Gadis imut itu telah duduk di depan Akara, dengan pakaian yang sudah lenyap dilahap oleh api. Ia menundukkan kepalanya, lalu Akara membuka matanya dan langsung terbelalak melihat tubuh Kana. Selain pipi yang tembem, aset besar begitu mengguncang gunung kembarnya. Walaupun begitu, ia memiliki perut yang rata dengan pinggang ramping. Bagian pinggul dan pahanya kembali membesar, lalu ada serambi lempit yang juga tembem. Dengan rambut yang begitu tipis, bahkan nyaris tidak ada, surganya benar-benar seperti garis lurus.
Akara dengan otomatis bangun dan mendekat, membuat gadis itu menutupi wajahnya. Walaupun begitu, ia masih dapat melihat dengan jelas di antara sela-sela jarinya, lalu tangan lain menunjuk apa yang sedang ia lihat. Akara tidak memperdulikannya, dari wajahnya yang memerah dan tatapan sayu, pemuda ini benar-benar tenggelam dalam nafsu. Ia segera meraih tangan yang menutupi wajah imut itu dan tangan lain meraih dagunya. Ia langsung mencium bibir gadis itu yang merahDi mata air sungai OllAliran air sudah mengecil kembali, namun masih menyisakan kehancuran di sekitarnya. Pepohonan di sekitarnya sudah ambruk terbawa oleh arus air, dengan orang-orang dari keluarga Galon yang terkapar dalam kurungan Komo. Brushhhh... Sesuatu keluar dari mata air, membuat airnya menyiprat hingga menciptakan sebuah pelangi di udara. Sebuah energi berwarna merah, biru, hijau, ungu dan putih, membentuk sebuah sayap yang begitu indah. Sayap peri membuat terbang pemiliknya yang sedang menggendong gadis imut."Sepertinya lancar sekali!" seru seekor Drake yang ada di pinggir mata air.Pemuda itu terkekeh, sebelum turun, mendarat di dekatnya."Mungkin karena Esensi Surgawi masih baru terbentuk, ditambah lagi sudah kesekian kalinya. Esensi petir kemarin juga tidak sebrutal Esensi Angin, padahal dia lebih tua sampai bisa membentuk tubuh Wyvern, bukan merasukinya," jawab Akara tanpa menurunkan Kana dari gendongannya."Syu
Pak tua itu lalu terdiam, sedangkan Yon Beton langsung bangun dan tertawa lepas."Akara? Kau bocah sampah waktu itu!?" "Ya, dan kau sampai sekarang masih menjadi manusia sampah!" jawab Akara yang masih berdiri di tempatnya. Tatapannya benar-benar begitu tajam penuh dendam, ia menahannya seakan sewaktu-waktu bisa meledak. Sedangkan Yon Beton masih begitu santai karena memang tidak ada dendam darinya."Dia adalah Akara, sepuluh tahun silam yang telah membunuh tuan muda keluarga cabang kami, Cor Beton. Sekarang dia kembali dengan bersama gadis pembawa sial itu!" teriaknya sembari menunjuk ke arah Kana dan membuat gadis itu menunduk saat semua mata memandanginya. Sedangkan Akara sudah mulai melakukan peregangan tangannya."Kalian berdua sama-sama sampah, sangat cocok bersama!" Bruak... Pukulan Penghancur Hidung tepat mengenainya, hingga membuatnya terpelanting sebelum akhirnya tersungkur di lantai. Apa-apaan pergerakannya itu!? Sangat cepat sekali!
"Tidak perlu banyak bacot! Kalau aku ingin membunuhmu bisa aku lakukan dengan mudah!" jawab Akara sambil menekan kakinya hingga pria gemuk itu berteriak kesakitan. Dengan suara tidak jelas, ia memohon ampun sambil menelangkupkan kedua tangannya ke depan. Akara lalu mengangkat kakinya dan akhirnya Angkat Galon bisa mengeluarkan bor spiral dari mulutnya. Tanpa berkata apa-apa, pemuda itu hanya menunjukkan jari telunjuknya ke arah bawah. Mengetahui maksudnya, kepala keluarga Galon hanya bisa terbelalak, lalu bersujud hingga kepalanya membentur lantai. Akara lalu menoleh ke arah Yon Beton, membuat pria itu panik hingga jatuh terduduk. Ia lalu melenggang pergi, meraih tangan gadis tembem berambut pendek dan meninggalkan kediaman keluarga Beton. Tidak ada yang bisa dikatakan oleh para warga selain menyingkir, memberikan jalan pada keduanya...Di perjalanan Akara bertanya kepada Kana."Kamu bilang bahwa Vania anak mereka, kenapa dia tidak dikenali saat di A
Akara terbang mengikuti aliran sungai. Ia melihat sebuah kapal dan segera menyalakan mata ularnya, namun tidak menemukan keberadaan bocah kecil di sana. Ia lalu melanjutkan hingga sampailah di kota Glint. Dari atas sungai Oll saja sudah nampak betapa megahnya istana Glint di ujung kota sana, tepat bersandar pada pegunungan Vodor. Dengan kedua pedang kayu yang sudah bersandar di pundaknya, Akara langsung menuju tujuan utamanya. Terbang membelah kota membuat para warga berbondong-bondong melihat ke atas langit, bertanya-tanya akan siapakah pemuda yang terbang di atasnya. Sesampainya di istana Glint, ia mendarat di halaman yang luas dengan puluhan orang sedang berlatih di sana. Seketika mereka langsung menghentikan latihannya dan mengerumuni Akara. Mencapai ranah abadi semuda itu? Siapa dia? Mereka mengagumi Akara, namun ada salah satu pemuda yang begitu terkejut saat melihat sepasang pedang kayu di pundaknya. Para penjaga langsung berdatangan, menyibak kerumunan d
Begitu mengherankan. Kakek tua sepertinya memiliki anak yang masih berumur 10 tahunan. Ada hal lagi yang membuat Akara mengernyitkan dahinya merasa heran. Kedatangan seorang wanita muda dengan paras yang cantik, namun dengan raut wajah kesal yang memuakkan."Suamiku! Kenapa mengganggu Civon Kates!?" bentaknya memarahi pak tua Vonci Kates yang tak lain dan tidak bukan adalah suaminya, sekaligus Raja Glint."Itu..." Vonci Kates benar-benar kalang kabut, ia takut dengan istrinya, bahkan anaknya juga terlihat tidak menghormatinya.Wanita itu lalu menoleh ke arah Vania, membuat gadis kecil itu ketakutan hingga memeluk lengan Akara dengan eratnya."Gadis kecil tidak tau terima kasih! Kemari kau!" teriaknya."Istriku!" Vonci Kates mendekatinya dengan masih terlihat takut padanya. "Suami bodoh! Apa-apaan kau menuruti pemuda sepertinya dan mengabaikan anakmu!" bentaknya, hingga membuat pak tua itu terdiam dan menunduk. Pandangan wanita lalu tertuju pada para pelayan di sekitar Akara."Kenapa
Aura ranahnya berputar sangat cepat, membuat aliran energi dari segala penjuru mengalir ke arahnya. Sedangkan Akara masih begitu tenang meraih kedua pedang kayunya, lalu menyalakan aura ranahnya saat pak tua itu tepat di depannya. Getaran di sana masih terus terjadi, hingga membuat para warga keluar dari rumah karena panik. Semua sorot mata langsung tertuju ke arah istana yang dipenuhi oleh duri raksasa. Bencana! Apalagi yang terjadi dengan kota ini!?"Pak tua! Ranahmu begitu tinggi kenapa bisa-bisanya mendapatkan wanita bodoh itu? Apakah matamu sudah dibutakan oleh..." Brushhhh... Ada lonjakan tanah berbentuk ular naga dari bawah, membuat Akara menghindar dengan terkejut. Naga batu itu melayang, melingkar di sekitar pemiliknya. Pak tua itu sudah tidak bisa diajak kompromi, ia benar-benar sudah kalap ditelan oleh emosi. Di tangannya sudah ada rantai, dengan gada di ujungnya yang berbentuk prisma segitiga yang dihiasi duri-duri di pinggirannya. Swush swush swush... Vonci Kates memutark
Efek tebasannya membelah bagian dalam pegunungan, hingga membuatnya seperti ada 2 pegunungan yang berjejer. Akara langsung mengeluarkan kelima energi dari Esensi Surgawi, membuat pedangnya menekan Vonci Kates dan memaksanya menahan menggunakan kedua tangan. Wushh... Tiba-tiba Akara melesat naik, disusul oleh batu runcing yang melonjak di bawahnya. Batu-batu runcing itu seakan memenuhi lubang yang memotong pegunungan, bahkan menjadi lebih tinggi. Kini Vonci Kates langsung melesat mengejar Akara dengan energi yang sudah terkumpul di kepalan tangannya. Energi begitu besar hingga menyebabkan retakan di armor batu miliknya. Bukan pecah, tapi malah menciptakan aliran energi seperti magma di sana.Glengg!! Ayunan pedang dan pukulannya kembali membentur di langit, membuat gelombang energi yang menerpa kota Glint dari atas. Banyak genteng rumah yang langsung ambrol, membuat banyak wanita dan anak -anak yang berteriak kesakitan. Mendengar hal itu, Akara menjentikkan jarinya
Kediaman keluarga Galon. Yon Beton bersama istrinya tergesa-gesa mendatangi suatu bangunan. Ia bahkan membuka pintu di sana dengan begitu kencang. Seketika kerumunan orang di sana langsung menoleh ke arahnya."Berhasilkah kalian!?" teriaknya nampak panik sekaligus kesal. Tanpa menjawab, kerumunan orang itu menyingkir dan nampaklah seorang gadis yang duduk di kursi dengan tangan, kaki dan mulutnya yang sudah terikat. Raut wajahnya begitu ketakutan, dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya.Melihat gadis itu, Yon Beton langsung tersenyum lebar, lalu muncul sebuah pedang di tangannya. "Bocah pembawa sial!" Ia menyeringai sambil mendekat, namun segera diteriaki oleh seseorang."Apa yang kau lakukan!?" Pria bertubuh gemuk yang duduk dengan santai di ujung ruangan, gigi bagian depannya sudah ompong semua, membuat bibirnya berkeriput masuk ke dalam."Apalagi? Bunuh bocah ini lah!" jawab Yon Beton dengan kesal, namun langsung menu
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak