"Oh kalian mau cari bahan obat?"
"Tidak, kami di sini untuk menghafal jenis-jenis tanaman obat," jelas Mala membuat Akara mengingat kembali betapa tebalnya buku tanaman obat yang diberikan oleh mama Lia untuk dihafalnya. Ia juga jadi sedih, rindu kepada mama Lia yang selalu menemani dan mengajarinya berbagai hal."Akara kenapa?""Tidak, hanya saja teringat saat-saat aku latihan dulu ahaha. Sama seperti kalian, harus menghafal berbagai jenis tanaman,""Apa yang kalian lakukan di sana!? Cepat lakukan tugas kalian!" seru salah seorang laki-laki."Maaf senior!" jawab Mala dan kawan-kawan."Kami pergi dulu Akara!" Mereka kemudian pergi dan Akara melanjutkan berkeliling kota, melihat-lihat berbagai tanaman obat. Tidak lama kemudian ia bertemu dengan tetua Dong Waru dan beberapa siswanya."Akara! Sudah aku duga kamu juga di sini! Ada sesuatu yang ingin dibicarakan denganmu," ucap pria paruh baya bertubuh gemuk itu.Sania kemudian melancarkan tendangan ke arah leher, sedangkan Akara menggenggam lengan laki-laki itu dengan kedua tangan. Tendangan Sania begitu kuat hingga menyebabkan hembusan angin, namun laki-laki itu tidak bergeming sama sekali. Sania mulai panik, namun Akara mengeluarkan aura ranahnya, lalu memfokuskan api mutasi pada tangannya."Api Surgawi!?" Laki-laki itu cukup terkejut dan langsung mengayunkan tangannya untuk melempar Akara. Akan tetapi, ia gagal karena genggaman kedua tangan Akara cukup kuat. Kini api membakar lengannya dan ia mulai panik.Melihat musuhnya lengah, Sania mengaitkan kedua kakinya pada lengan laki-laki itu, melepaskan cekikan dan berayun ke belakangnya. Ia mengunci satu tangannya dan mengacungkan belati di leher laki-laki itu."Lepaskan!" ucap Sania dengan pelan, namun begitu mengancam. Dengan terpaksa laki-laki itu melepaskan cekikannya dan Akara langsung batuk karena kehabisan napas. Kini jubah di lengannya sudah terbakar, memper
Komo berubah menjadi ukuran semula, menghantam hutan hingga menumbangkan pohon-pohon kecil. Ia langsung mengaktifkan aura mistisnya dan membuat beberapa kristal berukuran besar. Akan tetapi, ia langsung terdiam saat melihat ke arah pohon beringin berada."Kenapa kau bengong!? Ayo!" Akara berlari, melompati Komo dan anehnya ia terkejut hingga tersungkur. Setelah itu Komo meluncurkan satu kristal dengan sangat cepat."Lha kok ilang!?" Akara langsung berdiri, melihat kristal milik Komo menancap di tanah, namun di sana tidak ada pohon beringin tingkat mistis sebelumnya."Mungkin bersembunyi!" Komo juga ikut heran, ia kini membuat puluhan kristal kecil dan menghujani seluruh area di sekitarnya. Kekuatan yang begitu mengerikan, bahkan menembus pepohonan. Akan tetapi, pohon beringin masih saja tidak muncul."Jangan buang-buang energi!" Akara melompat, memukul kepala Komo dengan cukup kuat. Komo berubah mengecil kembali, lalu mereka berkeliling area
Kristal besar meluncur dengan sangat cepat, menembus akar yang menjalar, bahkan hampir mengenai ketiga siswa akademi Amerta itu."Apa itu!?""Kristal!?" Mereka kebingungan dan fokus pada kristal besar itu, lalu terkejut saat melihat dua orang keluar dari jeratan kubah akar...Beberapa saat sebelumnya, setelah meluncurkan kristal, Komo kembali mengecil karena lubang keluar tidak muat baginya. Walau begitu, mereka tetap tidak akan sempat keluar dengan kecepatan Akara. Padahal ia sudah membuka aura ranahnya dan menguatkan tubuhnya dengan api Surgawi. Tanpa mereka sangka, seorang gadis dengan rambut kucir kuda ternyata melesat dari bawah dengan cepat, meraih tangan Akara hingga mereka berhasil keluar di detik-detik terakhir. Gadis itu selalu mengikuti Akara dari awal, ia menyelinap begitu sempurna di balik pepohonan.Tatapan kesal para siswa terhadap Akara langsung teralihkan saat melihat kecantikan Sania, mereka benar-benar terpana dengan gadis
"Sania, bantu lindungi aku!" Akara mengeluarkan auranya, kini energi dinginnya muncul hingga membuat air yang ia lewati membeku. Kembali membuat kabut sebelum menyalakan aura alkemisnya. Setelah cahaya ungu cerah terpancar di bawahnya karena Aura Alkemis, mengulurkan tangan kanannya ke depan, menyelimutinya dengan energi dingin. Tangan kanannya dengan cepat diselimuti oleh kristal es seperti sebelumnya, berbentuk cakar tajam hingga lengannya. Disusul oleh kristal es berbentuk batang merambat yang berduri, melingkar di lengannya dan menuju telapak tangan. Energi yang begitu dingin itu sampai mempengaruhi api milik Leda Kentos, apinya kini jadi tidak stabil."Bocah itu!?" Ia lalu memadamkan apinya setelah melihat Akara, kemudian terbang mendekati temannya yang terjebak.Kini di telapak tangan Akara ada kristal es berbentuk bunga Spider blood Lily yang masih kuncup, lalu api di tangan kirinya. Ia alirkan energi api tadi ke dalam Spider blood Lily es di tangan kanan, s
Kedua siswa termasuk Leda Kentos tercengang dan tidak bisa berkata apa-apa. Setelah itu api surgawi menyebar dan membakar semua akar.Jangankan akar yang terkena langsung, gelombang energi yang disebabkan oleh ledakan saja bagaikan angin yang sangat besar. "Apa-apaan itu!?" seru Komo sambil menatap Akara dengan ngeri."Jadi saat itu ulahmu?" Sania mengingat kembali ledakan yang sama setelah pertempuran Lina dan pangeran Bram Bidara. Ledakan yang sama persis yang membakar hutan saat itu, namun saat itu hanya api berwarna biru saja.Setelah akar-akar itu hampir seluruhnya terbakar, nampaklah sebuah lubang besar yang disebabkan ledakan Higanbana. Lubang yang mengarah ke bawah, kini nampaklah cahaya oranye dari aura sang pemilik domain."Manusia sialan!""Itu dia!" Leda Kentos langsung melesat, diikuti satu temannya yang bisa terbang. Ia membuka Aura ranah dan membuat api di kedua tangannya, memanfaatkan api Surgawi untuk menguatkan
"Sania!" Akara langsung mengubah haluan ke arah Sania, padahal sedikit lagi ia bisa memotong sumber kekuatan pohon itu."Fokus Akara!" teriak Komo.Kini pohon beringin bisa memfokuskan pertahanan untuk kristal Komo dan menyerang Sania dengan mudah. Sania tercambuk hingga terpental, lalu gadis itu mengenakan topeng serigalanya."Ada racun di udara!" teriak Sania setelah mengenakan topeng, dengan suaranya saja, ia sudah terdengar segar kembali."Spider blood Lily!?" Akara langsung menyelimuti tubuhnya dengan api, menghalau racun di udara."Bantu saja Komo!" teriak Sania, padahal Akara sudah ada di dekatnya."Tapi kamu?.." Akara cukup terkejut saat Sania tiba-tiba berada di dekatnya seperti teleportasi. Gadis itu menebas beberapa akar yang mengincar Akara karena ia lengah."Baiklah!" Akara langsung berlari ke arah Komo yang sedang kesulitan, karena ia sedang menjadi incaran pohon beringin. "Apa apaan kau ini!?" Po
"Promosi ranah!" seru Opi saat melihat aura ranah pohon beringin membesar dan keempat lapisan lingkaran perlahan-lahan mulai menyatu. Pohon itu harus fokus mengendalikan energinya agar tidak terjadi kegagalan dalam promosi ranah."Cepat bawa mereka semua pergi!" teriak Akara yang malah berlari ke arah pohon beringin itu."Mereka?" Komo nampak tidak mau membantu para siswa yang telah membuatnya jengkel."Perlu aku ulangi!?" Akara menatapnya dengan tajam menggunakan mata ularnya hingga membuat Komo segera menurutinya. Ia terus berlari mendekati pohon, namun ternyata tujuannya adalah Spider blood Lily di belakang pohon itu. Setelah berhasil mengambilnya, ia bergegas pergi lagi. Ia terkejut saat melihat Sania sudah mengacungkan pedangnya ke arah leher Leda Kentos. Para siswa itu memang masih sadarkan diri, namun begitu lemah karena energi mereka habis dan juga menghirup racun."Jangan!" Akara langsung melemparkan satu pedangnya, menangkis pedang Sania
"Berapa hari aku pingsan dan apa yang terjadi saat itu?""Tiga belas hari,""Aku tidak makan selama itu?" Akara langsung lemas dan tersungkur."Telat! Kenapa baru lemas sekarang!?" seru Opi dan Akara hanya tertawa hingga membangunkan Sania."Apa yang terjadi!?" Ia langsung berdiri dan tergesa-gesa mendekati Akara saat melihat remaja itu tersungkur di lantai."Lapar," jawab Akara memelas."Sukurin! Salah siapa ngeyel!" Sania mode emak-emak beraksi, mengomeli Akara yang masih tersungkur di lantai. Ia marah akan Akara yang nekat membakar daya hidupnya, juga membiarkan ketiga siswa akademi itu hidup. Setiap kali Komo menyela selalu saja dibentak untuk diam, sedangkan Akara hanya menurut. Setelah puas ngomel, lebih tepatnya capek, ia akhirnya membantu Akara kembali ke ranjang. Kemudian mencarikan makanan untuknya, bahkan sampai menyuapi."Tidak usah senyum-senyum!" ancam Sania mengacungkan sendok di leher Akara saat remaja it
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak