Hanya karena cinta, orang bisa memberi dengan tulus tanpa mengharapkan balasan.(Nirina Amirul Haqqon)***Satu bulan berlalu, Haziq masih memperlakukan Nirina istimewa di rumah, tetapi entah untuk cinta. Ia masih meragukan hatinya. Biarkan waktu yang menjawab. Namun, ia sangat yakin kalau cinta itu sudah tumbuh meskipun hanya sedikit. Haziq masih berhubungan dengan Clara di luar rumah. Meskipun sering bersama dengan Clara, Haziq tidak pernah berbuat lebih pada 2anita itu. Hanya sebatas berpelukan dan pegang tangan. Bahkan untuk berc*u*an tidak pernah ia lakukan. Entah, meskipun bersama Clara, wanita yang teramat dicintainya. Namun, hatinya selalu memikirkan Nirina. Ia selalu merasa bersalah pada Nirina. Di lubuk hatinya tidak ingin menyakiti hati Nirina dengan berbuat hal yang akan membuat Nirina kecewa. Selama ia masih sah menjadi suami Nirina, ia berusaha menjaga Nirina. Berulang kali Clara menawari hal lebih, tetapi ia selalu menolak. ~~~Bangun tidur Nirina segera menunaikan kew
Tahukah kamu apakah hal yang paling mengerikan dalam pengkhianatan? Yaitu sebuah pengkhianatan yang datang dari seseorang kita cinta bukan dari musuh kita.Hal itu akan menyakitkan. Begitu sakit rasanya dikhianati. Apalagi dikhianati oleh orang yang kita cintai dan sangat kita puja dalam hidup kita.Mungkin dikhianati orang lain tidak akan sesakit ini, karena dikhianati orang tercinta ibarat benalu yang hidup di batang anggrek. Sakit untuk kebahagiaan orang lain. Selama ini kita memberi, berharap yang kita berikan padanya akan dapat membahagiakannya, selalu mendukung apa yang dirinya cita-citakan, dan memberi semua untuk kesuksesannya, tetapi balasannya adalah pengkhianat yang menyakitkan.***Tiba-tiba ponsel Haziq berdering membuyarkan lamunan Nirina. “Iya Don, ada apa?”“Assalamualaikum. Kamu ada di mana?” “Hehehe, Wa’alaikumussalam. Aku bersama Nirina, sedang makan siang di luar.”“Kamu bisa datang ke hotel X sekarang juga.”“Ada apa memangnya?”“Aku tidak bisa menjelaskan sekar
Kadang orang yang kita cintai tak menyadari betapa besar rasa cinta ini hanya untuk dirinya seorang. Sering mengingkari gejolak perasaan yang ada meski tanpa disadari akan membuat kita terluka.(Haziq – Nirina)***Nirina masih menunggu Haziq dan Dony di lobi hotel. Sudah cukup lama ia duduk di sofa ruang tunggu, sudah empat puluh lima menit berlalu akhirnya yang ditunggu datang. Haziq dan Dony datang dengan wajah yang memancarkan kelegaan, tidak seperti saat Haziq memintanya untuk menunggu tadi, wajahnya terlihat serius, tetapi sekarang sudah tidak lagi, akan tetapi wajah tampan itu sedikit menunjukkan kekecewaan yang amat mendalam. “Maaf, ya, Na. Sudah menunggu lama,” ucap Haziq. Dony tersenyum ke arah Nirina yang dibalas dengan anggukan dan sedikit senyum tipis. “Iya enggak apa-apa kok, Mas.”“Oke, kita berangkat sekarang, ya. Untuk periksa.”“Apa Mas enggak kembali lagi ke kantor? Sekarang sudah pukul 13.30.”“Enggak apa, kebetulan hari ini tidak ada meeting. Kalau pun ada h
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berhijrah di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al-Baqarah: 218).***Jika saatnya tiba, sedih akan menjadi tawa. Perih akan menjadi cerita. Kenangan akan menjadi guru. Rindu akan menjadi temu. Kamu dan aku akan menjadi kita. Cinta kita akan menyatu untuk selamanya, bersamamu kugenggam erat jemarimu melangkah bersama menuju surgaNya. Jangan pernah tinggalkan aku, ajari aku mengenal agamaku, menjadi manusia yang selalu ingat Tuhan. Mengerjakan kewajibanku sebagai muslim dan menjadi imam terbaik untukmu. ( Haziq~ cinta yang tergadaikan) ***Setelah ungkapan Haziq tentang perasaannya pada Nirina saat di danau serta keinginan berhijrah ke arah yang lebih baik lagi. Haziq benar-benar melakukan apa yang diucapkannya. Di dalam kamar Haziq mengajak Nirina untuk salat Isya."Sayang, kita salat Isya dulu, ya, tapi sebelumnya tolong ajari aku cara
Saat ini mereka sekeluarga sedang sarapan. Haziq ingin mengutarakan niatnya dan meminta izin pada kedua orang tuanya untuk menggelar upacara tujuh bulanan untuk Nirina. Dan mengadakan pengajian di rumahnya. Hal yang sudah tidak pernah keluarganya lakukan setelah kematian sang nenek. Dulu setiap bulan sang nenek selalu mengadakan pengajian rutin dengan mengundang keluarga besar dan tetangga kompleks. Namun, Cynthia dengan segala kesibukannya tidak pernah lagi mengadakannya. Apalagi sang mama sudah sangat jauh dari agama, tidak mengerjakan salat bila Bambang tidak menegurnya. "Ma, Pa, Haziq mau mengadakan upacara tujuh bulanan buat Nirina. Dengan mengundang kerabat kita karena rencana Haziq akan mengadakan pengajian juga seperti yang nenek lakukan tiap bulannya," ucapnya meminta persetujuan. "Bagus itu ... Papa sangat setuju, Mama kamu sibuk kalau Nirina mau nerusin tradisi nenek kamu. Papa sangat mendukung, sekalian bisa mempererat tali silaturahmi keluarga kita. Apalagi saat pernika
Wangi bunga menyebar hanya mengikuti arah angin. Namun, kebaikan seseorang menyebar ke semua arah. Begitu pula yang dilakukan oleh Nirina selama ini, pengorbanan yang begitu tulus, membuahkan hasil yang indah pada hidupnya, dicintai suami dan berharap cinta dari sang mama mertuanya pula. Semoga setelah ini mama mertuanya bisa benar-benar menerimanya.Bila kita berbuat baik pada orang lain maka kebaikan itu akan kembali pada diri kita kembali sebagaimana hadis berikut.من دَلَّ على خيرٍمن دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه“Barang siapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893)***Cynthia mengakui bahwa selama ini ia memang sering melakukan kesalahan dan melakukan berbagai cara yang merugikan orang lain demi memuaskan keinginannya. Dulu Cynthia adalah perempuan yang lemah lembut dan baik hati, kehidupan sosialnya juga biasa saja, bukan berasal dari keluarga yang sangat kaya. Juga tidak berasal dari
Hidup adalah proses, hidup adalah belajar, tanpa ada batas umur, tanpa ada kata tua. Jatuh berdiri lagi, kalah mencoba lagi, gagal bangkit lagi. "Never give up and keep Istiqomah." Sampai Allah berkata, "waktunya pulang." Saat itu yang kita dapatkan adalah sebuah kelegaan tidak ada beban yang mengimpit, kita pulang dan meninggalkan dunia ini dengan senyuman.***Hari yang ditunggu Nirina dan Haziq tiba, pengajian rutin yang diselenggarakan dengan mengundang keluarga besar, sahabat, tetangga, dan pegawai kantor dari berbagai direksi baik dari kantor pusat yang dipegang Bambang maupun kantor cabang utama yang dipegang Haziq. Selain pengajian acara utama hari ini adalah upacara tujuh bulanan Nirina. Haziq dengan bangganya, penuh cinta dan kelembutan menggenggam erat tangan Nirina dan memperkenalkan pada keluarga besarnya. Memperkenalkan wanita yang sudah mengandung benih kembar buah cintanya itu sebagai istri sahnya. Yang ia nikahi sah di mata hukum maupun agama. Keluarga Haziq menyambu
Dua bulan berlalu setelah kepulangan Haziq beserta keluarganya dari tanah suci untuk mengerjakan ibadah umrah. Usia kandungan Nirina sudah memasuki bulan kesembilan. Perut buncitnya semakin membesar. Perkembangan bayi kembarnya sangat baik Namun, kaki Nirina semakin bengkak. Untuk dibuat beraktivitas Nirina sudah tidak kuat, bahkan Nirina dan Haziq harus rela pindah kamar. Mereka memutuskan untuk tidur di kamar tamu yang letaknya di lantai satu. Malam ini Nirina sering bolak-balik ke kamar mandi, tidak tahan untuk buang air. Haziq yang terjaga dari tidurnya sejak tadi tidak tega melihat sang istri bolak-balik ke kamar mandi. Pukul tiga pagi Nirina mengalami kontraksi, membuat Haziq panik. Ia segera memanggil sang mama. Cynthia yang ikut panik langsung menemui Nirina yang ada di kamar. Begitu juga dengan Bambang. Cynthia mengelus lembut perut dan punggung sang menantu, mencoba menenangkan Nirina. Nirina sedikit tenang. Namun, tidak berlangsung lama keram di perutnya datang lagi. C
Saat ini Arash berada di stasiun untuk mengantarkan Zayyan dan Azzura. Ya, hari ini mereka berdua akan ke rumah Bik Jum dengan menggunakan kereta. Tentu saja semua itu permintaan dari Azzura yang tidak bisa diganggu gugat.“Kurang dua puluh menit lagi pemberangkatannya, Sayang. Lebih baik kamu duduk santai,” ujar Zayyan yang sejak tadi melihat sang istri mondar-mandir ke sana kemari. Baru kali ini, wanita cantik yang saat ini perutnya sudah mulai terlihat membuncit itu naik kereta.“Sayang sekali Filzah enggak ikut. Kalau dia ikut antar kami, pasti juga sangat senang karena belum pernah juga naik kereta,” sahut Azzura.“Arfi sedikit rewel, kayaknya mau tumbuh gigi, makanya Filzah enggak jadi ikut antar,” jawab Arash.“Kamu sudah menjadi suami siaga buat Filzah dan Arfi, bahkan di sela kesibukanmu kamu tahu setiap perkembangan Arfi, makasih, ya, Rash. Kamu benar-benar membuktikan ucapanmu untuk bahagiakan Filzah,” ucap Zayyan senang.“Tidak usah berterima kasih, Zay. Aku melakukan sem
Azzura terlihat berbinar saat Zayyan mengeluarkan motor sportnya dan menyuruhnya untuk duduk di belakangnya. “Jangan lupa pegangan yang erat seperti yang kamu katakan tadi,” ucap Zayyan saat memasangkan helm untuk Azzura.Azzura mencebik. “Dasar modus,” ucapnya memukul dada sang suami.“Modus, tapi untuk kebaikanmu juga, Sayang,” jawab Zayyan menaik turunkan alisnya menggoda.“Lho, Den Zayyan dan Non Azzura mau ke mana malam-malam naik motor?” tanya Pak Heru satpam yang berjaga di gerbang utama kediaman keluarga Priambudi.Zayyan dan Azzura menyengir sebelum menjawab pertanyaan satpam yang sudah bekerja di rumah ini belasan tahun yang lalu itu.“Mau cari nasi goreng seafood permintaan bumil yang sedang ngidam ini, Pak,” jawab Zayyan sopan. Ya, meskipun pada bawahan Haziq dan Nirina selalu mengajarkan pada anak-anaknya untuk menghormati yang lebih tua tanpa merendahkannya.“Owalah, tapi kenapa pakai motor, Den? Udah malam, lho. Apa tidak takut masuk angin Non Azzura?” ucap Pak Heru me
Lima belas hari berlalu, setelah kepulangan Filzah dari rumah sakit. Saat ini, bayi tampan yang diberi nama Arfi Putra Elmani gabungan dari nama Arash dan Filzah itu sedang dikhitan. Permintaan Nirina dan Haziq untuk mengkhitan sang cucu saat bayi pun disanggupi Arash, begitu pun dengan Filzah yang menyetujuinya, meskipun masih terbesit tidak tega. Namun, dia yakin semua akan baik-baik saja.Pagi ini, seperti biasanya Arfi dimandikan Bik Ulil karena Filzah masih takut untuk memandikannya sendiri. Nirina dan Nirmala yang sengaja menginap di rumah Arash dan Filzah pun segera mengambil alih Arfi. Sudah biasa mereka akan berebut untuk menggendong Arfi yang ujungnya Nirina harus mengalah.Usai sarapan bersama, Dokter Dony membawa teman seprofesinya yang diminta untuk mengkhitan Arfi. Haziq dan Habibi mempersilakan dokter itu untuk segera mengkhitan sang cucu. Arash dan Filzah pun sudah menyiapkan tempatnya.“Sayang, kalau kamu enggak tega lihatnya, sebaiknya kamu ke kamar. Kata orang tua
Saat ini Arash dan Filzah berada di dalam kamar. Arash membantu mengemasi pakaian Filzah dan meletakkannya ke dalam koper. Laki-laki tampan itu terlihat bersemangat membantu Filzah. Sesekali ia mengusap lembut perut sang istri yang masih rata, lalu mencium keningnya.“Bagaimana dengan reaksi mama nanti, Kak? Aku pergi meninggalkan rumah dan Kak Arash begitu saja,” ungkap Filzah resah. Hatinya masih cemas memikirkan sang mama mertua yang tidak menyukainya.“Tidak usah risau memikirkan mama, Sayang. Ini kehidupan kita, rumah tangga kita. Aku akan tetap menjadi anak yang berbakti pada mereka, tapi aku tidak akan tunduk pada perintah mama yang sekiranya menyesatkan. Berbakti pada kedua orang tua tidak harus menyesatkan diri, bila mama salah aku akan menentangnya,” ucap Arash sungguh-sungguh. Dia tidak mau kehilangan Filzah lagi hanya karena sang mama.“Ba-bagaimana kalau Alvisyah hadir lagi dalam kehidupan rumah tangga kita. Tidakkah Kak Arash akan tergoda?” tanya Filzah lagi. Sebenarnya
Kamu adalah kepingan hatiku yang telah hilang, bersamamu aku Bahagia.(Arash Habibi Elmani – Sekeping Hati)Filzah ingin mempercepat langkahnya, rasanya ia ingin segera menjauh dari Mirza. Namun, tanpa sepengetahuan Filzah, Mirza tengah mengikutinya dari belakang. Pemuda manis itu hendak menyusul Filzah, dia tidak mau terjadi sesuatu pada Filzah. Dia ingin memastikan wanita itu sampai di rumah Bik Jum dengan selamat. Dari kejauhan Filzah melihat mobil yang sangat dia kenali. Sebuah mobil mewah berwana hitam metalik dan itu adalah milik ayahnya. Perlahan mobil itu semakin mendekatinya. Dia bingung harus berbuat apa. Filzah pun memutuskan untuk kembali ke masjid. Dia ingin menghindar dari kedua orang tuanya. Namun, saat membalikkan badan, ia tercengang karena mendapati Mirza telah berada di belakangnya. Filzah bimbang, antara kembali ke masjid dan menghadapi Mirza lagi atau bertemu keluarganya. Jujur, Filzah belum siap untuk itu. “Maaf, aku tidak bermaksud menguntitmu. Aku hanya ingi
Cinta itu suatu perasaan yang indah bila dirasa, sakit bila diacuhkan, dan kecewa bila tidak terbalas.(Sekeping Hati)Zayyan masih tidak percaya, Filzah meninggalkan rumah Arash tanpa sepengetahuan dirinya dan keluarga. Rasa khawatir sebagai seorang kakak yang sangat menyayangi adik menyelimuti hatinya. Saat ini hatinya bimbang diterpa kekhawatiran setelah meninggalkan rumah Arash. Beruntung ada Azzura di sampingnya. Wanita cantik itu adalah penawar dari segala gundanya.“Bagaimana kalau bunda tahu? Bunda pasti syok dan menangis seharian. Filzah tidak pernah jauh dari keluarga. Sejak kecil dia selalu berada di samping bunda dan oma. Bahkan untuk bisa kuliah di luar negeri seperti aku pun bunda tidak mengizinkannya,” ucapnya lirih. Saat ini Zayyan dan Azzura dalam perjalanan pulang ke rumah.“Apa rencanamu, Kak?” tanya Azzura memastikan. Azzura sangat tahu, masalah ini sangat sensitif terjadi pada keluarga suaminya. Kasih sayang yang besar membuat keluarga itu saling menjaga dan mera
Hati yang kuat takkan pernah goyah dengan berbagai tekanan, karena tekad telah mengalahkan segalanya(Sekeping Hati)Usai menceritakan permasalahan rumah tangganya pada Bik Jum, Filzah merasa beban yang ditanggung hatinya sedikit ringan. “Non Filzah sebaiknya istirahat dulu. Setelah melewati perjalanan panjang, pasti Non Filzah lelah. Sebentar Bibi siapkan sarapan buat Non,” ujar Bik Jum sambil mengantar Filzah ke kamar yang baru saja dibersihkannya.Filzah yang merasa lelah pun mengiyakan perintah Bik Jum. Gadis cantik itu menyeret koper dan membawanya masuk ke dalam kamar yang diperuntukkan untuknya, kamar yang biasa dia tempati saat liburan di rumah Bik Jum.Filzah memilih membersihkan tubuhnya dulu sebelum beristirahat. Sekarang tubuhnya terasa segar dan lebih ringan—berkurang rasa lelahnya. Saat Filzah akan membaringkan tubuhnya, terdengar panggilan Bik Jum mengajaknya sarapan. “Non Filzah silakan melanjutkan istirahatnya. Nanti saatnya makan siang, Bibi akan bangunkan!”
Sebaik-baik rindu adalah rindu yang ketika terpenuhi menjadi energi baik untuk membuatmu semakin termotivasi.(Arash💔Filzah)Arash berulang kali mengacak rambutnya. Dia sangat menyesal sudah menyakiti Filzah, apalagi sudah menampar sang istri.“Apa yang telah aku lakukan? Mengapa aku begitu bodoh?!” Arash menatap telapak tangan yang sudah menampar wajah sang isteri lalu mengusap kasar wajahnya.“Filzah, maafin aku. Aku sudah mengingkari janjiku, bahkan aku sudah melakukan kekerasan fisik padamu. Aku merasa gagal. Aku bukan suami yang baik,” isaknya penuh penyesalan.. Bik Ulil merasa iba dengan apa yang menimpa sang majikan. “Sebaiknya Den Arash sekarang membersihkan diri dulu dan salat. Setelah tenang, Den Arash bisa mencari Non Filzah. Bibi akan menyiapkan makan malam dulu,” bujuk Bik Ulil.“Bik Ulil tidak usah menyiapkan makan malam untukku, aku belum lapar. Silakan Bibi menghangatkan lauk untuk makan malam. Lalu, Bibi makanlah lebih dulu. Usai mandi dan salat, aku akan mencari F
Cinta itu terlalu suci untuk dinodai, terlalu tinggi untuk dikhianati, terlalu indah untuk dikotori. Karena ia adalah anugerah yang harus dijaga kesuciannya, Diagungkan ketinggiannya, dan dikagumi keindahannya.(Filzah Nawwal Haziq Priambudi)Filzah segera menutup dan menguci pintu kamar. Perlahan tubuhnya luruh menyandar pintu kamar. Air mata satu persatu jatuh. Arash yang menyadari kesalahannya telah berlaku kasar pada sang istri segera menyusul. Arash sudah tidak peduli keberadaan sang mantan dan mamanya. “Zah, tolong buka pintunya, Zah. Tolong maafkan aku!” pintanya sambil terus mengetuk pintu.Arash mendengar deru mobil Alvisyah meninggalkan rumahnya, tetapi Arash sama sekali tidak peduli. Saat ini yang terpenting baginya hanyalah Filzah. “Ya Allah, apa yang telah aku lakukan tadi? Kenapa aku tidak bisa mengontrol emosi dan tanganku?” Arash mengusap kasar wajahnya, frustrasi, hingga terduduk di lantai depan pintu kamarnya.“Sayang, aku mohon, buka pintunya. Aku minta maaf,” u