Pria yang wajahnya nyaris tidak lagi bisa dikenali itu, Deon, semakin gemetar saat Malven berjalan mendekat. Malven memang menangkap dan menyerahkan Deon pada pihak berwajib, tapi tidak ada yang tahu jika yang akan ‘mengadili’ Deon adalah Malven sendiri. “Ugh! Ggh!”“Hm? Kau bilang apa? Coba katakana dengan jelas agar aku mengerti keinginanmu,” ucap Malven sembari berjalan menuju sebuah meja panjang, di atasnya terdapat banyak alat yang biasa Malven gunakan untuk bermain.Pria itu memilih sebuah belati kecil hari ini. Kemarin ia bermain menggunakan besi panjang yang dipanaskan, berpikir jika itu menyenangkan, tapi nyatanya tidak. Malven lebih suka jika ada warna merah yang menghiasi mainannya, itulah kenapa ia hanya sempat menggunakan besi panas itu satu kali. Alat itu membosankan.Malven melepas jas hitamnya, menukarnya dengan sebuah padding hitam panjang yang tersedia di gantungan. Pria itu tidak lupa menggulung lengan kemejanya, khawatir akan ada noda yang menempel seperti kemari
Setelah perjalanan panjang yang cukup melelahkan, akhirnya Claudia dan Malven tiba di kediaman Adhamar. Gerbang besar terbuka perlahan, menampakkan halaman luas dengan arsitektur klasik yang mencerminkan wibawa pemiliknya.Bangunan besar dengan arsitektur klasik itu selalu berdiri anggun, dikelilingi tamanluas yang tertata rapi. Meski Claudia tidak asing dengan tempat ini, tapi perasaanya saat ini lebih tegang dan mendebarkan.Claudia melirik ke samping dan tersenyum melihat Malven yang duduk diam dengan wajah sedikit kaku, tentu saja pria itu juga sedang sangat tegang sekarang. Claudia bisa melihat jari-jari Malven saling tertaut erat di pangkuan, napasnya pun terdengar lebih berat dari biasanya. Claudia masihtersenyum saat meraih tangan Malven dan menggenggamnya erat.“Jangan terlalu tegang, Malven,” bisik Claudia lembut, mencoba menenangkan. “Kakekku tidak akan menelanmu, kok.”Malven menoleh ke arah Claudia dan mengernyit mellihat senyum jahil wanita itu. Tentu saja Adhamar tidak
Claudia menarik napas panjang saat pria berusia tujuh puluhan itu mengangkat pandangan dari buku di tangan. Adhamar tentu saja mengernyit melihat kedatangan cucunya yang tiba-tiba, apalagi setelah melihat tangan Claudia yang melingkari lengan Malven.Adhamar meletakkan bukunya di meja dan berdiri, menghampiri dua orang yang masih mematung tanpa mengatakan apa-apa.“Ayo bicara di dalam.” Claudia dan Malven segera menunduk sopan saat Adhamar berjalan lebih dulu sebelum mengekor di belakang. Tidak ada yang bicara selama perjalanan melewati beberapa koridor, ruang keluarga dan anak tangga menuju ruang kerja Adhamar. Sudah menjadi aturan tak tertulis untuk membicarakan hal penting hanya di ruang kerja Adhamar, tempat di mana tidak ada seorang pun yang akan menguping. Setelah memasuki ruang kerja dan pintu tertutup, Claudia segera melepas lengan Malven dan berjalan menuju sofa yang telah diduduki kakeknya. Ini adalah hal yang harus Claudia lakukan sekarang, duduk di sisi kakeknya dan mem
Sindiran tajam dan dengusan Adhamar membuat suasana ruangan itu hening. Tidak ada yang bisa membantah, baik Claudia maupun Malven tahu pasti apa yang Adhamar maksud.“Memang benar kalau saya jatuh cinta padanya, tapi saya tidak pernah mengatakan itu, dan dia pun sama. Kami saling mencintai, tapi tidak sempat menyatakan perasaan masing-masing. Saya sibuk dengan beberapa urusan, lalu Zheva yang kebetulan punya pekerjaan di sini dan mengkhawatirkan kondisi saya, datang dan membuat hubungan kami berakhir dengan kesalahpahaman.”Malven menghela napas pelan. “Dia pergi meninggalkan saya tanpa sepatah kata. Saya membuatnya menangis patah hati, karena kekurangan saya dalam berkomunikasi membuatnya berpikir jika Zheva adalah wanita yang akan dijodohkan dengan saya. Satu bulan lalu, saya kehilangan arah karena wanita itu menghilang tiba-tiba.”Claudia menatap penuh perhatian pada Malven, berharap waktu yang akan mereka habiskan ke depannya akan menghapus sedikit demi sedikit rasa sakit karena k
Claudia memilih menunggu di ruang keluarga yang tidak jauh dari ruang kerja kakeknya, sedikit gugup dengan pembicaraan yang akan dilakukan Adhamar dan Malven. Bagaimana kalau kakeknya bersikeras tidak akan merestui seperti saat bersama Deon dulu?“Ah, harusnya aku tidak menurut begitu saja dan meninggalkan mereka.” Claudia bergumam sembari menggoyangkan kaki, tidak bisa menyembunyikan rasa cemasnya.“Minum tehnya dulu, Nona. Apa perlu saya bawakan camilan lain? Atau Nona ingin makan?”Pertanyaan pelayan yang menghampiri sambil membawa nampan berisi secangkir teh dan sepiring kukis, membuat Claudia menghela napas pendek. Benar, tidak ada yang akan berubah hanya karena ia bergumam sendirian di sini, jadi lebih baik mengisi perutnya dengan sesuatu yang hangat.“Terima kasih, tapi bisakah ganti tehnya dengan kopi? Aku ingin kopi hitam tanpa gula,” ucap Claudia saat menyadari bahwa perutnya mual mencium harum yang menguar dari teh. “Lalu, aku sedang tidak ingin kukis. Bawakan saja sesuatu
Setelah memberitahu pelayan tentang tujuan mereka, Claudia dan Malven menelusuri jalan setapak dengan pohon-pohon besar di sepanjang jalan. Seperti yang Claudia katakan, hutan ini sangat rimbun dan terlihat seperti hutan sungguhan yang tidak terbatas luasnya.Meski begitu, Malven bisa melihat beberapa ranting dan daun bergoyang secara tidak wajar. “Apa di hutan ini ada ‘penunggu’ juga?” tanyanya sembari menatap lembut Claudia.Claudia yang tidak pernah melepas genggamannya dari Malven, mendongak dan tersenyum lebar. Sekarang ia mengerti apa maksud dari kata ‘penunggu hutan’ yang pernah Malven dan Arfa bicarakan. Orang-orang yang dilatih dan bekerja di bawah Adhamar, bertugas untuk menjaga keamanan tempat ini dengan memperhatikan siapa pun tamu yang datang.Tapi, meski Claudia bukan tamu asing, sejak kecil ia memang sudah dijaga diam-diam. Ada kalanya Claudia tersesat saat mengeksplor hutan dan salah satu penjaganya akan berpura-pura tidak sengaja lewat lalu membawa Claudia kembali ke
“Biar aku yang menghubungi Devan, kalian tinggal yakinkan anak nakal itu saja.” Adhamar berkata saat mengantarkan Claudia dan Malven ke halaman, keduanya akan meninggalkan kediaman Adhamar hari ini.“Tapi, kalau ayah masih tidak mau memberi restu bagaimana?” Claudia bertanya pelan, agak cemas.“Kenapa menanyakan hal yang sudah jelas? Tentu saja kalian tidak akan bisa menikah. Meski aku masih tidak menyukai anak nakal itu, bukan berarti aku tidak mendengarkan pendapatnya. Berusahalah lebih giat, tapi aku yakin dia akan segera merestui. Dia bukan orang yang keras kepala.”Claudia menghela napas panjang. Anak nakal yang disebut kakeknya adalah Regan, meski Claudia tidak mengerti kenapa Adhamar selalu menyebut menantunya seperti itu.“Kalau begitu kami permisi dulu, Tuan Adhamar.” Malven mengangguk hormat, membukakan pintu mobil dan membiarkan Claudia masuk lebih dulu.Setelah memeluk kakeknya, Claudia langsung memasuki mobil dan segera disusul oleh Malven. Hari ini mereka akan kembali ha
“Raga, Kakak pulang!” Claudia berseru setelah memasuki ruang keluarga, membuat Raga dan Regan yang sedang menyusun puzzle besar, langsung menoleh bersamaan. “Iya, selama datang kembali, Kak.” Raga membalas sapaan Claudia sebelum kembali fokus pada mainannya.Claudia cemberut pada rendahnya antusias Raga. Apa anak itu tidak merindukannya?“Raga … Kakak bawa sesuatu lho,” ucap Claudia sembari mendekat dan menggoyangkan kresek putih di tangannya. Claudia sempat mampir ke mini market untuk membeli beberapa es krim dan camilan kesukaan Raga. Biasanya Raga akan sangat senang karena ia jarang diizinkan makan makanan instan seperti itu. Tapi … kenapa tidak ada reaksi berarti?Raga hanya menoleh sebentar dan mengatakan ‘oh ya’ sebelum kembali berusaha menyusun puzzle, sama sekali tidak menyadari wajah keruh Claudia. Wanita itu meletakkan barang bawaannya sebelum mendekati Raga dan langsung menusuk pipi anak itu menggunakan jari telunjuknya.“Apa ini … Raga mengabaikan Kakak?” Claudia mengelua
Selama menunggu Malven dan Regan bicara, Claudia menunggu di ruang keluarga. Sudah dua jam sejak Malven memasuki ruang kerja Regan, tapi hingga kini belum ada tanda-tanda akan keluar. Claudia menghela napas panjang, sedikit khawatir.Kalau saja ayahnya tidak melarang, Claudia pasti sudah menemani Malven saat ini. Tapi, Regan mengatakan jika itu adalah pembicaraan antar laki-laki, jadi Claudia dilarang ikut campur.“Berapa lama lagi ayah akan mengintrogasinya?” Claudia menarik napas pelan, matanya melirik pada jam yang tertera di ponsel. Awalnya Claudia tidak sendirian karena Raga menemaninya bermain, tapi anak itu akhirnya tertidur setelah hampir satu jam, jadi Claudia memindahkannya ke kamar dan kembali ke ruang keluarga untuk menunggu Malven.“Tapi, kenapa lama sekali?” Claudia kembali mengeluh sembari menyandarkan tubuhnya di sofa, menatap lampu gantung yang malam ini terlihat lebih jauh.Claudia sebenarnya merasa lelah dan perutnya sedikit kram. Mengingat perjalanan panjang yang
“Raga, Kakak pulang!” Claudia berseru setelah memasuki ruang keluarga, membuat Raga dan Regan yang sedang menyusun puzzle besar, langsung menoleh bersamaan. “Iya, selama datang kembali, Kak.” Raga membalas sapaan Claudia sebelum kembali fokus pada mainannya.Claudia cemberut pada rendahnya antusias Raga. Apa anak itu tidak merindukannya?“Raga … Kakak bawa sesuatu lho,” ucap Claudia sembari mendekat dan menggoyangkan kresek putih di tangannya. Claudia sempat mampir ke mini market untuk membeli beberapa es krim dan camilan kesukaan Raga. Biasanya Raga akan sangat senang karena ia jarang diizinkan makan makanan instan seperti itu. Tapi … kenapa tidak ada reaksi berarti?Raga hanya menoleh sebentar dan mengatakan ‘oh ya’ sebelum kembali berusaha menyusun puzzle, sama sekali tidak menyadari wajah keruh Claudia. Wanita itu meletakkan barang bawaannya sebelum mendekati Raga dan langsung menusuk pipi anak itu menggunakan jari telunjuknya.“Apa ini … Raga mengabaikan Kakak?” Claudia mengelua
“Biar aku yang menghubungi Devan, kalian tinggal yakinkan anak nakal itu saja.” Adhamar berkata saat mengantarkan Claudia dan Malven ke halaman, keduanya akan meninggalkan kediaman Adhamar hari ini.“Tapi, kalau ayah masih tidak mau memberi restu bagaimana?” Claudia bertanya pelan, agak cemas.“Kenapa menanyakan hal yang sudah jelas? Tentu saja kalian tidak akan bisa menikah. Meski aku masih tidak menyukai anak nakal itu, bukan berarti aku tidak mendengarkan pendapatnya. Berusahalah lebih giat, tapi aku yakin dia akan segera merestui. Dia bukan orang yang keras kepala.”Claudia menghela napas panjang. Anak nakal yang disebut kakeknya adalah Regan, meski Claudia tidak mengerti kenapa Adhamar selalu menyebut menantunya seperti itu.“Kalau begitu kami permisi dulu, Tuan Adhamar.” Malven mengangguk hormat, membukakan pintu mobil dan membiarkan Claudia masuk lebih dulu.Setelah memeluk kakeknya, Claudia langsung memasuki mobil dan segera disusul oleh Malven. Hari ini mereka akan kembali ha
Setelah memberitahu pelayan tentang tujuan mereka, Claudia dan Malven menelusuri jalan setapak dengan pohon-pohon besar di sepanjang jalan. Seperti yang Claudia katakan, hutan ini sangat rimbun dan terlihat seperti hutan sungguhan yang tidak terbatas luasnya.Meski begitu, Malven bisa melihat beberapa ranting dan daun bergoyang secara tidak wajar. “Apa di hutan ini ada ‘penunggu’ juga?” tanyanya sembari menatap lembut Claudia.Claudia yang tidak pernah melepas genggamannya dari Malven, mendongak dan tersenyum lebar. Sekarang ia mengerti apa maksud dari kata ‘penunggu hutan’ yang pernah Malven dan Arfa bicarakan. Orang-orang yang dilatih dan bekerja di bawah Adhamar, bertugas untuk menjaga keamanan tempat ini dengan memperhatikan siapa pun tamu yang datang.Tapi, meski Claudia bukan tamu asing, sejak kecil ia memang sudah dijaga diam-diam. Ada kalanya Claudia tersesat saat mengeksplor hutan dan salah satu penjaganya akan berpura-pura tidak sengaja lewat lalu membawa Claudia kembali ke
Claudia memilih menunggu di ruang keluarga yang tidak jauh dari ruang kerja kakeknya, sedikit gugup dengan pembicaraan yang akan dilakukan Adhamar dan Malven. Bagaimana kalau kakeknya bersikeras tidak akan merestui seperti saat bersama Deon dulu?“Ah, harusnya aku tidak menurut begitu saja dan meninggalkan mereka.” Claudia bergumam sembari menggoyangkan kaki, tidak bisa menyembunyikan rasa cemasnya.“Minum tehnya dulu, Nona. Apa perlu saya bawakan camilan lain? Atau Nona ingin makan?”Pertanyaan pelayan yang menghampiri sambil membawa nampan berisi secangkir teh dan sepiring kukis, membuat Claudia menghela napas pendek. Benar, tidak ada yang akan berubah hanya karena ia bergumam sendirian di sini, jadi lebih baik mengisi perutnya dengan sesuatu yang hangat.“Terima kasih, tapi bisakah ganti tehnya dengan kopi? Aku ingin kopi hitam tanpa gula,” ucap Claudia saat menyadari bahwa perutnya mual mencium harum yang menguar dari teh. “Lalu, aku sedang tidak ingin kukis. Bawakan saja sesuatu
Sindiran tajam dan dengusan Adhamar membuat suasana ruangan itu hening. Tidak ada yang bisa membantah, baik Claudia maupun Malven tahu pasti apa yang Adhamar maksud.“Memang benar kalau saya jatuh cinta padanya, tapi saya tidak pernah mengatakan itu, dan dia pun sama. Kami saling mencintai, tapi tidak sempat menyatakan perasaan masing-masing. Saya sibuk dengan beberapa urusan, lalu Zheva yang kebetulan punya pekerjaan di sini dan mengkhawatirkan kondisi saya, datang dan membuat hubungan kami berakhir dengan kesalahpahaman.”Malven menghela napas pelan. “Dia pergi meninggalkan saya tanpa sepatah kata. Saya membuatnya menangis patah hati, karena kekurangan saya dalam berkomunikasi membuatnya berpikir jika Zheva adalah wanita yang akan dijodohkan dengan saya. Satu bulan lalu, saya kehilangan arah karena wanita itu menghilang tiba-tiba.”Claudia menatap penuh perhatian pada Malven, berharap waktu yang akan mereka habiskan ke depannya akan menghapus sedikit demi sedikit rasa sakit karena k
Claudia menarik napas panjang saat pria berusia tujuh puluhan itu mengangkat pandangan dari buku di tangan. Adhamar tentu saja mengernyit melihat kedatangan cucunya yang tiba-tiba, apalagi setelah melihat tangan Claudia yang melingkari lengan Malven.Adhamar meletakkan bukunya di meja dan berdiri, menghampiri dua orang yang masih mematung tanpa mengatakan apa-apa.“Ayo bicara di dalam.” Claudia dan Malven segera menunduk sopan saat Adhamar berjalan lebih dulu sebelum mengekor di belakang. Tidak ada yang bicara selama perjalanan melewati beberapa koridor, ruang keluarga dan anak tangga menuju ruang kerja Adhamar. Sudah menjadi aturan tak tertulis untuk membicarakan hal penting hanya di ruang kerja Adhamar, tempat di mana tidak ada seorang pun yang akan menguping. Setelah memasuki ruang kerja dan pintu tertutup, Claudia segera melepas lengan Malven dan berjalan menuju sofa yang telah diduduki kakeknya. Ini adalah hal yang harus Claudia lakukan sekarang, duduk di sisi kakeknya dan mem
Setelah perjalanan panjang yang cukup melelahkan, akhirnya Claudia dan Malven tiba di kediaman Adhamar. Gerbang besar terbuka perlahan, menampakkan halaman luas dengan arsitektur klasik yang mencerminkan wibawa pemiliknya.Bangunan besar dengan arsitektur klasik itu selalu berdiri anggun, dikelilingi tamanluas yang tertata rapi. Meski Claudia tidak asing dengan tempat ini, tapi perasaanya saat ini lebih tegang dan mendebarkan.Claudia melirik ke samping dan tersenyum melihat Malven yang duduk diam dengan wajah sedikit kaku, tentu saja pria itu juga sedang sangat tegang sekarang. Claudia bisa melihat jari-jari Malven saling tertaut erat di pangkuan, napasnya pun terdengar lebih berat dari biasanya. Claudia masihtersenyum saat meraih tangan Malven dan menggenggamnya erat.“Jangan terlalu tegang, Malven,” bisik Claudia lembut, mencoba menenangkan. “Kakekku tidak akan menelanmu, kok.”Malven menoleh ke arah Claudia dan mengernyit mellihat senyum jahil wanita itu. Tentu saja Adhamar tidak
Pria yang wajahnya nyaris tidak lagi bisa dikenali itu, Deon, semakin gemetar saat Malven berjalan mendekat. Malven memang menangkap dan menyerahkan Deon pada pihak berwajib, tapi tidak ada yang tahu jika yang akan ‘mengadili’ Deon adalah Malven sendiri. “Ugh! Ggh!”“Hm? Kau bilang apa? Coba katakana dengan jelas agar aku mengerti keinginanmu,” ucap Malven sembari berjalan menuju sebuah meja panjang, di atasnya terdapat banyak alat yang biasa Malven gunakan untuk bermain.Pria itu memilih sebuah belati kecil hari ini. Kemarin ia bermain menggunakan besi panjang yang dipanaskan, berpikir jika itu menyenangkan, tapi nyatanya tidak. Malven lebih suka jika ada warna merah yang menghiasi mainannya, itulah kenapa ia hanya sempat menggunakan besi panas itu satu kali. Alat itu membosankan.Malven melepas jas hitamnya, menukarnya dengan sebuah padding hitam panjang yang tersedia di gantungan. Pria itu tidak lupa menggulung lengan kemejanya, khawatir akan ada noda yang menempel seperti kemari