Benar, mereka memang musuh. Di antara mereka, terbentang nyawa orang tua Deven dan nyawa kedua orang tua Kyra. Meskipun semua penghalang yang ada di antara mereka sudah tiada, mereka tetap tidak bisa kembali seperti dulu. Jadi, wajar saja jika Deven melihatnya dengan prasangka.Bahunya dicengkeram erat oleh Deven ... erat sekali hingga terasa sakit. Tenaga Deven cukup besar dan tubuhnya terguncang keras karena kemarahan Deven yang melihatnya tidak merespons."Bicara!" bentak Deven."Ya, pria yang ada di hatiku adalah si Bisu. Aku cuma pernah bertemu dengannya sekali, bahkan sudah lupa seperti apa wajahnya. Aku cuma ingat foto punggungnya. Meskipun dia sudah mati karena penyakit, aku tetap nggak bisa melupakannya," balas Kyra dengan getir.Memangnya siapa yang tidak bisa melukai hati orang? Menusuk hati orang lain dengan kata-kata tajam ... Kyra juga bisa melakukan hal yang sama. Kyra mengira dirinya sudah terbiasa menghadapi tuduhan-tuduhan keji Deven dan tidak akan lagi merasa sakit.
Deven mundur beberapa langkah seperti mendapat pukulan besar."Semirip apa pun kamu dengannya, kamu tetap bukan dia. Makanya, aku mau pergi mencarinya. Aku sudah memberitahumu semuanya. Kamu sudah bisa pergi? Aku muak melihatmu," ejek Kyra.Deven mengepalkan tangannya dengan erat. Ternyata dirinya tidak bisa dibandingkan dengan orang yang sudah mati? Kyra muak melihatnya? Ini wanita yang begitu terobsesi padanya dulu? Seperti ini ucapan yang dilontarkan istri yang dicintainya?Ponsel Deven berdering lagi. Deven mengeluarkannya. Masih Irish yang meneleponnya.Kyra mengusir dengan kesal, "Kalau mau jawab telepon, di luar saja. Jangan mengotori telingaku."Deven menggenggam ponselnya dengan erat. Sorot matanya tajam saat berkata, "Aku nggak bakal jawab kalau kamu melarangku.""Kalau kamu bakal keluar demi menjawab panggilan, kenapa aku harus melarangmu?" Kyra terkekeh-kekeh.Deven akhirnya tidak tahan lagi. Ternyata Kyra begitu murah hati. Sebesar apa kebencian di hati Kyra? Padahal, Deve
"Kalau nggak ada urusan penting, aku tutup teleponnya." Deven masih kesal. Dia melampiaskan kekesalannya terhadap Irish.Irish sontak menangis dan menyalahkan diri sendiri, "Apa aku salah bicara? Kenapa kamu begitu nggak sabaran padaku? Kalau aku buat salah, beri tahu saja aku. Jangan cuek begini. Aku benaran khawatir pada Kyra. Dulu kita sahabatan. Kamu bisa kenal Kyra berkat aku. Aku tanya karena cemas padanya.""Sekarang aku menderita depresi. Aku mudah cemas. Gimana aku bisa tidur kalau sikapmu begini? Pikiranku bisa ke mana-mana kalau begini. Wajahku hancur dan kamu nggak mau menikahiku. Siapa yang mau wanita sepertiku?""Aku bicara begitu bukan karena menyesal sudah mendanaimu dulu. Kalau waktu bisa diulang, aku tetap akan melakukan hal yang sama. Aku cuma nggak tahan dengan sikapmu yang begini. Kalau ada yang membuatmu nggak puas, aku bisa berubah.""Kamu bilang kita berteman. Aku setuju kok. Aku nggak pernah melakukan tindakan yang berlebihan lagi, 'kan? Masa aku nggak boleh me
Namun, Deven punya kesulitan tersendiri. Setiap malam, dia akan bermimpi buruk tentang orang tuanya. Dia akan bermimpi ibunya memarahinya anak durhaka.Itu sebabnya, Deven membulatkan tekadnya. Dia akhirnya meninggalkan vila Keluarga Scot tanpa berpamitan, bahkan meninggalkan surat perjanjian cerai untuk Kyra.Kyra tidak bersedia menandatanganinya. Dia bersikeras mempertahankan pernikahan mereka. Demi menghindari Kyra, Deven pun memaksakan diri untuk terus bekerja dan tidur di perusahaan setiap harinya.Deven juga membiarkan Kyra salah paham tentang hubungannya dengan Irish. Dia bahkan melakukan pemotretan pernikahan dengan Irish supaya Kyra bersedia bercerai.Deven tahu Kyra adalah orang yang mementingkan martabat. Jika tahu Deven menyukai wanita lain, Kyra pasti akan lepas tangan. Kini Kyra memang bersedia melepaskan Deven, tetapi Deven malah tidak bersedia.Deven mengisap rokoknya sambil memandang ke kejauhan. Saat ini, Alex yang membawakan kotak makan melihat Deven di balkon. Pungg
"Jangan bercanda, Bu. Aku nggak mungkin salah. Kamu meragukan kemampuanku ya?" timpal dokter kandungan wanita itu sambil mengernyit. Hanya dengan melihat penampilan Irish, dia tahu bahwa Irish bukan wanita baik-baik. Irish masih muda, tetapi dandanannya seperti wanita penggoda.Irish sontak tidak bisa berkata-kata. "Bukan, bukan begitu maksudku.""Kalau kamu nggak percaya, silakan cari rumah sakit lain," ujar dokter itu."Aku ...." Sebelum Irish sempat berbicara, dokter itu sudah mempersilakan pasien lain masuk. Irish pun terpaksa pergi. Dia merasa dokter ini terlalu sombong!Kemudian, Irish pergi ke rumah sakit lain. Hasilnya sama, dia memang hamil. Ini jelas adalah anaknya dengan Okto.Beberapa hari ini, Irish mual-mual. Dia juga terlambat mens. Ini pasti karena Okto tidak memakai kondom saat berhubungan intim waktu itu. Irish jelas-jelas merasa jijik terhadap Okto, tetapi malah mengandung anaknya.Irish pulang ke rumahnya dengan hati yang gelisah. Bukan hanya masalah ini yang membua
Irish terus menuangkan anggur untuk Okto. Okto yang senang pun minum cukup banyak. Okto berkata, "Setelah aku cerai, aku akan langsung menikahimu. Aku nggak akan membiarkan anak kita dibilang anak haram. Irish, aku mencintaimu."Okto menatap Irish dengan tatapan mendalam. Kemudian, dia membungkuk dan mencium bibir Irish lagi.Saat ini, Irish akhirnya bertanya, "Deven nggak mencarimu?""Nggak. Kenapa tiba-tiba tanya begitu?" Okto mengernyit karena merasa cemburu. Hanya saja, dia tidak ingin bersikap perhitungan karena Irish bersedia menikah dengannya.Irish menghela napas lega. Sepertinya Okto belum tahu apa pun tentang masalah ini.Tiba-tiba, ponsel Okto berdering. Okto melepaskan pinggang Irish, lalu mengambil ponselnya. Ketika melihat nama penelepon, ekspresi Okto agak berubah. Dia mengecup bibir Irish dan berkata, "Aku jawab telepon dulu.""Ya." Irish tersenyum lembut.Tidak berselang lama, Okto masuk ke kamar dan mengganti pakaian dengan terburu-buru. Irish pun menghampiri dan bert
Di Kota Lingsan, di sebuah pabrik terbengkalai. Sekarang sudah pukul 4 dini hari. Hanya ada lampu remang-remang di sini.Okto dihajar habis-habisan oleh sekelompok pengawal. Sekujur tubuhnya terasa sakit. Darah terus mengalir dari mulutnya.Deven duduk di kursi sambil mengisap rokok. Tatapannya terlihat sangat dingin. Alex menginjak punggung tangan Deven sambil bertanya, "Pak Okto, kamu masih nggak mau bicara jujur? Kesabaran Pak Deven ada batasnya lho.""Aku nggak tahu apa yang kalian katakan. Aku benaran nggak tahu Bu Kyra mengidap kanker hati stadium akhir. Kalau tahu, aku nggak mungkin berani bohong. Pak Deven sangat baik padaku. Tanpa Pak Deven, aku nggak mungkin jadi direktur," timpal Okto yang merintih kesakitan.Okto yakin Deven tidak punya bukti yang cukup. Jika tidak, Deven pasti sudah memenjarakannya, bukan menyiksanya seperti ini. Asalkan dia menutup mulutnya rapat-rapat, Deven tidak akan bisa melakukan apa pun padanya.Ekspresi Deven menjadi makin dingin. Alex tahu bosnya
"Aku nggak punya dendam dengan Bu Kyra. Untuk apa aku mencelakainya? Pak, aku pasti akan memberimu penjelasan yang memuaskan. Kamu boleh memakiku atau memukulku, tapi jangan sampai kamu jatuh sakit karena terlalu emosi."Deven memicingkan matanya. Dia tidak tahu yang dikatakan Okto benar atau tidak. Alex terkekeh-kekeh dingin dan bertanya, "Tadi kamu nggak mau kasih tahu, kenapa tiba-tiba berubah pikiran?""Aku takut Pak Deven marah, makanya nggak berani bilang tadi. Pak Deven, tolong percaya padaku. Beri aku kesempatan untuk menebus kesalahanku," pinta Okto.Deven meliriknya dengan dingin sambil berkata, "Aku akan menyelidiki kebenarannya. Kamu tahu akibat dari menipuku.""Terima kasih atas kepercayaanmu. Terima kasih sudah mengampuni nyawaku." Okto terus bersujud dan merasa sangat lega."Kamu bukan bersalah padaku," ucap Deven dengan dingin."Aku akan minta maaf pada Bu Kyra. Aku yakin Bu Kyra akan memaafkanku," balas Okto.Di bangsal yang gelap gulita, Kyra tidak bisa tidur. Dia ber
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K