Baru saja Kyra selesai berbicara, dia melihat kepanikan di mata Deven. Sungguh ironis, ternyata Deven juga bisa merasa panik. Kyra tersenyum padanya seperti saat pertama kali mereka bertemu. Saat penyambutan mahasiswa baru, senyuman Kyra juga tampak begitu cerah.Ini juga pertama kalinya dalam setahun terakhir, Kyra tersenyum begitu lepas kepada Deven. "Lepaskan saja. Biarkan aku pergi ke surga untuk berkumpul sama Ayah dan Ibu."Dulu, Deven ingin sekali melihat Kyra tersenyum padanya seperti ini. Sebab, sudah lama sekali dia tidak melihat senyuman Kyra yang seceria ini. Kyra selalu saja bicara dengan sinis padanya! Namun saat melihat senyuman seperti itu sekarang, entah mengapa Deven tiba-tiba merasa panik."Kyra, jangan bertingkah! Ini bukan waktunya buat onar! Setelah pulang nanti, terserah kamu mau gimana!"Kyra yang sekarang, bagaikan bunga yang telah layu. Tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan yang tersisa. Deven merasa takut. Dia memegang erat tali yang mengikat Kyra dan menarikn
Mendengar Kyra seolah-olah sedang menyampaikan pesan terakhirnya, Deven merasa frustrasi. "Kyra, kamu bisa diam nggak!"Padahal ini sudah perpisahan terakhir, tapi Deven masih saja tidak mau mendengar ucapannya. Seketika, suasana jadi hening. Kyra berpikir, Deven tidak akan pernah bisa lagi mendengar perkataan Kyra kelak.Kyra tersenyum getir. "Kalau kamu masih menganggap kita sebagai mantan suami istri, kuburkanlah aku bersama orang tuaku. Aku mau cari mereka. Kalau kamu kubur aku terlalu jauh, aku nggak bisa temukan mereka.""Kyra, kubilang diam! Ini bukan saatnya mengambek! Orang tuamu sudah meninggal, lalu memangnya orang tuaku nggak meninggal? Kamu sekarang hanya menjalani hal yang pernah kujalani sebelumnya!"Deven memelototi Kyra dengan tak sabaran. "Kamu mau belajar dari ayahmu? Baru menghadapi sedikit masalah saja sudah mau mengakhiri hidup? Kalau aku punya mentalitas sepertimu, aku sudah melompat ke sungai mencari orang tuaku ketika mereka dibakar hidup-hidup oleh ayahmu!""K
Manda tertawa terbahak-bahak. "Akhirnya mati semuanya! Sekarang ini salju lagi lebat, kebetulan sekali nggak akan kelihatan apa pun! Nggak ada satu pun yang tersisa!"Seperti kata pepatah, kebahagiaan yang memuncak sering kali akan mendatangkan kesedihan. Orang yang ingin mencelakainya sudah mati, seharusnya dia merasa senang.Namun saat sedang tertawa terbahak-bahak, tiba-tiba kesedihan menyergap hatinya. Hidungnya memerah dan terasa perih karena beku. Air mata yang hangat mengalir deras seiring dengan rasa sakit di tenggorokannya, lalu membasahi pipinya.Manda terkapar tak berdaya di salju. Tangan dan kakinya terikat erat, bahkan untuk berdiri pun dia tak mampu. Angin dingin terasa seperti pisau yang menyayatnya. Salju yang lebat ini menusuk wajahnya yang dipenuhi air mata."Sudah mati, semuanya sudah mati. Aku bunuh mereka .... Aku membunuh orang .... Aku nggak bisa lari lagi ...." Manda tersenyum pahit dan bergumam dengan putus asa.Tak lama lagi, orang-orang Deven akan datang. Jik
Kyra merasakan ujung pakaiannya tiba-tiba terembus angin kencang. Dia memandang Deven, wajahnya masih sama seperti saat pertama kali mereka bertemu. Namun, keremajaan di wajahnya telah memudar dan kini dia terlihat lebih dewasa.Kyra tak pernah membayangkan bahwa dia akan mati bersama pria yang pernah mengutuknya. Angin gunung bertiup kencang. Napasnya terengah-engah. Tiba-tiba, Kyra teringat saat dia masuk universitas sebagai mahasiswa baru.Kyra adalah ketua BEM yang bertanggung jawab atas penyambutan mahasiswa baru. Di tengah kerumunan, saat itu Deven dibawa oleh Irish ke hadapannya. Kyra mengangkat matanya, hanya melirik Deven sekilas.Saat itu, Deven mengenakan jaket jeans yang sudah pudar warnanya. Jaket itu sangat tipis, hanya cocok untuk musim semi atau gugur. Padahal saat itu sedang musim dingin dan salju turun dengan deras. Meskipun sudah mengenakan jaket bulu, Kyra masih merasa kedinginan, sedangkan Deven malah berpakaian begitu tipis.Namun saat tatapan mereka bertemu, Dev
Begitu Kyra jatuh, Deven langsung menyusulnya terjun ke dalam air danau. Telapak tangannya yang penuh darah baru saja mengering, tetapi air danau yang sedingin es dengan cepat meresap ke dalam lukanya dan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa.Sakitnya merasuk hingga ke tulang. Deven mengerutkan alis sambil berenang ke arah Kyra. Kyra masih memejamkan matanya dan rambut hitamnya yang panjang perlahan terurai di dalam air danau yang dalam.Lengannya terkulai lemas, seolah-olah sedang menunggu kematian datang. Sebelum Kyra sempat bereaksi, lengannya ditarik oleh sebuah tangan besar. Tangan itu terasa kasar di telapaknya. Seluruh tubuh Kyra ditarik mendekat. Tubuhnya bersandar erat ke dada Deven yang tegap.Baru saja Kyra ingin berbicara, air danau masuk ke mulutnya dengan deras dan memenuhi organ dalamnya. Perutnya penuh dengan air dan terasa sangat berat. Kyra tersedak air danau dan mulai batuk keras. Kelopak matanya semakin berat.Dia tiba-tiba merasa seluruh tubuhnya kelelahan. Panda
Deven masih mencari sekoci dan Alex. Ponselnya hilang sejak tadi. Dia tidak bisa menghubungi siapa pun.Sebelum sempat bereaksi, Kyra sontak menampar Deven. Benar, tamparan yang sangat kuat. Wajah Deven terasa perih. Kepalanya juga pusing dan telinganya berdengung.Deven mengernyit menatap Kyra. Wanita ini sudah sadar. Hal pertama yang dilakukannya adalah menamparnya?"Deven, kamu benar-benar munafik!" Kyra memelototi Deven dengan tatapan penuh kebencian. Kemudian, dia berusaha melepaskan diri dari pelukan Deven.Deven memeluk Kyra seerat mungkin. Dia enggan melepaskan tangannya. Munafik? Kalau dia tidak menolong Kyra, mungkin Kyra sudah mati sekarang.Perlawanan Kyra sangat hebat. Hal ini membuat ekspresi Deven makin suram. Dia menggertakkan giginya sambil memperingatkan, "Kyra, sekarang bukan waktunya untuk membuat onar! Kamu mau aku melepaskanmu? Kamu bisa berenang? Kamu mau mati ya?""Deven, aku memang nggak ingin hidup lagi!" pekik Kyra."Jadi, aku nggak seharusnya menolongmu dong
Alex sama sekali tidak terkejut dengan keputusan yang dibuat Deven. Mungkin di mata orang luar, Deven adalah pria yang kejam dan membenci istrinya. Namun, Alex tahu bahwa Deven sangat peduli pada Kyra. Hanya saja, Deven dan Kyra tidak pernah terbuka terhadap sesama.Kyra diangkat ke sekoci oleh tim SAR. Deven juga dibantu untuk naik. Sekoci segera tiba di tepian. Meskipun tangan Deven terluka, dia tetap bersikeras menggendong Kyra yang tidak sadarkan diri.Di pinggir, terlihat sederet kendaraan off-road berwarna hitam. Alex segera maju untuk membukakan pintu mobil. Deven menurunkan Kyra di jok belakang, lalu naik ke mobil. Alex membantunya menutup pintu mobil, lalu duduk di kursi pengemudi."Kita ke rumah sakit," ujar Deven sambil mengernyit menatap Kyra yang berada di pelukannya. Wajah Kyra tampak pucat pasi. Tangan Deven diletakkan di atas perut Kyra. Kyra diculik dan jatuh ke dalam air. Wanita ini pasti sangat ketakutan. Entah bagaimana keadaan anak di kandungannya. Alex mengemudi
Tebersit keterkejutan pada sorot mata Deven. Dia segera mengambil tisu untuk menyeka darah Kyra. Namun, tidak peduli bagaimana dia berusaha, darah Kyra malah mengalir makin banyak. Pada saat yang sama, tangan Kyra juga makin dingin.Deven teringat pada Nelson yang terjatuh dari balkon waktu itu. Ketika saat itu, mulut Nelson juga mengeluarkan darah tanpa henti seperti ini. Ketika Okto hendak memberi pertolongan, Nelson sudah tiada.Deven merasa makin panik. Dia menelan ludahnya, lalu bertanya, "Rumah sakit sudah dekat belum? Cepat sedikit!"Alex awalnya sedang fokus menyetir. Ketika mendengar suara Deven yang bergetar, dia terkejut dan menoleh untuk menatap Kyra yang berada di pelukan Deven. Kyra jelas-jelas kehilangan kesadaran. Kenapa mulutnya terus mengeluarkan darah? Ini jelas bukan pertanda baik!Alex mulai merasa takut. Tangannya yang memegang kemudi sontak mengerat. Dia menginjak pedal gas hingga kandas. Mobil melaju ke rumah sakit dengan kecepatan tinggi."Kyra! Bangun!" Deven
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K