Malam ini Naya merebahkan tubuhnya di atas ranjang bersama dengan Zoya.
Naya merasa kalau dia sangat canggung berada di rumah Alya. "Kenapa aku merasa canggung berada di rumah ini?" gumam Naya. Sedangkan saat ini Ilyas menatap pada Alya yang tengah duduk di ranjang. "Sayang, aku bahagia karena kamu bisa pulang." Ilyas tersenyum. "Ya mas, aku juga!" Namun, Ilyas malah ingat pada Naya yang saat ini mungkin belum tertidur. "Sayang, aku mau mengambil laptop di mobil. Bentar ya," ucap Ilyas. "Ya mas." Ilyas keluar dari sana, tapi saat ini Ilyas tidak keluar dari rumah. Dia malah masuk kedalam kamar yang di tempati oleh Naya dan Zoya. "Mas," sahut Naya. Ilyas menempelkan jarinya ke bibirnya. "Jangan berisik!" pinta Ilyas. Ilyas duduk di ranjang samping Naya yang masih bingung dengan sikap Ilyas. "Naya tidak bisa pulang karena saat ini di rumah Alya tidak ada orang. Naya tidak tega membiarkan Alya sendirian, walaupun ada Bi Yeti dan pembantu yang lain. Tetap saja, Alya harus ada teman untuk dia bicara dan bercerita. Naya dan pak Mijan memutuskan untuk pulang setelah Ilyas pulang saja. Sedangkan orang tua Alya sudah pergi karena banyak pekerjaan, Rani juga sama dia ada pekerjaan sekarang. "Bagaimana kandungan kamu?" tanya Alya. "Alhamdulillah, sehat." jawab Naya sambil tersenyum pada Alya. Begitu pula dengan Alya yang bersikap sangat baik pada Naya. Tapi sayangnya, Alya lupa kalau Naya adalah sahabat masa kecilnya. Naya tau bagaimana ekspresi wajah Alya saat dia marah dan tengah menahan amarah. Semuanya sudah Naya ketahui sejak mereka masih berteman dahulu. Naya mengambil buah buahan yang sudah di kupas dan memberikannya pada Alya.
Naya masuk ke apartemennya, dia menyalakan lampu supaya ruangan itu terang. Saat ini Raka membawa Zoya untuk membeli cemilan terlebih dahulu ke mini market. Sedangkan Naya memutuskan untuk pulang terlebih dahulu ke apartemennya. Naya merasa sangat lelah sekali, padahal sejak tadi dia hanya diam dan duduk saja di rumah Alya. "Astaghfirullah, kenapa badan ini terasa pegal pegal?" gumam Naya. Namun, saat Naya berjalan kearah dapur. Saat ini terlihat ada seorang laki laki yang sangat Naya kenal berada di sana sambil memegang pisau yang biasa Naya gunakan untuk masak. "Mas," gumam Naya. "Aku mau minta uang!" ujarnya. "Gak, aku gak punya uang!" bantah Naya. Naya memundurkan langkahnya kebelakang dengan perlahan, tapi sayangnya laki laki itu langsung mendorong Naya hingga membuat Naya terjatuh kelantai. Bukan itu saja, saat Naya akan bangun l
Dokter yang tadi menangani Naya, akhirnya keluar juga dari dalam ruangan. "Dok, bagaimana kondisi Naya?" tanya Ilyas yang langsung memburu pada dokter yang baru saja keluar. "Pak, Bu Naya tidak kenapa kenapa. Dia hanya mengalami luka di tangannya, kami sudah mengobati lukanya, mungkin sebentar lagi akan sadar." jawab Dokter itu. "Terima kasih, Dok." ucap Ilyas yang merasa lega dengan ucapan dokter itu. "Tapi Dok, luka apa yang ada ditangannya?" tanya Ilyas. "Lukanya seperti terluka karena pisau atau benda tajam." ujar Dokter. Ilyas menghela nafasnya kasar, Naya memang benar benar menderita karena menikah dengan laki laki yang bernama Zidan itu. "Apa kamu mau laporkan mantan suami Naya?" tanya Raka. "Entahlah Raka, aku harus bertanya pada Naya dahulu." ucap Ilyas. "Ya kau benar," sahut Raka. Ilyas dan Raka masuk kedalam ruangan Naya, terliha
Malam ini Naya sudah boleh pulang, Ilyas menemani Naya malam ini karena takut kalau mantan suami Naya akan kembali lagi.Ilyas merasa kalau Naya marah padanya, terlihat sejak tadi Naya tidak bicara sepatah kata pun pada Ilyas.Wanita mana yang akan rela kalau suaminya tidak mengakui dirinya dan anak yang tengah di kandungnya.Naya sedih karena tak di anggap oleh Ilyas, bukan apa apa. Jika saja Ilyas tidak mengakui Naya sebagai istrinya mungkin Naya tidak akan marah.Tapi ketika Ilyas tidak menganggap Anak itu anaknya, seketika Naya merasa tidak terima akan hal itu."Maafkan aku, Nay." ucap Ilyas.Hanya diam saja yang Naya lakukan, dia hanya menjadikan diam sebagai rasa kecewa yang sangat besar."Aku minta maaf," ucap Ilyas lagi.Naya merebahkan tubuhnya memunggungi Ilyas, tak menyerah. Ilyas mendekat pada Naya."Sayang, maafkan aku. Tadi aku juga mau jujur tapi bagaimana lagi karena aku takut Raka tau semuanya." papar Ilyas."Ya aku paham. Mas, gak masalah karena kan aku cuman istri k
Sesampainya di acara yang meriah itu, ternyata saat ini Naya tidak bisa masuk karena alasan undangan hanya untuk dua orang dan itu hanya pasangan suami istri saja. Sedangkan Ilyas dan Alya sudah masuk terlebih dahulu kedalaman, Naya hanya bisa menatap pada kedua penjaga di sana. "Saya pembantu Nona Alya," Naya mencoba menjelaskan. "Maaf Nona, tapi ini sudah kebijakan dari pemilik acara." ucap salah satu dari penjaga itu. Tiba tiba Raka datang kesana. "Dia pasangan saya," Raka langsung menyodorkan surat undangannya. "Baik, silahkan masuk tuan." ucapnya mempersilahkan. Naya dan Raka masuk kedalam, tapi Naya menghentikan langkahnya. "Mas, aku gak papa gak masuk juga." ujar Naya. "Kenapa?" tanya Raka. "Mas datang ke sini pasti sama pasangannya kan? Bagaimana mungkin Mas masuk sama aku? Terus pasangan Mas, bagaimana?" cecar Naya memberikan pertanyaan pada Raka. "Tidak masalah, aku belum punya pasangan. Jadi, bisa kan aku menganggap kamu pasangan aku?" tanya Raka. Naya hanya ter
"Kak apa kakak melihat wanita yang memakai kursi roda?" tanya Naya yang saat ini tengah mencari Alya yang tidak ada di tempat tadi.Tapi jawaban dari semua orang hanya gelengan kepala saja, mereka tidak melihat Alya di mana pun."Astaghfirullah, tadi keasikan ngobrol sama kakak itu, jadi aku lupa pada Alya." gumam Naya.Naya terus bertanya pada semua orang, tapi ada seorang wanita yang saat ini tengah melihat gerak gerik Naya."Nona lihat wanita yang memakai kursi roda?" tanya Naya."Kamu orang baik," ucap wanita itu.Naya heran mendengar jawaban dari wanita itu, tapi Naya hanya bisa tersenyum saja."Wanita yang kamu cari ada di sana." ucapnya."Terima kasih Nona," ucap Naya."Panggil aku Mutia, jangan Nona." ujar Mutia."Terima kasih Mutia, aku harus ke sana dulu, sekali lagi terima kasih." sahut Naya yang langsung berlari ke arah yang barusan Mutia tunjuk.Naya melihat Alya yang baru saja keluar dari sebuah ruangan di hotel itu."Al, kamu kemana saja?" tanya Naya.Alya hanya terseny
Sudah beberapa hari berlalu, Naya merasa sangat kesepian sekarang. Semenjak perpisahan malam itu, tidak ada laki pesan dari Ilyas. Bahkan, pesan dari Naya saja tidak pernah di balas oleh Ilyas, bukannya Naya menuntut akan kabar dari Ilyas. Tapi kondisinya berbeda, saat malam itu mereka berpisah. Ilyas dalam keadaan marah besar pada Naya. Hingga saat ini Naya yakin kalau Ilyas masih sangat marah padanya. Naya juga tak punya alasan untuk datang ke rumah Alya, karena selama beberapa hari ini Alya juga tak pernah menghubungi dia lagi. "Apa Mas Yash kecewa ya?" tanya Naya menatap pada jendela dari kamarnya yang memperlihatkan pemandangan indah. Naya melihat ke arah bawah, terlihat banyak sekali mobil yang berlalu lalang. Naya tinggal bersama dengan Rani di sana. Karena Ayah mertuanya berada di rumah Alya, untuk masalah itu Naya tidak mempermasalahkan di mana Ayah akan tinggal. Hanya saja, Naya masih bingung pada Ilyas yang marah sampai segitunya pada dia dan bayinya.
Tok Tok Alya dengan berat hati mengetuk pintu apartemen itu, dia menunggu sampai yang punya datang membukakan pintu. "Alya," panggil Naya yang saat ini membukakan pintu. "Naya," gumam Alya yang langsung memeluk Naya. "Maaf ya, aku baru datang." "Tidak masalah, ayo masuk." ujar Naya. Alya masuk dia pura-pura tidak tau kalau Ilyas datang ke sana, saat masuk kedalam Ilyas menatap pada Alya. "Mas, kamu ada di sini?" tanya Alya sambil memeluk Ilyas. "Sayang, kamu datang? Bagaimana dengan pemeriksaannya?" tanya Ilyas. "Semuanya berjalan dengan lancar," jawab Alya, "Oh ya. Naya, aku bawakan kamu makanan." Naya mendekat, dia langsung membuka makanan apa yang baru saja di bawakan oleh temannya itu. "Alya, terima kasih." ucap Naya berbinar karena melihat makanan yang baru saja di bawakan oleh Alya. Isi makanan itu hanyalah kue cubit, tapi karena mereka tinggal di kota. Mereka jarang melihat pedagang kue cubit, ini adalah makanan kesukaan Naya sejak dahulu. Tak di sangka Naya sa
"Astaga!" gumam Rani.Ilyas panik dia langsung mendekat ke arah Rani, dengan cepat dia langsung mengambil sepucuk surat itu dan langsung membacanya.Ilyas juga tak kalah panik dari Rani, dia langsung menatap pada Naya yang masih bertanya-tanya dengan isi dari secarik kertas yang ditinggalkan oleh laki-laki itu."Ada apa, Mas?" tanya Naya menatap pada Ilyas dan Rani secara bergantian dan sayangnya tak ada jawaban yang bisa dia dapatkan dari keduanya.Naya langsung merebut paksa kertas itu dari tangan Ilyas.(ANAK KAMU AKAN MENINGGAL)Itulah isi dari secarik surat itu, ingin sekali rasanya Naya marah pada orang itu.Seorang ibu mana yang akan rela kalau anaknya mendapatkan ancaman yang begitu kejam dari orang yang bahkan tak dia kenal.Naya meremas sepucuk surat yang masih ada di tangannya itu, "Aku tau siapa yang mengirim surat ini." ucap Naya yang membuat Rani dan Ilyas langsung menatap padanya.**Brakk!Suara pintu didobrak paksa terdengar sangat keras ditelinga yang punya rumah, Al
Prak Gelas pecah terdengar memekik di telinga Alya, dengan langkah yang malas dia langsung berjalan ke arah lantai bawah, sejak tadi Ibunya ada di sana tapi sekarang Lia sudah pulang dari kediaman Alya. Alya masih tak percaya kalau Ilyas masih belum pulang juga, rasanya dia sangat ingin menyusul Ilyas ke apartemen Naya. Tapi sayangnya Alya gengsi karena dengan seperti itu dia terlihat mengemis perhatian pada Ilyas. Alya membelalakkan matanya saat melihat sebuah gelas pecah dan pecahannya berserakan di lantai, bukan itu saja. Dia juga menemukan sebuah surat yang tergeletak di lantai. "Surat lagi?" gumam Alya bertanya-tanya. Alya membuka surat itu dengan perlahan dan benar tulisan itu hampir sama dengan tulisan tempo lalu, tapi untuk yang sekarang tulisannya ada yang sedikit berbeda. (KAMU AKAN MATI, KALAU ANAK DALAM KANDUNGAN ANAYAH TETAP HIDUP!) "Apa ini sebuah ancaman? Kenapa padaku? Dan kenapa orang-orang itu tau kalau Naya mengandung? Siapa mereka?" setelah mengucapkan itu
"Apa laki-lakinya bisa diperbesar?" tanya Naya. "Tentu." Mutia menzoom layar yang ada di hadapannya itu, Naya mengerutkan keningnya saat melihat orang itu. "Kamu mengenalinya?" tanya Mutia. Naya menggelengkan kepalanya. "Aku gak kenal, laki-laki ini asing." "Fiks, kamu sekarang sedang di teror oleh orang itu, aku sudah menduga ini semua! Tapi Nay, kamu jangan khawatir karena ada aku yang akan membantu kamu untuk mencari tau orang ini." duga Mutia sambil memegang tangan Naya. "Terima kasih Mutia, kau baik sekali." "Sama-sama, kita kan teman, jadi aku harus membantu saat temanku kesusahan." Naya baru ingat kalau di apartemennya itu ada Ilyas, "Mutia, maafkan aku! Tapi di sini ada Mas Yash." ujar Naya. "Mas Yash?" tanya Mutia heran. Naya keceplosan mengusapkan hal itu pada Mutia, Naya baru ingat kalau Mutia belum tau tentang kehidupannya itu. Naya terlihat panik saat Mutia menatapnya sambil bertanya. "Ya, Mas Yash suaminya Alya, dia datang karena mau bertemu dengan Rani,
Ilyas mengusap kepala Naya dengan lembut, tapi saat Ilyas akan beralih ke pakaian Naya dia langsung terkejut saat mendapati kalau leher Naya seperti ada luka. "Nay, ini kenapa?" tanya Ilyas. Ilyas semakin mendekat pada luka itu, Ilyas rasa kalau luka itu baru saja ada di leher Naya, Ilyas juga memegang luka itu yang seperti ada luka bekas kuku. "Kamu di cekik?" tanya Ilyas menatap Naya penuh tanya. Naya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, Naya juga memegang tangan Ilyas yang sekarang tengah menelisik seluruh badannya. "Mas, ini itu hanya luka biasa." jawab Naya tenang. "Kamu bohong?" tanya Ilyas. Naya hanya diam saja untuk kali ini dia tidak mungkin bicara kalau Alya yang menyebabkan semuanya. "Mas, aku gak bohong, aku beneran!" ucap Naya. "Apa sakit?" tanya Ilyas. "Tidak." Ilyas memeluk Naya dengan sangat erat, dia ingin sekali meminta maaf pada Naya karena ucapan Ilyas sudah menyakiti hati Naya, untuk sekarang Ilyas juga sadar kalau dia seharusnya menghar
Pirasat Rani tak enak, dia langsung berlari ke arah apartemennya dan ternyata benar Rani mendapati Naya yang terduduk di lantai. "Kak, kakak kenapa?" tanya Rani yang langsung jongkok di hadapan Naya. Naya hanya menatap kearah depan saja tanpa mengedip sekali pun, Rani mulai curiga pada Alya yang baru saja keluar dari apartemennya itu. "Kak, ada apa?" tanya Rani lagi. Naya menatap pada Rani, dia langsung menangis di hadapan Rani yang semakin merasa bingung dengan kondisi Naya saat ini, Rani membawa Naya ke sofa agar Naya bisa lebih nyaman untuk duduk. Rani juga mengambilkan minuman untuk Naya, dia langsung menyodorkan pada Naya. "Kakak tenang dulu, setelah ini ceritakan padaku apa saja yang terjadi." ujar Rani. Naya membuka hijab yang menutupi kepalanya, Rani baru sadar kalau leher Naya terdapat luka lebam sepertinya luka itu baru saja muncul. "Kakak, kenapa? Apa semua ini Alya yang melakukannya?" tanya Rani tak sabaran untuk mendengar jawaban dari Naya. Namun, tak ada respon
"Benarkah Alya? Kamu berbohong padaku?" tanya Jaya. Alya menarik Naya untuk mendekat padanya, "Ya, aku ngaku kalau aku berbohong." ujar Alya. "What? Lalu, kemana anak kita?" tanya Jaya yang langsung membuat Mutia terkejut karena Jaya menanyakan anak mereka. Ternyata benar kalau dahulu Jaya dan Alya pernah akan mempunyai Anak. Alya menatap pada Mutia yang balik menatapnya dengan tatapan penuh benci. "Istrimu yang membuat aku keguguran, anak kita mati karena ulah istrimu." ucap Alya yang semakin mengundang kemarahan Mutia. "Hey, jangan bawa-bawa aku pada masalah ini, kau keguguran karena seorang wanita yang suaminya kau rebut kan? Jangan bawa aku pada masalah ini, lagi pun anak itu akan malu kalau hidup dari rahim wanita jalang sepertimu." Mutia sampai berteriak karena sangat kesal pada Alya. "Dari mana kamu tau?" tanya Jay
Ilyas bangun pagi sekali dia menatap pada ponselnya yang banyak sekali pesan dari Naya.Ilyas masih marah dia masih merasa kalau Naya tak menghargainya.Alya mengambil ponsel Ilyas dan melihat pesan dari Naya.Alya membaca satu persatu pesan itu dengan teliti, dari pesan itu Alya bisa tau kalau Naya dan Ilyas sedang tidak baik-baik saja."Mas kenapa tidak di bales?" tanya Alya sengaja bertanya hal demikian."Tidak perlulah," Ilyas sepertinya enggan membahas masalah itu.Alya hanya tersenyum saja, "Bagus Mas, semakin kamu bersalah maka kamu akan semakin cepat berpisah dengan Naya." Alya membatin.Alya tetap saja menginginkan mereka berpisah padahal sudah jelas-jelas kalau Naya sudah sangat membantu dirinya.Dengan melahirkan seorang keturunan untuk keluarga Alya.Walaupun belum Alya belum tau betul jenis kelamin bayi yang tengah Naya kandung, tetapi Alya yakin kalau bayi itu laki-laki.**Mutia datang
"Ayah siapa?" tanya Naya yang mulai penasaran pada ucapan Zoya itu."Ayah. Mah, om yang membelikan aku mainan." ujar Zoya kekeuh."Kamu tau siapa namanya?" tanya Naya.Zoya menggelengkan kepalanya, dia fokus lagi pada layar ponselnya yang tengah menampilkan video pendek."Tadi kamu bilang Bu Alya tidur sama laki-laki itu? Di mana?" tanya Naya."Di kamar bagus sekali, aku tidur di kursi dan Bu Alya tidur di kasur." Naya tak percaya pada celotehan Zoya, tapi mau membantah pun Naya tau kalau Zoya tak mungkin berbohong.Naya hanya bisa diam sambil berpikir, laki-laki siapa yang tidur bersama dengan Alya? Dan ada hubungan apa mereka?Kemudian... Naya ingat pada Mutia yang katanya suaminya pernah selingkuh dengan Alya.Naya merasa kalau semua ini ada hubungannya dengan suaminya Mutia, Naya mengambil ponselnya dari Zoya."Mamah pinjam sebentar ya sayang." pinta Naya.Naya mengetik pesan dan
Naya dan Ilyas menatap pada layar monitor yang menampilkan rekaman cctv tadi malam, bagai di sambar petir di tempat itu juga.Naya syok dengan apa yang baru saja dia lihat itu, " Ini gak mungkin!" bantah Naya.Naya memegang tangan Ilyas dengan sangat erat."Mana laki-laki yang mau membunuh kamu itu, Nay?" tanya Ilyas menatap tajam pada Naya yang sekarang masih tak percaya pada rekaman yang baru saja dia lihat itu.Di sana jelas terlihat kalau Naya berlari dari apartemennya dan menuju ke apartemen Raka, tak ada laki-laki yang katanya akan membunuh Naya itu.Padahal Naya masih sangat ingat kejadian malam tadi, laki-laki itu memang nyata dan ketakutan Naya itu bukanlah halusinasi atau pun mimpi semata."Tolong Mas, percaya padaku." pinta Naya memohon."Aku harus percaya? Mana laki-laki yang katanya mau membunuh kamu? Nay, lihat lah itu! Di sana jelas saja terlihat kalau kamulah yang berlari dan masuk ke apartemen Raka." Ilyas terlihat sangat marah pada Naya.Naya memegangi kepalanya kare