Kyra ingin memberi tahu Deven rahasianya ini. Jika tidak, dia mungkin akan mati kesakitan di sini. "Deven, sebenarnya aku ...."Tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu kamar mereka. Ponsel Deven juga berdering. Dia menerima panggilan, lalu berbalik dan keluar untuk membuka pintu. Kyra hanya bisa menelan kata-katanya kembali.Setengah jam kemudian, Deven kembali dan melemparkan kantong kertas ke depan Kyra. Kantong kertas itu mengenai tangan Kyra, tetapi dia tidak merasa sakit karena ada yang jauh lebih sakit.Sweter, celana jeans, kaus kaki. Beberapa barang itu keluar dari kantong kertas, tampak berserakan di karpet."Pakai pakaianmu, lalu hapus dandananmu. Masa kamu nggak merasa malu dengan penampilanmu yang seperti itu?" Deven melemparkan sweter putih itu ke wajah Kyra, lalu berbalik dan masuk ke kamar mandi lagi.Ketika Deven keluar, Kyra sudah mengenakan pakaiannya dan hendak pergi ke kamar mandi untuk menghapus riasannya. Rasa sakit itu tiba-tiba menghilang, jadi Kyra tidak perlu memb
Deven tentu memperhatikan gerak-gerik Kyra ini. Wanita ini sepertinya ingin muntah? Wajahnya juga pucat pasi seperti orang sakit.Deven ingin bertanya, tetapi Kyra terus batuk, bahkan mencengkeram perutnya sambil mengernyit dengan kuat. Pada akhirnya, Deven tidak bisa menahan diri lagi sehingga bertanya, "Kamu kenapa?"Kyra merasa geli karena darah memenuhi tenggorokannya. Dia terbatuk beberapa kali sebelum mendongak dan bertanya balik, "Kamu masih bisa peduli padaku?""Aku cuma penasaran kapan kamu mati. Soalnya, aku sudah lama membelikanmu peti mati, 'kan?" Deven jelas-jelas mencemaskan Kyra, tetapi malah melontarkan kalimat seperti ini. Dia tidak boleh menunjukkan kepeduliannya. Kyra adalah putri pembunuh. Deven seharusnya menantikan kematian wanita ini.Kyra tersenyum sambil mengejek, "Kamu begitu nggak sabar untuk menikahi Irish, ya?""Terserah kamu mau bilang apa," balas Deven dengan dingin tanpa menatap Kyra."Deven, dulu aku mengira aku akan menjadi wanita paling bahagia setela
Di ruangan dokter, Kyra membuka botol obat pereda sakit. Dia menuangkan obat ke tangan, lalu memasukkannya ke mulut. Dokter menyodorkan segelas air dan Kyra buru-buru meneguknya karena obat itu terlalu pahit.Setelah menelan obat, Kyra meminum dua gelas air lagi untuk menghilangkan rasa pahit itu. Dokter mengernyit melihat wajah pucat Kyra dan berkata, "Bu, penyakitmu makin buruk. Satu obat botol pereda sakit nggak akan cukup lagi untuk sekarang. Kamu harus meningkatkan dosismu. Aku akan meresepkan beberapa botol untukmu. Jangan buat hilang lagi, kondisi seperti itu sangat bahaya.""Terima kasih, Dokter." Kyra mengambil ketiga botol obat itu sambil tersenyum, lalu memasukkannya ke kantong kertas."Sebaiknya kamu beri tahu suamimu tentang ini. Seingatku, kamu sudah menikah," usul dokter itu dengan tatapan rumit.Suami? Deven mungkin akan bertepuk tangan dan bersorak gembira karena peti mati yang dibelinya akhirnya bisa digunakan. Kyra tidak ingin dirinya mati kesal dibuatnya. Lagi pula,
Alhasil, Deven malah mengatakan dirinya bukan suami Kyra. Dokter itu pun mengernyit sambil bertanya, "Kamu teman Kyra?"Kyra sepertinya tidak punya teman karena selalu datang sendirian. Lantas, siapa pria ini? Deven mengernyit dengan kesal dan membalas, "Jangan banyak tanya. Apa aku perlu menyuruh direktur rumah sakit kemari?"Kelopak mata dokter itu sontak berkedut. Dia pun mengerti bahwa pria ini bukan orang yang bisa diusiknya. Namun, dia tidak boleh membocorkan informasi pasien sehingga hanya bisa berbohong, "Bu Kyra cuma salah makan. Nggak ada masalah besar."Begitu ucapan ini dilontarkan, Deven pun terkekeh-kekeh. Ternyata hanya salah makan? Wanita ini memang penipu.Kerisauan dalam hati Deven akhirnya mereda. Dia berbalik dan meninggalkan ruangan dokter. Lagi pula, mana mungkin wanita keras kepala seperti Kyra sakit? Mulai sekarang, dia tidak akan percaya pada wanita itu lagi.Alex mengikuti di belakang Deven dengan bingung. Bukankah bagus jika Kyra baik-baik saja? Kenapa wajah
Deven tidak memedulikannya. Dia langsung membungkuk untuk masuk ke mobil. Kyra berlari ke bawah tangga dan memohon, "Deven, cuma 2 menit. Kumohon.""Pak, kamu juga nggak punya urusan lagi setelah ini. Sebaiknya turuti permintaan Bu Kyra." Alex membantu Kyra.Deven langsung memberikan tatapan tajam kepada Alex dan menegur, "Sana!"Meskipun ditegur oleh atasan, setidaknya Alex berhasil membantu Kyra. Dia tersenyum, lalu berbalik dan berkeliling di sekitar rumah sakit. Katanya, ada taman kecil dengan beraneka bunga di sini. Alex akan pergi melihatnya.Kyra mendekat sambil memikirkan apa yang harus dikatakan. Sementara itu, Deven mundur untuk menjaga jarak dengan Kyra. Tindakan kecil Deven ini membuat hati Kyra terasa sakit."Katakan saja langsung, nggak usah dekat-dekat," ujar Deven sambil tersenyum mengejek.Meskipun sudah sering mendengar omongan pedas Deven, Kyra masih bisa merasa sedih. Kyra pun tidak tahu kapan dirinya akan terbiasa dengan kalimat seperti itu.Kyra menggigit bibirnya
Jika mencari pekerjaan di luar, Kyra yakin tidak ada perusahaan yang bersedia menerimanya. Pada akhirnya, dia hanya akan memohon bantuan kepada Deven. Semua ini sudah ditakdirkan. Lantas, mengapa dia tidak menggunakan modal terkecil untuk memperoleh keuntungan terbesar?Dengan kata lain, mendapatkan persetujuan Deven adalah yang terpenting untuk sekarang. Pria ini yang akan melindungi ayahnya dan Keluarga Scott. Dia jauh lebih bisa diandalkan daripada uang.Setelah mengungkapkan kebenaran bahwa yang membunuh orang tua Deven bukan ayahnya, Kyra yakin kebencian Deven akan mereda.Malam itu, Kyra tidak langsung tidur, melainkan pergi ke pasar untuk membeli bahan masakan. Dia akan membuat sarapan favorit Deven, yaitu sup pangsit.Kyra sebenarnya tidak pintar memasak. Ketika mereka baru berpacaran, Deven yang selalu masak untuknya. Masakan Deven pun lezat, bahkan tidak kalah dari yang dijual di restoran.Namun, setelah Deven bergabung dengan Grup Scott, Nelson sangat menyukai kinerjanya seh
Kyra tertegun sesaat. Dia mengatakan bahwa Deven sangat suka masakannya dulu, tetapi pria itu malah terkekeh-kekeh mencela dan berkata, "Kyra, jangan bahas masa lalu. Aku merasa jijik kalau mengingatnya.""Orang tuamu meninggal karena kabel listrik yang sudah tua. Atas dasar apa kamu menyalahkan ayahku? Kamu bilang ayahku pelakunya. Mana buktinya? Kamu punya bukti nggak?" pekik Kyra.Deven sedang membaca dokumen. Begitu mendengarnya, dia menutup dokumen dan mendongak. Setelah tiba di hadapan Kyra, dia menekan dagu wanita itu dan membalas, "Kamu berani meminta bukti dariku? Berani sekali kamu memprovokasiku. Sudah bosan hidup, ya?""Beri tahu aku, apa yang sebenarnya terjadi?" ujar Kyra yang merasa kesakitan. Wajahnya sampai memberengut karena tidak tahan lagi.Deven mengempaskan tangannya dengan kuat, membuat Kyra hampir terjatuh. Kyra buru-buru memegang ujung kursi untuk menopang badannya. Sementara itu, Deven berkata, "Dasar bodoh, kamu nggak punya otak, ya? Ayahmu begitu pintar, gim
Ekspresi Mia seketika menjadi masam. Dia berkata, "Kyra, apa Deven memberitahumu sesuatu? Masa kamu lebih memercayainya daripada ibumu sendiri?""Bukan begitu ...." Kyra hendak menjelaskan."Kita nggak punya keluarga, teman, ataupun bisnis di Desa Triron. Untuk apa ke sana? Kyra, ayahmu adalah orang yang sangat baik. Kalau nggak, mana mungkin dia menjadikan Deven putra angkat, apalagi mengabaikan pertentanganku dan mengizinkan kalian menikah?""Sekarang ayahmu koma dan Keluarga Scott hancur. Kamu harus berpikir jernih dan membedakan mana yang benar dan salah. Kamu nggak boleh dikelabui semudah itu atau kita akan hancur," ucap Mia sambil terisak-isak."Ibu, aku percaya pada kalian berdua." Kyra memeluk ibunya, lalu menepuk punggungnya untuk menenangkannya.Faktanya, Kyra merasa ada yang aneh. Kenapa ibunya berbohong? Mia memang tidak tahu atau sengaja merahasiakannya? Sepuluh tahun lalu, pada malam hujan, Nelson ditelepon seseorang dan buru-buru berkemas.Saat itu, Kyra baru berusia 15
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K