"Manusia memang tidak pernah puas!" Pria bertopeng itu bergumam seorang diri.Dia berdiri di atap sebuah bangunan tua sembari menikmati kesunyian dan keindahan malam bulan purnama seorang diri. Dilepaskannya topeng yang menutupi wajahnya."Topeng ini sungguh menyiksaku," gumamnya seraya menatap topeng yang terbuat dari giok hitam itu dengan sendu.Kemudian dia duduk bersandar pada cerobong asap yang sudah tinggal separuh saja. Bangunan tua ini sudah lama tak berpenghuni dan dibiarkan begitu saja. Hanya dirinya yang kerap duduk termenung di atapnya saat malam hari."Zhao Lu Yang, kau sangat berambisi untuk menjadi penguasa tunggal di wilayah ini. Zhang Jiawu yang dipenuhi dendam yang mengerak di dalam hatinya. Sungguh menyenangkan saat bermain-main dengan kalian." Pria itu tersenyum puas."Ah akan lebih menyenangkan jika melibatkan Xie Jing Cuan dan Ao Yu Long. Mereka berempat pasti akan menghiburku dengan kekonyolan mereka," gumamnya lagi seraya menggelengkan kepalanya.Pria itu terdi
"Aku tidak tahu siapa dirimu dan untuk apa kau berkunjung ke menara. Satu hal yang pasti aku tidak bisa membiarkanmu masuk ke dalam menara." Kang Li tersenyum tipis dan menegakkan tubuhnya.Pria bertopeng giok hitam itu tertawa mendengar ucapannya. Dia melangkah mendekati Kang Li. Menatap gadis di hadapannya dengan seksama."Sesuai dengan rumor yang beredar. Ketua Kang Li adalah seorang wanita yang sangat cantik." Pria bertopeng itu memujinya."Aku tidak peduli dengan ucapanmu. Aku hanya ingin mengatakan padamu, pergilah! Aku tidak ingin bertarung denganmu!" Kang Li menyahut dengan santai pujian sang pria bertopeng itu.Kang Li melangkah perlahan hingga berjarak cukup dekat dengan pria itu. Ditatapnya pria bertopeng di hadapannya dengan seksama. Ini pertama kalinya dia bertemu dengan pria itu."Sayangnya aku tidak ingin pergi dari tempat ini. Aku ingin bertemu dengan Tuan Muda Xie, Xie Jing Cuan." Pria bertopeng itu berbisik pelan namun sangat jelas."Tentu saja itu bisa terjadi jika
"Jadi Lady Jing telah tiada?" Jenderal Duan tercenung menatap Mu Rong Yan. Sorot matanya tampak muram dan sedih. Pria yang kini menjadi penguasa Negeri Kaili itu seketika menjadi muram. Beberapa kabar yang kurang bagus diterimanya dari utusan yang dikirim ke pertemuan di Tanah Bebas. Selain keributan yang dipicu Nanggong Ningli, yang akhirnya menimbulkan kekacauan di Wisma Lonceng Naga, kabar kematian Lady Jing mungkin merupakan kabar yang paling mengguncang bagi Jenderal Duan. "Lady Jing, aku belum sempat bertemu dengannya lagi setelah sekian lama." Kembali Jenderal Duan bergumam pelan. Dia mengangkat kepalanya dan menatap para utusan yang baru kembali dari Tanah Bebas. Ditatapnya mereka satu persatu. Selain Mu Rong Yan, yang merupakan orang kepercayaan Ao Yu Long dalam pengelolaan tanahnya di barat daya, Nanggong Ningli dan Li Feng Hai, kini menundukkan kepala dalam-dalam dan tidak berani menatapnya. "Apakah ada sesuatu yang Zhao Lu Yang ingin sampaikan padaku berkaitan dengan
"Dia baik-baik saja?" Tetua Oey menatap Xiao Che yang masih bermeditasi di sebuah ruangan tertutup dan suram. "Kau tidak perlu mengkhawatirkannya. Dia akan baik-baik saja setelah chi-nya pulih." Bai Hua tersenyum tipis, melirik wanita cantik bercadar ungu tipis di sebelahnya. "Baiklah! Aku tidak akan mengkhawatirkannya lagi. Namun, aku tidak menyangka jurus ilusi Kupu-kupu benar-benar luar biasa efeknya." Tetua Oey menoleh dan menatap kakak seperguruannya. "Jurus itu memang sangat berbahaya. Seandainya, berhadapan dengan Lady Jing seorang diri, aku pun belum tentu menang melawannya." Bai Hua mendesah pelan. "Wanita dari Istana Bunga selalu saja lebih berbahaya dari pada wanita mana pun di seluruh wilayah Kaili bukan?" Tetua Oey tersenyum sinis. Bai Hua hanya terdiam. Dia memberi isyarat pada Tetua Oey untuk tidak berbicara lagi karena sepertinya kehadiran mereka telah mengganggu meditasi Xiao Che. Anggota termuda dari dua belas tetua sekte Lotus Hitam itu masih berkonsentrasi
"Tuan Muda Zhang, seharusnya kau tidak perlu memikul beban dalam hati dan hidupmu. Kau adalah orang yang bebas, tetapi kau memilih untuk terikat pada dendam." Yang Cheng berbisik dalam hati sembari memejamkan matanya. Menikmati irama qugin yang merdu, merayu kalbu. Seakan-akan mengajak siapa pun yang mendengarnya untuk merasakan kesyahduan yang disampaikan sang pemetik qugin. Berbeda dengan para tetua sekte lainnya, Yang Cheng adalah orang di bawah Zhang Jiawu langsung. Bukan murid dari ketua sekte dan para tetua sebelumnya. Meski begitu, dia memiliki guru dari sekte Lotus Hitam juga. Keberadaannya sebagai salah satu tetua dari dua belas tetua pada awalnya menimbulkan pro dan kontra. Mengingat dia hanya murid dari tetua yang tidak bergabung dalam dua belas tetua atau pun tetua yang berpengaruh di sekte. Namun, lambat laun para tetua lainnya dapat menerima kehadirannya. Yang Cheng menjadi anggota dua belas tetua setelah kematian Gu Fei. Namun, dia tidak mewarisi pedang ataupun j
Lembah selatan merupakan sebuah wilayah di pegunungan selatan. Sebuah wilayah yang subur, tetapi sunyi dan tenang karena hanya ada sedikit yang menghuninya.Selain Istana Bunga yang ada di Lembah Selaksa Bunga yang berbatasan dengan Hutan Kematian dan Kaili Selatan, hanya Lembah Ular, Lembah Lotus, Lembah Persik dan Lembah merah yang memiliki penghuni cukup padat. Itu pun hanyalah para anggota sekte. Hanya di Lembah Merah dan Lembah Persik saja ada beberapa desa yang dihuni oleh penduduk desa biasa.Selebihnya, wilayah di tempat ini hingga ke puncak pegunungan selatan, sunyi semata. Di puncak pegunungan selatan saat ini hanya ada Ao Yu Long, Dong Xiu Bai, Tuan Wu, Jenderal Won dan Pasukan Mo Yu.Wajar saja jika Xie Jing Cuan mempersiapkan cukup banyak orang-orang dari sekte Sembilan Pintu Kematian dan juga Wisma Lonceng Naga untuk mengawal perjalanan Lady Wang kembali ke Lembah Selaksa Bunga. Mengingat situasi di wilayah itu yang cukup berbahaya.
"Tian Min, tidurlah!" Yu Xue menatap pemuda yang masih duduk di atas sebuah batu, tak jauh darinya.Pemuda tampan itu mengabaikan ucapan Yu Xue, menatap nanar api unggun yang menyala terang. Sepertinya dia tengah melamun."Aku tahu, kau pasti masih bersedih atas kematian Lady Jing." Yu Xue berdiri, melepaskan jubahnya.Dengan hati-hati diselimutkannya jubah tebal itu ke tubuh Tian Min. Kemudian dia duduk di sebelahnya. Turut memandang api unggun yang masih menyala menerangi suasana di sekeliling yang gelap."Tidak, aku tidak bersedih Tuan Yu." Tian Min menyahut pelan. Dia menoleh dan menatap pria yang duduk di sebelahnya.Mengamatinya dengan seksama. Yu Xue jelas berusia lebih tua dari Kaisar Ao Yu Long ataupun Rong Xia Guo dan Xie Jing Cuan. Namun, tidak setua Paman Gu di Pondok Willow.Yu Xue hanya sedikit lebih tua dari beberapa pria yang dikenalnya dengan baik selama ini. Dia tampan dan berwibawa meski penampilannya sangat sederhana. Hanfu berwarna hitam terbuat dari bahan kasa ka
"Bangunlah!" Yu Xue membuang ranting kayu dan mengulurkan tangannya.Tian Min meraih tangan pria itu dan menggenggamnya erat. Tangan yang terasa hangat. Seperti tangan Lady Jing yang selalu menggenggam erat-erat tangannya saat mereka melewati malam bersama. Sesuatu yang tidak setiap saat dapat mereka rasakan setiap waktu."Tuan Yu, sekarang aku mengerti alasan ibuku memintamu menjadi guruku." Tian Min tersenyum dan melepaskan genggaman tangan pria itu.Dia kemudian berlutut di tanah dan menjura memberi hormat pada pria yang masih berdiri tegak di depannya."Murid memberi hormat pada Guru!" Tian Min hendak bersujud di tanah."Eh!" Yu Xue mencegahnya dan membantunya untuk berdiri. "Tidak perlu seperti itu! Lupakan hal-hal yang bersifat formal seperti itu. Bagiku itu tidak penting." Yu Xue terkekeh dan mengajak pemuda itu kembali duduk di depan api unggun."Tuan Yu! Dia cocok menjadi muridmu!" Tiba-tiba salah seorang dari anggota sekte Sembilan Pintu Kematian menghampiri mereka."Ah Ketu
Meigui Jin, Ibukota Negeri UtaraLi Feng Hai menatap Permaisuri Ye Yang hampir saja memuntahkan darah saat membuka kotak-kotak peti yang dibawanya. Wanita cantik itu seketika menjadi pucat pasi. Perutnya terasa mual."Yang Mulia, selain itu ada pesan dari Tuan Xie Jing Cuan sebagai pemilik Wisma Lonceng Naga." Li Feng Hai menyerahkan sebuah gulungan.Permaisuri Ye membacanya dan kemudian berteriak marah melemparkan gulungan itu. Jika kedua peti berisi kepala Kasim Zhou dan Kasim Zheng membuatnya merasa ngeri, maka gulungan itu membuatnya naik darah."Apa kalian ingin membuatku bangkrut," geramnya seraya melirik Li Feng Hai.Li Feng Hai hanya tersenyum tipis. Kemudian dia menjelaskan tujuannya datang ke Negeri Utara selain membawa kepala kedua kasim yang dipenggal Wu Hongyi dan juga tagihan dari Xie Jing Cuan atas merusak Wisma Lonceng Naga."Yang Mulia, Negeri Kaili tidak akan ikut campur suksesi di Negeri Utara. Namun, Kaisar Ao
Seperti yang dikatakan Xie Jing Cuan tadi, matahari perlahan-lahan muncul di timur. Meski masih malu-malu, tetapi sinarnya cukup untuk menyinari pedang di tangan Xie Jing Cuan.Di halaman wisma, di mana semua orang berkumpul, Pedang Bulan milik Wu Hongyi tiba-tiba bergetar dan melayang. Pedang itu terbang melesat meninggalkan halaman."Ketua," gumam Wu Hongyi lirih. Dia berusaha untuk bangun dan mengikuti pedangnya. Namun, tubuhnya tak mampu lagi."Yu, kita harus ke danau!" Fu Rui segera memapah Wu Hongyi dan membawanya terbang. Diikuti Ketua Qilin dan yang lain. Sebelum itu Dun Ming sempat meminta para pelayan wisma untuk mengurus jenazah Kang Li.Mereka tiba di danau yang membeku, tepat saat Xie Jing Cuan melemparkan Pedang Matahari yang bersatu dengan Pedang Bulan ke arah Zhang Jiawu dan tepat menancap di dadanya. Pria itu menatap dadanya yang terluka parah. Dicabutnya pedang itu dan melemparkannya. Dia hendak menyerang
Ketua Qilin tertegun, pasir keemasan berhamburan di halaman wisma. Sosok Feiyu berdiri tegak di tengah halaman dengan pusaran pasir mengelilinginya."Aku tidak keberatan untuk menyapu bersih kalian semua," ucapnya dengan tatapan dingin pada para anggota sekte Lotus Hitam yang tersisa."Bai Hua, sebaiknya kita mundur dan membantu Ketua," Yang Hui berbisik pelan. Bai Hua tidak segera menyahut.Dia menatap sekelilingnya sekilas. Kemudian dia mengangguk dan memberi isyarat agar seluruh anggota sekte mundur mengikutinya.Para tetua sekte Lotus Hitam itu pun mundur dengan terbang menjauhi wisma.Sementara itu Kang Li berusaha membantu Wu Hongyi dan Dun Ming. Namun,jurus tapak beracun milik kedua Kasim dari Negeri Utara itu mengenai dadanya. Kang Li pun tersungkur jatuh melayang dari atap aula utama."Kang Li!" Dun Ming berteriak panik dan meluncur turun untuk menangkap tubuh Kang Li. Sedangkan Wu Hongyi menatap keduanya yang meluncur d
Ao Yu Long hanya memandangi kepergian Jenderal Duan. Dia melirik atap aula utama di mana Wu Hongyi dan Dun Ming masih bertarung dengan kedua Kasim dari Negeri Utara. Di sisi lain, Dong Xiu Bai dan Mu Jin masih berjaga-jaga melindungi Pangeran Dong Fang Xian. "Xie Jing Cuan, mau tidak mau aku harus bertarung dengan Zhang Jiawu bukan?" gumamnya seraya menatap Zhang Jiawu yang masih berdiri tegak tak jauh darinya. "Aku tidak ingin bertarung denganmu, Yang Mulia." Pria berhanfu dan berjubah hitam bermotif bunga lotus itu berkata dengan kesal. "Bagiku bukan masalah, apakah harus bertarung denganmu atau tidak," sahut Ao Yu Long santai. Dia tersenyum tipis dan tangannya bergerak mengangkat pedang esnya. Pedang itu berkilau kebiruan ditimpa sinar bulan. Menimbulkan kilatan-kilatan kebiruan yang indah, tetapi juga mengerikan. Siapa pun tahu jika pedang itu ditebaskan dengan kekuatan
Kelopak-kelopak lotus hitam berhamburan menyerang Wu Hongyi dan Dun Ming. Pedang Bulan Wu Hongyi berkelebat cepat mencacah kelopak-kelopak lotus itu hingga hancur berkeping-keping.Zhang Jiawu memberi isyarat pada anggota sekte Lotus Hitam yang masih berada di luar untuk menyerbu masuk. Wu Hongyi yang menyadari situasi mulai tidak menguntungkan mereka, membunyikan lonceng di jarinya. Begitu juga dengan Dun Ming.Dari kegelapan malam, muncul sosok-sosok mayat hidup yang menghadang para anggota sekte Lotus Hitam. Sementara Kang Li sadar betul dia tidak akan bisa menahan mereka semua sendirian. Dia mengibaskan selendang putihnya disertai mantra Sutra Kematian.Selendang putih itu berkelebat dengan cepat, meliuk-liuk dan menghajar sepuluh pembunuh bayaran dari organisasi Tangan Kematian. Yu Jue, pimpinan mereka pun terluka cukup parah. Namun, kedatangan orang-orang dari sekte Lotus Hitam membuat Kang Li kerepotan.Beruntung sa
Seorang pria muda tampan berhanfu dan jubah hijau muda tersenyum menatap sang kasim. Memamerkan deretan giginya yang putih berseri-seri dan senyum yang teramat manis. "Dun Ming, si pemilik senyum malaikat," gumam Kasim Zhou. Dun Ming, ketua pintu kematian ke-lima, tersenyum tipis menganggukkan kepalanya. "Wah, rupanya Kasim Zhou masih mengingatku dengan baik. Aku sungguh merasa terhormat." Dun Ming kembali memamerkan senyuman yang bak malaikat. Sayangnya, senyum indahnya itu hampir dipastikan membawa maut bagi orang-orang di sekelilingnya. Karena itu dia dijuluki Pemilik Senyum Malaikat Maut. "Jangan halangi aku!" Kasim Zhou menyipitkan matanya dan tanpa basa-basi menyerang Dun Ming dengan pedangnya. Pemuda tampan itu hanya tersenyum tipis dan terbang menghindari serangan sang kasim. Dia melompat ke atap aula utama bergabung dengan Wu Hongyi yang tengah bertarung dengan Kasim Zheng. Wu Hongyi tertegun, tetapi tidak bertanya dan justru menjadi
Kasim Zheng menatap Wu Hongyi. Dia kembali berdiri tegak. Darah merembes di hanfu ungunya, tetapi itu tidak menghalanginya untuk melanjutkan pertarungannya. "Pangeran Mahkota patuhilah perintah Permaisuri Ye!" Dia berseru pada Pangeran Dong Fang Xian yang berdiri di atap bangunan di belakang bangunan di mana Kasim Zheng dan Wu Hongyi berada. "Kasim Zheng! Aku hanya mematuhi perintah Ayahanda Kaisar! Yang Mulia memerintahkan diriku untuk pergi dari Negeri Utara dan baru diijinkan kembali jika Yang Mulia telah tiada!" sahut Pangerang Dong Fang Xian dari kejauhan. Pangeran Dong Fang Xian berbicara dengan tenang dan tegas. Dia sangat memahami keberpihakan Kasim Zheng dan Kasim Zhou pada Permaisuri Ye. Mereka berdua merupakan Kasim yang terkuat baik posisi, status maupun ilmu beladiri diri, di dalam Istana Meigui Jin. Bahkan Kasim Wang pun belum tentu mampu mengalahkan salah satu dari mereka berdua. "Pangeran, jangan salahkan hamba!" Kasim Zheng m
Tongkat berkilau itu bergerak cepat sebelum pedang milik Rou menyabet Yu Jue. Benda itu menghantam dada Rou dan membuat gadis cantik jatuh ke tanah berlapis salju yang dingin. Seteguk darah muncrat dari mulutnya."Kami hanya ingin membawa kembali Pangeran Mahkota!" Sang pemilik tongkat, seorang pria berpakaian khas berwarna ungu dan hitam, berbicara dengan tegas.Rou berdiri meski tertatih-tatih. Dia mengusap sudut bibirnya dengan punggung tangannya. "Tidak semudah itu! Lewati aku dulu!" Rou sama sekali tidak gentar. Meski menyadari tongkat perak berkilau di tangan pria itu cukup berbahaya bahkan mungkin mematikan."Gadis kecil, jangan memaksaku!" Pria itu bergerak cepat. Tongkatnya memukul tanah dan salju kembali berhamburan bersamaan dengan batu-batuan yang melapisi halaman utama wisma.Rou dengan cepat menghindar. Dia melompat dan berputar kemudian mendarat di ujung tangga yang menuju aula utama. Meski terluka, tetapi dia masih mampu bertahan d
Pintu gerbang kayu terbuka karena ditendang dengan kekuatan yang cukup besar. Kini pintu gerbang wisma Lonceng Naga itu terbuka lebar. Papan nama kayu yang tergantung di atasnya ikut terjatuh dan terbelah dua. Hanya lonceng naga saja masih tergantung kokoh di atas pintu gerbang itu."Begitulah cara kalian bertamu?" Rou berdiri tegak di tengah halaman aula utama. Dia berdiri seorang diri, menyambut kedatangan para tamu yang tak diundang dan sepertinya juga tidak berniat untuk menginap di wisma selayaknya para tamu yang biasa mengunjungi wisma."Kami sudah membunyikan lonceng di gerbang! Namun, tidak ada yang membukakan pintu gerbang!" sahut salah seorang dari orang-orang yang memaksa untuk memasuki wisma.Dia seorang wanita cantik yang mengenakan hanfu berwarna biru dan putih. Dia melangkah maju mendekati Rou dengan penuh percaya diri."Tentu saja! Bagaimana kami akan menyambut tamu yang datang di tengah malam di tengah musim dingin seperti ini? Bu