Pagi harinya terlihat kalau jam dinding menunjuk pada pukul empat pagi, Naya saat ini tengah menantikan sholat subuh.
Naya melakukan tadarus Al Qur'an untuk mengisi waktu luang selama dia menunggu waktunya adzan. Quran surat Al waqiah terdengar dari suara Naya yang saat ini matanya fokus pada Al Qur'an. Ilyas terbangun karena suara lantunan ayat suci yang Naya lantunkan itu, Naya bukan seorang wanita yang lulusan pesantren, hanya saja Naya bisa membaca Al Qur'an walaupun banyak huruf yang salah saat dia ucapkan. Ilyas langsung menuju ke kamar mandi, dia mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat subuhnya. Jujur saja Ilyas merasa sangat terkejut karena Naya dan Alya begitu banyak berbeda. Selama ini tak pernah Alya melaksanakan sholat, terkadang saat Ilyas meminta Alya sholat dia selalu menolak dengan banyak alasan. Hingga saat itu Ilyas merasa bosan meminta istrinya untuk melaksanakan Sholat, terlalu banyak alasan hingga Ilyas siap menanggung kesalahan Alya bahkan dia juga siap menanggung dosa istrinya. Ilyas memakai sarung yang selalu dia bawa, dia juga menggelar sejadah di depan Naya. "Hari ini aku akan jadi imam!" ucap Ilyas. Naya hanya menatap Ilyas dengan tatapan bingung, namun saat ini Adzan subuh berkumandang di mesjid yang ada di dekat dengan rumah sakit itu. "Alhamdulillah." gumam Naya. "Ayo sholat." ajak Ilyas. Naya berdiri namun terlihat kalau Ilyas sudah akan membaca niat. Dengan lantang Naya mengucapkan Iqomah, Ilyas yang mendengar hal itu langsung terdiam. Ilyas lupa kalau sebelum sholat harus ada Iqomah terlebih dahulu, senyuman tergambar di bibir Ilyas. Iqomah adalah lafaz atau bacaan yang dianjurkan untuk dikumandangkan sebagai seruan sebelum mengamalkan salat fardhu. mengumandangkan iqomah hukumnya sunnah muakkad atau sunnah yang sangat ditekankan pengerjaannya. kesunnahan tersebut berlaku saat hendak mengamalkan salat fardhu baik tepat pada waktunya maupun tidak serta dikerjakan secara sendiri maupun berjamaah. Ilyas memulai sholatnya yang di ikuti oleh Naya yang menjadi makmumnya itu. Hingga beberapa menit Ilyas mengakhiri sholat fardhu subuhnya itu dengan salam. Ilyas menengadahkan tangannya dia berdoa untuk keselamatan dan kesembuhan keluarganya, orang orang yang dekat dengannya. Naya setia mengaminkan setiap doa yang Ilyas ucapkan dalam doa-doanya itu. "Amin ya Alloh ya rabbal al amin" gumam Naya mengusapkan tangannya pada wajah. Ilyas berbalik pada Naya dia langsung menyodorkan tangannya pada Naya, dengan ragu Naya menyalami tangan suaminya itu. Namun saat ini hati Naya merasa tak tenang apa lagi dia saat ini melihat Alya yang juga tengah melihat dirinya. Naya langsung membuka mukenanya, dia mendekat pada Alya yang saat ini sudah bangun. "Al ada yang bisa aku bantu?" tanya Naya. "Tidak!" Tolak Alya. Tokk Tokk Dokter rumah sakit datang ke sana, Naya membukakan pintu agar dokter itu masuk ke dalam. "Pak, bu ada yang mau saya bicarakan tentang penyakit Bu Alya." ucap Dokter. "Ya dok, bagaimana?" tanya Ilyas. "Begini dari hasil pemeriksaan malam tadi, perkembangan kanker dalam tubuh Bu Alya sangat cepat, mungkin hal itu akan membuat Bu Alya merasakan sakit pada bagian tubuhnya." ucap Dokter. "Benarkah dok?" tanya Alya. "Apa tidak bisa di cegah dok, atau di operasi?" tanya Naya yang bahkan tidak tau sama sekali tentang kanker. "Hanya menjalani kemoterapi yang kami sarankan sekarang, kanker paru paru sangat berbahaya rata rata tidak ada yang akan selamat, paling lama seorang pasien dengan sakit kanker ini hanya akan bertahan selama sepuluh bulan, itu pun dengan bantuan kemoterapi rutin." ucap Dokter. "Dok, jangan bercanda selama ini mati itu hanya di tangan Alloh bukan di tangan dokter, bukan di tentukan oleh obat obatan!" sahut Naya. "Berdoa saja Bu." ucap dokter yang langsung pergi dari sana. "Astaghfirullah." gumam Naya merasa sangat marah. "Sudah Naya, penyakit seperti ini memang tidak ada obatnya, jadi mungkin aku hanya tinggal menunggu hari kematian aku tiba." ucap Alya. "Persetan Al." geram Naya. "Diamlah!" bentak Ilyas menatap tajam pada Naya yang saat ini mencoba menjelaskan tentang permasalahan itu pada Alya. Ilyas marah, tentu saja dia bingung harus melakukan apa, dia tidak mau kehilangan Alya yang sangat dia cintai itu, tak pernah Ilyas bayangkan kalau dia akan kehilangan istri yang sangat dia sayang itu. Ilyas mendekat pada Alya dia langsung memeluk istrinya itu, Ilyas merasa sangat takut pada kematian yang akan memisahkan mereka. Walau bagaimanapun Alya adalah cinta pertama Ilyas. "Tolong jangan tinggalkan aku." bisik Ilyas. "Mas, ada Naya kan yang akan menjaga kamu." ucap Alya. "Tidak Al, aku mau kamu hanya kamu." ucap Ilyas. "Mas, jangan seperti ini." sahut Alya melepaskan pelukan Ilyas yang saat ini terasa nyaman bagi Alya. ** Siang ini Zoya putri Naya yang berusia 4 tahun baru saja datang ke kota itu, dengan di antar oleh bibinya, Zoya datang ke kota itu untuk menemui ibunya. Naya menunggu di terminal dia langsung menatap pada gadis kecil yang baru saja turun dari angkutan umum bersama dengan seorang wanita paruh baya. "Zoya." sahut Naya. "Mah?" teriak gadis kecil itu yang langsung memeluk mamahnya. "Bi terimakasih sudah mengantarkan Zoya." ucap Naya. "Tidak apa Nay, oh ya kamu di sini dengan siapa?" tanya Bibi mantan suaminya Naya. "Oh ya aku lupa kalau kamu punya rumah bekas Nenek kamu dahulu kan." ucap bibinya lagi. Naya mengangguk mengiyakan padahal nyatanya rumah beserta tanah itu sudah di jual oleh mantan suami Naya dahulu. Saat menikah dengan mantan suaminya, Naya hampir kehabisan semuanya, harta dan semua peninggalan dari neneknya habis Naya jual, hingga Naya harus rela banting tulang hanya untuk menghidupi keluarganya. Setelah berpamitan dengan bibinya, Naya kembali ke rumah sakit dia akan menemui Alya yang katanya akan mengikuti kemoterapi. Di perjalanan Naya menatap pada pedagang lengkeng yang ada di pinggir jalan. Rasanya Naya ingin sekali membeli buah itu, tapi perkataan Ilyas masih terngiang di kepala Naya. **"Alya tidak suka lengkeng!" sahut Ilyas. "Kenapa begitu?" tanya Naya. "Dia sempat cerita pada ku, kalau dia tidak suka lengkeng hanya saja karena kamu yang bawakan dia memakannya!" sahut Ilyas.** Naya tersenyum pada Zoya yang saat ini ada di sampingnya. "Mah, kemarin ada bapak!" ucap Zoya. "Bapak?" tanya Naya. "Ya dia meminta gelang aku." ucap Zoya, gadis kecil itu menunjuk pada tangannya yang polos, padahal sebelumnya Naya membelikan gelang emas untuk Zoya. "Bapak kamu bawa gelang kamu?" tanya Naya terkejut. "Ya mah, katanya mau dia ganti." ucap Zoya. "Astaghfirullah." gumam Naya menggeleng gelengkan kepalanya.Di rumah sakit Naya baru saja datang bersama dengan Zoya, saat ini Ilyas berada di sana karena tengah bekerja dari laptop."Naya!" sahut Alya."Assalamualaikum Al." ucap Naya."Waalaikum salam." sahut Ilyas yang hanya Ilyas yang menjawab salam dari Naya."Ini anak kamu?" tanya Alya menatap pada gadis kecil."Ya dia Zoya, putri aku." ucap Naya."Wah gadis kecil, sini sama Ibu." ucap Alya meminta Zoya untuk mendekat.Naya mengarahkan Zoya untuk mendekat pada Alya yang saat ini hanya bisa diam di atas ranjang."Tante kenapa?" tanya Zoya gadis kecil itu bertanya."Panggil aku Ibu ya." ucap Alya tersenyum pada Zoya."Ibu gak papa, cuman lagi sakit saja." ucap Alya."Oh." ucap Zoya yang langsung menyalami tangan Alya.Zoya juga mendekat pada Ilyas yang saat ini tengah duduk, Zoya langsung menyodorkan tangannya meminta Ilyas untuk meraih tangan bocah itu supaya Zoya bisa menyalaminya.
Kemoterapi yang di lakukan Alya telah selesai, saat ini Alya mengeluh kalau setelah kemoterapi dia sering merasakan rambutnya yang semakin rontok, bahkan giginya juga ada beberapa yang copot.Naya merasa sangat sedih melihat kondisi sahabatnya, dia tidak yakin kalau Alya bisa sembuh seperti dahulu lagi.Dengan kondisi dirinya yang sangat memburuk semakin harinya.Bahkan penyakitnya semakin cepat berkembang."Nay, rasanya aku mau jalan jalan?" ucap Alya."Kenapa harus jalan jalan?" tanya Ilyas keberatan."Mas aku hanya mau menghirup udara segar, lagian aku lama di sini, aku rindu udara segar." ucap Alya."Baiklah aku akan antar." ucap Naya antusias.Ilyas memutar bola matanya malas dia langsung membantu istrinya itu untuk duduk di kursi roda, "Hati hati!" ucap Ilyas."Ya mas." ucap Alya.Naya mengambil kerudung pashmina panjang, dia langsung memakaikannya pada Alya."Pakai ini supaya kamu tidak d
Di apartemen yang akan Naya tempati, Apartemen itu sangat besar bahkan Naya kagum melihat kemewahan apartemen itu."Maaf hanya ini yang bisa aku berikan, oh ya apartemen ini milik perusahaan jadi tetangga di sini adalah teman kerja aku, tolong jangan bilang apa pun pada mereka, usahakan kalau mereka tidak tau kamu siapa." sahut Ilyas."Ya mas." ucap Naya.Naya tersenyum tipis menangapi hal itu."Bukan hanya turun ranjang, aku juga bahkan istri yang di rahasiakan!" batin Naya.Naya menyelimuti Zoya yang baru saja tertidur di kamar apartemen yang besar itu.Naya ingat pada obat yang Alya berikan padanya, saat ini Naya akan memasak untuk suaminya itu."Mas mau makan apa?" tanya Naya."Gak usah aku gak lapar." jawab Ilyas."Tapi mas kamu belum makan." sahut Naya."Baiklah buatkan apa saja!" titah Ilyas.Naya berjalan ke arah dapur dia tadi sempat belanja terlebih dahulu jadi setidaknya dia punya bahan ma
Beberapa hari kemudian Naya tidak bertemu lagi dengan Ilyas, siang hari Naya selalu datang ke rumah sakit karena dia akan merawat Alya.Dan setelah malam dia pulang ke apartemennya bersama dengan Zoya putrinya.Selama beberapa hati itu, Naya tidak bertemu dengan Ilyas bahkan setelah malam itu mereka tidak saling bercengkrama lagi."Al, mau makan yang lain?" tanya Naya."Tidak Nay, terima kasih. Oh ya aku akan bujuk mas Yash agar mau meminta maaf pada kamu." sahut Alya."Tidak apa Al." Naya menyimpan piring bekas makan Alya.Alya di siang hari hanya di temani oleh Naya dan di malam hari di temani bi Yeti dan Ilyas yang setiap hari pulang ke sana.KrettPintu ruangan Alya ada yang membuka dari luar, ternyata Ilyas pulang di sore hari tidak pulang larut malam lagi."Mas?" ujar Alya yang langsung menyambut suaminya dengan senyuman."Bagaimana hari ini ada yang sakit?" tanya Ilyas mencium kening Alya padahal
"Dia sudah punya Boneka, mas." jawab Naya.Ilyas dengan cepat memakan makanan itu, hingga selesai dia langsung masuk ke dalam kamar Zoya yang saat ini tengah marah pada mamahnya."Zoya?" panggil Ilyas yang langsung membuat bocah kecil itu menatap padanya."Kamu mau boneka yang mana? Biar papah yang akan belikan." ujar Ilyas.Mata Zoya berbinar dia langsung mengambil ponsel Ilyas yang isinya gambar boneka semua."Yang ini bagus pah." ujar Zoya."Yakin mau yang ini?" tanya Ilyas.Zoya mengangguk yakin, dengan cepat Ilyas memesankan boneka yang besar itu, Ilyas sangat sayang pada Zoya. Bahkan dia juga sudah menganggap Zoya bagaikan anaknya sendiri.Ilyas memang sangat menginginkan seorang anak hanya saja sudah beberapa tahun ini dia belum juga mempunyai anak dari Alya.Ilyas tidak memaksakan kehendak. Dia hanya berpikir mungkin belum rezeki dia untuk mempunyai anak.Tak bisa di pungkiri kalau saat ini Ilyas
Bi Yeti datang ke sana, sore ini Lia pulang karena di sana ada Naya dan Bi Yeti juga.Alya tidak perduli dengan siapa dia di rumah sakit, karena selama ini dia cukup malu untuk menyusahkan orang orang di sekitarnya."Nay, apa ada perubahan pada perut kamu?" tanya Alya.Naya sebenarnya sedikit syok saat mendengar hal itu, Apa maksud Alya bertanya kalau perutnya ada perubahan? Padahal Naya tidak sedang hamil."Maksud kamu apa?" tanya Naya."Kapan kamu punya anak, aku lihat mas Yash suka pada Zoya, makannya aku mau kamu berikan dia anak, Nay." ujar Alya."Aku tidak berjanji Al, aku juga dulu tidak langsung punya Zoya, harus menunggu beberapa bulan dulu." Naya menatap pada Alya yang terlalu berharap padanya."Tidak masalah, yang paling penting kamu harus ikut program kehamilan, aku ingin anak laki laki." Alya memohon pada Naya dengan sedikit memaksa."Aku tidak janji!""Mungkin Nona Naya menghalangi kehamilan No
Pagi ini kira kira pukul empat pagi, Naya sudah terbangun dia akan melaksanakan Sholat subuh, tapi saat ini Ilyas mengajak dia ke mushola yang ada di rumah sakit itu. Ilyas sudah ijin lebih dahulu pada Alya, bahkan dia sudah pergi dari sana lebih dahulu. Naya menenteng mukenanya, saat ini dia akan ke mushola. "Naya?" sahut Alya. Naya menatap pada Alya yang memanggilnya. "Ada apa Al?" tanya Naya mendekat pada Alya, Naya tersenyum sambil membenarkan selimut Alya yang tidak menutupi kaki Alya. "Sekarang kamu minta mas Yash mengantarkan kamu pulang, jangan lupa berikan obat yang ada di laci itu di minumannya." pinta Alya. Naya membuka obat yang ada di laci itu. "Apa ini?" tanya Naya. "Obat perangsang, dan yang satunya lagi adalah obat penyubur kandungan." jawab Alya. Naya bingung, entah ada apa dengan sahabatnya itu, sekarang dia merasa kalau Alya memaks
Sore harinya...Naya menatap pada Alya yang sejak tadi hanya diam saja sambil menunggu waktu dia minum obat."Al, bisakah aku minta uang pada mas Yash?" Tanya Naya yang langsung di tatap oleh Alya dan Bi Yeti."Untuk apa?" Tanya Alya yang terdengar sangat ketus pada Naya."Untuk aku kirimkan pada bibinya Zoya, sebelumnya Zoya di tanggung oleh Bibinya. Jadi, aku mau ganti uang itu." Ujar Naya.Alya hanya bungkam tidak bicara sepatah kata pun.Namun, saat ini Ilyas baru saja masuk kedalam ruangan Alya karena Ilyas baru saja pulang bekerja."Assalamualaikum." Sahut Ilyas."Waalaikumsalam." Jawab Naya, dan hanya Naya saja yang menjawab.Satu adegan yang tidak bisa Naya hentikan saat ini.Tiba-tiba saja Ilyas mendekat padanya dan langsung menyodorkan tangannya pada Naya.Naya sempat memandang Alya sekilas, tapi dia langsung menyalami tangan suaminya itu dengan takzim.Terlihat kalau saat ini Alya
"Astaga!" gumam Rani.Ilyas panik dia langsung mendekat ke arah Rani, dengan cepat dia langsung mengambil sepucuk surat itu dan langsung membacanya.Ilyas juga tak kalah panik dari Rani, dia langsung menatap pada Naya yang masih bertanya-tanya dengan isi dari secarik kertas yang ditinggalkan oleh laki-laki itu."Ada apa, Mas?" tanya Naya menatap pada Ilyas dan Rani secara bergantian dan sayangnya tak ada jawaban yang bisa dia dapatkan dari keduanya.Naya langsung merebut paksa kertas itu dari tangan Ilyas.(ANAK KAMU AKAN MENINGGAL)Itulah isi dari secarik surat itu, ingin sekali rasanya Naya marah pada orang itu.Seorang ibu mana yang akan rela kalau anaknya mendapatkan ancaman yang begitu kejam dari orang yang bahkan tak dia kenal.Naya meremas sepucuk surat yang masih ada di tangannya itu, "Aku tau siapa yang mengirim surat ini." ucap Naya yang membuat Rani dan Ilyas langsung menatap padanya.**Brakk!Suara pintu didobrak paksa terdengar sangat keras ditelinga yang punya rumah, Al
Prak Gelas pecah terdengar memekik di telinga Alya, dengan langkah yang malas dia langsung berjalan ke arah lantai bawah, sejak tadi Ibunya ada di sana tapi sekarang Lia sudah pulang dari kediaman Alya. Alya masih tak percaya kalau Ilyas masih belum pulang juga, rasanya dia sangat ingin menyusul Ilyas ke apartemen Naya. Tapi sayangnya Alya gengsi karena dengan seperti itu dia terlihat mengemis perhatian pada Ilyas. Alya membelalakkan matanya saat melihat sebuah gelas pecah dan pecahannya berserakan di lantai, bukan itu saja. Dia juga menemukan sebuah surat yang tergeletak di lantai. "Surat lagi?" gumam Alya bertanya-tanya. Alya membuka surat itu dengan perlahan dan benar tulisan itu hampir sama dengan tulisan tempo lalu, tapi untuk yang sekarang tulisannya ada yang sedikit berbeda. (KAMU AKAN MATI, KALAU ANAK DALAM KANDUNGAN ANAYAH TETAP HIDUP!) "Apa ini sebuah ancaman? Kenapa padaku? Dan kenapa orang-orang itu tau kalau Naya mengandung? Siapa mereka?" setelah mengucapkan itu
"Apa laki-lakinya bisa diperbesar?" tanya Naya. "Tentu." Mutia menzoom layar yang ada di hadapannya itu, Naya mengerutkan keningnya saat melihat orang itu. "Kamu mengenalinya?" tanya Mutia. Naya menggelengkan kepalanya. "Aku gak kenal, laki-laki ini asing." "Fiks, kamu sekarang sedang di teror oleh orang itu, aku sudah menduga ini semua! Tapi Nay, kamu jangan khawatir karena ada aku yang akan membantu kamu untuk mencari tau orang ini." duga Mutia sambil memegang tangan Naya. "Terima kasih Mutia, kau baik sekali." "Sama-sama, kita kan teman, jadi aku harus membantu saat temanku kesusahan." Naya baru ingat kalau di apartemennya itu ada Ilyas, "Mutia, maafkan aku! Tapi di sini ada Mas Yash." ujar Naya. "Mas Yash?" tanya Mutia heran. Naya keceplosan mengusapkan hal itu pada Mutia, Naya baru ingat kalau Mutia belum tau tentang kehidupannya itu. Naya terlihat panik saat Mutia menatapnya sambil bertanya. "Ya, Mas Yash suaminya Alya, dia datang karena mau bertemu dengan Rani,
Ilyas mengusap kepala Naya dengan lembut, tapi saat Ilyas akan beralih ke pakaian Naya dia langsung terkejut saat mendapati kalau leher Naya seperti ada luka. "Nay, ini kenapa?" tanya Ilyas. Ilyas semakin mendekat pada luka itu, Ilyas rasa kalau luka itu baru saja ada di leher Naya, Ilyas juga memegang luka itu yang seperti ada luka bekas kuku. "Kamu di cekik?" tanya Ilyas menatap Naya penuh tanya. Naya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, Naya juga memegang tangan Ilyas yang sekarang tengah menelisik seluruh badannya. "Mas, ini itu hanya luka biasa." jawab Naya tenang. "Kamu bohong?" tanya Ilyas. Naya hanya diam saja untuk kali ini dia tidak mungkin bicara kalau Alya yang menyebabkan semuanya. "Mas, aku gak bohong, aku beneran!" ucap Naya. "Apa sakit?" tanya Ilyas. "Tidak." Ilyas memeluk Naya dengan sangat erat, dia ingin sekali meminta maaf pada Naya karena ucapan Ilyas sudah menyakiti hati Naya, untuk sekarang Ilyas juga sadar kalau dia seharusnya menghar
Pirasat Rani tak enak, dia langsung berlari ke arah apartemennya dan ternyata benar Rani mendapati Naya yang terduduk di lantai. "Kak, kakak kenapa?" tanya Rani yang langsung jongkok di hadapan Naya. Naya hanya menatap kearah depan saja tanpa mengedip sekali pun, Rani mulai curiga pada Alya yang baru saja keluar dari apartemennya itu. "Kak, ada apa?" tanya Rani lagi. Naya menatap pada Rani, dia langsung menangis di hadapan Rani yang semakin merasa bingung dengan kondisi Naya saat ini, Rani membawa Naya ke sofa agar Naya bisa lebih nyaman untuk duduk. Rani juga mengambilkan minuman untuk Naya, dia langsung menyodorkan pada Naya. "Kakak tenang dulu, setelah ini ceritakan padaku apa saja yang terjadi." ujar Rani. Naya membuka hijab yang menutupi kepalanya, Rani baru sadar kalau leher Naya terdapat luka lebam sepertinya luka itu baru saja muncul. "Kakak, kenapa? Apa semua ini Alya yang melakukannya?" tanya Rani tak sabaran untuk mendengar jawaban dari Naya. Namun, tak ada respon
"Benarkah Alya? Kamu berbohong padaku?" tanya Jaya. Alya menarik Naya untuk mendekat padanya, "Ya, aku ngaku kalau aku berbohong." ujar Alya. "What? Lalu, kemana anak kita?" tanya Jaya yang langsung membuat Mutia terkejut karena Jaya menanyakan anak mereka. Ternyata benar kalau dahulu Jaya dan Alya pernah akan mempunyai Anak. Alya menatap pada Mutia yang balik menatapnya dengan tatapan penuh benci. "Istrimu yang membuat aku keguguran, anak kita mati karena ulah istrimu." ucap Alya yang semakin mengundang kemarahan Mutia. "Hey, jangan bawa-bawa aku pada masalah ini, kau keguguran karena seorang wanita yang suaminya kau rebut kan? Jangan bawa aku pada masalah ini, lagi pun anak itu akan malu kalau hidup dari rahim wanita jalang sepertimu." Mutia sampai berteriak karena sangat kesal pada Alya. "Dari mana kamu tau?" tanya Jay
Ilyas bangun pagi sekali dia menatap pada ponselnya yang banyak sekali pesan dari Naya.Ilyas masih marah dia masih merasa kalau Naya tak menghargainya.Alya mengambil ponsel Ilyas dan melihat pesan dari Naya.Alya membaca satu persatu pesan itu dengan teliti, dari pesan itu Alya bisa tau kalau Naya dan Ilyas sedang tidak baik-baik saja."Mas kenapa tidak di bales?" tanya Alya sengaja bertanya hal demikian."Tidak perlulah," Ilyas sepertinya enggan membahas masalah itu.Alya hanya tersenyum saja, "Bagus Mas, semakin kamu bersalah maka kamu akan semakin cepat berpisah dengan Naya." Alya membatin.Alya tetap saja menginginkan mereka berpisah padahal sudah jelas-jelas kalau Naya sudah sangat membantu dirinya.Dengan melahirkan seorang keturunan untuk keluarga Alya.Walaupun belum Alya belum tau betul jenis kelamin bayi yang tengah Naya kandung, tetapi Alya yakin kalau bayi itu laki-laki.**Mutia datang
"Ayah siapa?" tanya Naya yang mulai penasaran pada ucapan Zoya itu."Ayah. Mah, om yang membelikan aku mainan." ujar Zoya kekeuh."Kamu tau siapa namanya?" tanya Naya.Zoya menggelengkan kepalanya, dia fokus lagi pada layar ponselnya yang tengah menampilkan video pendek."Tadi kamu bilang Bu Alya tidur sama laki-laki itu? Di mana?" tanya Naya."Di kamar bagus sekali, aku tidur di kursi dan Bu Alya tidur di kasur." Naya tak percaya pada celotehan Zoya, tapi mau membantah pun Naya tau kalau Zoya tak mungkin berbohong.Naya hanya bisa diam sambil berpikir, laki-laki siapa yang tidur bersama dengan Alya? Dan ada hubungan apa mereka?Kemudian... Naya ingat pada Mutia yang katanya suaminya pernah selingkuh dengan Alya.Naya merasa kalau semua ini ada hubungannya dengan suaminya Mutia, Naya mengambil ponselnya dari Zoya."Mamah pinjam sebentar ya sayang." pinta Naya.Naya mengetik pesan dan
Naya dan Ilyas menatap pada layar monitor yang menampilkan rekaman cctv tadi malam, bagai di sambar petir di tempat itu juga.Naya syok dengan apa yang baru saja dia lihat itu, " Ini gak mungkin!" bantah Naya.Naya memegang tangan Ilyas dengan sangat erat."Mana laki-laki yang mau membunuh kamu itu, Nay?" tanya Ilyas menatap tajam pada Naya yang sekarang masih tak percaya pada rekaman yang baru saja dia lihat itu.Di sana jelas terlihat kalau Naya berlari dari apartemennya dan menuju ke apartemen Raka, tak ada laki-laki yang katanya akan membunuh Naya itu.Padahal Naya masih sangat ingat kejadian malam tadi, laki-laki itu memang nyata dan ketakutan Naya itu bukanlah halusinasi atau pun mimpi semata."Tolong Mas, percaya padaku." pinta Naya memohon."Aku harus percaya? Mana laki-laki yang katanya mau membunuh kamu? Nay, lihat lah itu! Di sana jelas saja terlihat kalau kamulah yang berlari dan masuk ke apartemen Raka." Ilyas terlihat sangat marah pada Naya.Naya memegangi kepalanya kare