Share

Bab 2

Penulis: Gazala
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-27 10:13:13
"Pak Lorenzo, saya ... saya pikirkan dulu!" Aku merasa sangat bingung seketika. Aku buru-buru mundur dua langkah, lalu meraih laporan di meja dan langsung berbalik keluar dari kantor Lorenzo.

Begitu keluar dari kantor, aku bertemu dengan asisten Lorenzo saat ini, Siska, di lorong. Siska melihatku keluar dari ruangan Lorenzo dan sepertinya sudah mendengar percakapan sebelumnya.

Melihat suasana sepi, Siska menarikku ke samping dan berbisik, "Pak Lorenzo menawarkanmu jadi asistennya, ya? Tapi kamu harus siap mental. Dia itu orangnya ... agak aneh."

Setelah berkata demikian, Siska menepuk pundakku dan pergi. Ucapannya membuatku terpaku di tempat.

Saat kembali ke meja kerja, pikiranku masih kacau. Begitu jam pulang tiba, aku langsung pulang ke rumah. Di sana, ibu mertuaku sedang menyiapkan makan malam di dapur, sedangkan anakku menangis kencang di tempat tidur.

Aku segera menyusui anakku dan menggendongnya hingga tertidur dengan tenang. Sekitar pukul delapan malam, suamiku, Kevin, pulang ke rumah. Saat makan malam, aku menceritakan tawaran Lorenzo kepadanya.

Aku merasa perlu mendiskusikannya. Sebab, jika aku menerima pekerjaan ini, aku harus sering lembur, bahkan mungkin pergi keluar kota pada akhir pekan. Itu berarti waktu untuk anakku akan jauh berkurang.

Mendengar ceritaku, Kevin langsung menolak, "Lorenzo? Lorenzo yang mana? Lorenzo yang suka aneh-aneh itu? Aku dengar dia pria mata keranjang dan agak ... menyimpang! Kamu yakin mau jadi asistennya? Nanti kamu malah kena masalah!"

Ucapan Kevin membuatku terdiam. Aku tidak pernah membahas Lorenzo di rumah, jadi aku heran dari mana Kevin bisa tahu soal ini.

Awalnya aku ingin meyakinkan Kevin dengan menyebutkan gaji yang dua kali lipat lebih tinggi dan tunjangan yang menggiurkan, tapi suamiku menolak dengan tegas. Dia bahkan menyarankan agar aku mencari pekerjaan di tempat lain jika ada kesempatan.

Berhubung Kevin sudah menolak, aku pun tidak memikirkan tawaran itu lebih jauh. Setelah makan malam, menyusui anakku, dan menidurkannya, aku mandi air hangat lalu masuk ke tempat tidur.

Kupikir Kevin menungguku malam ini. Namun, begitu aku naik ke tempat tidur, dia malah mematikan lampu kamar sambil berkata, "Sudah malam. Tidur saja, ya!"

Aku terkejut mendengarnya. Saat aku mencoba mendekatinya, Kevin justru membelakangiku. Perasaanku langsung menjadi buruk. Aku tidak bisa berhenti memikirkan reaksi Lorenzo saat dia menyentuh daguku siang tadi. Perasaan tak nyaman itu semakin menumpuk.

Aku pun mulai mengeluh, "Kevin, kamu kenapa sih? Kamu sudah lama menjauh dariku. Kita sudah berapa lama nggak ... apa kamu sama sekali nggak ingin?"

"Ah, aku capek, Jenna. Akhir-akhir ini kerjaanku benar-benar melelahkan."

Jawaban Kevin langsung memadamkan semangatku. Malam itu, aku tidak bisa tidur sama sekali.

Keesokan harinya, saat makan siang, aku menceritakan kebingunganku ini kepada sahabatku, Shinta. Setelah mendengarnya, Shinta terdiam sejenak lalu berkata, "Jenna, apa jangan-jangan Kevin punya perempuan lain di luar sana? Coba pikir, mana ada laki-laki yang bisa bertahan selama ini?"

Ucapannya seperti membangunkanku dari mimpi. Apa mungkin Kevin benar-benar punya wanita lain? Aku tidak ingin percaya. Hanya saja, kini pikiranku semakin kacau.

Melihatku begitu khawatir dan bimbang, Shinta malah tersenyum nakal dan berkata, "Jenna, kalau Kevin nggak bisa menemanimu, kenapa kamu nggak cari orang lain saja? Toh, kita sudah dewasa. Asal sama-sama tahu, apa salahnya?"

"Ah, sudahlah! Aku bukan tipe wanita seperti itu!" sergahku memotong ucapan Shinta. Aku ini wanita yang konservatif dan aku sama sekali tidak ingin menjadi orang yang buruk.

Bab terkait

  • Pengobatan Khusus   Bab 3

    Hari-hari penuh tekanan itu terus berlanjut selama dua hari. Aku dan Kevin masih belum menunjukkan tanda-tanda berbaikan, karena dia sering pulang larut malam saat aku sudah tertidur.Kamis sore menjelang jam pulang, Lorenzo mengatakan ada klien perusahaan yang perlu kutemui. Namun, ketika aku sampai di restoran yang dimaksud, tidak ada klien sama sekali. Yang kutemui hanyalah Lorenzo yang berpakaian santai berdiri di sana sambil tersenyum lebar menungguku."Pak Lorenzo, bukannya saya datang untuk menemui klien?" tanyaku dengan nada sedikit kesal."Jenna, jangan terburu-buru. Duduk dulu," jawab Lorenzo santai."Aku sudah dengar kabar soal masalahmu belakangan ini. Kamu sering bertengkar sama suamimu, 'kan? Kalau begitu, gimana kalau aku menambah gajimu 10 juta setiap bulan? Sebagai gantinya, temani aku waktu akhir pekan ...."Ucapannya membuatku terpaku di tempat. Aku tidak tahu bagaimana harus merespons. Melihatku ragu, Lorenzo berdiri dan mendekat. Tiba-tiba, dia berdiri di belakangk

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Pengobatan Khusus   Bab 4

    Melihat situasi itu, aku langsung panik. "Ini terapi apa sebenarnya? Kenapa harus ada dua terapis?""Nyonya, jangan khawatir. Ini adalah layanan spesial dari tempat kami. Sebentar lagi Anda akan tahu ...." Terapis di depanku tersenyum lembut, mencoba menenangkanku sambil menyodorkan minuman yang sudah mereka siapkan."Nyonya, ruangan ini panas sekali. Saya boleh melepas jaket saya, nggak? Jangan khawatir, di sini semuanya resmi kok ...." Terapis lainnya ikut menjelaskan sambil menyiapkan peralatan terapi.Mungkin karena terlalu tegang atau gugup, aku langsung meminum beberapa teguk minuman itu tanpa berpikir panjang. Setelah itu, aku berbaring di tempat tidur terapi, menunggu prosesnya dimulai. Perlahan, aku merasa tubuhku semakin lelah dan kepalaku terasa berat."Nyonya, bangun. Suami Anda datang menjemput untuk kembali ke hotel." Suara itu samar-samar membangunkanku. Dalam keadaan setengah sadar, aku merasakan seseorang menggendongku di punggungnya. Kepalaku masih pusing dan seluruh

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Pengobatan Khusus   Bab 5

    Setelah Lorenzo melemparkanku ke kursi belakang mobil, dia langsung menutup pintu dengan keras. Wajahnya yang semula tersenyum ramah berubah seketika menjadi penuh dengan amarah dan aura mengancam."Kalau nggak mau mati, diamlah. Suamimu sudah kusingkirkan!"Kalimat singkat itu langsung membuatku dilanda ketakutan yang mendalam. Aku merasa tubuhku membeku, sementara pemandangan di luar hanya kegelapan belaka. Tidak ada rumah, tidak ada orang, hanya jalan sepi yang membentang tanpa ujung. Ditambah lagi, para staf di klinik terapi tadi jelas sudah disogok oleh Lorenzo dan menganggapnya benar-benar sebagai suamiku.Aku tidak berani bersuara. Aku hanya duduk diam dengan tubuh gemetar menatap Lorenzo yang kini memasang sabuk pengaman dan menekan pedal gas dengan keras. Mobil melesat kencang menuju jalanan pegunungan yang gelap dan sepi."Pak Lorenzo ... kamu mau bawa aku ke mana?" tanyaku dengan suara bergetar. Aku berusaha tetap tenang sambil mencari cara untuk melunakkan hatinya."Nanti k

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Pengobatan Khusus   Bab 6

    "Jalan! Masuk!" Setelah menurunkanku dari mobil, Lorenzo langsung mengikat kedua tanganku dengan tali dan menyeretku ke dalam rumah.Setelah masuk, aku melihat cahaya yang redup dan suasana yang menyeramkan. Seketika, aku ketakutan. Tempat ini seperti vila yang sudah lama tidak dihuni."Pak Lorenzo, kumohon. Lepaskan aku! Aku bisa ... menjadi asistenmu ...."Agar Lorenzo melepaskanku, aku memohon dengan suara memelas. Aku bahkan bersedia menjadi asistennya.Namun, Lorenzo seperti tidak mendengar ucapanku. Dia terus menyeretku masuk. Setelah masuk, dia menyeretku ke sebuah ruangan.Mengejutkannya, saat dia membuka sebuah lemari, di balik sana adalah sebuah pintu. Dari balik pintu, keluar hawa dingin yang menusuk tulang. Aku tak kuasa merinding dan bersin.Kini, aku sungguh ketakutan. Aku sadar, jika Lorenzo membawaku masuk ke sana, aku tidak akan bisa keluar hidup-hidup.Siapa yang akan menyangka di vila terbengkalai seperti ini, terdapat ruang rahasia yang begitu tersembunyi?Aku ingin

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Pengobatan Khusus   Bab 7

    Saat ini, Lorenzo benar-benar seperti orang gila. Dia berteriak histeris sambil menarikan tarian yang aneh dan menyeramkan. Setelah mendengar ucapan Lorenzo, aku yakin pria ini sudah gila.Buk! Setelah menenangkan diri, aku meraih sebuah batu. Ketika Lorenzo sedang lengah dan mendoakan calon istrinya yang sudah meninggal itu, aku hendak menghantamkan batu itu ke kepalanya.Namun, ternyata aku telah meremehkan kemampuannya. Dia seperti telah memprediksi seranganku. Saat batu itu hampir mengenai kepala belakangnya, dia mengangkat tangannya dan meraih lenganku. Seketika, aku tidak bisa bergerak."Masih mau kabur? Kalau kamu kabur, gimana dengan Helen? Di mana aku harus mencari mata seindah ini lagi?"Lorenzo menarik lenganku, lalu menoleh dan mencekik leherku. Kemudian, dia menatapku lekat-lekat seperti orang yang kehilangan akal sehat.Aku sungguh ketakutan melihat tingkahnya yang gila ini. Selain itu, aku kesulitan bernapas karena dicekik olehnya. Meskipun begitu, aku tetap memohon, "Pa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Pengobatan Khusus   Bab 8

    Setelah siuman, aku sudah berbaring di ranjang rumah sakit. Kevin menemaniku di samping dengan setia. Yang mengejutkanku adalah asisten Lorenzo, Siska, juga ada di bangsal dengan mata memerah.Ketika melihatku bangun, Kevin dan Siska menceritakan semuanya secara detail. Ternyata 8 tahun lalu, Lorenzo dan Helen berlibur di Pulau Fuji. Di tengah perjalanan, mereka dirampok oleh sekelompok penjahat.Saat itu, Lorenzo dan Helen melawan sehingga para penjahat itu marah besar. Lorenzo dipukul hingga pingsan, sedangkan Helen bukan hanya dibunuh, tetapi juga matanya dicungkil. Setelah siuman, Lorenzo melihat jenazah Helen di kamar mayat.Meskipun para penjahat berhasil ditangkap dan dihukum, Lorenzo tetap kehilangan calon istrinya. Sejak saat itu, Lorenzo menjadi pendiam. Dia tidak bisa membuka hatinya untuk wanita lain lagi.Selain itu, Lorenzo sering bermimpi buruk. Dia bermimpi Helen meminta matanya kembali. Demi mengungkapkan cintanya dan terbebas dari mimpi buruk itu, Lorenzo menipu Lara

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Pengobatan Khusus   Bab 1

    Namaku Jenna. Tahun ini usiaku 26 tahun dan sekarang aku adalah seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui.Setelah cuti melahirkan selesai, aku kembali bekerja di perusahaan. Setiap hari aku memerah ASI lebih dulu dan menyimpannya di lemari es, lalu meminta ibu mertuaku memberikan susu itu kepada anakku tepat waktu.Meskipun setiap hari aku sudah memerah banyak susu, payudaraku masih sering terasa penuh saat di kantor. Oleh karena itu, aku harus pergi ke toilet untuk memerah dan membuangnya secara diam-diam.Karena hal ini, rekan-rekan kerja laki-laki yang masih lajang di kantor sering memandang dadaku dengan tatapan aneh, sehingga membuatku merasa sangat canggung dan tidak nyaman.Suatu hari, ketika aku mengantarkan laporan ke kantor atasan untuk diperiksa dan ditandatangani, Lorenzo, atasan kami, tiba-tiba memanggilku. "Jenna, bajumu kotor, pergilah ke toilet untuk merapikannya," katanya lembut sambil menunjuk area dadaku.Peringatannya itu langsung membuat wajahku memerah. Dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27

Bab terbaru

  • Pengobatan Khusus   Bab 8

    Setelah siuman, aku sudah berbaring di ranjang rumah sakit. Kevin menemaniku di samping dengan setia. Yang mengejutkanku adalah asisten Lorenzo, Siska, juga ada di bangsal dengan mata memerah.Ketika melihatku bangun, Kevin dan Siska menceritakan semuanya secara detail. Ternyata 8 tahun lalu, Lorenzo dan Helen berlibur di Pulau Fuji. Di tengah perjalanan, mereka dirampok oleh sekelompok penjahat.Saat itu, Lorenzo dan Helen melawan sehingga para penjahat itu marah besar. Lorenzo dipukul hingga pingsan, sedangkan Helen bukan hanya dibunuh, tetapi juga matanya dicungkil. Setelah siuman, Lorenzo melihat jenazah Helen di kamar mayat.Meskipun para penjahat berhasil ditangkap dan dihukum, Lorenzo tetap kehilangan calon istrinya. Sejak saat itu, Lorenzo menjadi pendiam. Dia tidak bisa membuka hatinya untuk wanita lain lagi.Selain itu, Lorenzo sering bermimpi buruk. Dia bermimpi Helen meminta matanya kembali. Demi mengungkapkan cintanya dan terbebas dari mimpi buruk itu, Lorenzo menipu Lara

  • Pengobatan Khusus   Bab 7

    Saat ini, Lorenzo benar-benar seperti orang gila. Dia berteriak histeris sambil menarikan tarian yang aneh dan menyeramkan. Setelah mendengar ucapan Lorenzo, aku yakin pria ini sudah gila.Buk! Setelah menenangkan diri, aku meraih sebuah batu. Ketika Lorenzo sedang lengah dan mendoakan calon istrinya yang sudah meninggal itu, aku hendak menghantamkan batu itu ke kepalanya.Namun, ternyata aku telah meremehkan kemampuannya. Dia seperti telah memprediksi seranganku. Saat batu itu hampir mengenai kepala belakangnya, dia mengangkat tangannya dan meraih lenganku. Seketika, aku tidak bisa bergerak."Masih mau kabur? Kalau kamu kabur, gimana dengan Helen? Di mana aku harus mencari mata seindah ini lagi?"Lorenzo menarik lenganku, lalu menoleh dan mencekik leherku. Kemudian, dia menatapku lekat-lekat seperti orang yang kehilangan akal sehat.Aku sungguh ketakutan melihat tingkahnya yang gila ini. Selain itu, aku kesulitan bernapas karena dicekik olehnya. Meskipun begitu, aku tetap memohon, "Pa

  • Pengobatan Khusus   Bab 6

    "Jalan! Masuk!" Setelah menurunkanku dari mobil, Lorenzo langsung mengikat kedua tanganku dengan tali dan menyeretku ke dalam rumah.Setelah masuk, aku melihat cahaya yang redup dan suasana yang menyeramkan. Seketika, aku ketakutan. Tempat ini seperti vila yang sudah lama tidak dihuni."Pak Lorenzo, kumohon. Lepaskan aku! Aku bisa ... menjadi asistenmu ...."Agar Lorenzo melepaskanku, aku memohon dengan suara memelas. Aku bahkan bersedia menjadi asistennya.Namun, Lorenzo seperti tidak mendengar ucapanku. Dia terus menyeretku masuk. Setelah masuk, dia menyeretku ke sebuah ruangan.Mengejutkannya, saat dia membuka sebuah lemari, di balik sana adalah sebuah pintu. Dari balik pintu, keluar hawa dingin yang menusuk tulang. Aku tak kuasa merinding dan bersin.Kini, aku sungguh ketakutan. Aku sadar, jika Lorenzo membawaku masuk ke sana, aku tidak akan bisa keluar hidup-hidup.Siapa yang akan menyangka di vila terbengkalai seperti ini, terdapat ruang rahasia yang begitu tersembunyi?Aku ingin

  • Pengobatan Khusus   Bab 5

    Setelah Lorenzo melemparkanku ke kursi belakang mobil, dia langsung menutup pintu dengan keras. Wajahnya yang semula tersenyum ramah berubah seketika menjadi penuh dengan amarah dan aura mengancam."Kalau nggak mau mati, diamlah. Suamimu sudah kusingkirkan!"Kalimat singkat itu langsung membuatku dilanda ketakutan yang mendalam. Aku merasa tubuhku membeku, sementara pemandangan di luar hanya kegelapan belaka. Tidak ada rumah, tidak ada orang, hanya jalan sepi yang membentang tanpa ujung. Ditambah lagi, para staf di klinik terapi tadi jelas sudah disogok oleh Lorenzo dan menganggapnya benar-benar sebagai suamiku.Aku tidak berani bersuara. Aku hanya duduk diam dengan tubuh gemetar menatap Lorenzo yang kini memasang sabuk pengaman dan menekan pedal gas dengan keras. Mobil melesat kencang menuju jalanan pegunungan yang gelap dan sepi."Pak Lorenzo ... kamu mau bawa aku ke mana?" tanyaku dengan suara bergetar. Aku berusaha tetap tenang sambil mencari cara untuk melunakkan hatinya."Nanti k

  • Pengobatan Khusus   Bab 4

    Melihat situasi itu, aku langsung panik. "Ini terapi apa sebenarnya? Kenapa harus ada dua terapis?""Nyonya, jangan khawatir. Ini adalah layanan spesial dari tempat kami. Sebentar lagi Anda akan tahu ...." Terapis di depanku tersenyum lembut, mencoba menenangkanku sambil menyodorkan minuman yang sudah mereka siapkan."Nyonya, ruangan ini panas sekali. Saya boleh melepas jaket saya, nggak? Jangan khawatir, di sini semuanya resmi kok ...." Terapis lainnya ikut menjelaskan sambil menyiapkan peralatan terapi.Mungkin karena terlalu tegang atau gugup, aku langsung meminum beberapa teguk minuman itu tanpa berpikir panjang. Setelah itu, aku berbaring di tempat tidur terapi, menunggu prosesnya dimulai. Perlahan, aku merasa tubuhku semakin lelah dan kepalaku terasa berat."Nyonya, bangun. Suami Anda datang menjemput untuk kembali ke hotel." Suara itu samar-samar membangunkanku. Dalam keadaan setengah sadar, aku merasakan seseorang menggendongku di punggungnya. Kepalaku masih pusing dan seluruh

  • Pengobatan Khusus   Bab 3

    Hari-hari penuh tekanan itu terus berlanjut selama dua hari. Aku dan Kevin masih belum menunjukkan tanda-tanda berbaikan, karena dia sering pulang larut malam saat aku sudah tertidur.Kamis sore menjelang jam pulang, Lorenzo mengatakan ada klien perusahaan yang perlu kutemui. Namun, ketika aku sampai di restoran yang dimaksud, tidak ada klien sama sekali. Yang kutemui hanyalah Lorenzo yang berpakaian santai berdiri di sana sambil tersenyum lebar menungguku."Pak Lorenzo, bukannya saya datang untuk menemui klien?" tanyaku dengan nada sedikit kesal."Jenna, jangan terburu-buru. Duduk dulu," jawab Lorenzo santai."Aku sudah dengar kabar soal masalahmu belakangan ini. Kamu sering bertengkar sama suamimu, 'kan? Kalau begitu, gimana kalau aku menambah gajimu 10 juta setiap bulan? Sebagai gantinya, temani aku waktu akhir pekan ...."Ucapannya membuatku terpaku di tempat. Aku tidak tahu bagaimana harus merespons. Melihatku ragu, Lorenzo berdiri dan mendekat. Tiba-tiba, dia berdiri di belakangk

  • Pengobatan Khusus   Bab 2

    "Pak Lorenzo, saya ... saya pikirkan dulu!" Aku merasa sangat bingung seketika. Aku buru-buru mundur dua langkah, lalu meraih laporan di meja dan langsung berbalik keluar dari kantor Lorenzo.Begitu keluar dari kantor, aku bertemu dengan asisten Lorenzo saat ini, Siska, di lorong. Siska melihatku keluar dari ruangan Lorenzo dan sepertinya sudah mendengar percakapan sebelumnya.Melihat suasana sepi, Siska menarikku ke samping dan berbisik, "Pak Lorenzo menawarkanmu jadi asistennya, ya? Tapi kamu harus siap mental. Dia itu orangnya ... agak aneh."Setelah berkata demikian, Siska menepuk pundakku dan pergi. Ucapannya membuatku terpaku di tempat.Saat kembali ke meja kerja, pikiranku masih kacau. Begitu jam pulang tiba, aku langsung pulang ke rumah. Di sana, ibu mertuaku sedang menyiapkan makan malam di dapur, sedangkan anakku menangis kencang di tempat tidur.Aku segera menyusui anakku dan menggendongnya hingga tertidur dengan tenang. Sekitar pukul delapan malam, suamiku, Kevin, pulang ke

  • Pengobatan Khusus   Bab 1

    Namaku Jenna. Tahun ini usiaku 26 tahun dan sekarang aku adalah seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui.Setelah cuti melahirkan selesai, aku kembali bekerja di perusahaan. Setiap hari aku memerah ASI lebih dulu dan menyimpannya di lemari es, lalu meminta ibu mertuaku memberikan susu itu kepada anakku tepat waktu.Meskipun setiap hari aku sudah memerah banyak susu, payudaraku masih sering terasa penuh saat di kantor. Oleh karena itu, aku harus pergi ke toilet untuk memerah dan membuangnya secara diam-diam.Karena hal ini, rekan-rekan kerja laki-laki yang masih lajang di kantor sering memandang dadaku dengan tatapan aneh, sehingga membuatku merasa sangat canggung dan tidak nyaman.Suatu hari, ketika aku mengantarkan laporan ke kantor atasan untuk diperiksa dan ditandatangani, Lorenzo, atasan kami, tiba-tiba memanggilku. "Jenna, bajumu kotor, pergilah ke toilet untuk merapikannya," katanya lembut sambil menunjuk area dadaku.Peringatannya itu langsung membuat wajahku memerah. Dengan

DMCA.com Protection Status