"Daniel boleh aku bicara dengan mu, sebentar?" tanya Sarah sedikit malu-malu.
Malvin mengerti aura ini, ia hanya bisa tersenyum.
~🥀~
"Aku tidak setuju jika kau bersama dengan Daniel," ucap Malvin pada Sarah, Sarah hanya diam melihat Malvin tidak percaya.
"Berikan aku alasannya?" tanya Sarah.
"Lupakan saja dia." lanjut Malvin, meninggalkan kamar Vinka, meninggalkan Sarah.
Sarah terdiam, ia lanjut memandikan Vinka yang masih tertidur, sebenarnya ia sudah tau alasannya, namun ia tidak mau mencari masalah pada Malvin. Matanya mulai berkaca-kaca dan akhirnya tidak terbendung lagi, tepat mengenai lengan Vinka, dengan cepat, ia mengelap air matanya tersebut.
~🥀~
Sarah mendekati Malvin yang sedang menikmati rokoknya.
"Aku dan Daniel sebenarnya sudah saling mengenal lama." ucap Sarah, mendengar itu Malvin mematikan rokoknya dan menghela napas panjang.
"Tidak ada jodoh untuk seorang mafia." ucap Malvin, melihat Sarah lekat-lekat, membuat Sarah sedikit takut.
"Kenapa kau tidak memberi kesempatan kepada mereka yang jatuh cinta?" tanya Sarah berharap mendapatkan jawaban yang memuaskan.
"Itu yang aku takutkan, jika mereka mendapat masalah, maka para wanita itu akan mendapatkan masalah yang sama, dan aku tidak mau itu sampai terjadi."
Malvin meninggalkan Sarah yang masih duduk di teras rumah, meremas kuat penyangga kursi yang ada di kursi ditemani gelapnya malam.
~🥀~
Malam ini Malvin lagi-lagi tidak bisa tidur, ia begitu gelisah, mencari posisi tidur yang nyaman.
"Aaiissh!!"
Tok! Tok!
"Siapa malam-malam begini?" Malvin bergegas membukakan pintu, dilihatnya seorang wanita memakai piyama model Bathrobes, membelakangi Malvin.
"Ada perlu apa Nyonya?" tanya Malvin.
Wanita itu menoleh, melipat kedua tangannya, melihat Malvin dengan penuh amarah.
"Lancang sekali kau! tidak seharusnya kau ikut campur dalam urusan saya!" ucap Monica sangat marah.
Malvin membukakan pintu kamarnya lebar-lebar.
"Masuklah, kita bicarakan ini di dalam, jika di luar ada yang mendengar, itu sangat gawat." Senyum Malvin terlukis menantang. Dengan terpaksa, Monica melangkah masuk ke dalam kamar Malvin, dengan perasaan jijik melihat keadaan kamar Malvin.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan kamar Malvin.
"Ada apa Nyonya? sepertinya anda tidak terbiasa dengan ruangan kecil?" tanya Malvin.
"Berisik! tidak perlu mengalihkan pembicaraan! sekarang beritahu saya, siapa yang menugaskan mu di sini!?"
Malvin melihat Monica dengan serius, membuat ibu dua anak itu terlihat canggung, ia menolah kearah lain, untuk tidak menunjukkan tanda-tanda kecanggungan di wajahnya, ia mulai mekipas - kipaskan wajah dengan tangannya yang lentik.
"Apa kau tidak menyalakan AC!?" ucap Monica kesal.
Malvin tersenyum, ia menarik kursi Monica membuat wanita itu panik dibuat main. Malvin mulai meniup pelan wajah Monica, membuat wanita itu memejamkan matanya.
Monica mulai sadar, dengan kasar, ia mendorong tubuh Malvin yang berisi itu.
"Kurang ajar!" Monica pergi keluar dari kamar Malvin dengan mulut komat-kamit entah apa yang ia ucapkan.
Malvin hanya tersenyum, dan menarik napas panjang.
"Huh...panas ya." ucapnya pada diri sendiri.
~🥀~
"Selamat pagi Nyonya." sapa seorang pelayan pada Monica. Monica tidak membalas sapaan tersebut.
Monica berjalan menuju dapur, entah apa yang terjadi pada wanita itu, karena dari awal di rumah ini, ia tidak pernah mampir ke dapur. Sesampai di sana, ia mencari seseorang, dan akhirnya menemukan orang tersebut.
"Malvin! ikut saya ke ruang kerja saya."
Malvin yang sedang mencuci piring menoleh, begitu juga seluruh koki dan pelayanan. Sarah yang baru sampai di dapur pun melihat Malvin, memberikan isyarat "ada apa?" , Malvin membalas isyarat tersebut "tidak tau." dan ia melambaikan jari-jarinya di tambah senyuman meledek semua penghuni dapur, mereka melihat dengan binggung.
"Apa yang terjadi?"
"Tidak tau."
"Apa Nyonya Monica dan Malvin ada hubungan gelap?"
"Mungkin, apalagi Malvin kan lumayan."
"Gak mungkin, Nyonya Monica, kan pilih-pilih."
Sarah mulai dibuat penasaran, ia pun meninggalkan dapur dan mencari Malvin.
~🥀~
Malvin memasukkan kedua tangannya kedalam saku celemek yang masih ia pakai. Ia melihat Monica yang sibuk mencari sesuatu di dalam laci meja, saat ia menemukan, ia melemparnya di atas meja.
"Pergi dari rumah ini." ucapnya.
Malvin melihat Monica dengan senyuman khasnya, yang membuat Monica takut.
"Saya tidak akan pernah pergi, karena tugas saya belum selesai." ucap Malvin memakai suara aslinya.
Mata Monica terbuka lebar, tidak percaya, baru kali ini ia mendengar suara asli Malvin yang begitu berat dan dewasa, Monica menelan ludah. Malvin berjalan menghampiri Monica, ia memegang rambut panjang wanita itu, mencoba menghirup aroma parfum bunga Lily yang dipakai Monica. Monica menunggu, ia pun memejamkan matanya, namun Malvin tidak melanjutkan tindakannya, ia memilih pergi meninggalkan Monica.
Monica membuka matanya perlahan, ia merasa dirinya di permalukan.
AAAKKGGHH!!
Monica melempar seluruh uang yang ada di atas meja.
~🥀~
"Apa yang kau lakukan dengan Nyonya Monica?" tanya Sarah pada Malvin yang baru saja membuka mulutnya lebar-lebar untuk memakan rotinya, ia pun mengurungkan niatnya untuk memakan roti tersebut dan melihat Sarah.
"Kenapa? kau cemburu?" tanya Malvin menggoda Sarah.
"Untuk apa aku cemburu, gak guna!" balas Sarah kesal, pergi meninggalkan Malvin.
Malvin pun melanjutkan sarapan paginya, ia makan roti tersebut dan menahan tawanya.
~🥀~
"Nyonya mu menyuruhku untuk meninggalkan tempat ini." ucap Malvin.
Sarah yang sibuk mengelap tangan Vinka, terhenti, ia lihat Malvin.
"Lalu, kau bagaimana?" tanya Sarah.
Malvin mengeleng "aku menolak, tugasku belum selesai."
"Kau serius ingin membunuh Vinka?" tanya Sarah tidak percaya.
"Ya, sampai dia tau siapa yang menyuruh ku." ucap
Malvin.
"Tunggu Malvin, aku mohon jangan lakukan itu." Sarah mencoba mencegah.
"Ada apa Sarah, sepertinya kau takut sekali?" tanya Malvin, sebenarnya Malvin sudah tau apa alasannya, ya tentu saja Daniel, pria yang Sarah cintai, jika Malvin mendapat hukuman, tentu saja anak buahnya akan ikut dihukum mati.
"Kau tenang saja, aku pastikan, hanya aku yang akan dihukum." ucap Malvin.
Malvin melangkah pergi. Sarah membelai rambut panjang Vinka, ia menyayangi Vinka dan dirinya mencintai Daniel.
"Vinka?"
Sarah tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Vinka telah terbangun dari tidurnya, Vinka memegang kepalanya yang terasa pusing.
"Sarah, apa yang terjadi?" tanya Vinka.
"Nona, anda sakit demam selama 2 hari, apa sekarang anda baik-baik saja?" tanya Sarah, mencoba mengecek suhu kening Vinka.
"Aku baik-baik saja Sarah, terima kasih sudah menjagaku. Selama aku tertidur, apakah ada yang terjadi?"
"Iya."
Sarah menceritakan semua kejadian, selama Vinka tidak sadarkan diri, kecuali tentang Malvin, karena itu belum saatnya untuk di ceritakan.
Vinka tersenyum "Terima kasih Sarah."
~🥀~
Adellia melempar majalah yang dibaca.
"Adell, apa yang kau lakukan?!" Tanya Monica.
"Aku bosan, aku bosan terus terkurung di dalam rumah ini!"
Monica tidak mempedulikan semua ocehan Adellia, ia tetap sibuk dengan majalahnya.
"Bagaimana kalau besok kita berwisata?" tanya seorang wanita.
Adellia dan Monica menoleh, dan tidak percaya dengan apa yang mereka lihat, wanita itu tersenyum.
"Bagaimana kalau besok kita berwisata?" tanya seorang wanita.Adellia dan Monica menoleh, dan tidak percaya dengan apa yang mereka lihat, wanita itu tersenyum.Melihat itu mereka semua tersentak kaget, tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Ada rasa kepanikan di dalam hati mereka, namun tidak menunjukkannya."Vinka? kau sudah sadar?" tanya Monica."Iya Tante, ini semua berkat Sarah yang selalu menjagaku, dan Malvin yang sudah mencarikan obat penawarnya."Monica tersenyum masam, mengetahui nama-nama yang tidak bisa di pihaknya, sepertinya ia mendapatkan ide busuk untuk menyingkirkan pewaris keluarga Panduwinata itu."Tentu, mau wisata ke mana kita?" tanya Monica.Vinka tersenyum "bagaimana kalau Tante yang memikirkan tempatnya." ucap Vinka, ia berjalan menaiki tangga dibantu Sarah.~🥀~Malvin yang baru saja mencuci mobilnya, berjalan menenteng ember yang berisi peralatan mencuci mobil, bi
Selesai melayani Vinka, Sarah membawanya ke meja makan."Selamat pagi Vinka." sapa Monica.Tiba-tiba bulu kuduk Sarah berdiri "ada apa dengan nenek lampir ini? tidak biasanya dia menyapa." bisik Sarah pada Vinka, Vinka hanya mencubit pinggang Sarah pelan "Maaf Nona." Ia pun menarik kursi untuk Vinka."Terima kasih Sarah." ucap Vinka."Selamat pagi Tante." sapa Vinka memberikan senyuman manisnya.Senyuman itu membuat Monica semakin membenci keponakannya ini."Sarah kau boleh sarapan,nanti kau pun ikut menemani Nona Vinka, bukan?" tanya Monica."Ya Sarah pergilah sarapan, kalian semua juga ya." ucap Vinka pada seluruh pelayan.Terima kasih Nona....ucap para pelayan kompak.Seluruh pelayan pun berjalan menuju dapur, begitu pun Sarah, namun langkah Sarah tidak begitu lancar, karena ia mengkhawatirkan Nona Vinka.~🥀~"Wah, tidak biasanya ya Nyonya Monic
BRAK!Mereka membanting pintu bersamaan. Memandang luas sebuah Villa yang tidak jauh besar dengan rumah milik keluarga Panduwinata."Astaga Vinka!!" teriak seseorang berlari mendekat memeluk Vinka.Monica kaget bukan main, ternyata Victoria adik kandung Tuan Panduwinata ada di Villa."Halo Monica, lama tidak bertemu, ya ampun ini si kembar itu ya? mereka tumbuh dengan cepat ya, bagaimana sekolah kalian?" tanya Victoria membuat kedua remaja itu mulai bosan."Kau sendiri di sini?" tanya Monica."Tidak, aku bersama dengan James tapi dia ada keperluan mendadak di kantor, huh...di sini dingin ayo kita masuk." ajak Victoria.Mereka pun mengikuti Victoria dari belakang."Sial."...~🥀~..."Dingin sekali di sini, seandainya Sarah ada di dekatku.""Jangan berpikir
"PEMBUNUH!!" "Malvin!" panggil Daniel memecah lamunan Malvin. "Kau tidak apa-apa?" tanya Daniel. Malvin memijat keningnya yang terasa pusing. "Aku tidak apa-apa, lebih baik kau dirikan tenda untuk istirahat." "Baiklah." Daniel membuka bagasi mobil, mengambil kantung besar dari bagasi tersebut. "Malvin bisa kau bantu aku?!!" teriak Daniel. Sepertinya Malvin tidak mempedulikannya, Daniel menghela napas dan meneruskan pekerjaannya menyusun tenda. Malvin mulai ingat kembali, saat dirinya menerima perjanjian pada Tuan Panduwinata. ...=========FLASHBACK=========... "Tuan ada tamu untuk anda." Tanpa menunggu persetujuan dari Tuannya, wanita itu mempersilakan masuk, seorang pria paruh baya masuk ke dalam kantor yang dipanggil T
Hhuuaamm!! Daniel menguap dengan mulut terbuka lebar. Malvin menoleh, melihat Daniel. "Maaf." "Untung saja tidak ada lalat yang masuk!" ucap Malvin tegas. AAAKKGGHH!!! Malvin dan Daniel menoleh ke sumber suara. "Vinka!" "Itu suara si wanita buta, kan?" tanya Daniel. Malvin mulai berlari menuju sumber suara. "Malvin tunggu aku!" teriak Daniel mengejar Malvin. Jalan bergelombang, banyak bebatuan membuat Daniel begitu sulit mengejar Malvin. "Astaga anak itu makan apa sih?" ucap Malvin mulai capek. Ia pun memutuskan untuk duduk beristirahat di sebuah batu besar. "Aku akan menyusul." ucapnya lemas. Namun sepertinya Malvin sudah hilang dari pandangannya. "Hah! masa bodo, gua capek!" ~🥀~
Huk! Huk! Malvin terbatuk-batuk, berusaha mengeluarkan sisa-sisa air sungai yang masuk ke dalam mulutnya. Dengan penuh kekuatan, di lihatnya Vinka yang masih tidak sadarkan diri dibawah tubuhnya, pria itu mencoba membopong tubuh Vinka yang kurus, ini tidak begitu sulit untuknya, karena wanita itu seringan kapas, apalagi Malvin sering diam-diam berolahraga. Dengan hati-hati, Malvin mencoba menekan bagian tengah dada yang sejajar dengan puting dengan telapak tangannya. Vinka mulai terbatuk-batuk, sadarkan diri. "Malvin?" pangilnya lemas. "Ya, Nona?" jawab Malvin memakai kembali suara khas remajanya, karena belum saatnya Vinka mengetahui siapa dirinya. Dengan hati-hati Malvin membantu Vinka untuk duduk. "Sudah lebih baik?" tanya Malvin. Vinka mengangguk, Malvin membantu Vinka untuk berdiri. "Ngh." rintih
Malam mulai datang, hujan semakin deras, seorang pria duduk di depan perapian sederhana yang terbuat dari batu bata, sebenarnya ini bukan perapian ini lebih mirip kompor tradisional yang terbuat tumpukan batu. "Bagaimana airnya?" tanya seorang wanita. "Sepertinya sudah." balas Malvin memberikan ruang untuk wanita itu mengambil air yang sedari tadi dimasak. Air masak itu untuk memandikan Vinka, mungkin demamnya belum membaik, bahkan Malvin bisa mendengar Vinka mengigau memanggil seseorang untuk tidak meninggalkan dirinya. "Terima kasih Nyonya, anda mau menampung kami yang asing ini." ucap Malvin. "Panggil saja aku bibi, Nyonya itu hanya untuk orang kalangan berada." balas bibi. "Sudah berapa lama kalian tinggal di sini?" tanya Malvin penasaran. "Setelah menikah kami memutuskan untuk tinggal di sini, tanah ini harus ditempati, kalau tidak mereka akan mengambil dan mengaku-ngaku ini milik mereka." "Siapa?" tanya Malvin. "Kamu tidak tau, itu loh, Tuan James dan saudaranya Hans, mer
"Sepertinya mau mendung lagi." ucap Bibi. Malvin melihat keatas mengikuti Bibi. "Malvin, seperti apa langit mendung?" tanya Vinka. "Gelap seperti yang kau lihat sekarang." ucap Malvin. Vinka mengerti, itu artinya mendung seperti dirinya yang buta "itu artinya setiap hari cuaca ku mendung?" tanya Vinka kembali. Malvin melihat Vinka "benarkah? apa yang kau rasakan sekarang?" tanya Malvin. "Aku senang, karena di mendung ku, ada Malvin." ucap Vinka membuat Malvin malu dibuatnya. Bibi menepuk pundak Malvin, tanda memberi semangat, ia pun tersenyum. ~🥀~ "Kenapa kau tidak bisa menjaganya!?" teriak Hans pada Victoria, wanita itu hanya bisa menangis saat kakak tirinya berteriak padanya. "Aku akan melaporkan suami mu, sekarang juga!" Mendengar itu Victoria sangat takut, ia memegang kaki Hans dengan erat, membuat pria itu tidak bisa melangkah dengan bebas. Bagaimana tidak kesal, Hans sedang mengurus perusahaan di luar kota, ia sebenarnya berani berlama-lama mengurus perusahaan, karena
"Siapa? siapa orang yang harus dirahasiakan padaku?" tanya Vinka pada dirinya. Merasa langkah kaki orang itu sudah merasa menjauh, barulah Vinka keluar dari ruangan tersebut dan mencoba menemui Hans. "Paman." panggil Vinka. Hans yang sibuk dengan pekerjaannya melihat kearah pintu dan tersenyum saat mengetahui siapa yang berkunjung. Vinka mendekati Hans dan duduk di kursi khusus tamu. "Vinka, tumben." ucap Hans. Sudah lama Vinka tidak mengunjungi ruangan ini, semenjak ayah dan ibunya terbunuh di ruangan ini, bahkan Vinka masih ingat, suara pistol itu dan suara si pembunuh. "Aku ingin sekali membalas dendam pada mereka." ucap Vinka, membuat Hans terdiam. Kebencian Vinka belum hilang, justru ia semakin ingin membalas dendam atas kematian orang tuanya. Itu yang ditakutkan Sarah dan Malvin. Sebaik dan seberapa mereka menolong, tetap saja Vinka akan terus menaruh rasa dendam dalam hatinya. "Kau belum menerimanya?" tanya Hans. "Tidak, tidak akan pernah, sebelum aku melihatnya mati di
Sarah berlari untuk menemui Vinka di kamar. "Nona memanggil saya?" tanya Sarah. "Sarah apa kau tau di mana Malvin tinggal?" tanya Vinka. Sarah terdiam mencari alasan agar Vinka tidak menemui Malvin. "Sarah, kenapa?" tanya Vinka. "Nona maafkan saya, saya tidak bisa memberitahu pada anda, karena Malvin sendiri yang menyuruh saya untuk tidak memberitahu, sekali lagi maafkan saya." ucap Sarah mencoba menutupi kebenaran tentang Malvin pada Vinka. Ya, kemarin malam Malvin sendiri yang memberitahu padanya, untuk tidak memberitahu keberadaannya bagaimana caranya. Vinka terdiam menatap ke arah Sarah dengan tatapan serius, Sarah bisa melihat jelas mata majikannya itu mulai berkaca-kaca seperti menahan air matanya. "Baiklah kalau begitu, kau boleh keluar, aku ingin sendirian saja." Vinka mencoba berdiri dari duduknya, berjalan pelan menuju ranjang. "Nona Vinka, maafkan saya." ucap Sarah berjalan keluar kamar Vinka. "Jangan lupa kau tutup pintunya." pintah Vinka."Baik Nona." Sarah menurut
"Paman." panggil seorang wanita. Hans menoleh "Iya Vinka?" tanya Hans. Ponakannya itu mendekat dan duduk di samping Hans. "Apa paman rindu ayah?" tanya Vinka. Pertanyaan Vinka membuat Hans sedikit sakit "maafkan aku, saat itu seharusnya aku tidak pergi untuk bertugas, seharusnya aku tetap di rumah mengikuti kemanapun ia melangkah." jelas Hans. "Jika benar ini semua rencana paman James, apa yang harus aku lakukan?" tanya Vinka. "Apa paman tau siapa yang bekerjasama dengan paman James?" tanya Vinka lagi. Hans hanya diam, ia mencoba untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan oleh ponakannya itu. Sebenarnya ia bisa saja memberitahu, tapi dilain pihak orang itu sudah menolong Vinka. "Vinka ini sudah malam, kita bicarakan besok pagi saja, ayo." ajak Hans berjalan meninggalkan Vinka sendiri. Vinka merasa kecewa dengan pamannya itu, bagaimana ia ingin percaya sepenuhnya pada keluarganya, jika setiap pertanyaan harus menunggu jawaban yang begitu lama. "Siapa pun dia, aku h
Monica meletakkan satu piring di atas meja. Seluruh pelayan diam-diam berbisik membicarakan tentangnya, sebenarnya mereka bertanya-tanya, ada apa dengan majikan mereka yang satu ini, tapi sepertinya mereka tidak berhak untuk menggoda kesenangannya itu."Wow, mam, kamu yang buat ini semua?" tanya Adellia.Monica menganggukkan kepala dengan senyum yang terlukis di wajahnya, itu membuat Adellia dan Aldo takut, mereka tidak pernah melihat ibunya sesenang ini, walaupun ayah mereka akan pulang dari luar kota."Tentu saja ini untuk kemenangan mami." jawab Monica senang."Kemenangan? kemenangan apa ?" tanya kedua anak Monica.Ting! Tong!"Itu pasti ayah kalian." Monica berjalan menuju ruangan depan, mencoba membukakan pintu untuk suaminya yang baru pulang menyelamatkan Vinka.Saat pintu sudah terbuka, senyum Monica menghilang saat ia melihat soso
Jessie mencoba melepas ikatan pada kaki dan tangan menggunakan serpihan kaca yang ia ambil dari saku gaun. Percuma saja ia sudah berhati-hati agar kaca itu tidak melukainya, tapi ekspetasi tidak sesuai dengan realita yang ia dapatkan, jari tengah tergores, saat ia berusaha mengeluarkan serpihan kaca tersebut, mungkin bagian pinggang di mana ia menyimpan serpihan kaca itu, sudah tergores juga, walaupun tidak separah jari tengahnya.Jessie berusaha memotong tali tambang itu, ini membuat lehernya terasa sakit."Aaiissh... menyebalkan sekali, bagaimana mereka bisa melakukan hal ini, aku jadi semakin tertarik dengan para mafia itu." Jessie terus mengoceh yang tidak jelas, itu cara agar dirinya tidak terlihat panik saat menghadapi situasi seperti saat ini."Lepaskan!!"Jessie mendengar suara seorang wanita dan pintu terbuka, dengan cepat, Jessie berpura-pura kembali seperti tahanan.
Jessie ikut bergabung dengan para tamu, sepertinya ia sudah terlatih untuk menjadi Nyonya besar, dengan tubuhnya yang ramping dan seksi, membuat seluruh mata pria tertuju padanya. Hans mendekat pada Malvin. "Drama wanita itu luar biasa." Bisik nya. Malvin menyeringai "dia seperti Monica, bukan?" Membalikkan fakta, membuat Hans malu, ia pun berjalan memilih jalannya sendiri. Malvin memencet tombol pada jasnya, begitu pula dengan Jessie dan Hans, alat tersebut adalah alat komunikasi mereka. Malvin mendekat pada seorang wanita, ia memberikan senyuman pada wanita tersebut. "Sudah berapa lama mengikuti acara seperti ini?" Tanya Malvin dengan suara aslinya. "Sudah 10 tahun aku menghadiri acara seperti ini." Ucap wanita tersebut meminum minumannya. "Aku baru, bisakah kau memberitahu apa yang akan terjadi?" Tanya Malvi
"Berapa banyak topeng yang anda pakai!!""SARAH!!" teriak Malvin.Semua terdiam, hening seketika, Kevin menyuruh Jessie dan Zico untuk pergi ke ruangan lain, mereka pun menurut, tanpa banyak bicara."Tuan Hans tidak tau apa-apa, awalnya Vinka bersama ku, tapi seseorang menculiknya, dan aku minta maaf pada mu.""Lalu sekarang dia di mana!?""Ya, aku sedang berusaha, jadi aku mohon diam lah, kita susun rencana, jadi tolong mengertilah."Sarah berjalan menuju kursi dan duduk." Baiklah, itu urusan mu, aku hanya ingin Vinka selamat, itu saja.""Sarah..." ucapan Daniel di hentikan Malvin.Malvin pun berjalan menuju ruangannya, di lihatnya Jessie dan Zico."Zico." panggil Malvin, ia mengerti arti itu, ia pun keluar dari ruangan tersebut, remaja itu pun segera memanggil Kevin dan Dan
Tuttt....Tuuttt.... "Bagaimana?" tanya Hans pada Malvin yang sibuk menelepon ke markasnya memakai telepon umum. Malvin mengeleng, itu membuat Hans gusar, sekarang mereka tidak tau terdampar di mana. Malvin melihat seorang wanita tua yang berjalan dengan tongkatnya, ia pun mendekati wanita tua tersebut. "Dasar, masih sempat-sempatnya dia ingin merayu nenek-nenek!" ucap Hans kesal, ia pun menyusul. Entah apa yang Malvin katanya pada wanita tua itu, yang jelas Hans tidak mengerti bahasa mereka, di akhir pembicaraan, Malvin menundukkan kepala, wanita tua itu pun berjalan menjauh. "Kenapa?" tanya Malvin. "Kau ini Mafia apa guru bahasa asing?" tanya Hans. Malvin tidak menjawab, ia berjalan meninggalkan Hans sendiri. "Hai! saya bicara pada mu!" teriak Hans mengikuti Malvin. Mereka berja
Kevin dan Zico melihat Daniel dengan serius. "Jadi kau belum menemukan Tuan Mafioso?" tanya Kevin. "Ya, aku harap Malvin baik-baik saja." Tiba-tiba terdengar suara ponsel berdering, Daniel yang lain merasa tidak memiliki ponsel, ia pun mengecek tas Malvin, benar saja, sebuah panggilan atas nama "Hans", Daniel kenal orang ini, ia pun mengangkat teleponnya, tanpa berbicara, namun si penelepon pun tidak berbicara. Tak! Daniel dan yang lain tersentak kaget, mereka seperti mendengar sebuah benda keras membentur sesuatu, dengan cepat Daniel mematikan panggilan tersebut. "Sialan!" "Ada apa kak?" tanya Zico. ~🥀~ Malvin membantu Vinka untuk keluar dari taksi, dengan hati-hati wanita buta itu melangkah keluar. Tempat ini begitu asing untuknya, karena telinganya terus mendengar suara bising kota, entah berapa lama ia terkurung di rumah besar itu, sesekali dirinya kaget memeluk Malvin karena suara yang tiba-tiba muncul begitu keras. Malvin bisa saja berhenti tepat di Bar tempat markasnya