Muncullah gadis cantik berambut putih dengan kulit yang juga begitu putih bagaikan susu. Pandangan semua orang langsung tertuju pada kaki jenjangnya, dengan sepatu hak tinggi yang berwarna putih kebiruan. Ia melayang dan mulai menapak perlahan-lahan ke lantai dengan energi dingin yang menyelimutinya. Pandangan mereka mulai naik kepada paha mulusnya dengan gaun putih kebiruannya yang mengembang, namun mulai merumbai kembali. Kemudian menuju pinggang rampingnya dengan aset besar di atasnya dan akhirnya fokus pada wajah cantik tanpa ekspresi.
"Pedang itu?" Mereka kemudian fokus terhadap pedang panjang nan tipis berwarna putih yang digenggam jari-jari lentiknya. Mereka sempat melihat giok biru di pangkalnya sebelum pedang itu diselimuti energi dan menghilang. Giok itu!? Bukankah sama seperti senjata kuno saat di Dunia Lestari? Pantas indah sekali, sangat cocok dengan Peri Salju!Di saat semua orang mengagumi kecantikannya, ada seorang pemuda berjaket hitam yang mulaiLina awalnya mendorong Akara menjauh, namun ia segera teringat perkataan Segoro. Tingginya yang tidak jauh berbeda, jadi mata mereka terus menatap satu sama lain. Tatapan matanya yang tajam, seketika menjadi sayu, begitu juga dengan dorongan tangannya yang melemah. Pemuda yang melumat bibir lalu melepaskan ciumannya dan berkata."Kenapa?"Gadis itu tidak menjawabnya dan malah memalingkan wajahnya, membuat tangan Akara terlepas dari dagunya. Tangan pemuda itu lalu turun dan kedua tangannya melingkar di pinggang ramping kekasihnya. Gadis itu langsung menatapnya kembali dan berkata dengan tegas."Kamu akan mendapatkan banyak musuh!""Biar, bukankah itu harga yang sepadan untuk memiliki gadis sepertimu?" ucapnya sembari mendekatkan wajahnya, membuat gadis itu kembali memalingkan wajahnya, namun ia kembali menatap wajahnya. Tangannya meraba di dada bidangnya dan berkata."Bagaimana secepat ini mendapat Esensi Surgawi lagi?" "Akan aku
Wajah wanita itu langsung tersenyum, namun tidak bisa menutupi kerutan di dahi dan alisnya yang turun. "Mereka pasti baik-baik saja!"Akara hanya bisa menghela napas panjang sambil menggenggam tangan kekasihnya."Oh iya!" seketika ekspresinya berubah menjadi semangat. "Di mana Alice!?""Ahh itu... Si cantik suka bepergian buat cari pengalaman, kalau tau kamu di sini pasti langsung datang." Ia lalu berdiri dan mengulurkan tangannya ke arah Akara. "Sini kartu identitasmu!" Akara lalu memberikannya dan Pricilia langsung mengalirkan energi pada kartunya. "Kakak yang akan menjadi gurumu, jadi kamu bisa tinggal di sini bersama Lina," ucapnya sembari sekilas menaikkan alisnya, membuat adiknya tersenyum lebar, sedangkan gadis berambut putih langsung menatapnya dengan tajam. "Dadah adik ipar, kakak ada urusan!" Pricilia melambaikan tangan ke arah Lina dan langsung menghilang, menyisakan hembusan angin tipis di sekitarnya. Kartu yang di
Akara terbang bersama Zoe yang melayang -layang di sekitarnya, mereka melewati banyak pulau melayang dan juga banyak siswa yang langsung menoleh ke arahnya. Bocah itu masih berani keluyuran sendirian!? Biarkanlah, biar mereka yang mengurusnya!Gadis kecil itu lalu melayang di depan Akara, sambil menghadap ke arahnya. "Apa-apaan itu, 'Kamu istirahat saja, biar aku bersama Zoe' Humph! Baru saja meninggalkan Nona Kana, langsung mendapatkan gadis lain!" "Fokus ke depan, nanti nabrak." Akara menjawabnya dengan santai, lalu Komo keluar dari persembunyiannya."Iya, padahal sudah ada Nona Kana! Dasar bocah bodoh!"Akara langsung meraih Naga tanpa sayap di pundaknya, lalu melemparkannya ke arah Zoe dan melesat meninggalkan keduanya. ..Beberapa saat kemudian terlihat sebuah pulau melayang yang begitu luas, dengan energi pelindung menyelimutinya seperti bola transparan. Tidak hanya bagian atasnya saja yang penuh dengan tanaman, namun juga pad
Ia sontak berhenti, lalu muncullah seorang pria berumur 40 tahunan dengan rambut putih panjang dan pakaian yang elegan. "Tetua Hagga!" Para resepsionis langsung menyambutnya sambil menundukkan kepala."Mana siswa baru yang mau membeli bahan-bahan itu?" ucapnya dengan tegas, lalu pemuda tadi langsung menunjuk Akara."Bocah udik dari Alam Bawah ini tetua!" Hagga seketika terbelalak saat menatap pemuda di depannya, sesat kemudian ia langsung berlutut dan menundukkan kepalanya. Seketika semua orang tercengang, bahkan mereka yang tadi menghina Akara jadi gemetaran. Siapa dia sebenarnya!? Master Alkemis tingkat 7 sampai berlutut padanya!? Apa yang aku bilang, Nona Peri Salju tidak mungkin salah menilai orang!"Humph! Mereka berisik sekali!""Diam!" Pria berambut putih lurus itu menghentakkan energinya, membuat ruangan bergetar dengan tekanan gravitasi. Walau sekilas, namun membuat semua orang terdiam. "Lalu kenapa masih ber
Akara langsung menoleh ke arah kekasihnya dan berkata sambil tersenyum bangga."Mereka tidak salah. Wajar jika menyukai kecantikan seperti ini." Ia mengulurkan tangan untuk mengusap pipinya, membuat gadis itu bergerak menjauh, namun tidak sepenuhnya menghindar dan membiarkan kulit putihnya disentuh Akara."Akara, kamu harus berterima kasih kepada kakak yang telah mengurusnya dari kecil!" Pricilia berkacak pinggang sambil tersenyum, sedangkan adiknya langsung tertawa dan mengacungkan jempolnya."Terima kasih kak!" "Oh iya Akara, kamu harus masuk peringkat 10 besar! Kalau tidak kakak akan memisahkanmu dengan Lina!" Pemuda itu hanya mengacungkan jempol sambil tersenyum, namun tidak dengan gadis berambut putih di sampingnya. Dia menatap kak Pricilia dengan begitu Sinis, membuatnya melirik sambil menahan tawa. Sesaat kemudian portal muncul di belakangnya."Baiklah adikku, selamat berduaan!" Ia berbalik badan, namun satu tangannya la
Dua kilatan cahaya yang bergerak sangat cepat dan saling membentur di dalam arena. Setiap benturannya menyebabkan gelombang energi, namun segera melesat dan membentur lagi."Akara, cepat selesaikan! Tidak perlu main-main!" seru Komo dari balik penutup kepalanya, sedangkan Akara hanya tersenyum tipis. Hal itu membuat Jama semakin kesal kepadanya. Hentakan energi terjadi saat 6 bulan energi berputar lebih cepat di belakang pemuda botak itu."Jangan bangga karena aku belum serius bocah!" Ia mengayunkan pedangnya sekuat tenaga, membuat dentuman energi yang begitu besar saat Akara menangkisnya. Satu tangan lainnya bahkan harus menahan bagian belakang bilah pedangnya."Segini saja?""Sialan!" Energi langsung meluap di tubuh Jama, membuat serangannya semakin kuat hingga Akara terpental mundur. Pemuda botak ini langsung melesat dengan tatapan yang begitu tajam, sambil mengayunkan tongkat yang sudah diselimuti oleh energi. Blar!... Lagi-lagi Akara terdoron
Mendengar tantangan itu, Akara lalu berbalik badan dan membuka sayap perinya. Ia lalu melambaikan tangan sembari berkata."Lawanlah yang lainnya!"Wush!... Ia langsung melesat ke atas, akan tetapi, Crak!... Ada yang menebas jidatnya dari depan, membuatnya langsung menghembuskan angin begitu besar hingga membuatnya mundur. Hampir seluruh penonton terbelalak melihat hembusan angin dengan energi hijau yang bercampur itu. Esensi Angin Surgawi!? Tidak salah lagi, itu Angin Surgawi! Seberapa kaya keluarganya hingga mampu mendapatkannya!?Ia lalu berbalik badan dan mengusap darah yang mengalir di jidatnya, diiringi kubah pelindung yang menutup."Pantas saja kau begitu sombong!" Omso menjulurkan satu tangannya ke depan. "Tapi hal itu tidak membuatku takut!" Ia langsung menariknya ke belakang, seketika sorot mata Akara menyala-nyala dan menoleh ke samping dengan cepat. Pusaran angin langsung menyelimuti pemuda berjaket hitam itu, Wush!... Angin yang berben
Ternyata benang-benang itu sudah tertanam di dalam tanah, hingga saat ditarik membuat tanah terbelah dengan begitu rapi. Akara langsung melesat, bukan mundur atau kabur, namun malah maju dengan energi dingin serta kilatan petir yang menyelimuti pedangnya. Akan tetapi benang-benang itu semakin naik, membuatnya harus mengayunkan pedang ke bawah. Cring!... Benang tajam tidak terpotong, malah membuat bagian belakangnya semakin tertarik hingga ke pangkalnya. Di sana bukanlah ujung benang, melainkan anyaman jaring-jaring yang langsung melompat, membuat tanah terpotong-potong seperti balok-balok kecil. Omso kembali mengayunkan tangan lainnya, hingga menarik benang di sisi lain jaring dan membuatnya melesat lebih cepat. "Bor spiral?" Komo menawarinya, namun Akara geleng-geleng kepala."Tidak perlu!" Ia langsung melesat lagi, dengan sepuluh benang yang bergerak di sekelilingnya dan semakin menyempit. Masih menggunakan pedang Salju Hitam yang hanya satu bilah saja, ia lalu