Sebelum Dustin memutuskan untuk pergi berlibur bersama Elsa, ada satu hal yang harus dipastikan lebih dulu, operasi yang akan dijalani ibunya harus berjalan lancar. Hari ini adalah hari yang menegangkan, ketika Dustin menemani Sierra menuju ruang operasi.Meskipun Kellan juga hadir di rumah sakit, kehadirannya lebih seperti bayangan yang tidak banyak bicara. Dustin masih merasakan jejak kekesalan terhadap Kellan yang entah kenapa terus menghantuinya."Kau sudah tahu gender anakmu?" tanya Kellan tiba-tiba, tepat saat tubuh Sierra baru saja dibawa masuk ke ruang operasi.Dustin menoleh dengan tatapan penuh kecurigaan, bingung mengapa Kellan memilih waktu seperti ini untuk menanyakan hal tersebut. "Aku rasa tidak mengetahuinya lebih bagus, ini akan menjadi kejutan saat anakku nanti lahir."Kellan tidak menjawab, hanya mengangguk pelan sebelum berbalik tanpa sepatah kata pun."Meninggalkan ibu sendirian?" Dustin memanggilnya dengan nada terkejut."Untuk apa aku menunggunya? Dia akan berad
Kondisi Sierra berangsur membaik setelah tiga hari berlalu sejak melakukan operasi, senyum di wajahnya sangat cantik ketika wanita itu menyadari salah satu putranya datang mendekat."Kamu Deon atau Dustin?" tanya Sierra.Dustin meletakkan bunga segar yang masih harum itu ke meja lalu menghampiri. "Aku Dustin, senang melihat ibu sudah mulai membaik." Dustin menyentuh tangan Sierra, dan wanita itu pun membelai wajah Dustin.Senyumannya yang hangat berhasil menyentuh hati Dustin, ternyata seperti ini rasanya mendapat tatapan yang begitu tulus dari wanita yang sudah melahirkannya. Dustin juga mulai menyadari satu hal, bahwa kemiripannya lebih dominan seperti Sierra ketimbang Kellan.Sierra memiliki mata hazel kecoklatan, setiap kali Sierra tersenyum membuat perasaan Dustin rasanya turut merasakan kehangatan. Apalagi saat tangan Sierra membelai wajahnya seperti sekarang, kehangatan tangan seorang ibu yang baru bisa Dustin rasakan di umur tiga puluh tahun."Aku masih tidak menyangka memilik
“Pakaian macam apa yang kau bawa ini?!” Teriakan Dustin bergema dari dalam kamar, membuyarkan ketenangan Elsa yang sedang bersantai di balkon dengan segelas jus. Elsa segera menuju ke dalam, tapi Dustin sudah mendahuluinya, keluar dari kamar dengan sesuatu di tangannya."Aku lengah sedikit, dan kau membawa baju ini? Baju macam apa yang kainnya bahkan tak menutupi tubuhmu?" serunya heran, sambil membentangkan bikini yang Elsa beli dari online shop.Ekspresi Dustin yang penuh kebingungan dan kemarahan justru terlihat lucu dimata Elsa. “Itu namanya bikini, Dustin.”“Aku tahu itu, tapi kenapa kau membawanya?”“Tentu saja untuk bermain di pantai,” jawab Elsa dengan tenang.Mata Dustin langsung menyipit, menatap tajam bikini yang ada di tangannya. Pikirannya langsung membayangkan pria-pria di pantai yang akan memandang Elsa dengan pakaian minim itu. Dengan cepat, tanpa ragu, ia membuang bikini tersebut ke tempat sampah yang ada di sebelahnya.“Dustin, apa yang kau lakukan?” protes Elsa, ter
Setelah cukup lama memikirkan sesuatu yang belum pernah Dustin pikirkan, kini ia jadi bertanya tanya, di antara ia dan Deon siapa yang lahir duluan? Karena pertanyaan konyol Elsa tadi, kini Dustin juga ikut penasaran.Guyuran air shower di tutup oleh Dustin, pria itu meraih handuk dan melilitkan ke pinggangnya sebelum keluar sambil mengusap rambut dengan handuk kecil. Suasana penginapan terlihat sepi, Dustin tidak melihat keberadaan Elsa di tempat yang luas itu."Els?!" panggil Dustin.Tidak ada sahutan, tanpa sempat mengenakan bajunya, Dustin mencari dimana perempuan itu berada sampai ia menemukan keberadaan Elsa di belakang penginapan. Dari balkon Dustin melihat Elsa sedang bermain dengan seekor kucing liar."Apa yang ingin kamu makan? Aku akan pesankan untukmu," seru Dustin.Elsa mendongak, matanya bertemu dengan tatapan Dustin yang masih basah dan hanya mengenakan handuk. Dia menghela nafas pelan, lalu bangkit menghampiri Dustin setelah mencuci tangannya."Aku bukan pemilih makana
Tidak terasa, tiga hari berlalu seperti mimpi yang manis. Liburan di tepi pantai ini terasa begitu menyenangkan bagi Elsa, meskipun gerak-geriknya sedikit terbatas oleh kehamilannya. Besok, mereka akan kembali ke New York, tetapi untuk saat ini, mereka masih bisa menikmati sisa liburan yang tenang.Elsa terbangun, matanya yang masih berat terpejam terganggu oleh sentuhan lembut yang terasa seperti alunan nada yang membangunkannya dari tidur. Saat perlahan membuka mata, pandangannya bertemu dengan senyum hangat Dustin yang sedang menatapnya penuh cinta."Selamat pagi, Babe." sapa Dustin.Elsa mengerutkan dahi dan mencoba kembali menutup mata, namun jari-jari Dustin yang nakal terus menggoda pipinya membuatnya tak bisa lagi terlelap. Dengan sedikit mendesah, Elsa bangkit dan duduk, menyadari bahwa pagi ini sudah dimulai dengan cara yang berbeda."Kamu mengganggu tidurku, Dustin," Elsa mengeluh manja.Dustin tersenyum lembut, "Sudah jam sembilan. Apa kamu mau menghabiskan liburan kita ha
Seharian Elsa dan Dustin lewati dengan tawa, dari mulai kejahilan Dustin yang menceburkan Elsa ke kolam sampai ponsel Dustin yang tidak sengaja tercebur ke kolam ikan. Tidak terasa waktu liburan yang Elsa pikir akan berlangsung dengan membosankan, ternyata jauh lebih baik dari hal itu.Dustin benar-benar sangat berbeda, pria itu tidak segan menunjukkan kebahagiaan dan tawa lepas di bibirnya. Padahal semua yang mengenal Dustin juga tau betapa mengerikannya pria itu, tapi Elsa merasa perubahan Dustin benar-benar tidak pernah ia pikirkan sebelumnya.Sejak kapan monster itu menjadi bersikap begitu manis? Itu yang juga menjadi pertanyaan untuk Elsa sejauh ini."Kau tau kan kalau aku bukan pria romantis?" tanya Dustin.Elsa menoleh saat sedang mengemasi barang, besok pukul delapan mereka harus ke bandara dan pulang ke New York. "Daripada kata romantis, kau itu menyebalkan." sahut Elsa.Dustin mendekat, menyerahkan segelas jus untuk Elsa. Saat perempuan itu menerimanya, Dustin menarik lembut
Keesokan paginya, mau tidak mau Elsa dan Dustin harus kembali ke New York. Perjalanan ditempuh selama beberapa saat melalui darat dan udara hingga akhirnya mereka tiba di tempat tujuan. Wajah bahagia yang Elsa tunjukkan menjelaskan bahwa liburan singkat mereka berhasil membawa momen yang menyenangkan. Tapi masih ada sedikit kejutan kecil yang ingin Dustin tunjukkan, ketika mereka menuju kediaman pribadi, Elsa menyadari bahwa jalan yang mereka ambil bukan menuju apartemen."Apa jalan biasanya ditutup sampai kita menggunakan arah berlawanan?" tanya Elsa.Dustin menoleh, tapi pria itu tidak menjawab sampai akhirnya mobil yang menjemput mereka dari bandara kini berhenti di sebuah rumah minimalis. Tidak luas, tapi juga tidak kecil. Halamannya terbilang luas, jarak antara tetangga yang lain cukup berjauhan.Mobil berhenti, supir turun lebih dulu untuk membukakan pintu di sebelah Elsa. Saat turun dari kendaraan, Elsa menatap rumah di depannya. "Siapa yang tinggal disini?""Ayo masuk," Dustin
Di Halaman belakang, Deon mematik korek api untuk membakar rokoknya. Saat dia menawarkan sebungkus rokok untuk Dustin, tawaran Deon pun ditolak karena memang Dustin belum pernah merokok."Selamat untuk kehamilan kekasihmu," ucap Dustin sambil menatap jauh.Deon menghembuskan asap ke udara, matanya menyipit menatap langit. "Terima kasih, dan selamat juga untukmu. Tak lama lagi, kau juga akan menjadi seorang ayah, kan?"Mendadak Dustin terkekeh geli, sampai Deon menatapnya heran. "Apa yang membuat tertawa, Dude?" tanya Deon penasaran.Dustin menoleh, menatap Deon yang menanti jawabannya."Aku cuma tak menyangka, 'jagoan' kecilmu itu ternyata masih bisa berfungsi dengan baik. Aku pikir kau tak akan pernah bisa membuat wanita mengandung anakmu," canda Dustin, "Kau tidak menyewa seseorang untuk pura-pura hamil anakmu, kan?" lanjut Dustin seenak jidatnya.Mendengar celetukan Dustin, Deon pun hanya bisa terdiam sambil menghisap rokoknya kembali. "Sialan, masih saja kau meledekku dengan kalima
15 tahun kemudian.Seorang remaja berlari cepat keluar dari mobil, nyaris tersandung saat memasuki rumah. Nafasnya terengah, tapi wajahnya dipenuhi kegembiraan. Dustin, yang baru saja selesai menutup laptopnya setelah bekerja seharian, langsung tersentak melihat putranya datang tergesa-gesa."Jacob, ada apa?"Dengan bangga Jacob menunjukkan sertifikat berprestasi pada Dustin, "Kakek menyuruhku untuk menyelesaikan pendidikan tepat waktu, tapi aku bisa melakukannya dengan lebih cepat."Dustin memandang putranya dengan ekspresi bingung. "Maksudmu?""Aku lulus, aku menjadi mahasiswa termuda yang akan lulus tahun ini." teriak Jacob sangat bangga, belum sempat Dustin bereaksi, Jacob sudah berlari ke halaman belakang untuk memamerkannya pada Elsa.Terlihat remaja dua puluh tahun itu sangat antusias saat pamer prestasinya di depan Elsa, senyum Dustin menghiasi wajahnya. Dulu ia sempat berprasangka buruk dengan pilihan Kellan Dawson saat pria itu meminta agar mengutamakan pendidikan Jacob.Dan
Beberapa hari berlalu, dan Dustin akhirnya memberi tahu Elsa keputusan yang sudah ia buat. Mulai hari ini, mereka akan tinggal di New York tanpa batas waktu yang pasti. Kekhawatiran Dustin soal kesehatan Elsa, terutama kandungannya yang masih rentan, membuatnya merasa pulau itu terlalu jauh dari fasilitas medis yang memadai. Ia tidak ingin mengambil risiko.Namun hari ini, ketakutan Elsa yang selama ini membayangi akhirnya tiba. Kellan Dawson, pria yang selama ini menghantui pikirannya, berdiri di depan rumah. Sementara itu Elsa hanya di rumah dengan Jacob berdua, Dustin pergi tanpa memberi tahu tujuannya.Melihat sosok Kellan dari balik jendela saja membuat seluruh tubuh Elsa gemetar. Detak jantungnya berpacu, pikiran-pikiran buruk menyerbu benaknya. Apakah dia datang untuk memisahkanku dari Dustin lagi? Refleks, Elsa memeluk perutnya, seolah melindungi bayinya dari ancaman.Pintu terbuka, dan seketika atmosfer di dalam rumah berubah. Udara terasa lebih tebal, seolah setiap molekul di
Setelah menunggu dengan cemas, Elsa akhirnya membuka matanya. Dua belas jam ia tak sadarkan diri, dan begitu ia terbangun, rasa pusing langsung menyerang kepalanya, membuat dunia di sekitarnya seakan bergelombang. Dengan gerakan lemah, tangan Elsa menyentuh kepalanya, mencoba meredakan rasa sakit yang berdenyut di dalamnya.“Dustin,” desisnya pelan, nyaris tak terdengar.Dustin yang tertidur di kursi sebelahnya langsung terbangun. Kantuk masih terlihat jelas di wajahnya, namun kekhawatiran segera menggantikan saat ia melihat Elsa mulai bergerak.“Els, kamu sudah sadar? Apa kau baik-baik saja sekarang?” tanyanya cemas, suaranya penuh harap.Elsa menggeleng lemah. “Tidak... aku tidak baik-baik saja.” Suaranya serak, dan kepalanya masih terasa berat. “Di mana Jacob?” tanyanya, pikirannya langsung melayang pada anak mereka.“Dia bersama Deon,” jawab Dustin.Elsa sontak menatap Dustin, matanya menyiratkan kebingungan. Jacob? Dengan Deon? Pikiran Elsa berkecamuk, namun sebelum ia sempat melo
Perjalanan dari pulau menuju kota setidaknya membutuhkan waktu dua jam, selama dua jam dalam perjalanan itu keringat dingin membasahi tubuh Dustin. Di belakang, Jacob menangis di sebelah Elsa yang tidak sadarkan diri.Setelah menempuh perjalanan udara, helikopter berhenti di helipad gedung rumah sakit. Saat itu juga Dustin membopong tubuh Elsa yang lemas tidak berdaya, di belakangnya Jacob berlari mengikuti sambil menangis."Dokter, cepat selamatkan istriku!" teriak Dustin, raut wajah pucatnya menunjukkan kekhawatiran yang luar biasa. Karena terlalu cemas dengan kondisi Elsa, Dustin tidak sadar kalau dia kehilangan Jacob saat keluar dari lift.Pihak medis segera membawa Elsa ke ruangan, suasana semakin menegangkan bagi Dustin. Dia hanya berjalan kesana kemari dengan khawatir menunggu hasil pemeriksaan Elsa keluar. Dustin cemas, bagaimana kalau tindakannya kemarin yang kelewatan membuat Elsa jadi seperti ini?Sambil menyugar rambutnya frustasi, Dustin tak henti-hentinya berdoa agar Els
Rencana untuk memiliki anak kedua ternyata bukan candaan, dan untuk membuat keinginan tersebut menjadi nyata tentunya Elsa dan Dustin perlu melakukan tindakan yang lebih sering lagi berbagi kehangatan bersama. Sejak beberapa malam yang lalu, Dustin dan Elsa sepakat kalau mereka akan memberikan seorang adik untuk Jacob.Hari ini Elsa sedang melihat hasil fermentasi anggur dari kebun pribadi mereka, tiba-tiba saja Dustin datang dari belakang memeluk pinggang Elsa."Coba anggur ini, sepertinya ada yang salah dengan cara pembuatannya." Elsa memberikan percobaan pertama untuk Dustin, pria itu mencobanya lalu menggeleng."Tidak, memang seperti ini rasanya. Kita tidak bisa membuka botol anggur yang difermentasi kecuali jika ingin meminumnya, karena setelah dibuka maka rasa dari minuman anggur ini akan berbeda dalam hitungan jam." jawabnya.Elsa mengangguk mengerti, dia baru tau kalau dalam fermentasi wine dengan cara seperti ini. Di dalam ruangan bawah tanah itu, ada banyak sekali tong berisi
Musim demi musim terus berganti, tak terasa kini Jacob sudah berusia lima tahun. Keseharian yang selalu dilakukan Elsa dan Dustin selama lima tahun terakhir memang tidak banyak berubah, namun tentu saja kehidupan sederhana mereka sangatlah menyenangkan.Terik matahari tidak menghalangi Elsa untuk duduk bersantai, melihat Dustin dan putranya sedang bermain papan seluncur menerjang ombak yang bergelombang cukup tinggi pagi itu. Ditemani sebuah kacamata hitam, Elsa menikmati momen yang ia rasakan."Hidup tanpa internet ternyata tak seburuk yang kuduga," gumamnya, tersenyum pada keheningan di sekelilingnya.Dari kejauhan terlihat Jacob berlari menghampiri, di belakangnya Dustin mengikuti Jacob. Kedua lelaki itu seperti duplikat versi kecil dan besar, Jacob sangat mirip dengan Dustin kecuali rambutnya sedikit pirang seperti Elsa."Ibu, aku sudah bisa berselancar sendiri!" seru Jacob dengan gembira, matanya berkilauan penuh kebanggaan.Dustin tersenyum dan mengusap kepala putranya. "Kamu he
Setahun berlalu dengan cepat, dan selama satu tahun itu Dustin hanya sekali keluar pulau untuk melihat anak-anak panti asuhan dan juga perkembangan perusahaannya. Namun di hari yang sama juga, Dustin kembali ke pulau sehingga Kellan tak bisa melacak keberadaannya.Beberapa waktu terakhir adalah pergantian musim semi, sehingga udara lebih hangat dari biasanya. Banyak kelinci berkeliaran bebas, bahkan Jacob yang kini usianya lebih dari setahun sudah lincah berlarian mengejar beberapa kelinci yang ada di belakang rumah."Dustin!" panggil Elsa sambil menuruni tangga, namun ia hanya melihat Jacob yang bermain di temani oleh seorang pengasuh di luar. "Dimana Dustin?" tanya Elsa.Pengasuh Jacob menoleh, "Tuan ke arah sana membawa jaring, Nyonya." jawabnya sambil menunjuk sebuah arah.Elsa mendengus tipis, pasti Dustin pergi untuk mencari udang. Pria itu tidak pernah berubah, setiap ada waktu pasti akan mencari udang-udang liar itu. "Kamu jaga putraku," kata Elsa.Dengan langkah cepat, Elsa m
Tidak ada masalah, tidak ada pengganggu. Suasana tenang dalam kedamaian, bahkan untuk melakukan apapun di pulau itu bebas tanpa ada yang melarang. Dustin bisa mengekspresikan dirinya seperti apa adanya, tetap menjadi Dustin yang menginginkan kebebasan.Dan ternyata, kehidupan di pulau tersebut adalah kebebasan yang sebenarnya Dustin cari. Kehidupan di kota tak begitu menyenangkan seperti yang pernah Dustin bayangkan, justru kehidupan di kota sangatlah mengerikan, karena di sana Dustin tak bisa tenang menjalani hidupnya dengan Elsa.Tapi di pulau ini, apapun yang Dustin inginkan dengan Elsa bisa mereka lakukan bersama tanpa takut ancaman dari orang lain. Tidak ada yang akan terluka, tidak ada hati yang akan merasa terkhianati. Hanya ada kedamaian, rasa tenang dan kehidupan yang benar-benar santai.Musim panas masih berlangsung, Elsa duduk di tepi pantai melihat Dustin menerjang ombang dengan papan seluncur. Terlihat sangat mahir, pria itu juga terlihat semakin tampan dan eksotis saat ku
Setelah menempuh perjalanan dua hari dua malam melalui jalur laut yang cukup berbahaya, Dustin dan Elsa akhirnya tiba di pulau tempat tinggal Dustin sebelumnya pada pukul delapan pagi. Tidak ada yang berbeda dari tempat itu, setidaknya lebih dari setahun Elsa meninggalkan pulau sebelum kembali lagi.Elsa turun dari yacht, ia baru tau ada dermaga yang di bangun khusus untuk parkir kendaraan air berukuran besar itu. Dustin mengikuti Elsa setelah mengikat tali kapan dan menurunkan jangkar."Udara yang aku rindukan," ucap Dustin sambil merentangkan tangan."Jangan lupa bawa barang milik Jacob," tegur Elsa.Dustin berdecih lirih, tapi tetap menenteng tas yang berisi barang kebutuhan putranya. Mereka menuju ke rumah satu-satunya di tempat itu, sebelum masuk ke dalam rumah, langkah Elsa berhenti."Sepertinya ada yang aneh," ucapnya.Dustin tersenyum tipis, tanpa menjawab, dia mendahului Elsa masuk ke rumah. Dan benar saja, ada yang aneh. Rumah itu terlihat lebih baru dan terawat, halaman yan