Sofyan dan Laras membukakan pintu, ketika dia melihat yang datang adalah Rayyan sambil menggendong Evelyn. Mereka pun terkejut.Laras langsung bertanya dengan cemas, “Apa yang sudah terjadi pada Evelyn, nak Rayyan?”Sebelumnya Rayyan tersenyum dahulu pada mereka, kemudian menjawab. “Tidak perlu khawatir Ibu mertua, tidak ada yang serius terjadi pada Evelyn. Tadi saat aku datang, aku melihat Evelyn sedang mabuk, jadi aku mengantarnya pulang saja.”Dua orang itu langsung saling menatap, mata keduanya membulat sempurna dari tatapan mata keduanya, seakan-akan saja saling memberi isyarat jika yang ada dalam pikiran mereka adalah sama.Sofyan kemudian berkata dengan marah. “Dasar Arka, memang dia anak kurang ajar! Bisa-bisanya dia membiarkan Adiknya mabuk sampai seperti ini?”Sedangkan Laras hanya menggelengkan kepala, saat menyadari kelakuan putranya itu. Laras kemudian langsung mempersilahkan Rayyan untuk masuk dan membimbingnya ke kamar Evelyn. Rayyan kemudian melangkah masuk ke dalam k
Evelyn kembali menatap ke arah Rayyan terlihat pria itu kembali tersenyum menatapnya, Evelyn terlihat seperti orang linglung.Evelyn kembali menoleh padanya dan bertanya, "Kak Rayyan apa semalam kamu tidur disini?" Sambil mengencangkan selimut untuk menyembunyikan tubuh polosnya.Rayyan menarik ujung bibirnya dengan senyum merekah, "Kamu bertanya padaku? Aku yang seharusnya bertanya padamu Evelyn Limanto, eh salah, Nyonya Miga Brahmana, apa semalam kamu melupakan sesuatu?” Nada bicara Rayyan seperti sedang kecewa.Tentu saja ia akan merasa sangat kecewa, jika Evelyn benar-benar melupakan kejadian indah tadi malam. Padahal pagi ini Rayyan berencana ingin merasa kembali kehangatan indah yang tidak akan dilupakan seumur hidup mereka itu, yaitu malam pertama penyatuan jiwa raga dan cinta mereka.Evelyn masih penuh kebingungan, dengan hati-hati kemudian dia berusaha untuk mengingat semua kejadian tadi malam.Semalam ia mengingat jika dia memang pergi bersama kakaknya Arka dan minum dua gel
Barulah sampai di sini Evelyn tersadar dan paham akan semuanya. Rasa takutnya tiba-tiba sirna, akhirnya dia senyum-senyum sendiri tidak jelas sambil mandi.Ketika dia keluar dari kamar mandi, dia sudah melihat Rayyan juga bersiap untuk mandi. Evelyn sedikit menggeser tubuhnya supaya Rayyan bisa masuk ke dalam kamar mandi. Tidak butuh waktu lama Rayyan sudah terlihat keluar dari kamar mandi.“Apa kamu membawa baju ganti?” Evelyn bertanya, hanya untuk mengusir rasa malu dan canggung sebenarnya.“Tadi aku yang meminta Robi untuk mengantarkan baju kesini. Setelah itu Bibi Leni yang mengantarkannya ke kamar ini”“Ohh …!” hanya begitu saja jawab Evelyn. Dia segera memilih baju dan berganti dengan cepat saat memastikan Rayyan sudah berganti dengan baju ala kantornya. Dan kini terlihat sedang sibuk dengan ponselnya.Ketukan pintu terdengar memecah kesunyian yang ada, suara Bibi Leni memanggil dengan lembut dari luar kamar, mengajak mereka berdua untuk segera turun sarapan karena keluarga besa
Bisnis keluarga Brahmana bukanlah bisnis dari orang sembarangan, Sofyan tidak ingin jika nanti putranya ini akan membuat kesalahan. Apalagi dia masih merasa khawatir jika Arka ini masih memiliki emosi yang tidak labil dan pemikiran yang belum cukup dewasa, rasanya jika harus memegang sebuah perusahaan besar seperti ini Sofyan betul-betul merasa ragu.“Bukankah Ayah dari Nak Rayyan sudah berada di sana? Kenapa kini mesti Arka yang menangani?” Biar bagaimanapun juga Sofyan perlu bertanya masalah ini karena dia tetap merasa khawatir memikirkannya.Rayyan mengangkat pandangannya untuk menatap Ayah mertuanya, kemudian dia menunduk kembali dan berkata dengan sopan. “Sebetulnya Ayah sudah memintaku berulang kali untuk mengambil alih perusahaan itu. Tetapi aku belum mendapatkan orang yang bisa dipercaya. Sekarang aku sudah mempercayakan semuanya pada Arka oleh karena itu aku menyuruhnya untuk pergi ke sana, sekaligus menitipkan adikku yang juga akan tinggal di sana untuk berobat.”“Oh ... Jad
Sofyan, sebetulnya sudah mendengar kabar tentang hal itu. Meskipun kabar di internet yang dulu tidak menjelaskan tentang siapa status istri dari Presiden Rayyan, tetapi Sofyan sudah tahu jika yang dimaksud istri Presiden Rayan tentunya adalah putrinya.“Baiklah, mendengar ucapan kamu ini ibu sedikit merasa lega.”“Kalau begitu lebih baik kita sama-sama berdoa dan lihat saja nanti malam, bagaimana reaksi dari keluarga Brahmana, apakah mereka benar-benar akan menerima kita atau justru …,” Sofyan menggantung kalimatnya.Namun dari ucapan itu Evelyn tahu apa yang dikhawatirkan oleh Ayah dan Ibunyakemudian dia memberi jawaban untuk menenangkan mereka. “Ayah dan Ibu, jangan khawatir. Kita harus percaya kepada kak Rayyan. Aku yakin jika keluarga besar nya adalah keluarga yang baik dan ramah juga. Jadi tidak mungkin mereka tidak akan menerima kita. Apalagi aku dan Rayyan sudah sejauh ini menjalin hubungan pernikahan.”Kedua orang tuanya mengangguk kemudian saling menggandeng tangan Evelyn da
Di Tengah-tengah penantian kedatangan keluarga Brahmana itu, yang disertai rasa berdebar di hati mereka tiba-tiba ponsel yang ada di saku Evelyn bergetar. Ia melihat ternyata itu isi pesan chat dari Rayyan.[Kami sudah meluncur ke rumahmu. Ada Kakek, Nenek, Paman, Bibi dan juga Ibuku.]“Astaga ibu! Bagaimana ini? Mereka benar-benar akan datang. Sekarang sudah ada di jalan menuju kemari!” Evelyn langsung berteriak pada Ibunya.“Aduh, bagaimana ini? Ibu kok jadi tegang sekali ini, Evelyn? Dada Ibu jeduk-jeduk nggak karuan rasanya.” Laras sangat gugup, sampai dia mengambil tangan Evelyn dan menaruhnya di dadanya. Evelyn bisa merasakan jika jantung Ibunya memang berdebar kencang.“Sebenarnya bukan hanya Ibu, aku juga iya.” Evelyn pun mengambil tangan Laras dan meletakkan di dadanya.Dua orang itu sama-sama berdebar jantungnya. Berbeda sekali dengan Nenek Limanto yang duduk dengan manis dan penuh senyum kebahagiaan karena menanti kedatangan keluarga Brahmana.Evelyn melirik Neneknya, ada r
Kemudian terdengar Rayyan berdehem kecil dan membuka suara untuk memecah keheningan yang ada diantara mereka. Dia belum kepada intinya melainkan terlebih dahulu bertanya pada Evelyn dan Neneknya, karena dari sepintas mata memandang sepertinya semua orang yang ada di sana merasakan penasaran akan kisah bagaimana awal mulai pertemuan Nenek dan Evelyn bisa terjadi.“Ini tadi ceritanya bagaimana? Kalian sudah saling mengenal, begitu?” Pertanyaan Rayyan tentu tertuju pada Neneknya sekaligus untuk Evelyn.Dua orang yang ditanya itu saling menatap dan kemudian mengulas senyuman. Wulan menjawab dengan bangga, menceritakan tentang pertemuan mereka. Waktu itu ada Azura, tetapi dia tidak sempat melihat siapa gadis yang sudah menolong ibunya. Tapi dia membenarkan omongan Wulan.Evelyn juga mengangguk, mengingatkan pada Rayyan saat dia menanyakan memar yang ada di dahinya tempo lalu.“Ooh…” Rayyan mengangguk-angguk. Waktu itu dia sempat marah pada Evelyn yang ceroboh, yang telah mengabaikan kesela
Sementara itu tatapan Wulan masih terus terpaku menatap Evelyn, dari raut wajahnya ia terlihat begitu bahagia. Sementara Evelyn masih menunduk malu.Sedangkan Arumi karena dirinya masih belum seberapa dekat dengan menantunya itu, jadi dia hanya sesekali melemparkan senyuman ramah saja pada Evelyn. Meskipun dalam hati, dia pun sangat setuju dengan pilihan Rayyan ini. Dimatanya menantunya itu bukan hanya sekedar cantik, imut dan manis, tapi juga karena ternyata Mamanya sudah menyukai pilihan dari putranya dan yang terpenting adalah, putranya juga sangat mencintai gadis ini.Arumi yang sejak tadi diam dan belum mengeluarkan suara, pada akhirnya berbicara. “Sebenarnya kedatangan kami ini sangat memalukan sekali. Kami datang tanpa membawa hadiah apapun, padahal yang kami temui ini adalah keluarga besan. Tadinya kami sudah bertanya pada Rayyan, harus membawa apa. Tapi dia bilang, kami cukup disuruh datang saja, yang terpenting katanya terlebih dahulu untuk saling mengenal. Jadi saya atas n
Walau hatinya masih merasa jengkel karena kepergian Arka, namun akhirnya Amara memutuskan untuk berbincang bersama sang asisten Dokter, mereka berbincang santai membicarakan tentang hal-hal yang perlu dilakukan oleh Amara selama berada di negara ini untuk tujuan kesehatannya.Sedangkan Arka, dia menemui Azam di gedung perusahaan grup Brahmana yang ada di negara ini. Azam yang sudah mengetahui tentang kedatangan Arka dari putranya pun menyambut. Mereka terlibat obrolan tentang bisnis mereka di sini.Ketika Arka pulang ke Villa, dia sudah tidak bisa menemui Amara karena saat ini hari sudah cukup malam. Lagian juga dia tidak mau mengganggu waktu istirahat Amara. Padahal kalau boleh jujur jauh di dasar hatinya, dia sangat ingin melihat gadis kecil itu walaupun hanya sebentar saja.Dia hanya ingin memastikan jika keadaan Amara baik-baik saja, akhirnya Arka memutuskan untuk bertanya kepada kepala kepala pelayan yang mengurus villa mewah itu, kemudian setelah itu dia pergi ke kamarnya sendir
Sementara itu di belahan bumi yang lain tepatnya di negara Norwegia atau biasa dikenal dengan julukan negeri matahari tengah malam.Keberangkatan Amara dan Arka kemarin pagi berjalan mulus tanpa kendala, penerbangan yang memang sudah diatur dengan baik itu membawa cerita tersendiri. Mereka berdua memang sengaja dijadwalkan dengan jadwal penerbangan yang sama, pesawat yang sama, dan turun di kota untuk transit juga secara bersama-sama.Amara tampak tersenyum riang dan penuh kebahagiaan, senyuman yang bukan karena alasan penerbangannya menuju negara yang sudah menjadi impiannya itu, tetapi tepatnya dikarenakan ia tersenyum bahagia karena adanya seorang pria berjaket kulit yang duduk di bangku seberang kursinya yang ikut menemani dirinya di negara yang bisa dikatakan asing baginya itu.Meskipun tidak banyak interaksi atau percakapan di antara mereka berdua, di kerenakan posisi bangku mereka yang terpisah oleh sebuah lorong atau mereka tidak duduk bersampingan, tetapi pada saat singgah di
Saat ini hubungannya dengan Evelyn betul-betul sudah terbuka secara terang-terangan baik keluarga besarnya dan keluarga besar Evelyn mereka semua merestui mereka.Akhirnya impiannya terwujud, untuk kedepannya dia sudah bisa menjalani hari-hari yang indah bersama gadis pujaan hatinya ini.Sementara itu Evelyn, ternyata diam-diam Evelyn juga melirik pada Rayyan sambil tersipu malu. Dia juga merasa seperti sedang berada di alam mimpi. Sungguh semua ini seperti di luar akal sehatnya. Sekarang Evelyn bukan lagi menjadi istri diam-diam Rayyan, melainkan semua orang sudah mengetahui hubungannya dengan Rayyan. Pernikahan mereka itu benar-benar seperti anugerah yang jatuh dari langit untuk dirinya.Karena senangnya kedua orang ini sama sekali tidak mengeluarkan kata-kata, hanya bahasa tubuh dan tatapan mata saja yang mengisyaratkan bahwa mereka benar-benar sedang berbahagia.Mobil yang mereka tumpangi kini berhenti, semua orang mulai turun. Rayyan menggandeng tangan Evelyn dan membawanya melan
Akhirnya putrinya bisa mendapatkan kebahagiaan, lepas dari keluarga Lewis yang dulu tidak pernah menghargai ketulusan cinta dari putrinya, walau sempat kecewa dan bersedih akan takdir yang menimpa putrinya, kini Laras dan Sofyan sadar ternyata goresan takdir dari yang kuasa itu betul-betul indah, justru Evelyn mendapatkan keluarga yang terhormat dan tulus seperti keluarga Brahmana.Di akhir makan malam, sebelum mereka berpamitan untuk pulang, Ega kembali berkata serius pada keluarga Evelyn.“Begini Pak Sofyan, Bu Laras dan Nenek Limanto. Kalau menurut saya dan keluarga tentunya tentang pernikahan mereka ini, tidak boleh jika tidak ada pesta. Jadi kami pasti akan mengadakan pesta untuk resepsi pernikahan mereka. Pertama untuk bentuk rasa syukur kami karena kami telah mendapatkan seorang menantu, yang kedua tentunya supaya seluruh dunia tahu tentang istri Rayyan ini seperti apa, anak siapa. Rasanya tidak etis kalau kami telah mendapatkan menantu, tapi diam-diam saja. Nanti dikira orang
Sementara itu tatapan Wulan masih terus terpaku menatap Evelyn, dari raut wajahnya ia terlihat begitu bahagia. Sementara Evelyn masih menunduk malu.Sedangkan Arumi karena dirinya masih belum seberapa dekat dengan menantunya itu, jadi dia hanya sesekali melemparkan senyuman ramah saja pada Evelyn. Meskipun dalam hati, dia pun sangat setuju dengan pilihan Rayyan ini. Dimatanya menantunya itu bukan hanya sekedar cantik, imut dan manis, tapi juga karena ternyata Mamanya sudah menyukai pilihan dari putranya dan yang terpenting adalah, putranya juga sangat mencintai gadis ini.Arumi yang sejak tadi diam dan belum mengeluarkan suara, pada akhirnya berbicara. “Sebenarnya kedatangan kami ini sangat memalukan sekali. Kami datang tanpa membawa hadiah apapun, padahal yang kami temui ini adalah keluarga besan. Tadinya kami sudah bertanya pada Rayyan, harus membawa apa. Tapi dia bilang, kami cukup disuruh datang saja, yang terpenting katanya terlebih dahulu untuk saling mengenal. Jadi saya atas n
Kemudian terdengar Rayyan berdehem kecil dan membuka suara untuk memecah keheningan yang ada diantara mereka. Dia belum kepada intinya melainkan terlebih dahulu bertanya pada Evelyn dan Neneknya, karena dari sepintas mata memandang sepertinya semua orang yang ada di sana merasakan penasaran akan kisah bagaimana awal mulai pertemuan Nenek dan Evelyn bisa terjadi.“Ini tadi ceritanya bagaimana? Kalian sudah saling mengenal, begitu?” Pertanyaan Rayyan tentu tertuju pada Neneknya sekaligus untuk Evelyn.Dua orang yang ditanya itu saling menatap dan kemudian mengulas senyuman. Wulan menjawab dengan bangga, menceritakan tentang pertemuan mereka. Waktu itu ada Azura, tetapi dia tidak sempat melihat siapa gadis yang sudah menolong ibunya. Tapi dia membenarkan omongan Wulan.Evelyn juga mengangguk, mengingatkan pada Rayyan saat dia menanyakan memar yang ada di dahinya tempo lalu.“Ooh…” Rayyan mengangguk-angguk. Waktu itu dia sempat marah pada Evelyn yang ceroboh, yang telah mengabaikan kesela
Di Tengah-tengah penantian kedatangan keluarga Brahmana itu, yang disertai rasa berdebar di hati mereka tiba-tiba ponsel yang ada di saku Evelyn bergetar. Ia melihat ternyata itu isi pesan chat dari Rayyan.[Kami sudah meluncur ke rumahmu. Ada Kakek, Nenek, Paman, Bibi dan juga Ibuku.]“Astaga ibu! Bagaimana ini? Mereka benar-benar akan datang. Sekarang sudah ada di jalan menuju kemari!” Evelyn langsung berteriak pada Ibunya.“Aduh, bagaimana ini? Ibu kok jadi tegang sekali ini, Evelyn? Dada Ibu jeduk-jeduk nggak karuan rasanya.” Laras sangat gugup, sampai dia mengambil tangan Evelyn dan menaruhnya di dadanya. Evelyn bisa merasakan jika jantung Ibunya memang berdebar kencang.“Sebenarnya bukan hanya Ibu, aku juga iya.” Evelyn pun mengambil tangan Laras dan meletakkan di dadanya.Dua orang itu sama-sama berdebar jantungnya. Berbeda sekali dengan Nenek Limanto yang duduk dengan manis dan penuh senyum kebahagiaan karena menanti kedatangan keluarga Brahmana.Evelyn melirik Neneknya, ada r
Sofyan, sebetulnya sudah mendengar kabar tentang hal itu. Meskipun kabar di internet yang dulu tidak menjelaskan tentang siapa status istri dari Presiden Rayyan, tetapi Sofyan sudah tahu jika yang dimaksud istri Presiden Rayan tentunya adalah putrinya.“Baiklah, mendengar ucapan kamu ini ibu sedikit merasa lega.”“Kalau begitu lebih baik kita sama-sama berdoa dan lihat saja nanti malam, bagaimana reaksi dari keluarga Brahmana, apakah mereka benar-benar akan menerima kita atau justru …,” Sofyan menggantung kalimatnya.Namun dari ucapan itu Evelyn tahu apa yang dikhawatirkan oleh Ayah dan Ibunyakemudian dia memberi jawaban untuk menenangkan mereka. “Ayah dan Ibu, jangan khawatir. Kita harus percaya kepada kak Rayyan. Aku yakin jika keluarga besar nya adalah keluarga yang baik dan ramah juga. Jadi tidak mungkin mereka tidak akan menerima kita. Apalagi aku dan Rayyan sudah sejauh ini menjalin hubungan pernikahan.”Kedua orang tuanya mengangguk kemudian saling menggandeng tangan Evelyn da
Bisnis keluarga Brahmana bukanlah bisnis dari orang sembarangan, Sofyan tidak ingin jika nanti putranya ini akan membuat kesalahan. Apalagi dia masih merasa khawatir jika Arka ini masih memiliki emosi yang tidak labil dan pemikiran yang belum cukup dewasa, rasanya jika harus memegang sebuah perusahaan besar seperti ini Sofyan betul-betul merasa ragu.“Bukankah Ayah dari Nak Rayyan sudah berada di sana? Kenapa kini mesti Arka yang menangani?” Biar bagaimanapun juga Sofyan perlu bertanya masalah ini karena dia tetap merasa khawatir memikirkannya.Rayyan mengangkat pandangannya untuk menatap Ayah mertuanya, kemudian dia menunduk kembali dan berkata dengan sopan. “Sebetulnya Ayah sudah memintaku berulang kali untuk mengambil alih perusahaan itu. Tetapi aku belum mendapatkan orang yang bisa dipercaya. Sekarang aku sudah mempercayakan semuanya pada Arka oleh karena itu aku menyuruhnya untuk pergi ke sana, sekaligus menitipkan adikku yang juga akan tinggal di sana untuk berobat.”“Oh ... Jad