"Guru, Guru!" Salah seorang murid Sekte Burung Api tergesa-gesa berlari memasuki aula. Setibanya ia di hadapan Guru Besarnya, murid ini pun melapor dengan nafas yang sedikit terengah-engah. "Salam Guru, Salam semua Tetua. Maaf mengganggu, ada sesuatu yang harus murid sampaikan kepada Guru Besar." Ujar murid tersebut sembari mengatupkan kedua tangannya di depan tubuhnya dengan posisi tubuh sedikit membungkuk. Jinlong melirik murid itu sebentar lalu diam-diam menjentikkan jarinya. Segera menghilang dari aula. Untungnya ia berdiri di belakang kelima Tetua yang sedang menatap murid yang datang melapor itu. Jadi kepergiannya sama sekali tidak disadari oleh murid tersebut. "Mengapa sangat tidak sopan di hadapan para Tetua?!" tegur Shu Haocun pada muridnya. Murid yang melapor itu pun menunduk semakin dalam, takut akan kemarahan Guru Besarnya itu yang memang jarang sekali terlihat marah. Tapi, itu bukan berarti Shu Haocun tidak pernah menunjukkan kemarahannya di hadapan para muridnya. "Ma
Di dalam kamar tempat Kaisar Gao menempatkan Feng Huang, Feng Huang tiba-tiba membuka matanya. Tapi, karena terlalu lemah, untuk sesaat ia hanya menatap langit-langit kamar sembari menyesuaikan matanya dengan kondisi kamar yang sedikit temaram karena hanya ada cahaya lilin yang berpendar di ruangan ini. Lilin itu cukup besar, ditempatkan dalam sebuah mangkuk tembaga yang terdapat di atas lemari yang berada di pojok kamar. "Di mana ini?" Feng Huang mengangkat tubuhnya dengan susah payah untuk duduk di atas dipan lalu mengedarkan pandangannya pada kamar yang sama sekali tidak ia kenali. Ketika ia terbangun pertama kali ia tidak terlalu memperhatikan kamar ini karena ia melihat sosok Jinlong berdiri di hadapannya. Tapi kini ia baru sadar kalau ternyata ia berada di suatu tempat yang sangat asing. "Di mana dia? Di mana si bodoh itu? Mengapa dia meninggalkanku di sini?" umpat Feng Huang sebal sembari mengerucutkan bibirnya. Sejenak ia hanya menyandarkan punggungnya pada sandaran dipan di
Asap dupa kembali memenuhi kamar pribadi Kaisar Gao, dan sebelum Gong Fai membawa dupa baru... Kaisar Gao menyempatkan diri untuk meminum pil yang telah diberikan oleh Gong Fai padanya, pil tersebut memiliki khasiat mampu membuatnya kebal terhadap efek asap dupa. Kini, Kaisar Gao tengah duduk di pinggir dipan setelah ia mengangkat Yu Jie dan meletakkan Yu Jie kembali ke atas dipan. Dengan lembut ia merapikan anak rambut Yu Jie yang jatuh menutupi wajah mungil Yu Jie. Ia kemudian menyisipkan anak rambut itu ke balik telinga Yu Jie, usai melakukan hal itu... Ia lalu menatap Yu Jie cukup lama dengan tatapan sayu. "Mengapa?" gumamnya lirih, "Mengapa kamu sangat ingin pergi dari tempat ini, Nona Yu?" lanjutnya lagi. Kaisar Gao benar-benar tidak mengerti mengapa Yu Jie seolah membenci dirinya, apa salahnya? Baik, mungkin ia memang pernah melakukan satu kesalahan dengan menempatkan Yu Jie di Paviliun Wangjile, tapi hal itu juga bukan sepenuhnya kesalahannya. Yang patut disalahkan di sini a
"Raja Iblis?!" Pria berjubah hitam terbahak senang. Sejak ia datang ke Benua Zhejiang, baru kali ini ia merasa sangat gembira hanya karena Hong Hu menyadari siapa dirinya. Dan ia yang merasa tidak perlu lagi menyembunyikan jati dirinya langsung membuka penutup kepalanya di hadapan Hong Hu. "Kamu pintar, Rubah Merah. Tidak sia-sia aku datang menemuimu!" teriaknya. Hong Hu bergeming, ia juga tidak merasa senang atas pujian yang diberikan oleh Raja Iblis kepadanya. Bahkan setelah mendengar pujian itu ia malah menggeram tatkala ia mengetahui bahwa tebakannya ternyata benar kalau pria hebat yang hanya ia anggap sebagai seorang Kultivator biasa itu rupanya adalah Raja Iblis yang selama ini dirumorkan telah dikirim ke sungai akhirat. "Untuk apa kau datang menemuiku?!"Raja Iblis menghentikan tawanya, netranya yang kelam menatap nyalang pada Hong Hu. "Aku membutuhkan bantuanmu." Ia pun lalu melompat turun dari atas helaian daun. Tepp!! Setelah kakinya menginjak tanah yang ditumbuhi ole
Malam mulai menjelang, hutan perbatasan telah pekat oleh aura siluman. Sementara di area pemakaman tempat tinggal Paman Lei, Dewa Kematian dan Dewa Tanah sedang mengunjungi petugas pemakaman itu. Sejak sore, semua keluarga Paman Lei dan Dewa Kematian telah merasakan guncangan dahsyat yang berasal dari hutan perbatasan. Namun hanya aura siluman yang terlihat oleh Dewa Kematian dari hutan tersebut. Dan malam ini ketika Dewa Tanah kembali ke area pemakaman setelah memberi laporan pada Raja Naga, Dewa Kematian dan Paman Lei baru mulai curiga kalau kemungkinan Raja Iblis telah mengunjungi hutan perbatasan sore ini. Sebagai manusia biasa yang tidak abadi, awalnya Paman Lei tidak mengetahui bahwa Raja Iblis pernah memiliki hubungan dekat dengan Hong Hu. Sedangkan Hong Hu sendiri ia sudah pernah bertemu dengan rubah merah itu beberapa kali. Terkadang Hong Hu berwujud manusia seutuhnya, terkadang juga berwujud setengah manusia dan setengah rubah. Dan dari Dewa Kematian dan Dewa Tanah lah akh
Di Sekte Burung Api, kelima Tetua Sekte masih berkumpul bersama Shu Haocun di aula. Pembicaraan yang awalnya membahas tentang bagaimana menangkap Raja Iblis sontak terhenti ketika Ming Hao dan Guan Lin memasuki aula. "Tetua Shu, kamu harus menghukum murid-murid mu ini," dengus Wang Dunrui. Bagaimana ia tidak merasa kesal, ketika pagi ini Ming Hao dan Guan Lin datang menjemput ia dan Tian Kong... Kedua murid Shu Haocun itu berkata bahwa Biksu Changyi dan Fu Yuxuan telah berada di Sekte Burung Api. Tapi setelah setengah perjalanan menuju Sekte Burung Api, Ming Hao baru ingat bahwa hanya Biksu Changyi yang berada di Sekte Burung Api. Gara-gara hal itu ia dan Tian Kong terpaksa mengikuti Ming Hao dan Guan Lin untuk menjemput Fu Yuxuan terlebih dahulu di Sekte Kaki Besi. Ming Hao dan Guan Lin yang menyadari kesalahannya tersenyum kaku di hadapan Guru Besarnya. "Maaf, Guru. Ta-tadi pagi karena terlalu bersemangat, murid lupa jika ternyata hanya Biksu Changyi yang berada di Sekte Burung A
Teriakan menggelegar itu yang berasal dari arah langit membuat Hong Hu dan Raja Iblis serta para Siluman yang terluka sontak menengadah. Dan di atas sana, di bawah cahaya bulan dan bintang, dua Jenderal Langit tengah berdiri tegak tanpa pijakan seakan mereka sedang berpijak pada udara yang lewat di bawah kaki mereka. Mereka adalah kedua Jenderal pemilik elemen api dan elemen air. Salah seorang dari kedua Jenderal Langit itu pernah berhadapan dengan Hong Hu ribuan tahun yang lalu. Nama Jenderal tersebut adalah Shui, pemilik bendera hitam dan penjaga gerbang langit bagian utara. Satu dupa sebelumnya, dalam pencariannya terhadap Raja Iblis, Jenderal Xiao menemukan kalau hutan perbatasan sedang terbakar. Namun api yang membakar hutan itu tampak tidak biasa dan menurutnya akan mustahil untuk dipadamkan begitu saja. Karena itu ia segera kembali ke Alam Langit lalu mengajak Jenderal Shui untuk turun membantunya memadamkan api di hutan perbatasan. Sebab ia sendiri tidak bisa melakukannya kar
"Jenderal Xiao!!" bentak Jenderal Shui, kini ia sudah bersiaga dengan mengangkat cambuk air miliknya. Berjaga-jaga jika dua kekuatan api akan meluluh lantakkan hutan perbatasan dan area pemakaman. "Jenderal Xiao, redakan kemarahanmu!!" Suara menggelegar terdengar dari balik awan. Ketika semua yang berada di hutan perbatasan menengadah, dari kejauhan terlihat titik berkilau berwarna keperakan yang semakin lama semakin tampak membesar hingga wujud dari titik itu pun terlihat sempurna. Wujud itu adalah seekor naga yang memiliki sisik berwarna perak dengan simbol keemasan di antara kedua matanya. Naga itu menggeliat di antara lapisan awan yang bergerak, tubuhnya yang besar seakan memenuhi langit di atas bukit perbatasan. Dan raungannya membuat para siluman menutup telinganya. "Raja Naga?!" Mata Raja Iblis membelalak, ia mundur beberapa langkah ke belakang. Merasa takut akan kehadiran musuh bebuyutannya selama ribuan tahun ini, musuh yang berhasil mengurungnya di sungai akhirat. "Jende