Kediaman keluarga Galon sudah hancur, bahkan pondasinya sudah hancur hingga menjadi cekungan yang begitu dalam seperti danau kering. Walau aura Naga milik Akara sudah ditutup, namun Yon Beton, Angkat Galon dan anggota keluarganya masih tersungkur tak berdaya. Tekanan yang begitu besar, membuat darah di tubuh mereka seperti diperas keluar dari setiap pori-pori.
Warga berdatangan untuk melihat apa yang telah terjadi. Walau mereka berjarak puluhan meter agar tidak terkena tekanan gravitasi, namun keadaan di bawah sana masih dapat terlihat dengan jelas. Mereka bergidik ngeri dengan apa yang terjadi, hingga akhirnya ada yang menyadarinya bahwa itu Akara. Lihatlah! Bukankah itu pemuda yang sebelumnya? Kenapa keluarga Galon menyinggungnya lagi?Gadis bernama Kana melepaskan pelukan Akara, lalu pemuda itu mengusap air mata yang membasahi mukanya. Setelah itu ia melepaskan jaket kulit yang ia kenakan dan digunakan untuk menutupi tubuh gadisnya. Ditelangkupkan dari arah depCahaya kekuningan sang mentari telah menyinari pegunungan Vodor, membuatnya terlihat lebih megah dan gagah. Hawa dingin yang sejuk khas pegunungan menemani para warga yang sudah beraktivitas pagi. Di jalan utama kota Oll Hulu, aktivitas para warga itu tiba-tiba terhenti dan menoleh ke arah yang sama. Ada sepasang muda-mudi yang menggandeng bocah kecil di tengah-tengah mereka, membuatnya terlihat seperti sebuah keluarga. Ada yang tidak sadar akan kehadiran mereka dan malah membicarakan kejadian tadi malam. "Mengerikan sekali, bahkan tulangnya saja benar-benar menjadi abu!" Begitu serunya ia bercerita karena posisi membelakangi jalan, namun ada salah satu temannya yang langsung menyenggol lengannya. Ia sedikit melotot sambil menunjuk ke arah jalan, membuat si pencerita itu menoleh dan seketika panik.Mendengar cerita salah satu warga tadi, Kana lalu menoleh ke arah Akara. Pemuda itu masih begitu santai dan terus menatap ke jalan. Sampailah mereka di sebuah bangunan
Pinggiran segitiga Bermuda, ombak sudah begitu tinggi hingga beberapa meter tingginya, dengan angin yang sudah kencang.Wushh... Seorang pemuda dengan sayap peri berwarna merah, biru, hijau, ungu dan putih melesat dengan sangat cepat. Saking jauhnya perjalanan, ia kemudian memutar tubuhnya layaknya bor spiral, lalu menukik naik dan bermanuver seperti akrobatik pesawat. "Kurang kerjaan kau bocah!" seru komo yang langsung melompat di pundaknya. "Berisik kau kadal bodoh tukang tidur!" Akara lalu terbang rendah di atas ombak, lalu menurunkan tangannya untuk menyentuh ujung ombak. Ia lalu mengernyitkan dahinya dan berhenti di udara. "Mau apa kau bocah!?"Akara mengabaikannya dan melebarkan kedua tangannya, lalu listrik merah menyelimuti tubuhnya dan bergerak, berkumpul ke atas kepalanya membentuk Aura Naga. Aura berwarna merah darah, dengan cincin pertama selebar 2 meter, cincin kedua 4 meter dan ketiga selebar 6 meter. Kilatan listrik mera
Walau masih duduk santai, namun aura ranahnya sudah menyala. Ranah Asmaradana b6, dengan belasan bor spiral yang mengitarinya. Sedangkan di depannya, pria bertubuh kekar begitu tajam menatapnya, dengan genggaman tangan yang begitu erat memegangi palunya. "Bocah sialan! Kau menghancurkan reputasiku!""Benarkah?" Akara lalu berdiri. "Kalau begitu akan aku bersihkan dengan kematianmu!" Ia menyeringai sambil meraih pedangnya perlahan-lahan. Sedangkan pria kekar itu kebakaran jenggot."Serang!" perintahnya sambil mengacungkan palunya ke depan, namun pasukan penunggang Wyvern tidak kunjung bergerak. Ia langsung menoleh dengan cepat dan menemukan kekosongan yang berlubang di depan leher para penunggang Wyvern. Mereka terbelalak dan gemetaran, tidak berani bergerak hingga akhirnya lubang kekosongan menutup, nampaklah kristal ungu berbentuk spiral yang berputar di sana. "Pasukan penunggang Wyvern, sebaiknya jangan terlalu gegabah. Lebih baik kalian menyi
Komo hanya bisa terbelalak melihat tuannya, namun segera menghela napas dan kembali ke persembunyiannya. Akara masuk ke kota Gnome yang tidak tertutup, namun Wosh... Ada semburan magma yang menghadangnya, membuatnya terbang meliuk-liuk, namun masih saja semburan itu mengejarnya seperti laser. Ia lalu mengulurkan tangannya yang diselimuti energi hijau ke depan, lalu ia hentakkan ke atas. Wushh... Angin menyembur dari dalam gua, membuat Wyvern tadi terlempar keluar. Ia segera melesat masuk dan dalam sekejap sampailah di pinggir kawah. Di sana sudah ada altar yang begitu besar, dengan di tengah-tengahnya ada Raja Penempa yang duduk bersila dan menelangkupkan tangannya. Energi mengalir begitu deras dari tubuhnya, menuju ke dalam altar di bawahnya. "Belum bisa mencapai ranah Durma untuk membuat Domain Alami, jadi dia gunakan Formasi ini," ucap Komo yang lagi-lagi muncul. Sebelum kembali mendekat, Akara memeriksa seluruh Kawah. Karena tidak menemukan apa-apa, ia langsu
Dua titik cahaya itu bergerak mendekat, ditarik oleh energi tadi dan muncullah keluar dari aliran energi. Cahaya dengan bentuk ∞ dengan warna Coklat dan Oranye. Senyuman lebar langsung mengembang di bibir pemuda itu, lalu dirinya melesat untuk mengambil kedua Esensi Surgawi. Menggunakan Cakar Naga untuk menggenggam, namun masih saja membuat kristal es itu menjadi menguap dan dilapisi batu, sedangkan satunya berubah menjadi tanah kering. Aliran energi sudah mulai sedikit, sekarang Akara dapat melihat lebih jelas dan mendongakkan kepalanya. Pilar batu sebelumnya telah mencapai langit seperti kubah. Kedelapan ujung pilar menyangga sebuah bola energi berwarna putih keemasan, sedangkan energi penghalang masih terbentuk. Penghalang terbentuk sempurna, bersamaan dengan terhisapnya seluruh energi milik Yog Aren. Kini kota Gnome hanya menyisakan puing-puing batu, dengan pegunungan Vodor yang hancur. Kehancurannya berkali-kali lipat lebih parah daripada saat Akara bertempur dengan V
Sambil tetap terbang menghindari laser, gelombang energi terbentuk saat Higanbana berhasil dipadatkan. Bunga Lily dari kristal ungu dengan kobaran api lima warna di dalam dan bagian luarnya, serta lumuran racun yang menyelimutinya. Akara langsung mengayunkannya ke arah pria kerucut, Higanbana langsung meluncur, berputar dengan hembusan api dan angin yang mendorongnya. "Jangan sampai terkena jurus itu! Dia di ranah Mijil saja dapat membunuh bawahanku di ranah Gambuh!" Marbun Bidara melompat di samping pari kerucut dan mengumpulkan energi di bilah pedang besarnya. Selain itu, laser yang mengejar Akara berputar haluan mengejar Higanbana. Ia langsung mempercepat pergerakan jurusnya hingga membuat retakan kehampaan, namun kecepatan laser lebih tinggi. Swangg... Laser mengenai Higanbana, namun tidak meledaknya dan malah cahayanya menyebar. "Jika terlalu panas akan meledak juga!" Komo terlihat mengeden, menahan kristalnya yang membentuk Higanbana mulai retak.
Akara langsung terbang ke samping, namun saking banyaknya, anak panah itu menyebar ke segala penjuru. Ia mempercepat lajunya, namun tetap tidak sampai. Akhirnya ia memutuskan untuk menangkis menggunakan kedua pedangnya. Ia ayunkan dengan begitu cepat dan tidak ada yang lolos satupun, namun jwashh... Laser kembali menyerangnya, membuatnya harus melompat mundur dan kabur dengan tetap menangkis anak panah. Begitu lolos, ia langsung memutar haluan ke arah pria kerucut dan melesat sangat cepat, namun... Ada satu anak panah yang jauh lebih besar, melesat dengan sangat cepat ditambah lagi Akara melesat ke arahnya juga. Hanya butuh beberapa saat sampai anak panah itu tepat di depannya, membuat Komo dan dirinya sendiri panik. Selain kubah pelindung, juga ada perisai dari kristal yang mulai terbentuk. Akan tetapi, mereka kurang cepat. Brushh... Akara memejamkan mata, namun ternyata panah tadi hancur menjadi potongan es yang menerpa tubuhnya, membuatnya segera membuka mata
Kawah yang tersapu oleh angin jadi mengering dan membentuk bongkahan batu berbagai ukuran. Tidak butuh waktu lama hingga nampaklah binatang sihir raksasa yang bersembunyi di sana. Tubuh Naga dengan sepasang kaki untuk menopang tubuhnya, juga lelehan magma yang masih menyelimutinya. Pupil mata Wyvern tingkat Naga satu pola itu begitu kecil, namun segera membesar dan membuatnya sedikit nunduk. Akan tetapi, pupilnya kembali mengecil dan kepalanya menggeleng, lalu melangkah mundur. Pupilnya membesar lagi dan menunduk, namun mengecil lagi dan menggeleng hingga beberapa kali. Bwushh... Tekanan gravitasi diberikannya, membuat Wyvern terjerembab ke dasar kawah. Akara lalu melompat turun dan mendarat perlahan-lahan tepat di depan kepala Naga raksasa itu. Ia mengulurkan tangannya, lalu menyentuh bagian atas hidung Wyvern dengan sisik hitam dan keras. Bwushh... Aliran energi sangat banyak mengalir masuk ke dalam kepalanya, membuatnya sedikit memberontak, namun tekanan gravitasi lebi