Berbeda dari energi dingin yang tercipta saat melakukan pemurnian, kabut ini menyebar dengan liar ke segala arah. Perubahan suhu udara secara tiba-tiba, ditambah udara hutan yang lembab maka terciptalah kabut itu. Kini Akara tidak terlihat di dalam kabut, namun ia masih bisa mengawasi menggunakan mata ularnya. Situasi yang menguntungkannya, sekaligus membantu gadis bertopeng. Gadis itu ternyata melesat dengan mudah di dalam kabut yang menutupi pandangan, bahkan langsung menemukan keberadaan Akara.
"Mampu.."Baru saja gadis itu angkat bicara, namun pria berpakaian hijau melesat dan mengayunkan kampak besarnya secara acak. Hembusan angin saat ia terbang juga menyapu kabut putih hingga mereka terlihat kembali."Tikus-tikus kecil!" Ia langsung mengejar kedua remaja yang dengan cepat diselimuti kabut putih kembali. Walau begitu, ia tetap menerjang dan 'wushh' gadis bertopeng melesat keluar dari kabut ke arahnya.Gadis itu mengepalkan tangannya, denganPemilik aura berwarna oranye dengan dua pola itu tidak dapat ditemukan, namun bisa membuat efek tekanan dan menciptakan kristal seperti itu. Ratusan kristal yang mengurung mereka seperti sangkar, juga terlihat samar-samar asap keunguan yang tersebar. Secara bersamaan semua kristal itu diluncurkan, dibarengi kobaran api di tubuh Akara dan hentakan enegi merah di tubuh gadis bertopeng."Awas!" teriak gadis bertopeng sambil berlari ke arah Akara. Akara bisa berdiri kembali dengan tubuh diselimuti kobaran api, sambil mengayunkan kedua pedang kayunya. Ada juga belati yang terus dilemparkan gadis itu untuk membantu Akara menangkis, namun tetap saja ada beberapa kristal yang lolos dan mengenainya. Lengan, pundak dan kakinya telah terluka, lalu kristal yang terjatuh di tanah menjadi ranjau. Kristal runcing itu tertancap di tanah seperti duri dan sialnya ada racun yang menyelimutinya. Beruntung bagi Akara, tubuhnya diselimuti api yang membakar racun pada lukanya.
Ia cukup terkejut saat membuka topeng gadis itu, pasalnya, ada wajah cantik dibalik topeng serigala itu. Ia merasakan nostalgia, sama seperti saat membuka topeng milik Lisa, gadis yang memberikan latihan padanya saat kecil. Gadis bertopeng ini namanya Sania, saat topengnya dibuka ia menunjukkan ekspresi kesal dan kesakitan hingga bercucuran air mata. Akara nampak terpana sejenak, lalu tersadar dan mengulurkan tiga pil yang sudah ia siapkan."Makanlah!" Sania langsung meraihnya dengan kencang seperti merebutnya, lalu menelan ketiga pil sambil memalingkan wajahnya. Akara kini menyalurkan energinya, membantu penyembuhan kaki Sania yang sekarang penuh luka bakar."Bocah! Kita benar-benar dalam bahaya jika para penunggu hutan datang!" teriak Drake membuat Sania berdiri dan berposisi siap menyerang."Itu!" Akara dengan santai menunjuk ke arah Drake hingga membuat Sania mendekatinya karena penasaran."Siapa namamu?" ujar Akara.
Drake kemudian menjelaskan bahwa ia menyerap nadi giok hijau yang Akara simpan. Efek benda berharga itu ternyata membuatnya berevolusi menjadi dua pola, juga dia bisa berbicara karena garis keturunan. Jika binatang biasa mewarisi insting dari induk mereka, maka binatang sihir di atas ranah mistis mewarisi sebagian ingatan induknya."Jadi, kau sekarang binatang sihir milikku 'kan?" ucap Akara dengan nada mengancam."Enak saja!" "Kau menyerap nadi giok hijau dan bunga bangkai racun milikku 'kan?" Akara kini mengeluarkan api Surgawi di telapak tangannya. "Kebetulan aku lapar, menu makan malam kali ini kadal bakar juga tidak terlalu buruk,""Aku keturunan Naga bukan kadal!" teriaknya, namun Akara segera mendekatkan api surgawi padanya. "Ahh Iya-iya!" Akhirnya Drake menurut, daripada dirinya menjadi santapan makan malam. Kondisinya yang baru saja menetas, belum bisa mengendalikan kekuatannya dengan baik. Itulah kenapa tekanan dari auranya begitu kuat,
"Ada apa!?" seru Sania saat Akara mengubah haluan secara tiba-tiba."Seseorang dalam bahaya!" Ia langsung membuka aura ranah dan melesat lebih cepat. Kini nampaklah cahaya oranye yang muncul akibat aura mistis milik pohon beringin. Aura yang bahkan membuat Komo bergidik ngeri. Pasalnya, ada empat lapisan lingkaran pada aura mistis itu. Wanita berambut pirang itu berdiri dengan tenang, padahal di depannya ada akar rambat yang tak terhitung jumlahnya. Di tengah-tengah akar rambat itu, ada sebuah bunga berwarna merah dengan tangkainya yang langsung dari tanah. Blood spider Lily, bunga dengan mahkota bunga yang berbentuk jari-jari panjang. Atau dalam bahasa Jepang disebut Higanbana, bunga yang melambangkan kematian."Awas!" Ia langsung menerjang dan menggendong wanita tadi saat akar gantung milik pohon sihir hampir mengenainya."Manusia sialan!" umpat pohon beringin. Mereka langsung melesat pergi meninggalkan pohon beringin di tingkat mistis penuh it
"Oh kalian mau cari bahan obat?" "Tidak, kami di sini untuk menghafal jenis-jenis tanaman obat," jelas Mala membuat Akara mengingat kembali betapa tebalnya buku tanaman obat yang diberikan oleh mama Lia untuk dihafalnya. Ia juga jadi sedih, rindu kepada mama Lia yang selalu menemani dan mengajarinya berbagai hal."Akara kenapa?" "Tidak, hanya saja teringat saat-saat aku latihan dulu ahaha. Sama seperti kalian, harus menghafal berbagai jenis tanaman," "Apa yang kalian lakukan di sana!? Cepat lakukan tugas kalian!" seru salah seorang laki-laki."Maaf senior!" jawab Mala dan kawan-kawan. "Kami pergi dulu Akara!" Mereka kemudian pergi dan Akara melanjutkan berkeliling kota, melihat-lihat berbagai tanaman obat. Tidak lama kemudian ia bertemu dengan tetua Dong Waru dan beberapa siswanya."Akara! Sudah aku duga kamu juga di sini! Ada sesuatu yang ingin dibicarakan denganmu," ucap pria paruh baya bertubuh gemuk itu.
Sania kemudian melancarkan tendangan ke arah leher, sedangkan Akara menggenggam lengan laki-laki itu dengan kedua tangan. Tendangan Sania begitu kuat hingga menyebabkan hembusan angin, namun laki-laki itu tidak bergeming sama sekali. Sania mulai panik, namun Akara mengeluarkan aura ranahnya, lalu memfokuskan api mutasi pada tangannya."Api Surgawi!?" Laki-laki itu cukup terkejut dan langsung mengayunkan tangannya untuk melempar Akara. Akan tetapi, ia gagal karena genggaman kedua tangan Akara cukup kuat. Kini api membakar lengannya dan ia mulai panik.Melihat musuhnya lengah, Sania mengaitkan kedua kakinya pada lengan laki-laki itu, melepaskan cekikan dan berayun ke belakangnya. Ia mengunci satu tangannya dan mengacungkan belati di leher laki-laki itu."Lepaskan!" ucap Sania dengan pelan, namun begitu mengancam. Dengan terpaksa laki-laki itu melepaskan cekikannya dan Akara langsung batuk karena kehabisan napas. Kini jubah di lengannya sudah terbakar, memper
Komo berubah menjadi ukuran semula, menghantam hutan hingga menumbangkan pohon-pohon kecil. Ia langsung mengaktifkan aura mistisnya dan membuat beberapa kristal berukuran besar. Akan tetapi, ia langsung terdiam saat melihat ke arah pohon beringin berada."Kenapa kau bengong!? Ayo!" Akara berlari, melompati Komo dan anehnya ia terkejut hingga tersungkur. Setelah itu Komo meluncurkan satu kristal dengan sangat cepat."Lha kok ilang!?" Akara langsung berdiri, melihat kristal milik Komo menancap di tanah, namun di sana tidak ada pohon beringin tingkat mistis sebelumnya."Mungkin bersembunyi!" Komo juga ikut heran, ia kini membuat puluhan kristal kecil dan menghujani seluruh area di sekitarnya. Kekuatan yang begitu mengerikan, bahkan menembus pepohonan. Akan tetapi, pohon beringin masih saja tidak muncul."Jangan buang-buang energi!" Akara melompat, memukul kepala Komo dengan cukup kuat. Komo berubah mengecil kembali, lalu mereka berkeliling area
Kristal besar meluncur dengan sangat cepat, menembus akar yang menjalar, bahkan hampir mengenai ketiga siswa akademi Amerta itu."Apa itu!?""Kristal!?" Mereka kebingungan dan fokus pada kristal besar itu, lalu terkejut saat melihat dua orang keluar dari jeratan kubah akar...Beberapa saat sebelumnya, setelah meluncurkan kristal, Komo kembali mengecil karena lubang keluar tidak muat baginya. Walau begitu, mereka tetap tidak akan sempat keluar dengan kecepatan Akara. Padahal ia sudah membuka aura ranahnya dan menguatkan tubuhnya dengan api Surgawi. Tanpa mereka sangka, seorang gadis dengan rambut kucir kuda ternyata melesat dari bawah dengan cepat, meraih tangan Akara hingga mereka berhasil keluar di detik-detik terakhir. Gadis itu selalu mengikuti Akara dari awal, ia menyelinap begitu sempurna di balik pepohonan.Tatapan kesal para siswa terhadap Akara langsung teralihkan saat melihat kecantikan Sania, mereka benar-benar terpana dengan gadis
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak