"Ayah, minum jusnya. Nenek bilang, Ayah suka jus. Aku sudah mengambilkannya untuk Ayah."
Hannah menyodorkan jus pada Dallen yang terlihat menahan diri agar tidak meledakan kemarahannya sekarang. Ketika ibunya mengatakan akan mengawasi semua yang ia lakukam pada Hannah, maka Dallen tahu itu tidak main-main, jadi ia akan lebih berhati-hati. "Maafkan saya, Pak Dallen. Saya tidak tahu kalau Hannah pergi mengambil jus." Elena pun langsung datang untuk meminta maaf. Elena sempat membungkuk pada Dallen, lalu mengambil gelas di tangan Hannah dan mengajaknya segera pergi dari hadapan Dallen. Tangan Hannah sudah cukup memar karena terbentur tadi. Elena tidak mau terjadi masalah yang lebih besar lagi, apalagi jika Hannah sampai terluka. "Berhenti di sana!" Namun, suara dingin Dallen seolah membekukan langkah Elena dan membuatnya seketika terdiam dengan tangan yang menggandeng tangan kecil Hannah. Elena pelan-pelan memutar badannya dan ketika berbalik, Dallen sudah ada tepat di depannya di depannya dalam jarak yang begitu dekat. "Aku perlu bicara dengannya." Dallen bicara dengan mata yang melirik Hannah. "Apa?" Elena terkejut sampai langsung menyembunyikan Hannah di belakangnya. Walau Elena ingin mendekatkan Dallen dan Hannah, tapi tangannya malah bergerak membawa Hannah menjauh dari Dallen ketika pria itu mencoba mendekati Hannah. Elena refleks melakukannya karena melihat tatapan Dallen yang sangat tidak bersahabat. "Tadi, aku mendengar kau sudah bicara dengan Ibuku, jadi kau pasti sudah tahu situasiku saat ini. Sebagai seorang pengasuh bukankah kau seharusnya membantuku dekat dengannya? Lalu, kenapa kau malah menjauhkannya dariku?" Dallen bicara sembari terus bergerak mendekati Hannah. "Tunggu sebentar!" Elena ingin mendorong Dallen menjauh, tapi ia malah menumpahkan jus di celana pria itu. Elena menjadi semakin panik karena bukan hanya Hannah yang membuat kesalahan, tapi juga dirinya. "Maafkan saya. Saya tidak sengaja." Elena melepaskan genggaman tangannya pada Hannah, lalu mengambil tisu untuk membersihkan minuman yamg ia tumpahkan di celana Dallen. "Sial! Kenapa kau sangat ..." kalimat Dallen tertahan karena kaget ketika Elena membersihkan noda itu. Elena begitu merasa bersalah sampai membuatnya tidak fokus melihat di mana tepatnya noda itu berada. Elena membersihkan noda itu dari paha Dallen, lalu akhirnya tersadar kalau noda itu juga mengenai bagian yang menutupi "adik" Dallen dan Elena baru saja menyentuhnya. Elena memutar badan Hannah agar dia menatap ke arah lain, lalu ia menatap Dallen dengan ekspresi yang begitu canggung. Dallen pun terlihat begitu terkejut sampai membuatnya tidak bisa mengatakan apa-apa. "Maafkan saya. Ini di luar kendali saya." Elena bicara dengan begitu canggung. "Apa katamu? Di luar kendali? Kau jelas sengaja melakukannya! Dasar gadis mesum." Dallen memilih untuk pergi karena merasa malu setelah apa yang baru saja terjadi. "Saya tidak bermaksud seperti itu. Pak Dallen, saya bukan ..." Elena ingin mengejar Dallen, tapi ingat pada Hannah yang harus ia urus. "Kakak, mesum itu apa?" Hannah menatap Elena dengan wajah penasarannya. Pertanyaan yang mengejutkan, pikir Elena. "Itu adalah ..." Elena bahkan tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya pada Hannah. "Ayo kita makan buah." Elena mencoba untuk mengalihkan perhatian Hannah. "Aku harus memberikan jus pada Ayah." "Kita akan memberikannya nanti. Ayo." Elena menggandeng tangan Hannah. "Lalu, apa itu mesum?" Hannah kembali bertanya karena rasa penasarannya belum terjawab. "Kakak punya dongeng baru. Apa kau mau mendengarnya? Ceritanya sangat menarik." Elena lagi-lagi mengalihkan perhatian Hannah, sebab ia tidak tahu bagaimana cara menjelaskan apa itu mesum pada anak kecil berusai 4 tahun.*** Setelah sampai di rumah sakit untuk menjenguk ibunya, Dallen langsung diberitahu semua detail segala hal yang telah ia lakukan pada Hannah hari ini. Jika ibunya sampai tahu sedetail itu, maka jelas ibunya mendengar semuanya dari Elena karena hanya wanita itu yang tahu semuanya. Dallen tidak menduga kalau Elena akan secepat ini menjadi mata-mata ibunya. Baiklah jika seperti ini cara main Elena, maka Dallen akan meladeninya. Namun, Dallen merasa harus berhati-hati dengan Elena di gadis mesum itu. Jika salah melangkah sedikit saja, maka Elena pasti akan mengadu pada ibunya. "Kau tahu? Ibu tidak mengharapkan itu darimu. Sudah ibu bilang, ibu akan mengawasi semua yang kau lakukan, tapi kau masih saja mengecewakan ibu. Apa kau ingin ibu menghentikan pengobatan ini?" Liana terdengar seperti sedang mengancam Dallen. "Aku minta maaf, Ibu. Aku tidak akan melakukannya lagi. Aku akan bersikap lebih baik pada Hannah. Ibu tidak akan menerima pengaduan lagi tentang perbuatanku, jadi tolong fokus pada pengobatan Ibu." Dallen tidak akan main-main dengan janjinya kali ini. "Dalam hidup, ibu, keinginan ibu hanya satu, yaitu melihatmu bisa menyayangi Hannah. Bisakah kau membiarkan ibu melihat keindahan itu sebelum ibu meninggal?" "Apa yang Ibu katakan? Ibu akan baik-baik saja dan kembali sehat. Aku tidak suka jika Ibu bicara seperti itu. Aku pasti akan melakukan apapun yang Ibu inginkan asal Ibu kembali sehat." Dallen tidak pernah menduga akan melakukan ini, tapi tidak ada hal lain yang bisa dilakukan. "Ibu akan mengingatnya dan semoga kau tidak mengecewakan ibu." Liana terlihat begitu berharap pada Dallen. "Sekarang, kau pulanglah. Kau harus menemani Hannah karena dia masih belum benar-benar sehat. Malam ini, kau bisa tidur dengannya, kan?" "Apa?" Dallen begitu terkejut karena merasa belum siap bergerak sejauh itu. "Kenapa? Apa kau tidak bisa melakukannya?" tanya Liana. "Aku akan melakukannya. Elena pasti akan melaporkannya pada Ibu." Dallen merasa begitu tertekan saat ini, tapi ia harus terlihat baik-baik saja dengan semua permintaan ibunya. "Baiklah. Pulanglah sekarang, lalu temani Hannah." "Ya, jaga diri Ibu baik-baik. Aku akan datang lagi besok." Dallen sempat menggenggam tangan ibunya selama beberapa saat, sebelum akhirnya pergi dari sana. Setelah Dallen benar-benar pergi, Liana langsung turun dari ranjang perawatannya untuk melakukan peregangan. "Menjadi pura-pura sakit itu melelahkan," ucap Liana seorang diri."Aktingmu sangat baik sebagai orang sakit." Liana seketika menoleh ke arah pintu setelah mendengar suara seorang pria. Liana pun tersenyum saat melihat Daniel, seorang dokter yang harus berbohong demi misinya. Liana tahu kalau perbuatan ini bertentangan dengan pekerjaan Daniel, tapi ini benar-benar perlu dilakukan. "Apa kau sudah lupa? Dulu, aku adalah pemeran utama saat pentas drama di sekolah kita," ucap Liana, lalu duduk di sofa yang ada di sana. Liana juga mengambil permen dari dalam tasnya untuk ia nikmati. "Apa kau mau permen?" Liana menawarkannya pada Daniel dan diterima dengan baik oleh pria itu. "Bagaimana perkembangannya? Apa ini berjalan baik?" tanya Daniel yang saat ini duduk di sebelah Liana. "Belum begitu baik, tapi aku harap ke depannya akan lebih baik. Maaf karena melibatkanmu dalam kebohongan ini. Kau adalah dokter dan pasti merasa sangat bersalah karena harus berbohong seperti ini." "Jika itu demi Hannah, maka aku akan melakukannya. Dallen harus menyadari kesala
"Tekanan darahnya sangat rendah dan itu membuatnya jatuh pingsan. Dia juga demam dan tolong cek suhu tubuhnya secara berkala. Selain itu, kau juga harus lebih memperhatikan asupan makanannya." Dokter menjelaskan kondisi Dallen pada Elena dan setelah itu pergi dari kediaman pria itu. Elena menghela napas lega karena Dallen ternyata masih hidup. Beruntung Liana pernah memberikannya nomor telepon dokter keluarga ini, jadi ia bisa menghubunginya. Elena pun lebih tenang kali ini, jadi ia bisa menghubungi dokter, bukannya panik berlebihan seperti saat Liana pingsan dan akhirnya tidak bisa menyelesaikan apapun. Saat ini, Dallen juga sudah sadarkan diri dan masih ada di ranjang dalam posisi setengah berbaring dan Hannah tidur di sebelahnya. Elena terlihat mendekat, lalu membungkukan badannya sebagai bentuk permintaan maafnya pada Dallen. "Tolong maafkan saya, Pak Dallen. Saya tidak bermaksud melakukannya," ucap Elena, masih dengan membungkukan badannya. Elena kini menegakan tubuh
"Pak Dallen, saya bukan Rosa." Sia-sia saja rasanya Elena mengatakan ini karena Dallen tidak juga bangun dan melepaskannya. Elena tahu siapa Rosa, yaitu mendiang istri Dallen dan ibu dari Hannah. Elena hanya tahu sampai di situ, tidak termasuk kisah Rosa dan penyebab dari semua kebencian Dallen pada Hannah. "Jangan tinggalkan aku lagi. Aku mohon." Dallen kembali bicara dalam tidurnya bahkan kini menangis. Elena berhenti berontak ketika mendengar isak tangis Dallen tepat di telinganya. Elena pikir, telinganya salah dengar, jadi ia mengangkat sedikit kepalanya untuk melihat Dallen. Saat ini, Elena bisa melihat Dallen menangis dan air mata mulai jatuh dari sudut matanya. "Pak Dallen ..." Elena mengusap air mata Dallen dan entah mimpi apa yang dia alami sampai membuatnya menangis seperti ini. "Jangan tinggalkan aku." Dallen kembali mengucapkan kalimat yang sama dan pelukannya menjadi semakin erat. Untuk beberapa saat, Elena hanya terdiam dalam posisi ini dan terus mempe
Suasana meja makan terasa berbeda hari ini, sebab untuk pertama kalinya, Dallen mau makan di meja yang sama dengan Hannah bahkan balita manis itu duduk tepat di sebelahnya. Namun, suasana tidak seceria layaknya kebersamaan ayah dan anak yang diharapkan, tapi Elena bisa memahami hal itu. Dallen mau satu meja dengan Hannah saja sudah menjadi sebuah kemajuan yang luar biasa. Dallen terlihat sangat tidak nyaman ketika harus duduk bersebelahan dengan Hannah, apalagi Hannah beberapa kali menyodorkan makanan bekasnya dan Elena tidak menghentikan hal itu. Elena hanya menatapnya dan terlihat jelas kalau dia akan mengadu jika ia kasar pada Hannah. Bukankah menjijikan memberikan makanan bekas gigitannya pada orang lain? Kenapa Elena membiarkan Hannah melakukan hal itu? "Kau makan sendiri saja, ya?" sekali lagi, Dallen harus menolak dengan halus, lalu menatap Elena dengan sedikit tajam. "Kenapa kau membiarkan Hannah melakukan ini? Apa kau tidak tahu kalau perbuatannya tidak sopan dan
"Kenapa kau melakukannya lagi?" Liana menatap Dallen dengan penuh kekecewaan. Liana telah menaruh harapan lebih pada putranya, tapi pada akhirnya ia dikecewakan lagi. "Apa maksud Ibu? Aku tidak mengerti," ucap Dallen. "Apa kau sungguh berpikir ibu tidak tahu apa-apa? Hannah ada karena dirimu, lalu kenapa kau selalu saja menyebutnya sebagai anak pembawa sial? Kau bahkan menyakitinya secara fisik juga. Jika kau tidak bisa bersikap layaknya seorang ayah, setidaknya bersikaplah sebagai seorang manusia." Dallen sempat menundukkan kepalanya setelah mendengar ucapan ibunya. Dallen sebenarnya cukup yakin kalau ibunya akan mengetahui hal itu entah dari siapa, tapi ia masih saja berharap ibunya tidak akan mengetahuinya. Dallen tidak ingin membuat ibunya kecewa lagi, tapi kalimat itu keluar begitu saja dari mulutnya, begitu juga dengan sikap kasarnya. "Maafkan aku." Dylan kembali bicara, lalu kembali mengangkat kepalanya untuk menatap sang ibu. "Kenapa kau meminta maaf pada ibu? K
"Kenapa mereka belum bangun? Hannah baik-baik saja, kan?" Elena yang saat ini berdiri di depan kamar Dallen tampak meremas tangannya karena ia merasa begitu khawatir, tapi masih ragu untuk menerobos masuk ke kamar Dallen. Elena tidak mau dipanggil mesum lagi. Sekarang sudah jam 8 pagi dan setahu Elena, Dallen biasanya sudah bangun bahkan sebelum jam 7 pagi, tapi kenapa sekarang berbeda? Apakah terjadi sesuatu? "Astaga, apa yang harus aku lakukan?" Elena lagi-lagi bergumam. "Kau di sini lagi? Kau rajin sekali menjenguk Pak Dallen." Ini adalah suara Mira yang sedang melakukan tugasnya untuk bersih-bersih, tapi menyempatkan dirinya untuk menyapa Elena. "Menjenguk apanya? Hannah tidur lagi dengannya, tapi kenapa sampai sekarang mereka belum bangun juga? Bukankah itu aneh?" Elena menoleh ke arah Mira. "Kau sepertinya terlambat bangun. Pak Dallen ada di ruang olahraganya bersama Hannah, makanya aku mau mengambil baju kotor di kamarnya." Mira langsung masuk bersama keranjan
"Apa kau punya utang, lalu kau membawa penagih utang itu datang ke rumahku dengan harapan mendapatkan perlindungan? Berani sekali kau melakukan itu!" Dallen terus menggerutu kesal sembari turun dari mobil setelah sampai di rumah. Elena ingin membalas ucapan Dallen untuk menjelaskan kalau ia tidak akan pernah membawa penagih utang ke rumah ini untuk alasan apapun, tapi Dallen tidak pernah memberikan kesempatan padanya untuk bicara. "Aku akan meminta Ibuku memecatmu jika sampai terjadi sesuatu di rumahku!" Dallen berulang kali mengatakan kalimat itu setiap kali Elena mencoba untuk bicara. Ketika sampai di depan teras rumahnya, Dallen melihat ada seorang pria dengan penampilan yang berantakan sedang berdiri di sana dengan wajah angkuhnya. Dallen menengok ke bawah dan melihat ada tiga pria dengan penampilan yang setipe sedang duduk dam langsung berdiri ketika pria yang berdiri tadi mulai mendekat ke arahnya. "Ravi ..." gumam Elena yang begitu terkejut karena Ravi yang bisa d
Elena merasa kalau hidupnya akan hancur hari ini di tangan Ravi. Tidak akan ada orang yang akan menolongnya, sebab orang-orang yang ia harapkan untuk peduli tidak sedikit pun peduli padanya. Elena berusaha keras mempertahankan kehormatannya dari pria berengsek seperti Ravi. Namun, ketika pertahanannya terlalu kuat, maka Ravi tanpa ragu langsung memberikan tamparan padanya, lalu menarik rambutnya ke belakang dengan begitu kuat. "Kau ternyata sangat menyebalkan, tapi tidak apa-apa, aku akan memaafkanmu kali ini karena pemberontakanmu membuatku semakin ingin bercinta denganmu," ucap Ravi yang terus berusaha melepaskan pakaian Elena. Sampai akhirnya, lengan kanan baju Elena sobek dan Ravi terus menarikmya sampai robekan itu membesar dan memperlihatkan pakaian dalam Elena. Elena menangis sejadi-jadinya dan terus berteriak meminta tolong. Elena berharap ada seseorang yang akan menolongnya walau itu terdengar mustahil sekali pun. Ketika baju Elena ingin dirobek kembali, pintu motel ter
"Sudah tahu kau memiliki alergi terhadap kacang, lalu kenapa kau masih makan kacang? Bagaimana jika kau mati saat bersamaku? Aku yang akan terkena masalah!" Elena yang saat ini masih terbaring di ranjang rumah sakit ingin mengatakan banyak hal untuk mrmbalas ucapan Dallen yang bisa-bisanya membahas tentang kematiannya saat ia masih hidup, tapi Elena merasa tenaganya belum benar-benar pulih untuk bisa berdebat dengan Dallen. "Maafkan saya. Saya tidak tahu kalau makanan tadi mengandung kacang. Selain itu, terima kasih sudah membawa saya ke rumah sakit." Pada akhirnya, hanya kalimat itu saja yang bisa Elena berikan pada Dallen. Elena tidak mengerti kenapa ia bisa seceroboh ini. Elena tidak bisa membayangkan akan seperti apa nasibnya jika tidak ada Dallen atau yang menolongnya. Namun, kini, Elena menjadi mengetahui kalau Dallen tidak sedingin yang terlihat. Dallen masih punya sisi kemanusiaan dalam dirinya. "Bagaimana dengan Hannah? Apa Anda sudah mendapatkan kabar terbaru?
"Apa yang dia lakukan? Dia minum saat anaknya hilang? Memangnya ini sebuah perayaan?" gumam Elena saat ia kembali setelah makan dan melihat Dallen yang sedang duduk dengan ditemani oleh beberapa botol soju. Dallen tampak tenang saat ini, padahal Elena berharap kalau Dallen akan panik karena anaknya hilang. Melihat Dallen yang tenang seperti ini membuat Elena membayangkan kalau ayahnya pasti tidak akan pernah menangisi kematiannya nanti. Elena tidak ingin orang lain sedih karena dirinya, tapi ia ingin melihat ayahnya sedih jika suatu saat kehilangannya dan menyesal karena telah mengabaikannya. "Apa aku bisa menyadarkan Dallen dari kesalahannya? Aku bahkan tidak bisa melakukan apa-apa pada hidupku sendiri." Elena menjadi hilang kepercayaan diri sekarang. Sebelumnya, Elena berpikir tidak apa-apa jika hidupnya tidak bisa berubah, tapi hidup Hannah harus berubah. Namun, bagaimana jika tidak ada yang berubah sama sekali? Bukankah manusia berubah dengan keinginannya sendiri? "B
"Apa maksud Anda hilang? Tolong jangan bercanda, Pak Dallen." Elena berharap kalau Dallen hanya sedang bermain-main saja. Dallen hanya diminta untuk menjaga seorang anak kecil dan anak itu adalah putrinya sendiri. Bagaimana bisa Dallen kehilangan Hannah? "Apa aku terlihat seperti sedang bercanda? Aku hanya meninggalkannya sebentar untuk menelepon seseorang dan dia sudah tidak ada saat aku kembali," ucap Dallen. Elena menatap tumpukan pasir dan beberapa mainan milik Hannah yang tadi ia gunakan, lalu melempar jus di tangannya dan setelahnya langsung mencari keberadaan Hannah di sekitar pantai. Jika Hannah tidak ditemukan, maka Elena meyakini kalau itu adalah kesalahannya karena berani meninggalkan Hannah dalam tanggungjawab Dallen. Sementara Dallen masih terdiam di tempatnya dengan raut wajah yang terlihat begitu panik. Dallen tidak menduga kalau keadaan akan menjadi seperti ini. Ia meninggalkan Hannah tidak sampai 15 menit, lalu bagaimana bisa anak kecil lenyap begitu s
"Kenapa penderitaan ini tidak berhenti padaku? Kenapa Hannah juga harus merasakannya?" Elena bicara dengan begitu pelan dan hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. Elena juga sampai menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan air matanya yang menetes setelah mendengar ucapan Hannah. Dallen terus menatap Hannah selama beberapa saat. Dallen tidak tahu apakah selama ini sikapnya selama ini tidak cukup untuk menggambarkan kebenciannya atau Hannah yang memang belum memahami sesuatu? "Ya, tentu saja ayah sayang padamu." Dallen bahkan tidak yakin dengan apa yang ia katakan saat ini. "Aku juga sayang Ayah!" Hannah tersenyum dengan begitu lebar seakan tidak pernah ada hal buruk yang terjadi padanya. Dallen hanya menatap Hannah kali ini. Pikiran Dallen melayang jauh membayangkan bagaimana jika Rosa masih ada bersamanya. Jika Rosa masih ada, maka Dallen yakin keluarganya akan menjadi keluarga yang bahagia, bukan keluarga yang hancur seperti ini. "Pak Dallen, Anda baik-baik saja?"
"Sebelumnya, Hannah sempat berkelahi dengan salah satu temannya. Saya mencaritahu penyebabnya dan itu terjadi setelah Hannah diejek karena hanya orang tuanya yang tidak hadir saat kami mengundang orang tua murid untuk menyaksikan anak-anak menyanyi pada hari anak." "Saya mengerti keadaan keluarga Anda, tapi tolong luangkan waktu untuk Hannah demi kebaikannya. Dari semua anak-anak, Hannah menjadi yang paling pendiam. Saya sudah menelepon Bu Liana terkait hal ini, tapi saya diminta untuk bicara dengan Anda." Ucapan wali kelas Hannah rasanya masih bergema di telinga Dallen bahkan setelah ia meninggalkan ruangan guru dan kini sedang menatap Hannah dari balik jendela kelasnya. Di rumah, Hannah tampak cerita, tapi sekarang, Dallen melihat Hannah duduk sendirian dengan mainannya di saat anak-anak lain sibuk bermain bersama. "Apa yang terjadi? Apa Hannah baik-baik saja selama di sekolah?" tanya Dave, tapi ia tidak mendapat jawaban dari Dallen. "Hannah kesepian," gumam Elena yang m
Setelah mencari keberadaan Hannah, Dave akhirnya menemukan Hannah yang sedang berada di ruangan khusus untuknya bermain. Di sana, Dave bisa mendengar Hannah bicara pada boneka beruang miliknya yang diberi nama Nini. Hannah bercerita kalau semalam ia tidur dengan ayahnya dan memeluknya dengan erat. Dave bisa melihat kebahagiaan di wajah Hannah saat bercerita dan air matanya jatuh begitu saja saat mendengar cerita Hannah. Anak seusia Hannah biasanya akan sangat senang ketika diberikan mainan baru, tapi Hannah bisa begitu senang hanya karena mendapatkan pelukan dari ayahnya. "Hannah," panggil Dave dengan begitu lembut. "Paman!" Hannah tampak begitu bersemangat dan langsung berlari ke arah Dave untuk memeluknya dengan begitu erat. "Kenapa Paman ada di sini?" tanya Hannah yang sekarang sudah tidak lagi memeluk pamannya. "Paman merindukanmu. Hari ini, paman yang akan mengantarmu ke sekolah," jawab Dave. "Aku tidak mau pergi dengan Paman. Aku ingin pergi dengan Ayah." Hanna
"Terima kasih karena Anda sudah mau menidurkan Hannah." Elena cukup yakin bahwa rasanya ia tidak perlu berterima kasih pada sosok ayah karena telah mau bersama putrinya, sebab memang sudah sepantasnya seorang ayah melakukan hal itu. Namun, Dallen adalah pengecualian. "Jika aku tidak mau, maka kau pasti akan mengadu pada Ibuku, 'kan?" balas Dallen yang saat ini berusaha menidurkan Hannah di ranjangnya. "Saya juga perlu melakukan tugas saya." Dallen melirik Elena dengan tajam. Dallen perhatikan, Elena sudah semakin berani sekarang, padahal Elena belum lama di sini. Sudahlah, Dallen ingin segera menidurkan Hannah, lalu kembali ke kamarnya untuk beristirahat. "Ayah harus tetap di sini." Namun, Hannah malah kembali terbangun setelah dibaringkan di ranjang dan ia memeluk leher Dallen dengan begitu erat. "Kakak juga," ucapnya lagi sembari menatap Elena dengan tatapan yang begitu memohon. Dallen kesal dan ingin berkata bahwa semua ini membuatnya muak, tapi ia harus menahan d
"Kau yang memikirkan apa? Apa kau pikir aku menginginkan tubuhmu? Kau memang gadis mesum!" Dallen berteriak pada Elena yang bisa-bisanya bersikap seolah ia sedang berhadapan dengan seorang pria mesum. "Lalu, kenapa Anda menatap tubuh saya?" tanya Elena yang sampai saat ini masih memeluk dirinya sendiri. Dallen menghela napas, kemudian mendekat pada Elena dan menyingkirkan tangan Elena yang menutupi bajunya. "Kau memakai pakaian palsu," ucap Dallen setelahnya dan membuat mata Elena seketika membulat. "Apa?" Elena terkejut karena sempat mengira kalau Dallen menginginkan tubuhnya, tapi ternyaya Dallen fokus pada pakaiannya. Elena sedikit menunduk untuk menatap gaun selutut dengan motif floral yang sedang ia gunakan, kemudian kembali menatap Dallen. "Tidak mungkin ini palsu. Saya membelinya dari mantan sahabat saya. Walau dia merebut pacar saya, tapi dia tidak mungkin menipu saya." Elena membeli gaun ini dengan menggunakan uang yang telah ia tabung dengan sepenuh hatinya dan ak
Elena merasa kalau hidupnya akan hancur hari ini di tangan Ravi. Tidak akan ada orang yang akan menolongnya, sebab orang-orang yang ia harapkan untuk peduli tidak sedikit pun peduli padanya. Elena berusaha keras mempertahankan kehormatannya dari pria berengsek seperti Ravi. Namun, ketika pertahanannya terlalu kuat, maka Ravi tanpa ragu langsung memberikan tamparan padanya, lalu menarik rambutnya ke belakang dengan begitu kuat. "Kau ternyata sangat menyebalkan, tapi tidak apa-apa, aku akan memaafkanmu kali ini karena pemberontakanmu membuatku semakin ingin bercinta denganmu," ucap Ravi yang terus berusaha melepaskan pakaian Elena. Sampai akhirnya, lengan kanan baju Elena sobek dan Ravi terus menarikmya sampai robekan itu membesar dan memperlihatkan pakaian dalam Elena. Elena menangis sejadi-jadinya dan terus berteriak meminta tolong. Elena berharap ada seseorang yang akan menolongnya walau itu terdengar mustahil sekali pun. Ketika baju Elena ingin dirobek kembali, pintu motel ter