Seperti biasa, pagi ini membantu Dirly berpakaian dan menyiapkan peralatan sekolah.
Setelahnya, Athalia pun menuntun Dirly menuruni tangga, lantas bergabung dengan Dean yang telah duduk lebih dulu di meja makan.Bik Inah menyiapkan sarapan di atas meja, Athalia membantu mengoleskan selai cokelat di atas roti panggang Dirly.“Terima kasih, Tante Athalia,” ucap Dirly saat Athalia menaruh roti itu di piringnya.“Sama-sama.”Mereka sama-sama menikmati sarapan. Namun, ada hal yang membuat Athalia merasa heran. Ia melirik Dean dengan ujung mata, lelaki itu sejak tadi seperti sedang gugup dan tak banyak bicara.Beberapa kali Athalia menangkap basah Dean yang menatapnya diam-diam, lalu secepat mungkin mengalihkan pandangan ke arah lain.“Ada apa dengan Pak Dean, hari ini?” tanya Athalia dalam hati.Berbeda dengan Dean, Dirly justru terlihat sumringah. Berkali tersenyum lebar pada Athalia dan terkadaSelesai makan, meraka meneguk air minum dan membersihkan mulut dengan tissue yang tersedia di kotak.Athalia kembali mengangkat pandangan dan menatap wajah tampan bossnya.“Pak Dean, kita sudah selesai makan. Tadi Anda bilang, ingin mengatakan sesuatu padaku.” Sambil menjauhkan piring kosong, Dean mengulum senyum mendengar ucapan Athalia.“Sepertinya kau sudah sangat tidak sabar, Athalia,” kata Dean, menarik sebelah ujung bibirnya.Athalia meringis, menggigit bibir bawah.Sejujurnya, Dean masih ingin menikmati waktu berdua dengan Athalia. Tapi ketika menyadari wajah gelisah wanita itu, Dean pun mendorong kursinya dan bangkit berdiri, membuat mata Athalia menatap dan memperhatikannya.Tiba-tiba Dean mengangkat kedua tangan dan menepuk sebanyak tiga kali.Detik selanjutnya, suara merdu dari biola terdengar di telinga Athalia. Membuat Athalia mengarahkan matanya ke ambang pintu dan ia m
“Dengar, Athalia. Aku sama sekali tidak keberatan meskipun kau sedang hamil. Aku pun memiliki Dirly, apa bedanya. Bayi itu akan lahir dalam sebuah rumah tangga yang lengkap nantinya. Dia akan tahu aku lah ayahnya, dan Dirly kakaknya. Dia tidak akan merasa kurang karena aku akan berusaha melengkapinya. Pasti kita akan menjadi orang tua yang sangat bahagia.”Melihat senyum tulus Dean, Athalia membalas dengan senyum haru.Athalia mengangguk pelan, lalu menahan gumpalan sesak di dada.“Maafkan aku, Pak Dean. Aku masih menyimpan nama lelaki lain di hatiku saat ini. Masih sangat sulit untuk melupakannya. Mungkin dengan mencoba menjalani pernikahan ini, aku bisa benar-benar melupakan Mahesa,” gumam Athalia dalam hati.Hujan itu makin menderas, mengguyur mobil-mobil yang berlalu lalang di jalan raya.Mobil Dean melesat sedikit mempercepat lajunya. Tujuannya tentu saja rumah Athalia, sebab Dean akan mengantarkan Athalia sekaligus m
Leuwis ingin menumbuhkan lebih banyak kebencian di dalam hati Mahesa terhadap wanita itu, agar Mahesa fokus pada hubungannya dengan Kiran dan berhenti penasaran dengan sosok Athalia. Tangan Mahesa sedikit gemetar, bersamaan dengan emosi yang meluap dalam dirinya.“Aku tak percaya kalau pernah sebodoh ini tergoda oleh wanita seperti Athalia. Di balik wajahnya yang lugu, dia adalah wanita yang sangat murahan,” batin Mahesa. Rahangnya yang merapat menunjukkan betapa kesalnya ia saat ini.Bagaimana tidak, Leuwis menunjukkan foto-foto Athalia saat tidur dengan para pengusaha yang wajahnya cukup Mahesa kenali.Bahkan ada foto-foto saat Athalia sedang asyik menemani lelaki kaya berjoget di lantai dansa.Semua foto itu membuat Mahesa muak, dilemparnya kembali foto-foto itu ke atas meja kerja Leuwis. Membuat Leuwis menarik sebelah ujung bibirnya dengan sebelah alis yang terangkat.“Bagaimana? Kau percaya pada Papa
“Memangnya ada apa di rambutku?” Athalia balik bertanya sambil mencoba meraba rambutnya sendiri.Dean mengulurkan tangannya, mengambil sesuatu dari helai rambut Athalia yang tergerai indah.Namun, ketika jemarinya menyentuh rambut itu dan merasakan betapa halusnya rambut Athalia, Dean seperti enggan menarik tangannya dari sana.Mata mereka malah bersitatap satu sama lain. Dean memperhatikan wajah Athalia yang tetap terlihat cantik walau hanya berpoles make up seadanya.Sementara Athalia merasa gugup ditatap sedalam itu oleh Dean.“Ekheemm! Papa! Mama! Apakah kita jadi berangkat ke sekolahku? Jika kalian terus bermesraan di dalam mobil, bisa-bisa aku terlambat masuk sekolah.” suara Dirly membuat Dean dan Athalia segera memutuskan pandangan dan saling berpaling ke arah lain.Dean menoleh pada Dirly dengan senyum salah tingkah yang berusaha ia sembunyikan.“Maaf, kita berangkat sekarang.”Mobil itu pun mulai be
Dari bagaimana Dean menceritakan tentang sosok calon istrinya yang baru, Mahesa tahu bahwa Dean begitu terlena dengan wanita itu.Sebelah ujung bibir Mahesa tertarik, Mahesa menahan senyum karena ia tahu betul kalau Dean bukanlah lelaki yang mudah jatuh cinta.Bisa dibilang, dari sekian ratus wanita yang menatapnya tergila-gila, hanya Alma saja yang berhasil mengisi relung hatinya.Ya, Dean sangat minim dalam hal percintaan dengan wanita. Sementara Mahesa? Jangan tanya berapa wanita yang pernah menghangatkan ranjangnya.“Jika wanita itu sudah mampu meluluhkan hati seorang Dean Sebastian, aku pastikan dia orang hebat.” Mahesa berkata, membuat Dean tergelak mendengarnya.“Aku serius.” Mahesa berdecak tidak suka saat ucapan seriusnya malah dibalas dengan derai tawa.Dean mengangguk, lantas tersenyum lebar. “Kau benar, dia memang wanita yang hebat.”“Jadi … mana wanita hebat itu? Meng
Mereka bertiga pun bangkit berdiri dari kursi. Namun ada sebuah pemandangan yang membuat hati Mahesa sialnya malah berdenyut sakit.Ketika Dean membantu Athalia berdiri dari kursinya, lalu menuntun Athalia berjalan sambil tangan kanannya merengkuh pinggang Athalia.Apalagi Mahesa berjalan di belakang mereka, tentu pemandangan itu terekspose jelas oleh matanya.Mahesa memperlambat jalan, lalu mendengkus masam.Belum juga keluar dari pintu restoran, Dean tiba-tiba menghentikan langkah yang membuat kening Athalia berkerut menatapnya.“Kenapa?”“Athalia, aku lupa mau mengambil sesuatu dari ruang kerjaku. Kau duluan saja tunggu di luar, aku mau naik ke atas dulu. Tidak apa-apa, ‘kan?” tanya Dean, mengangkat kedua alisnya pada Athalia.Athalia menggeleng, lalu mengulas senyum tipis.“Tidak apa-apa. Pergi saja.”Dean membalas dengan senyum lebar, lalu mengacak pelan puncak rambut
Hening, adalah sebuah suasana yang paling nikmat saat dipadukan dengan malam dan angin yang mendesau pelan.Ketika jam di dinding kamarnya menunjukan pukul sepuluh malam, Mahesa justru memilih menyibukan diri dengan berdiri di balkon kamarnya yang terbuka.Membiarkan angin masuk dan menggoyangkan vitrase di kaca. Meskipun saat angin itu menerpa tubuhnya, angin itu tak berhasil mengalirkan hawa sejuk dalam dirinya.Dadanya masih panas, bergemuruh.Terlebih lagi saat bayangan Athalia dan Dean yang terlihat begitu romantis. Membuat perasaan entah, mengalir dalam dada Mahesa. Sialnya malah menimbulkan denyut sakit dan perih di dalam sana.Mungkinkah Mahesa cemburu? Apa, cemburu pada wanita semurah Athalia?“Hanya orang tidak waras saja yang bisa jatuh cinta pada Athalia,” gumam Mahesa, lalu tersenyum kecut.Setelah puas menikmati angin malam yang dinginnya mulai menusuk, Mahesa berbalik dan melangkah masuk ke kamarnya.
“Jeruknya yang mana, Nona?” Bik Inah bertanya pada Athalia yang berdiri di sampingnya.Hari ini, mereka berdua sedang belanja di salah satu toko buah ternama di Jakarta.Athalia menoleh pada Bik Inah, lantas melempar senyum.“Yang mana saja, Bik. Yang terlihat paling segar.”Bik Inah mengangguk, dengan cekatakan memasukkan beberapa buah jeruk ke dalam plastik bening yang tadi diambilnya dari gulungan yang tersedia di masing-masing tempat buah.“Tuan kecil paling suka dengan buah jeruk, kita ambil banyak saja, Nona.” Bik Inah terlihat sumringah. Athalia mengangguk dan tersenyum mendengar ucapannya.Sebenarnya belanja buah-buahan ini bisa dilakukan oleh pembantu. Tetapi Athalia merasa bosan diam di rumah, sedangkan Dean sedang di restorannya. Jadi Athalia pikir tidak masalah jika ia menghilangkan penat dengan membantu tugas Bik Inah.Setelah selesai membayar, mereka pun berbalik