Pagi-pagi sekali Bara sudah membuka mata, ia segera turun dari ranjang, lalu berlari ke kamar mandi.
Bara berusaha mengeluarkan isi perutnya. Namun, karena belum terisi apa-apa membuat ia tersiksa saat berusaha memuntahkannya. Rasa mual dan pusing tidak bisa ia hindari di kala pagi.
Bara berjalan sempoyongan setelah keluar dari kamar mandi. Ia cepat-cepat naik ke tempat tidur, dan membaringkan tubuhnya di sana.
"Kenapa selalu kambuh di pagi hari," ucap Bara pelan sembari memejamkan matanya.
Tubuhnya gemetaran, kepalanya terasa pusing, dan perutnya terasa sakit. Itu benar-benar menyiksa dirinya.
Bara tidak mau keluar dari kamar karena tubuhnya sangat lemas, ia tidak mau sang mommy cemas karena tahu tentang kondisinya.
"Lapar, tapi nggak kuat bangun," ucapnya pelan, lalu memejamkan mata.
Walaupun perutnya terasa lapar, tapi ia lebih memilih untuk kembali memejamkan matanya. Berharap sang mommy segera datang menemuinya.
Dan
Bara segera turun dari mobil setelah kendaraan mewah itu berhenti di depan rumah kekasihnya.Ia baru ingat kalau Anisa pernah menaruh kotak kayu di lemari dapur. Selama ini tidak ada yang memeriksa area itu.Laki-laki tampan itu langsung menuju dapur. Ia segera mengambil kotak yang ada di bawah tumpukan peralatan dapur."Ini dia," ucap Bara sembari mengelap kotak itu dengan kain lab yang ada di meja dapur.Bara membawa kotak itu ke dalam kamar Anisa, lalu membukanya. Ada beberapa lembar foto anak kecil dan orang dewasa."Apa ini keluarganya? Kenapa dia menyembunyikannya di dapur?" gumam Bara setelah melihat foto anak kecil yang digendong wanita dewasa dan dua orang dewasa laki-laki dan perempuan yang lebih tua lagi.Bara menaruh lembaran teratas itu di tempat tidur, tapi ketika ia melihat tulisan di belakang foto itu, ia kembali mengambilnya."Jadi, ini ibu, nenek, dan kakeknya." Bara membaca tulisan di belakang foto itu yang sudah te
Gilang terkejut mendengar suara yang ia kenali. Laki-laki itu langsung menoleh ke belakang. “Om Gilang, sejak kapan ada di sini?”Naya menahan senyum melihat wajah keponakannya yang tertangkap basah sedang mencibir suaminya. Ia belum sempat memberitahukan kalau Gilang sedang berada di toilet.“Aku ada sejak kamu belum lahir,” jawab Gilang setelah duduk di samping istrinya.“Nah ‘kan, berarti memang Om sudah tua,” sahut Bara sembari tertawa pelan.Gilang menatap Bara dengan tajam, hingga Bara mengira kalau laki-laki itu sedang marah besar padanya.“A-ada apa, Om?” tanya Bara dengan gugup sembari menelan ludahnya dengan susah payah.“Bagaimana kabar Anisa? Apa kamu sudah menemukan keberadaannya?”Bara mengembuskan napasnya perlahan. Ia merasa lega, ternyata omnya tidak marah. “Belum, Om,” jawabnya. “Sepertinya Anisa ada di kampung halamannya,
Bara dan Gilang pergi ke rumah Anisa. Laki-laki itu ingin menunjukkan foto keluarga kekasihnya kepada Gilang, berharap omnya bisa membantu dengan petunjuk itu.Dua mobil mewah itu berhenti di pekarangan rumah Anisa yang sudah lama ditinggal penghuninya.Dua laki-laki tampan yang mempunyai sejuta pesona itu keluar dari mobil yang berbeda secara bersamaan. Om dan keponakan yang mempunyai julukan pecinta wanita terlihat sangat memesona."Mari, Om!"Bara berjalan lebih dulu masuk ke dalam rumah itu. Gilang mengikutinya dari belakang sambil melihat ke sekeliling rumah itu."Rumahnya sederhana, tapi terlihat sangat nyaman.""Rumah ini dibeli Abang untuk Anisa karena dia adalah wanita yang dicintai Bang Gara.""Om sudah tahu tentang itu. Jangan diungkit lagi! Gara memang seorang kakak yang baik, kamu beruntung mempunyai saudara seperti dia.""Iya, Om. Bang Gara sangat baik, aku sangat menyesal telah mengkhianati saudara kembarku
Bara berjalan cepat menghampiri saudara kembarnya yang sedang bersama orang tuanya di ruang tamu.Laki-laki itu langsung memeluk Gara setelah menaruh kotak kayu di meja. "Maafkan aku, Bang. Aku sudah merebut Anisa darimu.""Sudahlah, aku sudah melupakannya." Gara menepuk-nepuk punggung adiknya.Bara melepas pelukannya, menatap Gara dengan berderai air mata. "Kamu yang terbaik, Bang.""Kenapa kamu jadi cengeng seperti ini? Untung saja aku sudah tidak bersama Anisa lagi. Kalau aku yang bersamanya mungkin aku menjadi laki-laki cengeng juga." Gara terkekeh sembari menyentil kening adiknya."Kebiasaanmu ini nggak pernah ilang," ucap Bara sembari mengusap keningnya. "Sakit tahu, Bang.""Ish ... kamu benar-benar cengeng," cibir Gara."Bang, kenapa Abang baru pulang. Katanya cuma dua minggu, tapi kenyataannya hampir dua bulan.""Kerjaanku tidak habis-habis," jawab Gara. "Harusnya kamu juga bantu aku di perusahaan.""Maaf, Bang.
Bara menunggu teman sang daddy dengan gelisah. 'Semoga saja Tuan Indra Gunawan bisa membantuku,' batinnya."Bara tenanglah! Aku yakin Anisa akan cepat ditemukan." Gara mengerti kegelisahan adiknya karena satu-satunya petunjuk hanyalah foto itu.Haidar berdiri saat tamunya datang diantar oleh pelayannya. Melihat sang daddy berdiri sambil tersenyum, Bara dan Gara menoleh ke belakang. Mereka berdiri, lalu tersenyum ramah kepada sang tamu."Selamat siang Tuan Indra." Haidar mengulurkan tangannya saat tamunya menghampiri."Selamat siang, Tuan dan Nyonya Haidar."Indra Gunawan juga menjabat tangan Bara dan Gara."Silakan duduk, Tuan!" ucap Andin dengan ramah. "Silakan berbincang-bincang! Saya permisi dulu."Andin pergi meninggalkan anak-anak dan suaminya supaya mereka bisa berbicara dengan leluasa."Tuan Haidar, apa benar yang anda katakan pada saat menelpon tadi?"Mendengar kabar tentang anak dan istrinya yang hilang, I
Bara melirik Gara dan juga sang daddy. Lalu, kembali menatap Tuan Indra Gunawan. “Ini sangat rumit Tuan. Nanti bisa Tuan tanyakan sendiri kepada Anisa.”“Tidak apa-apa, Nak, itu urusan pribadi kalian, saya tidak berhak mencampurinya,” jawab Tuan Indra sembari tersenyum. “Di mana saya bisa menemukan Anisa?”“Itulah yang saya ingin tanyakan kepada Tuan Indra. Apa Tuan tahu di mana kampung halaman orang tuanya. Saya yakin Anisa ada di sana.”“Saya tahu,” jawabnya. “Tapi, rumah itu sudah tidak berpenghuni, neneknya Anisa juga sudah lama meninggal. Informasi dari tetangganya, sudah bertahun-tahun istri saya tidak pernah pulang. Apa kamu yakin anak saya ada di sana? Mungkin dia berada di rumah temannya.”“Sebelumnya saya minta maaf, Tuan. Selama ini Anisa tidak mempunyai teman dekat karena ia malu dengan kondisinya. Hanya tempat itu satu-satunya yang bisa ia kunjungi," sahut Bara. "Se
Dengan sangat terpaksa, Haidar menceritakan semuanya kepada Indra Gunawan.Mendengar cerita dari Haidar, laki-laki tua itu sedikit meragukan kebenarannya. Ia melihat saudara kembar itu masih akur seperti tidak ada masalah di antara mereka."Maafkan saya, Tuan," ucap Bara dengan tulus. "Sungguh, saya nggak ada niat untuk menyakiti Anisa.""Tidak ada yang tahu kapan cinta itu datang. Saya tidak akan ikut campur urusan percintaan kalian. Saya serahkan semuanya kepada kalian dan Anisa."Ia tidak mau mengatur urusan percintaan anaknya. Bukan karena ia tidak peduli. Yang ada dalam pikirannya hanya bagaimana meyakinkan anaknya bahwa dialah ayah kandungnya.Laki-laki tua itu merasa tidak ada hak untuk ikut masuk ke dalam permasalahan anaknya. Ia hanya berdoa supaya masalahnya cepat selesai. Dan anaknya tidak merasakan sakit hati lagi."Maaf, Tuan. Rasa sayang saya terhadap Anisa berbeda dengan rasa sayang yang dirasakan Bara kepadanya. Hanya adik sa
Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, akhirnya mereka sampai di sebuah desa.Ketiga laki-laki itu turun dari mobilnya masing-masing.Gara memejamkan matanya sambil menghirup udara segar di sore hari. "Udara di sini sangat sejuk," ucapnya.Bara berjalan mendekati saudara kembarnya. "Abang udah pernah ke sini?"Laki-laki yang memakai kemeja putih dan celana bahan berwarna abu muda itu menggelengkan kepalanya."Nisa benar-benar tertutup, dia tidak mau siapa pun tahu tempat ini. Dulu dia hanya bilang, ingin tinggal di kampung halaman orang tuanya, tapi tidak bilang di daerah mananya.""Desa ini tidak banyak berubah," gumam laki-laki tua yang berjalan menuju sebuah rumah sederhana, tapi terlihat sangat nyaman. Gara dan Bara pun mengikuti Tuan Indra Gunawan.“Selamat sore, Bu,” sapa laki-laki yang memakai setelan jas berwarna hitam kepada ibu-ibu yang sedang menyapu halaman rumah.Melihat tiga