Efek tebasannya membelah bagian dalam pegunungan, hingga membuatnya seperti ada 2 pegunungan yang berjejer. Akara langsung mengeluarkan kelima energi dari Esensi Surgawi, membuat pedangnya menekan Vonci Kates dan memaksanya menahan menggunakan kedua tangan.
Wushh... Tiba-tiba Akara melesat naik, disusul oleh batu runcing yang melonjak di bawahnya. Batu-batu runcing itu seakan memenuhi lubang yang memotong pegunungan, bahkan menjadi lebih tinggi. Kini Vonci Kates langsung melesat mengejar Akara dengan energi yang sudah terkumpul di kepalan tangannya. Energi begitu besar hingga menyebabkan retakan di armor batu miliknya. Bukan pecah, tapi malah menciptakan aliran energi seperti magma di sana.Glengg!! Ayunan pedang dan pukulannya kembali membentur di langit, membuat gelombang energi yang menerpa kota Glint dari atas. Banyak genteng rumah yang langsung ambrol, membuat banyak wanita dan anak -anak yang berteriak kesakitan. Mendengar hal itu, Akara menjentikkan jarinyaKediaman keluarga Galon. Yon Beton bersama istrinya tergesa-gesa mendatangi suatu bangunan. Ia bahkan membuka pintu di sana dengan begitu kencang. Seketika kerumunan orang di sana langsung menoleh ke arahnya."Berhasilkah kalian!?" teriaknya nampak panik sekaligus kesal. Tanpa menjawab, kerumunan orang itu menyingkir dan nampaklah seorang gadis yang duduk di kursi dengan tangan, kaki dan mulutnya yang sudah terikat. Raut wajahnya begitu ketakutan, dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya.Melihat gadis itu, Yon Beton langsung tersenyum lebar, lalu muncul sebuah pedang di tangannya. "Bocah pembawa sial!" Ia menyeringai sambil mendekat, namun segera diteriaki oleh seseorang."Apa yang kau lakukan!?" Pria bertubuh gemuk yang duduk dengan santai di ujung ruangan, gigi bagian depannya sudah ompong semua, membuat bibirnya berkeriput masuk ke dalam."Apalagi? Bunuh bocah ini lah!" jawab Yon Beton dengan kesal, namun langsung menu
Kediaman keluarga Galon sudah hancur, bahkan pondasinya sudah hancur hingga menjadi cekungan yang begitu dalam seperti danau kering. Walau aura Naga milik Akara sudah ditutup, namun Yon Beton, Angkat Galon dan anggota keluarganya masih tersungkur tak berdaya. Tekanan yang begitu besar, membuat darah di tubuh mereka seperti diperas keluar dari setiap pori-pori. Warga berdatangan untuk melihat apa yang telah terjadi. Walau mereka berjarak puluhan meter agar tidak terkena tekanan gravitasi, namun keadaan di bawah sana masih dapat terlihat dengan jelas. Mereka bergidik ngeri dengan apa yang terjadi, hingga akhirnya ada yang menyadarinya bahwa itu Akara. Lihatlah! Bukankah itu pemuda yang sebelumnya? Kenapa keluarga Galon menyinggungnya lagi?Gadis bernama Kana melepaskan pelukan Akara, lalu pemuda itu mengusap air mata yang membasahi mukanya. Setelah itu ia melepaskan jaket kulit yang ia kenakan dan digunakan untuk menutupi tubuh gadisnya. Ditelangkupkan dari arah dep
Cahaya kekuningan sang mentari telah menyinari pegunungan Vodor, membuatnya terlihat lebih megah dan gagah. Hawa dingin yang sejuk khas pegunungan menemani para warga yang sudah beraktivitas pagi. Di jalan utama kota Oll Hulu, aktivitas para warga itu tiba-tiba terhenti dan menoleh ke arah yang sama. Ada sepasang muda-mudi yang menggandeng bocah kecil di tengah-tengah mereka, membuatnya terlihat seperti sebuah keluarga. Ada yang tidak sadar akan kehadiran mereka dan malah membicarakan kejadian tadi malam. "Mengerikan sekali, bahkan tulangnya saja benar-benar menjadi abu!" Begitu serunya ia bercerita karena posisi membelakangi jalan, namun ada salah satu temannya yang langsung menyenggol lengannya. Ia sedikit melotot sambil menunjuk ke arah jalan, membuat si pencerita itu menoleh dan seketika panik.Mendengar cerita salah satu warga tadi, Kana lalu menoleh ke arah Akara. Pemuda itu masih begitu santai dan terus menatap ke jalan. Sampailah mereka di sebuah bangunan
Pinggiran segitiga Bermuda, ombak sudah begitu tinggi hingga beberapa meter tingginya, dengan angin yang sudah kencang.Wushh... Seorang pemuda dengan sayap peri berwarna merah, biru, hijau, ungu dan putih melesat dengan sangat cepat. Saking jauhnya perjalanan, ia kemudian memutar tubuhnya layaknya bor spiral, lalu menukik naik dan bermanuver seperti akrobatik pesawat. "Kurang kerjaan kau bocah!" seru komo yang langsung melompat di pundaknya. "Berisik kau kadal bodoh tukang tidur!" Akara lalu terbang rendah di atas ombak, lalu menurunkan tangannya untuk menyentuh ujung ombak. Ia lalu mengernyitkan dahinya dan berhenti di udara. "Mau apa kau bocah!?"Akara mengabaikannya dan melebarkan kedua tangannya, lalu listrik merah menyelimuti tubuhnya dan bergerak, berkumpul ke atas kepalanya membentuk Aura Naga. Aura berwarna merah darah, dengan cincin pertama selebar 2 meter, cincin kedua 4 meter dan ketiga selebar 6 meter. Kilatan listrik mera
Walau masih duduk santai, namun aura ranahnya sudah menyala. Ranah Asmaradana b6, dengan belasan bor spiral yang mengitarinya. Sedangkan di depannya, pria bertubuh kekar begitu tajam menatapnya, dengan genggaman tangan yang begitu erat memegangi palunya. "Bocah sialan! Kau menghancurkan reputasiku!""Benarkah?" Akara lalu berdiri. "Kalau begitu akan aku bersihkan dengan kematianmu!" Ia menyeringai sambil meraih pedangnya perlahan-lahan. Sedangkan pria kekar itu kebakaran jenggot."Serang!" perintahnya sambil mengacungkan palunya ke depan, namun pasukan penunggang Wyvern tidak kunjung bergerak. Ia langsung menoleh dengan cepat dan menemukan kekosongan yang berlubang di depan leher para penunggang Wyvern. Mereka terbelalak dan gemetaran, tidak berani bergerak hingga akhirnya lubang kekosongan menutup, nampaklah kristal ungu berbentuk spiral yang berputar di sana. "Pasukan penunggang Wyvern, sebaiknya jangan terlalu gegabah. Lebih baik kalian menyi
Komo hanya bisa terbelalak melihat tuannya, namun segera menghela napas dan kembali ke persembunyiannya. Akara masuk ke kota Gnome yang tidak tertutup, namun Wosh... Ada semburan magma yang menghadangnya, membuatnya terbang meliuk-liuk, namun masih saja semburan itu mengejarnya seperti laser. Ia lalu mengulurkan tangannya yang diselimuti energi hijau ke depan, lalu ia hentakkan ke atas. Wushh... Angin menyembur dari dalam gua, membuat Wyvern tadi terlempar keluar. Ia segera melesat masuk dan dalam sekejap sampailah di pinggir kawah. Di sana sudah ada altar yang begitu besar, dengan di tengah-tengahnya ada Raja Penempa yang duduk bersila dan menelangkupkan tangannya. Energi mengalir begitu deras dari tubuhnya, menuju ke dalam altar di bawahnya. "Belum bisa mencapai ranah Durma untuk membuat Domain Alami, jadi dia gunakan Formasi ini," ucap Komo yang lagi-lagi muncul. Sebelum kembali mendekat, Akara memeriksa seluruh Kawah. Karena tidak menemukan apa-apa, ia langsu
Dua titik cahaya itu bergerak mendekat, ditarik oleh energi tadi dan muncullah keluar dari aliran energi. Cahaya dengan bentuk ∞ dengan warna Coklat dan Oranye. Senyuman lebar langsung mengembang di bibir pemuda itu, lalu dirinya melesat untuk mengambil kedua Esensi Surgawi. Menggunakan Cakar Naga untuk menggenggam, namun masih saja membuat kristal es itu menjadi menguap dan dilapisi batu, sedangkan satunya berubah menjadi tanah kering. Aliran energi sudah mulai sedikit, sekarang Akara dapat melihat lebih jelas dan mendongakkan kepalanya. Pilar batu sebelumnya telah mencapai langit seperti kubah. Kedelapan ujung pilar menyangga sebuah bola energi berwarna putih keemasan, sedangkan energi penghalang masih terbentuk. Penghalang terbentuk sempurna, bersamaan dengan terhisapnya seluruh energi milik Yog Aren. Kini kota Gnome hanya menyisakan puing-puing batu, dengan pegunungan Vodor yang hancur. Kehancurannya berkali-kali lipat lebih parah daripada saat Akara bertempur dengan V
Sambil tetap terbang menghindari laser, gelombang energi terbentuk saat Higanbana berhasil dipadatkan. Bunga Lily dari kristal ungu dengan kobaran api lima warna di dalam dan bagian luarnya, serta lumuran racun yang menyelimutinya. Akara langsung mengayunkannya ke arah pria kerucut, Higanbana langsung meluncur, berputar dengan hembusan api dan angin yang mendorongnya. "Jangan sampai terkena jurus itu! Dia di ranah Mijil saja dapat membunuh bawahanku di ranah Gambuh!" Marbun Bidara melompat di samping pari kerucut dan mengumpulkan energi di bilah pedang besarnya. Selain itu, laser yang mengejar Akara berputar haluan mengejar Higanbana. Ia langsung mempercepat pergerakan jurusnya hingga membuat retakan kehampaan, namun kecepatan laser lebih tinggi. Swangg... Laser mengenai Higanbana, namun tidak meledaknya dan malah cahayanya menyebar. "Jika terlalu panas akan meledak juga!" Komo terlihat mengeden, menahan kristalnya yang membentuk Higanbana mulai retak.
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak