dengan khawatir."Jangan khawatirkan kami. Ketua Pang ada di sini. Orang-orang Sekte Elang Emas dan juga Klan Tang akan bergantian berjaga-jaga. Kau pergilah dan dampingi Ketua Rong." Nyonya Ning tersenyum dan duduk di sebelahnya.Dituangkannya teh hijau ke dalam cangkir dan menyajikannya untuk Tuan Min. Pemuda itu tersenyum dan menerima cangkir itu dan segera menyesapnya."Teh buatan Anda selalu enak dan harum untuk dinikmati." Tian Min memuji dan menyesap teh dengan hati-hati.Nyonya Ning tersenyum senang. Di usianya yang sudah tidak muda lagi, dia merasa sangat beruntung dengan kedatangan Xiao Long waktu itu yang membawa kedua bocah yang kemudian mewa
Suasana di Tanah Bebas akhir-akhir ini cukup ramai. Tak terkecuali di Wisma Lonceng Naga dan Kedai Arak Qiutian."Arak kita masih tersisa?" Nyonya Ling bertanya pada seorang pelayan kedai. Seorang pemuda yang tengah sibuk membawa kendi-kendi berisi arak ke depan."Masih cukup Nyonya. Tetapi baru saja pelayan dari Manor Zhao dan Wisma Lonceng Naga memesan arak dalam jumlah besar." Pemuda itu mengeluarkan catatan dari balik jubahnya dan menunjukkannya pada Nyonya Ling."Wah sepertinya akan ada tamu-tamu istimewa di dua tempat itu." Nyonya Ling tersenyum tipis."Benar Nyonya, aku dengar dalam beberapa hari mendatang akan ada pertemuan besar di Manor Zhao," bisik pemuda tadi.Nyonya Ling menatapnya dengan serius. Berdiam diri sejenak. "Kalau begitu awasi terus situasinya. Dan sediakan arak yang banyak serta siapkan arak yang terbaik untuk Manor Zhao dan Wisma Lonceng Naga." Nyonya Ling menyahut dengan berbisik juga pada pemuda itu."
"Haiya ini benar-benar menarik!" Nyonya Ling masih duduk dan bertopang dagu.Dia tidak lagi mencari si pencuri kacang. Karena dia tahu si pencuri itu akan muncul jika suasana di kedainya memanas."Pemabuk Sakti, Ketua Rong Xia Guo, Kakak beradik dari Istana Bunga, Ketua Sekte Lima Dewi, Orang-orang Lotus Hitam dan satu orang misterius. Siapa dia?" Nyonya Ling memicingkan mata menatap wanita yang masuk terakhir ke kedainya."Aku belum pernah melihatnya," gumamnya seraya menatap tamu-tamunya dari kejauhan."Aku rasa sebentar lagi kedaimu ini akan hancur," bisik seseorang yang kembali muncul secara tiba-tiba."Aiyo kau muncul juga! Jika kedaiku hancur, aku akan meminta ganti rugi pada Zhao Lu Yang." Sahut Nyonya Ling santai seraya menjulurkan kakinya di kursi panjang dan memainkan jari lentiknya."Aiyo! Kau membuatku jatuh." Sesosok manusia tiba-tiba muncul dari bayangan kursi."Maaf aku tidak sengaja." Nyonya Ling terkikik
"Tuan Rong, apakah kita harus menginap di sini juga?" Tian Min bertanya dengan hati-hati."Sepertinya begitu. Hujan belum reda dan hari sudah malam. Kita tidak mungkin melanjutkan perjalanan ke Wisma Lonceng Naga." Rong Xia Guo tersenyum, mengambil sepotong daging dan menggigitnya pelan."Bagaimana dengan mereka?" Tian Min menunjuk dengan matanya pada kakak beradik dari Istana Bunga."Jangan khawatirkan mereka. Aku rasa mereka juga akan menginap." Rong Xia Guo tersenyum mengerti."Tuan Rong, siapa wanita itu?" Tian Min kembali bertanya."Aku juga tidak tahu, tetapi kita harus berhati-hati." Rong Xia Guo mengingatkannya.Dia sendiri tidak peduli pada wanita itu. Bukan benar-benar tidak peduli, hanya tidak ingin terlibat apapun sebelum menghadiri pertemuan yang diadakan Manor Zhao."Tuan mari saya antar ke kamar." Seorang pelayan mendekati Yu Xue.Yu Xue mengangguk dan mengikuti pelayan itu menuju ke bagian sampin
"Nona, aku mampir ke kedai ini untuk minum arak dan berteduh. Hanya itu saja, apa kau keberatan?" Seorang pria dari rombongan para pria itu berdiri dan berbicara dengan tegas pada Lady Wei Yang.Ketua Sekte Lima Dewi itu hanya tersenyum sinis. Dia juga berdiri dan menatap rombongan pria itu dengan tatapan yang dipenuhi sorot ketidaksukaan."Ketua, ayo kita beristirahat saja. Ingatlah sekarang kita berada di Tanah Bebas. Sebaiknya kita tidak mencari masalah dengan siapa pun." Lady An Yiran memperingatkannya dengan lembut.Ketua Wei Yang mengabaikan ucapan adik seperguruannya itu. Dia masih menatap para pria di sudut. Mereka suku Xiaong Nu, suku barbar dari gurun barat. Entah apa yang membuat suku itu datang ke Tanah Bebas."Ketua, dia sepertinya tidak menyukai kita." Salah seorang prajurit suku Xiaong Nu berbisik pada sang ketua suku."Aku tidak peduli dia menyukai kita atau tidak. Kita datang ke Tanah Bebas atas undangan penguasa kota ini
"Untunglah, tidak ada insiden berarti di Kedai Qiutian semalam." Tian Min berucap lega saat pagi hari mereka melanjutkan perjalanan menuju Manor Zhao."Sebenarnya tidak akan terjadi apa-apa seandainya Lady Wei Yang mampu menahan ego-nya. Dia terlalu memandang rendah suku Xiaong Nu." Rong Xia Guo tersenyum tipis.Suku Xiaong Nu di mata orang-orang Kaili maupun Tanah Bebas dianggap sebagai suku barbar yang tidak mengenal adab. Namun sebenarnya tidak begitu adanya."Tetapi sepertinya mereka tidak sebarbar yang aku dengar." Tian Min tercenung mengingat sikap Ketua Sang yang cukup sopan.Juga sikap gadis pemanah yang meminta para pria untuk mundur dan dia menghadapi Lady Wei Yang meski sudah jelas terlihat pasti kalah. Untungnya Nyonya Ling bergerak cepat."Memang tidak. Rakyat dan tentara Kaili menyebut mereka barbar dalam pertempuran. Namun dalam kehidupan keseharian mereka juga memiliki tatanan seperti halnya suku dan klan yang lain." Rong
Manor Zhao, Tanah Bebas "Apakah semuanya sudah siap?" Pria setengah baya itu, Tuan Fu, adalah kepala pelayan di Manor Zhao.Beberapa hari ini dia sangat sibuk mempersiapkan pertemuan yang akan diadakan besok, di Manor Zhao, penguasa Tanah Bebas. Sebuah pertemuan besar yang dihadiri hampir seluruh ketua sekte, klan dan bahkan jenderal dari Kaili."Sudah Tuan Fu. Aula utama sudah di siapkan, begitu juga paviliun untuk para tamu yang menginap." Seorang pelayan muda melapor padanya dengan hati-hati."Apakah sudah ada tamu yang datang?" Tuan Fu bertanya dan menatap pelataran manor yang lumayan ramai dengan para prajurit dan pelayan hilir mudik bekerja."Sejauh ini belum ada Tuan. Namun kami mendapatkan kabar, Ketua Zhang Jiawu bersama Tetua Oey dan Tetua Sun akan tiba sore nanti. Begitu juga dengan Lady Wei Yang dan Nona Nanggong." Kembali pelayan tadi melapor."Baiklah! Sambut dan layani mereka dengan baik! Aku akan melihat persiapa
Meigui Jin, Ibukota Negeri UtaraLi Feng Hai menatap Permaisuri Ye Yang hampir saja memuntahkan darah saat membuka kotak-kotak peti yang dibawanya. Wanita cantik itu seketika menjadi pucat pasi. Perutnya terasa mual."Yang Mulia, selain itu ada pesan dari Tuan Xie Jing Cuan sebagai pemilik Wisma Lonceng Naga." Li Feng Hai menyerahkan sebuah gulungan.Permaisuri Ye membacanya dan kemudian berteriak marah melemparkan gulungan itu. Jika kedua peti berisi kepala Kasim Zhou dan Kasim Zheng membuatnya merasa ngeri, maka gulungan itu membuatnya naik darah."Apa kalian ingin membuatku bangkrut," geramnya seraya melirik Li Feng Hai.Li Feng Hai hanya tersenyum tipis. Kemudian dia menjelaskan tujuannya datang ke Negeri Utara selain membawa kepala kedua kasim yang dipenggal Wu Hongyi dan juga tagihan dari Xie Jing Cuan atas merusak Wisma Lonceng Naga."Yang Mulia, Negeri Kaili tidak akan ikut campur suksesi di Negeri Utara. Namun, Kaisar Ao
Seperti yang dikatakan Xie Jing Cuan tadi, matahari perlahan-lahan muncul di timur. Meski masih malu-malu, tetapi sinarnya cukup untuk menyinari pedang di tangan Xie Jing Cuan.Di halaman wisma, di mana semua orang berkumpul, Pedang Bulan milik Wu Hongyi tiba-tiba bergetar dan melayang. Pedang itu terbang melesat meninggalkan halaman."Ketua," gumam Wu Hongyi lirih. Dia berusaha untuk bangun dan mengikuti pedangnya. Namun, tubuhnya tak mampu lagi."Yu, kita harus ke danau!" Fu Rui segera memapah Wu Hongyi dan membawanya terbang. Diikuti Ketua Qilin dan yang lain. Sebelum itu Dun Ming sempat meminta para pelayan wisma untuk mengurus jenazah Kang Li.Mereka tiba di danau yang membeku, tepat saat Xie Jing Cuan melemparkan Pedang Matahari yang bersatu dengan Pedang Bulan ke arah Zhang Jiawu dan tepat menancap di dadanya. Pria itu menatap dadanya yang terluka parah. Dicabutnya pedang itu dan melemparkannya. Dia hendak menyerang
Ketua Qilin tertegun, pasir keemasan berhamburan di halaman wisma. Sosok Feiyu berdiri tegak di tengah halaman dengan pusaran pasir mengelilinginya."Aku tidak keberatan untuk menyapu bersih kalian semua," ucapnya dengan tatapan dingin pada para anggota sekte Lotus Hitam yang tersisa."Bai Hua, sebaiknya kita mundur dan membantu Ketua," Yang Hui berbisik pelan. Bai Hua tidak segera menyahut.Dia menatap sekelilingnya sekilas. Kemudian dia mengangguk dan memberi isyarat agar seluruh anggota sekte mundur mengikutinya.Para tetua sekte Lotus Hitam itu pun mundur dengan terbang menjauhi wisma.Sementara itu Kang Li berusaha membantu Wu Hongyi dan Dun Ming. Namun,jurus tapak beracun milik kedua Kasim dari Negeri Utara itu mengenai dadanya. Kang Li pun tersungkur jatuh melayang dari atap aula utama."Kang Li!" Dun Ming berteriak panik dan meluncur turun untuk menangkap tubuh Kang Li. Sedangkan Wu Hongyi menatap keduanya yang meluncur d
Ao Yu Long hanya memandangi kepergian Jenderal Duan. Dia melirik atap aula utama di mana Wu Hongyi dan Dun Ming masih bertarung dengan kedua Kasim dari Negeri Utara. Di sisi lain, Dong Xiu Bai dan Mu Jin masih berjaga-jaga melindungi Pangeran Dong Fang Xian. "Xie Jing Cuan, mau tidak mau aku harus bertarung dengan Zhang Jiawu bukan?" gumamnya seraya menatap Zhang Jiawu yang masih berdiri tegak tak jauh darinya. "Aku tidak ingin bertarung denganmu, Yang Mulia." Pria berhanfu dan berjubah hitam bermotif bunga lotus itu berkata dengan kesal. "Bagiku bukan masalah, apakah harus bertarung denganmu atau tidak," sahut Ao Yu Long santai. Dia tersenyum tipis dan tangannya bergerak mengangkat pedang esnya. Pedang itu berkilau kebiruan ditimpa sinar bulan. Menimbulkan kilatan-kilatan kebiruan yang indah, tetapi juga mengerikan. Siapa pun tahu jika pedang itu ditebaskan dengan kekuatan
Kelopak-kelopak lotus hitam berhamburan menyerang Wu Hongyi dan Dun Ming. Pedang Bulan Wu Hongyi berkelebat cepat mencacah kelopak-kelopak lotus itu hingga hancur berkeping-keping.Zhang Jiawu memberi isyarat pada anggota sekte Lotus Hitam yang masih berada di luar untuk menyerbu masuk. Wu Hongyi yang menyadari situasi mulai tidak menguntungkan mereka, membunyikan lonceng di jarinya. Begitu juga dengan Dun Ming.Dari kegelapan malam, muncul sosok-sosok mayat hidup yang menghadang para anggota sekte Lotus Hitam. Sementara Kang Li sadar betul dia tidak akan bisa menahan mereka semua sendirian. Dia mengibaskan selendang putihnya disertai mantra Sutra Kematian.Selendang putih itu berkelebat dengan cepat, meliuk-liuk dan menghajar sepuluh pembunuh bayaran dari organisasi Tangan Kematian. Yu Jue, pimpinan mereka pun terluka cukup parah. Namun, kedatangan orang-orang dari sekte Lotus Hitam membuat Kang Li kerepotan.Beruntung sa
Seorang pria muda tampan berhanfu dan jubah hijau muda tersenyum menatap sang kasim. Memamerkan deretan giginya yang putih berseri-seri dan senyum yang teramat manis. "Dun Ming, si pemilik senyum malaikat," gumam Kasim Zhou. Dun Ming, ketua pintu kematian ke-lima, tersenyum tipis menganggukkan kepalanya. "Wah, rupanya Kasim Zhou masih mengingatku dengan baik. Aku sungguh merasa terhormat." Dun Ming kembali memamerkan senyuman yang bak malaikat. Sayangnya, senyum indahnya itu hampir dipastikan membawa maut bagi orang-orang di sekelilingnya. Karena itu dia dijuluki Pemilik Senyum Malaikat Maut. "Jangan halangi aku!" Kasim Zhou menyipitkan matanya dan tanpa basa-basi menyerang Dun Ming dengan pedangnya. Pemuda tampan itu hanya tersenyum tipis dan terbang menghindari serangan sang kasim. Dia melompat ke atap aula utama bergabung dengan Wu Hongyi yang tengah bertarung dengan Kasim Zheng. Wu Hongyi tertegun, tetapi tidak bertanya dan justru menjadi
Kasim Zheng menatap Wu Hongyi. Dia kembali berdiri tegak. Darah merembes di hanfu ungunya, tetapi itu tidak menghalanginya untuk melanjutkan pertarungannya. "Pangeran Mahkota patuhilah perintah Permaisuri Ye!" Dia berseru pada Pangeran Dong Fang Xian yang berdiri di atap bangunan di belakang bangunan di mana Kasim Zheng dan Wu Hongyi berada. "Kasim Zheng! Aku hanya mematuhi perintah Ayahanda Kaisar! Yang Mulia memerintahkan diriku untuk pergi dari Negeri Utara dan baru diijinkan kembali jika Yang Mulia telah tiada!" sahut Pangerang Dong Fang Xian dari kejauhan. Pangeran Dong Fang Xian berbicara dengan tenang dan tegas. Dia sangat memahami keberpihakan Kasim Zheng dan Kasim Zhou pada Permaisuri Ye. Mereka berdua merupakan Kasim yang terkuat baik posisi, status maupun ilmu beladiri diri, di dalam Istana Meigui Jin. Bahkan Kasim Wang pun belum tentu mampu mengalahkan salah satu dari mereka berdua. "Pangeran, jangan salahkan hamba!" Kasim Zheng m
Tongkat berkilau itu bergerak cepat sebelum pedang milik Rou menyabet Yu Jue. Benda itu menghantam dada Rou dan membuat gadis cantik jatuh ke tanah berlapis salju yang dingin. Seteguk darah muncrat dari mulutnya."Kami hanya ingin membawa kembali Pangeran Mahkota!" Sang pemilik tongkat, seorang pria berpakaian khas berwarna ungu dan hitam, berbicara dengan tegas.Rou berdiri meski tertatih-tatih. Dia mengusap sudut bibirnya dengan punggung tangannya. "Tidak semudah itu! Lewati aku dulu!" Rou sama sekali tidak gentar. Meski menyadari tongkat perak berkilau di tangan pria itu cukup berbahaya bahkan mungkin mematikan."Gadis kecil, jangan memaksaku!" Pria itu bergerak cepat. Tongkatnya memukul tanah dan salju kembali berhamburan bersamaan dengan batu-batuan yang melapisi halaman utama wisma.Rou dengan cepat menghindar. Dia melompat dan berputar kemudian mendarat di ujung tangga yang menuju aula utama. Meski terluka, tetapi dia masih mampu bertahan d
Pintu gerbang kayu terbuka karena ditendang dengan kekuatan yang cukup besar. Kini pintu gerbang wisma Lonceng Naga itu terbuka lebar. Papan nama kayu yang tergantung di atasnya ikut terjatuh dan terbelah dua. Hanya lonceng naga saja masih tergantung kokoh di atas pintu gerbang itu."Begitulah cara kalian bertamu?" Rou berdiri tegak di tengah halaman aula utama. Dia berdiri seorang diri, menyambut kedatangan para tamu yang tak diundang dan sepertinya juga tidak berniat untuk menginap di wisma selayaknya para tamu yang biasa mengunjungi wisma."Kami sudah membunyikan lonceng di gerbang! Namun, tidak ada yang membukakan pintu gerbang!" sahut salah seorang dari orang-orang yang memaksa untuk memasuki wisma.Dia seorang wanita cantik yang mengenakan hanfu berwarna biru dan putih. Dia melangkah maju mendekati Rou dengan penuh percaya diri."Tentu saja! Bagaimana kami akan menyambut tamu yang datang di tengah malam di tengah musim dingin seperti ini? Bu