Barnett terus menarik tangannya dengan keras dan sudah tidak ada orang di kantor hanya tersisa mereka. Dia membawa Alexa di mobil dan berdiri tepat di depan mobilnya.“Oh, kamu sekarang kerja di perusahaan besar ini dengan gaji yang sangat fantastis, ya.”“Kenapa memangnya?”“Berbulan-bulan dihubungi sama Helena dan Papa gak ada kabar sampai orang tuamu pun gak tahu kamu ada di mana. Ternyata kamu ada di sini dan bersenang-senang sampai hamil pula. Pasti kamu sudah menikah lagi, kan?!”Alexa mendaratkan tangan di pipinya. “Jaga mulutmu. Kamu gak usah pura-pura peduli denganku dan semua yang kulakukan juga bukan urusanmu lagi. Aku dan kamu sudah gak punya hubungan apa pun. Jadi, aku berhak untuk melakukan sesukaku dan aku gak menandatangani warisan yang diberikan oleh Papa Reynard, hanya saja mendapatkan posisi bagus di sana.”“Halah munafik! Aku tahu kamu yang doyan harta dan gak ingin siapa pun merebutnya dari kamu sehingga kamu kabur ke sini dengan membawa semua harta dari papaku!”
Alexa mengangguk dengan menegak minuman air mineral di gelas. Ia merasa terpojokkan dengan tuduhan yang menyakitkan dari orang tersayang.“Kamu mau cerita atas penyebab kamu yang kabur jauh dari rumah?” tanya Frank lembut.“Gak. Aku gak mau membuka luka yang berusaha kusembuhkan setiap detik pada setiap hari.”“Baiklah. Apa pun yang kamu alami sampai kabur dari rumah tanpa mengabari orang satu pun, kamu harus tahu bahwa sikap, ucapan dan tindakan orang tua yang mungkin kita merasa bahwa seakan menuduh dan tidak percaya itu adalah rasa sayangnya untuk kita. Jadi, tidak ada orang tua yang berusaha menghancurkan hidup anaknya malah ingin mencari tahu benang merah dari permasalahan terjadi.”Frank meletakkan gelas di meja dan menuju ke pintu Apartemen sembari membuka gagang pintunya. Dia pun memerhatikan Alexa yang terdiam dan dapat terlihat bahwa sedang memikirkan ucapannya.“Aku pulang dulu. Kalau ada apa-apa, hubungi aku.”Alexa tetap tidak menjawab Frank yang berpamitan pulang. Pikira
“Kurang tahu, Bu. Itu sudah ada di meja sejak kita datang.”Alexa mengangguk sambil menghela napas panjang dan duduk di kursi secara perlahan. Ia membiarkan tas itu dan dibuka nanti setelah makan siang.Jemari dan mata fokus pada ribuan angka hingga fokus dibuyarkan oleh seorang pria berjas hitam setelah mengetuk pintu, membuka dan memanggil namanya.“Alexa, bisa ke ruangan saya sebentar.”“Baik, Pak.”Alexa terkejut ketika atasannya memanggil dan meminta ke ruangan. Pria yang baru saja memanggil bernama Santo Antonius dengan status Direktur Utama.Ia mengikuti langkah dan memasuki ruangannya lalu duduk di kursi setelah dipersilakan olehnya. Dia mengeluarkan tiga berkas tebal dengan map berwarna kuning bening lalu dibuka olehnya.“Saya memanggilmu ke sini karena mau menyampaikan informasi atas dana yang dibuat oleh perusahaan kemarin.”“Baik, Pak. Proyek kemarin kalau gak salah melakukan pengeboran minyak di dalam laut yang ada sekitar sini dengan alat yang canggih yang mereka punya,
“Aku mau pulang tadi.”Alexa menjawab dengan sedikit gugup dan leher menegang sembari memalingkan pandangan ke arah jalanan.“Kirain mau bersembunyi karena ada Barnett.”“Gak!”Sontak, Frank menoleh sekilas ke arahnya dengan melebarkan bola mata dan menaikkan kedua alis. Dia pun tersenyum lebar ketika melihat Alexa yang berusaha menyembunyikan ekspresi malunya yang takut ketahuan hendak bersembunyi dari Barnett.Sepanjang perjalanan pulang ke Apartemen-nya hanya membisu dengan menarik dan mengembuskan napas perlahan. Mobil sport milik Frank berhenti di depan lobi. Dia memegang dan menggerakkan pundaknya perlahan lalu memberikan kode arah pintu masuk apartemen.Alexa menoleh ke pandangannya. “Ah sudah sampai ternyata. Terima kasih banyak.”“Sama-sama.”“Aku pulang dulu.”“Istirahat, ya. Jangan lupa ambil makanan di resepsionis di tas berwarna hitam.”Alexa keluar dari mobil sambil sedikit membungkukkan badan dan mengangguk pelan disertai dengan senyuman lebar. Ia memahami yang disampai
“Dia tidak menggangguku, tapi aku ….”“Kepikiran Barnett? Kapan kami kembali ke Jakarta?”“Iya. Kapan kamu kembali ke Jakarta?”“Aku kembali ke Jakarta setelah kamu melahirkan,” jawab Frank santai tanpa beban.Alexa reflek menoleh dengan mengangkat kedua pundak bahwa dia akan kembali ke Jakarta sampai melahirkan. Bagaimana bisa dia melakukan itu? Sedangkan, pekerjaan tidak bisa ditinggal? Apakah hidupnya sudah tidak berarti lagi sampai harus berkorban?“Kamu jangan khawatir, kerjaanku bisa diatasi dan sudah ada yang bertanggung jawab di sana.”“Kenapa?” tanya Alexa menunduk dengan memerhatikan jemari yang digenggam.“Apanya yang kenapa?”“Kenapa kamu mementingkan urusan orang lain dari pada kepentinganmu?” tanya Alexa lirih yang merasa tidak enak dengannya.Mobil Frank berhenti lalu dia melepas sabuk pengaman. Alexa mengalihkan pandangan ke arahnya dengan tatapan sendu, seakan ingin tahu jawabannya.“Pergi periksa dulu, aku menjawab setelah kamu periksa kandungan.”“Janji?”Frank meng
“Ada Frank, Bu. Frank ada proyek di sini dan Alexa bersamanya sekarang.”“Alhamdulillah.”“Ayah bisa bicara sama dia?” tanya Ayah Alexa yang terdengar serius.“Bisa,” jawab Alexa seraya menoleh ke arah Frank yang fokus menyetir sambil tersenyum karena mendengar Alexa berbicara dengan orang tuanya.Alexa menekan pengeras suara yang bisa mendengar pembicaraan Frank dengan ayahnya. Ia memberikan handphone kepadanya lalu diambil oleh Frank.“Assalamualaikum, Ayah dan Ibu.”“Waalaikumsalam. Bagaimana kabarmu, Nak?”“Baik, Ayah. Bagaimana kabar Ayah?”“Baik juga. Baiklah, saya tidak ingin berbasa-basi pada langsung intinya saja. Saya ingin kamu menjaga anak saya dari apa pun dan siapa pun yang bisa membahayakan dia. Buat dia tertawa dan jangan sampai ada air mata yang menetes di pipinya sampai kapanpun. Lalu, jaga dia saat persalinan dan temani dia persalinan karena saya tidak bisa datang ke sana karena ada pekerjaan yang mendadak.”“Iya, Ayah. Saya sedang menjalani yang Ayah sampaikan. Jad
“Terima kasih sudah jujur tentang perasaanmu kepadaku dan baik kepadaku. Tapi, maaf banget sebelumnya, aku tidak bisa menerima perasaanmu karena keadaanku begini dan pasti tidak dapat persetujuan dari orang tuamu, apalagi usia kita sama dan kamu masih single ditambah belum pernah menikah. Jadi, aku memikirkan kebaikan kita berdua dan memutuskan tidak bisa hidup bersama karena banyak faktor.”“Aku sudah mendapatkan persetujuan dari orang tua karena usiaku sudah matang dan bisa dikatakan mapan. Aku bisa menyayangi anak yang bukan dari darahku dan tidak akan membeda-bedakannya. Aku janji, aku ak—”“Sayang.” Suara berat hadir di antara pembicaraannya dengan Andika.Alexa reflek menoleh ke sumber suara yang berasal dari arah kanan. Bola mata membulat ketika melihat keberadaan Frank yang sudah berdiri di belakang kanannya dengan penampilan keren.“Siapa kamu?!” tanya Andika dengan intonasi penekanan sambil berdiri dan mendelik.Frank mengulurkan tangannya kepada Andika. “Kenalin, aku adalah
Frank tersenyum sambil meletakkan wadah berisi air hangat di atas nakas dan mengeringkan tangan menggunakan tisu. Alexa melihat ekspresinya yang tidak menampakkan kemarahan sama sekali membuatnya bingung.Alexa menarik dan menggenggam tangannya erat seraya menepuk perlahan. Ia menghela napas panjang dan meminta dia untuk tidak menjawab pertanyaan dari rasa penasarannya.“Kamu tidak perlu menjawabnya.”Frank duduk di sampingnya. “Karena melihatmu bahagia bersama orang lain sudah membuatku tenang. Aku tahu bahwa cinta gak harus memiliki dan siap dengan situasi itu.”Nada lembut saat menjawab pertanyaan disertai dengan senyuman merekah yang terlukis di bibirnya itu membuat perasaan yang mengguncang dalam dirinya. Alexa tidak tahu tentang perasaannya saat ini, tapi memiliki kenyamanan sendiri saat bersamanya.Alexa meletakkan kepala di bahunya sambil menggenggam erat tangannya dan mendekatkan tubuh kepadanya. Ia memejamkan mata untuk menikmati kenyamanan bersamanya.“Tetaplah disisiku. Ak
“Maafkan kami yang tidak bisa menyelamatkan nyawanya. Mas Frank telah meninggalkan kita semua.” Dokter yang pernah menanganinya memberikan kabar buruk kepada Alexa, Barnett, Helena dan Bayu.Ia mematung dengan kaki yang sudah tak kuat menahan apa pun yang didengar dan tubuhnya hingga terduduk lemas sambil menggendong Ali dan ditangkap oleh Barnett yang ikut duduk di lantai. Alexa menggeleng pelan sambil mengalirkan butiran bening di pipi.“Tidak mungkin, Frank orangnya kuat, mana mungkin dia meninggal. Dokter berbohong kepadaku.”Helena mengambil Ali dan menggendong lalu menjauh dari situasi yang memanas dan sedih hingga berdiri di dekat dinding yang masih bisa memantau kakaknya dan Alexa. Alexa berdiri sembari menyingkirkan Barnett lalu menarik jas putih itu.“Katakan pada saya, Dok bahwa Dokter berbohong, kan atas kematian Frank? Dia sudah kuat beberapa tahun untuk melawan penyakitnya, tapi kenapa dia menyerah begitu saja disaat aku dengannya mau menikah, Dok? Katakan kalau itu boho
“Katanya sudah lama, tapi tidak pernah memberitahuku tentang penyakitnya dengan alasan tidak ingin membuatku sedih, tapi kalau sudah seperti ini bag—”“Dia sudah baik melakukannya seperti itu karena kondisimu saat itu sedang terpuruk sehingga menurutnya tidak ingin membebani dan menambah pikiranmu karena aku yang berbuat masalah,” sela Barnett yang mencoba untuk memberi pengertian kepadanya.“Iya, lebih baik seperti itu,” kata Alexa menegaskannya.Barnett terdiam saat Alexa menegaskan kalimatnya. Ia mengusap kening Ali setelah selesai minum ASI lalu memandangi tulisan sedang beroperasi berwarna merah dan menyala dengan harapan hasil yang baik dan bisa melanjutkan hidup bersamanya.“Aku tadi menemukan dua kertas putih di atas nakas di kamar yang berada di kamar utama yang terlipat dan terdapat nama berbeda,” ucap Helena sambil mengeluarkan dua kertas putih itu dan diberikan kepada pemilik yang tertulis di kertas itu.Alexa dan Barnett hendak membuka surat itu, Dokter dan satu perawat k
Nada dering panjang berbunyi keras saat Alexa menuju Apartemen Frank. Ia merogoh wadah kotak di samping kursi mobil dan menemukannya. Nomor tak dikenal menghubunginya beberapa kali lalu mengangkat panggilan masuk dari nomor itu.“Lama sekali mengangkat panggilan masuknya!” sentak seorang pria di balik handphone.Alexa mengernyitkan dahi. “Siapa?”“Bayu!”“Ada apa? Kenapa kamu marah-marah?”“Cepetan ke rumah sakit internasional,” jawab Bayu yang terdengar tangisan bayi yang melengking.“Kamu sedang menggendong anakku?”“Iya, cepetan datang ke Rumah sakit Internasional sekarang! Kondisi Frank drop!” pekik Bayu panik lalu menutup panggilan masuk darinya.Alexa memutar balik arah tujuannya menjadi ke Rumah Sakit Internasional dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia harus segera tiba di sana sebelum memasuki jam dua belas siang agar tidak terjebak macet.Ia membunyikan klakson ketika ada mobil yang mencoba untuk mendahuluinya dan menghalangi jalur perjalanannya. Namun, ketika hendak memasuk
Barnett mengalihkan kepala dari tangannya lalu menatap Helena yang berdiri dengan mengalirkan butiran bening di pipi dengan deras. Dia meminta untuk mendekat padanya dan Helena duduk di samping Barnett dan Frank.“Psikologi Papa terganggu, Dik.”“Astaga, Papa,” rengek Helena terisak.Helena memeluk erat Barnett saat mendengar kondisi papanya yang sakit. Mereka terlihat menyesali perbuatan yang sering membantah dan membangkang orang tuanya, apalagi hanya memiliki satu orang tua dalam hidupnya.Alexa melihat adik kaka berpelukan menjadi sedih karena berusaha keras menjaga orang tua yang sudah lansia dan hanya tersisa satu orang. Semua harus didasari oleh kejadian terlebih dahulu untuk merekatkan hubungannya.Semua selalu mengalami keterlambatan untuk menjadi satu. Jika tidak seperti itu maka siapa pun tidak akan pernah merasakan kembali ke keluarga yang sudah retak.“Barnett, Helena, aku pulang dulu, ya. Alexa sudah punya anak kecil, jadi maaf tidak bisa lama-lama seperti biasa.”“Iya,
Kelvin tertawa keras ketika melihat Barnett yang sangat khawatir kepadanya. Dia tidak pernah berbuat khawatir kepada adiknya dan membuatnya merasa aneh. Kelvin semakin menjambak rambut Helena hingga membuatnya mengerang.Sontak, Reynard memegang kaki Kelvin dengan erat. Dia seakan memohon untuk melepas tangan dari rambutnya. Kelvin menyingkirkan tangan pria lansia itu dengan keras sampai tersungkur di lantai.“Kelvin!” teriak Barnett dengan wajah semakin merah padam.“Apa? Jika kamu berniat mengganti hak kuasa maka Raja pengusaha dan adikmu yang cantik ini mati di tanganku!”“Kamu mengancamku juga percuma karena aku sudah mengesahkannya ke notaris.”“Kamu!”Kelvin menembak pundak Helena dan Helena berteriak kesakitan sembari memegang pundaknya yang mengalirkan air berwarna merah segar. Sontak, semua orang membulatkan bola mata dan membuat Alexa memajukan langkahnya, tapi ditahan oleh Frank.Frank memasuki ruangan luas yang kosong terlebih dahulu dengan mengendap-endap dan disusul oleh
Bola menyebar ke seluruh benda yang ada di kamarnya dan berhenti di meja dekat sofa. Meja kayu persegi panjang ter dapat botol yang digunakan wadah untuknya setelah memompa ASI.“Dia pintar juga bisa menidurkan Ali tanpa membangunkanku. Aku sangat bersyukur memilikimu, Sayang karena kamu adalah pria sigap tanpa diberitahu dan diminta tolong. Semoga kamu adalah jodoh terakhirku dalam seumur hidupku dan mudah-mudahan kamu sembuh agar bisa menikah dan punya anak darimu.”Alexa berbicara lirih dengan penuh harapan sembari menatapnya lamat dari kejauhan. Wajah tampan dengan garis rahangnya yang tegas membuat nyaman seakan tidak pernah memaki, menghakimi dan merendahkanku. Bahkan cara menegurnya sangat lembut tanpa membentak, meskipun ia tahu bahwa Frank sangat kesal dan marah kepadanya.Butiran mengalir bening ketika mengingat penyakit yang ganas menginap di tubuhnya. Namun, ia berjanji merawat Frank dengan berusaha keras untuk menyembuhkannya.Frank terbangun dari tidur dengan per
“Dia sakit kanker perut stadium empat. Dia menahan rasa sakit yang luar biasa dan memiliki motivasi sembuh dari penyakitnya karena seorang wanita yang membuatnya lebih baik dan nyaman dalam menjalani hidup.”Dokter membeberkan penyakit Frank yang semakin parah. Sontak, butiran bening mengalir deras sambil menutup bibirnya yang ternganga. Frank tidak pernah memberitahu tentang penyakit yang menggerogoti tubuhnya dan terlihat sehat.Alexa memukul lengannya pelan sembari terisak dan ditinggal oleh Dokter untuk diberi ruang privasi di antara mereka. Dokter yang menanganinya adalah Dokter yang sudah lama merawatnya dan memberi asupan obat.Frank memegang tangannya lalu memeluk erat. Dia tidak pernah tega dan maksud untuk menyembunyikan penyakitnya. Dia selalu memikirkan perasaan orang lain dan mementingkan kebahagiaan orang lain.“Jahat!”“Maaf.”“Kalau kamu sakit seharusnya bilang ke aku, jangan disembunyikan. Aku minta sama kamu untuk selalu berkata jujur atas apa pun yang terjadi. Janga
“Dia baru sadar, Mbak. Sedari tadi belum sadar dan hanya memanggil nama Mbak terus. Apakah Mbak tadi mengajak bicara pasien?”“Iya, Dok. Saya tadi mengajak bicara dan merespons tangan saya dengan menggenggam erat.”“Tidak apa, Mbak. Pasien koma mendengar yang dikatakan oleh kita sehingga dia merespons dan merangsang otaknya untuk sadar. Jadi, kami sangat berterima kasih kepada Mbak karena perkiraan kami tersadar dari koma bakalan lama, ternyata tidak.”“Kalau boleh tahu, kenapa Dokter memvonis dia bakal lama sadar dari komanya? Apa yang mengenainya?”“Selain tembakan, dia juga mengalami gagar otak. Bagian kepalanya pecah sehingga menurut kami lama, tapi takdir tidak ada yang tahu sehingga bangun lebih cepat. Kami akan mengabari keluarganya.”“Baik, Dok. Terima kasih.”Ia pun baru tahu bahwa mengajak bicara orang koma akan mempercepat alam bawah sadar dan meningkatkan fungsi otak. Alexa bersyukur bisa membuat Barnett terbangun dari koma dan dijadikan saksi untuk kasus istri dan sahabat
“Jangan mikirin itu dulu, kamu harus sudah ada di sana secepat mungkin. Ayo berangkat!”Frank menggandeng tangan Alexa lalu berpamitan ke Ibu dan keluar dari rumahnya. Mereka pergi ke rumah sakit menggunakan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Lima belas menit berlalu, mereka tiba di rumah sakit lalu mengambil langkah seribu menuju IGD dan disuguhkan pemandangan Helena memeluk ayahnya sambil terisak.“Helena, Papa.”“Mbak Alexa!”“Masuk, Nak. Ada perawat yang berjaga di sana untuk menunggumu karena harus menggunakan pakaian rumah sakit.”Alexa bergegas masuk rumah sakit dan melepas tangan Frank. Ia mengenakan pakaian rumah sakit lalu masuk ke ruangan dan melihat Barnett memanggil namanya.“Dia dari tadi memanggil nama saya, Sus?”“Iya, Mbak. Apakah Mbak adalah Mbak Alexa?”“Baiklah. Saya tinggal, ya, Mbak.”Alexa duduk di samping Barnett dengan memegang tangannya yang diinpus. Hati merasa terenyuh saat melihat kondisinya saat ini.“Aku di sini, Barnett,” kata Alexa sambil mengus