Kini Salamander langsung tersungkur di tanah karena kehabisan energi."Domain selemah itu jangan kira bisa menahan kami," ujar Ren yang masih melayang di udara dengan tenang."Hahh!?" Akara langsung teleportasi menuju ke samping Salamander dan menyentuhnya.Ctak! Blash…Ren menjentikkan jarinya, membuat kubah penghalang yang cukup luas. Disaat yang bersamaan, hentakan energi keluar dari tubuh Akara. Anak ini gagal berteleportasi karena penghalang yang dibuat oleh Ren."Mau kabur ke mana?" ucap Ren membuat anak itu panik.Di sisi lain, guru Pricilia mengalirkan energinya untuk membantu Lina. Gadis itu masih dibaringkan di atas sayap Opi."Ini semua hanya salah paham!" Akara sedikit berteriak karena dirinya cukup panik dengan keadaannya."Kalau salah paham, kenapa masih melawan dan ingin kabur?" ujar Danur yang dari tadi hanya mengamati saja."Kalian tidak memberiku ruang untuk menjelaskan!" "Oh
Arc 1 selesai!Arc yang berisi pengenalan dan latihan.Arc 2 dimulai!Ranah Akara telah dipromosikan, dari ranah Maskumambang 1 bulan energi menjadi ranah Mijil dua bulan energi. Kekuatan Akara yang sebelumnya condong ke arah energi dingin, kini energi apinya telah bangkit. Api miliknya juga bermutasi menjadi lebih panas dan yang paling mencolok adalah warnanya. Warna merah dan warna biru yang dipengaruhi oleh esensi dingin.Dimulai dengan konferensi penguasa dunia, lalu ada malapetaka yang membuat beberapa orang menghilang. Di arc ini Akara berpisah dengan Alice yang harus masuk ke akademi Amerta, sedangkan dirinya harus berkelana mencari esensi lain. Alice pergi, namun digantikan seseorang yang menemaninya. Akara juga mulai mengibarkan kiprahnya di dunia Alkemis dan Penempa. Debutnya jurus terkuat Akara yang menggemparkan karena keindahannya yang sangat mematikan. Arc ini diakhiri oleh pertempuran besar yang melibatkan binatang sihir tingkat Nag
Begitu sampai rumah, Akara langsung menuju ke lantai dua rumahnya. Semua orang sudah ada di sana termasuk adiknya. "Kakak!" seperti biasa, Alice langsung memeluk kakaknya. "Ayah, aku tadi di hutan bertemu.." Alice tiba-tiba melepaskan pelukannya dengan kasar hingga tubuh kakaknya terdorong. Ekspresi mukanya benar-benar menunjukkan bahwa dia begitu kesal."Kakak mandi dulu!" Alice sedikit berteriak sambil mendorong kakaknya menjauh."Cantik kok marah-marah." Mama Lia segera berdiri dan mendekati kedua anaknya."Aroma gadis itu menempel di tubuh kakak lagi!" jawab Alice dengan begitu kesal hingga terlihat ingin menangis."Ohh cantik kah Akara?" celetuk mama Rani yang masih duduk di samping ayah Al."Cantik," jawab Akara menanggapi godaan mama kandungnya dengan santai, namun membuat Alice terkejut dan tambah kesal."Tapi lebih cantik adek," imbuhnya sambil mengusap rambut adiknya. Seketika ekspresi Alice berubah 180 derajat, dari sangat kesal menjadi sangat bahagia."Cantik kalau sudah
Kobarannya hingga memancar keluar dari tungku dan mengarah pada mama Lia dan dirinya."Akara!" Mama Lia ikut terkejut, untung saja Akara sempat mengulurkan satu tangannya untuk membuat pelindung yang menghalau api."Ehh Akara… Mama Lia terkesan kamu melindungi mama, tapi pilmu akan gosong lho," ujar mama Lia sambil tertawa kecil. "Eh?" Baru saja Akara akan melepaskan pelindungnya, namun muncul asap putih di atas tungku pemurnian, sontak saja ia panik dan menstabilkan apinya. Akan tetapi, ada cairan merah menyala yang menetes di bawah tungku."Akara, tungkunya meleleh lho! Apimu memang mengecil, tapi malah membuat panasnya berkumpul pada satu titik saja," ujar mama Lia dengan santai, padahal anaknya sedang kesulitan mengendalikan api.Swoshh…Muncul hembusan api dari lubang tungku yang meleleh karena tekanan di dalam tungku yang begitu kuat. Seperti mesin roket, hembusan itu membuat tungku pemurnian terdorong ke atas dan melayang
"Ehh cantik, dengarkan dulu ayahmu," ujar mama Lia sambil tersenyum begitu lembut."Gak mau pokoknya gak mau!" rangkulan Alice pada leher Akara kini berpindah ke tubuhnya dan semakin erat."Tapi kakak kamu..""Gak!" teriaknya saat ayah Al ingin menjelaskan."Gara-gara papa, Alice gak bisa nikah sama kakak! Alice gak mau jadi anaknya papa!" lanjutnya membuat orangtuanya terkejut sekaligus tidak bisa berkata apa-apa. Akan tetapi, mama Serin tiba-tiba mendekati anaknya dan membisikkan sesuatu. "Beneran!?" seru Alice dengan bahagia, ekspresi wajahnya berubah 180 derajat."Tentu saja. Di akademi Amerta, kekuatan Alice pasti naik pesat. Memangnya Alice akan terus dilindungi oleh kakak? Tidak mau gantian melindungi kakakmu?" ujar mama Serin dengan begitu santai."Tapi kakak kenapa gak boleh ikut!?""Jenis latihan kakakmu tidak akan berkembang di akademi. Kak Akara harus mengumpulkan esensi surgawi untuk meningkat
Mereka kini melewati jembatan, menuju ke arah yang sama dengan dua gadis terbang tadi. Belasan meter dari mereka, ada seorang gadis bertopeng serigala yang sebelumnya mengintai Akara dan Lina. Ia mengamati mereka, namun langsung bersembunyi saat mama Violet menyadari keberadaannya."Kak lihat kak, air terjunnya indah sekali!" seru Alice dengan begitu riang, hal-hal ini sangatlah baru bagi mereka karena selama ini terisolasi di dalam hutan."Iya, ada gunung api juga," jawab Akara, namun dirinya seperti tidak fokus dan terus melihat ke sekeliling. "Papa! Alice mau jajan itu!" seru Alice sambil menodongkan tangannya untuk meminta uang pada ayahnya. Setelah diberi uang oleh ayahnya, ia langsung menarik tangan kakaknya ke arah penjual makanan yang ia inginkan."Ayo kak!" Ia langsung berlari, meninggalkan ayah dan mama Violet. Walau Akara menuruti kemauan adiknya, tapi ia terlihat begitu cemas dan selalu melihat ke sekeliling. Melihat tingkah laku Akara, ayah Al hanya tersenyum melihat keci
"Tenang saja, kakak akan segera menyusul adek juga kok," ujar Akara sambil mencubit pelan pipi lembut milik Alice.Bwushh…Tiba-tiba ada gelombang energi di atas langit kota yang bersumber dari istana Kaisar Amerta. Sontak seluruh pasang mata tertuju padanya dan bertanya-tanya akan apa yang sedang terjadi. "Apa yang terjadi dengan konferensi penguasa dunia?""Apa kota ini akan menjadi medan pertempuran!?" seru seseorang, membuat orang yang mendengarnya jadi ikut takut. Tidak lama berselang, jatuh salju putih dari langit. Kristal es tipis yang terbentuk akibat energi dingin Kaisar Gletser Abadi turun perlahan-lahan menghujani kota akademi kala itu."Salju!?" Para penduduk asli begitu terkejut dengan turunnya salju di daerah beriklim tropis."Pertama kalinya salju turun di kota akademi!""Indah sekali kak!" ujar Alice dengan riang, sedangkan kakaknya mengingat kembali pertarungan Lina dan Raja Marbun Bidara. Energi dingin
Viona berjalan mendekati Lisa, kemudian duduk di atas sandaran tangan pada kursi yang lebih mirip singgasana itu."Nona cantik, itu kursi milik Kaisar Naga Sejati lho," ujar Dante (Kaisar Nekro) acuh tak acuh."Lancang!" Fam (Kaisar Atla) tiba-tiba berdiri dan dengan begitu kesal mendatangi kedua gadis itu."Tidak peduli seberapa cantik kalian, tapi jangan lancang dengan tuan Regera!" lanjutnya."Bocah, sepertinya pak tua Max tidak mengajarimu sopan santun dengan benar," ujar Viona dengan nada mengancam."Pak tua Max!? Kalian memanggil kakekku pak tua Max!? Kakek Kaisar Dunia Atla yang paling kuat! Dia..""Lalu?.." ujar Viona merendahkannya, tatapannya begitu kosong dan sedikit memiringkan kepalanya."Lalu!? Lalu akan aku perlihatkan kekuatan kaisar Atla!" Fam menghentakkan energinya, membuat dirinya melayang di udara dan di sekitarnya ada kilatan listrik. Ren dan Danur terlihat kebingungan dan sekilas saling pandang, namun tidak ada yang bisa mereka lakukan.Duarr..Dengan satu kibasa
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak