"Feysa usul kita ke Qatar pas event Piala Dunia. Kamu bisa cuti kan, Mer? Sekonyong-konyong Tyas menyodorkan rencana keren itu sepulangnya dari Singapura dan ketemuan Feysa di sana.
Duh, berapa duit harus disiapkan untuk pergi ke negeri padang pasir itu? Tyas tidak masalah merogoh kocek sedalam itu, sedangkan Feysa sangat memungkinkan bila sahabatku itu menodong abangnya Restu dan kakak sepupunya Erland."Nggak ada cuan. Memang kalian mau patungan buat tiket dan akomodasi? Jadi aku cuma mikir uang saku nih?" lontarku meringis."Belum apa-apa dah minta sumbangan, apa nggak bisa kamu bikin proposal atau ngajuin diri meliput berita di sana?" sergah Tyas."Mana bisa, aku bukan reporter olahraga. Lagian yang dikirim ke ajang bergensi PilDun tuh, pastinya senior yang punya jam terbang tinggi di dunia liputan dan berita ?""Berarti pending sampai kamu siap deh, kamu nabung dulu." Tyas berkata begitu kutanggapi pesimis."Tyaaas.....mau"Mau Kemana, Mas? " Alia bertanya melihatku bersiap hendak pergi dengan pakaian formil-atasan kemeja biru muda motif garis tipis."Ke Mercure, Al. Aku juga baru kebaca email dari Iqbal, dia sarankan aku menghadiri kegiatan workshop yang diselenggarakan oleh kementrian." sahutku sambil memperhatikannya dari pantulan cermin. Alia sedang meletakkan baby Ghaazi pada keranjang tidurnya. "Sampai jam berapa? Kalau pulangnya larut, kunci pintu kau bawa saja. Siapa tahu aku sudah tertidur saat kamu pulang?" "Oke," kuiyakan sambil mengecup pipinya, juga putraku yang sudah intens berinteraksi aktif menggunakan mimik yang ekspresif dan celoteh tak jelasnya. Setengah jam kemudian aku sudah meluncur di jalan raya menuju hotel Mercure. Kucoba lagi menghubungi Iqbal untuk mengkonfirmasi bagaimana akses masukku ke tengah acara, sedangkan aku belum sempat mendaftar workshop secara online terlebih dahulu. Di lobby hotel tidak terlihat meja reservasi pan
Suara mobil yang menderu memasuki halaman terbuka, membuatku menghentikan kesibukan, blender yang sedang melumat buah kumatikan. Nampak pada layar monitor cctv Erland keluar dari mobil. Tak lama kemudian sosok suami sudah membuka pintu dan masuk tanpa harus kudatangi menyongsongnya. Penghuni rumah bisa mengakses melalui sandi sidik jari atau sederet kata kunci yang dicadangkan.Rumah baru yang dilengkapi fasilitas modern ini baru seminggu kami tempati, kehadiran baby Ghaazi membuka keluasan rezeki hingga usia putranya genap setahun Erland menghadiahkan hunian idaman ini."Diminum dulu jus buahnya, Mas?" kuletakkan sebuah gelas berisi melon yg diblender bersama susu segar. Erland langsung asik dengan putranya yang sedang bergerak kesana kemari menggelindingkan kereta jalannya."Boleh kan , Al?" diicipknya setengah sendok ke mulut mungil baby Ghaazi yang lantas berkecap kesenangan."Kalau aneka buah tentu saja boleh, asal tidak terlalu kec
Hari kedua ditinggalkan hanya berdua dengan baby Ghaazi, kuputuskan mengajak putraku keluar rumah. Karena belum memungkinkan membawanya bermain di playground maka kupilih taman kota yang sore ini terasa sejuk.Baby Ghaazi kuangkat dari stroller dan kududukkan di atas rumput beralas tikar plastik daur ulang yang tadi dijajakan penjual. Wajah montoknya antusias tengadah memandangi langit nan cerah. Kusuapkan biskuit bayi untuk digigit merangsang gusi yang mulai menonjolkan gigi susu."Suka main di sini, sayang? Kalau nanti bisa jalan, Egha pasti seru berlarian seperti kakak-kakak itu?" kuajak putraku ngobrol sambil sekilas memperhatikan balita lain yang sudah bisa dituntun atau berlarian di lapangan berumput hijau.Bruukkk. Aaaaarrggh! Papaaaa!Aku sigap mengangkat putraku begitu stroller terjungkang. Kereta beroda tiga itu ditabrak oleh tubuh mungil yang tadi berlari, dan sekarang melengkingkan tangis sambil mencoba bangkit duduk. Baby Ghaazi yang
Malam turun semakin larut ditandai jarum waktu yang menunjuk pukul 22.40 WIB. Dengan cepat kuiris wortel dan kentang serta brokoli untuk racikan bubur baby Ghaazi esok pagi. Bahan sayur minimalis juga kusiapkan buat porsi sarapan. Tangkapan cctv di layar monitor memperlihatkan putraku nyenyak dalam ranjang tidurnya. Dua kamera cctv di rumah ini ditujukan untuk memantau depan rumah dan pojok kamar yang menampilkan aktivitas baby Ghaazi jika ia terbangun dari tidur. Kukembalikan kasur lipat dan kotak mainan ke dalam kamar serba guna, bermaksud menyapu dan ngepel lantai ruang tamu. Biar Besok sudah aman buat arena bermain putraku, entah kenapa tangan malah menggapai ponsel di meja.Beberapa file image yang masuk ke laman WatshApp, menghentikan aktivitas. Foto yang dikirim berupa bidikan zoom itu menampakkan pasangan lelaki dan wanita yang tengah makan malam, juga beberapa fose akrab di tepi kolam renang.Drrrtttt. Mode getar yang kuatur untuk pangg
Ternyata baby Ghaazi terus saja gelisah, bahkan dalam tidurnya. Suhu badannya sedikit di atas normal ketika diukur dengan termometer. Kuhalau kecemasan dengan banyak istigfar dan tak berselang satu jam putraku muntah.Tak bisa abai lagi, kukemas keperluan mendesaknya ke dalam tas ransel, mengambil dokumen asuransi kesehatan di laci dan memesan taksi online. Turun ke lantai bawah untuk mengambil susu formula dan MPASI.Pukul sebelas siang dokter jaga di IGD rumah sakit merekomendasi pemeriksaan lab. darah, kuiyakan saja karena baby Ghaazi kubawa ke rumah sakit setelah gejala panas disertai muntah. Tetap berada di rumah sendirian menghadapi kondisi itu hanya membuatku bertambah panik."Maaf ibu, jumlah trombosit dalam darah putra ibu turun di bawah seratus ribu. Kami sarankan dirawat supaya penanganannya intesif?" Dokter jaga memberi rekomendasi yang membuat tubuhku lemas. Kecemasan mulai melanda, juga bingung dengan gejala putraku itu."Sakit apa anak saya, Dok?" "Jika trombosit di baw
"Bagaimana bisa sih, anak kita sampai terkena DBD?" Pertanyaan itu dilontarkan Erland begitu tersambung video call."Aku nggak paham, Mas? Kita kan baru pindahan ke lingkungan baru, siapa tahu itu penyebabnya..." sahutku lalu mengarahkan layar ponsel ke arah baby Ghaazi yang sedang dipegang oleh kakek.Putraku melonjak sumringah mengenali wajah sang papa, sebelah tangannya yang terdapat slang infus terpaksa kupegangi. Beginilah repotnya merawat bayi yang lagi sakit, gerakannya tak mau diam, rewelnya karena jenuh disertai rasa tak nyaman akibat demam.Beberapa saat Erland mengajak putranya ngobrol, sesekali ditingkahi celotehnya terbata menyebut papa-papa. Ayahku sampai ikut tertawa gemas menyimak interaksi antara cucu dan menantunya. Sore ini Ayah langsung pergi ke rumah sakit begitu menerima kabarku.Restu kemudian pamit pulang sebentar, katanya setelah agak malam datang lagi menemani aku dan ayah. Tak bisa kutolak kebaikannya karena dia bilang m
"Aku pergi, Mas?" Kukuatkan hati pagi ini mendekati Erland dan menciumkan tangan mungil baby Ghaazi ke bibirnya. Putraku terkekeh wakaupun raut wajah dan senyum papanya sangat kaku."Aku baru bertemu Egha sebentar, mau kau bawa pergi Al?" sorot mata Erland yang tajam menyambarku, aku berpaling kalah. Kulepaskan tubuh baby Ghaazi yang condong menjangkau papanya."Dengan papa sebentar ya, mama tunggu di depan?" Sakit. Terlampau sakit yang kurasakan saat tidak ada bantahan lagi dari Erland. Perselingkuhannya dengan Tyas berarti benar terjadi.Ingin sekali meraung memaki lelaki yang berstatus suami sekaligus ayah putraku. Sayangnya akal sehatku menolak memberikan trauma bagi baby Ghaazi. Aku juga masih menghormati mama mertuaku yang kini nampak pasrah."Alia, kamu sebentar saja pergi? Kasihan cucu mama baru sembuh.....Kamu dan Erlan hanya perlu menenangkan diri, kan?" mama Netty merengkuhku lagi begitu kuambil tangannya untuk pamit.Kuanggukkan kepala dan menyusut sudut mata, lalu bergega
"Kau sengaja melakukannya, Tyas?" Kulempar pertanyaan itu begitu wanita berleher jenjang bisa kutemui di kediamannya. Tyas mengerutkan kening hingga alisnya bertaut, duduk di sofa menumpukkan lutut hingga betisnya yang jenjang terekspos dengan indah. "Apa memangnya yang kulakukan?' balik bertanya sambil menggigiti kuku jarinya yang dikutek, Tyas sukses membuatku menelan saliva. Gesturnya amat menggoda, sayangnya saat ini aku sedang tak minat menanggapi."Foto-foto ini, kau meminta seseorang menjepret kita lalu mengirimnya kepada Alia?" kutunjukkan sederet foto yang diteruskan Alia kemarin."Aku tidak tahu apa-apa, tapi.....ini kan foto waktu kamu menghadiahiku surpraise dinner?" sergahnya tersenyum. Aku menarik napas. Makan malam yang entah dirancang oleh siapa itulah mengawali kedekatan kami. Rasanya aku seperti terjebak tapi tak bisa melawan daya pikat yang ada pada seorang Tyas Fahira."Lalu soal lingerie yang ada dalam koperku, kau juga tidak
Sepulang dari mendampingi kunjungan lapangan, aku jatuh sakit. Keletihan perjalanan darat hari kedua yang menguras tenaga ditambah hari-hari sebelumnya mentalku cukup tertekan setelah mengajukan berkas cerai ke pengadilan agama.Dengan tubuh meriang, aku bahkan tidak bisa melepaskan rindu pada baby Ghaazi. Tante Fifi melarangku langsung menemui putraku, terlebih karena aku baru datang dari daerah. Beliau khawatir masih tersisa penularan virus penyebab pandemi selama dua tahun lalu."Kamu sakit, Al?" Erland yang sore ini mengira baby Ghaazi sudah kubawa pulang ke rumah Citraland, terkejut mendapatiku demam. Aku yang tadinya meringkuk di tempat tidur mau tak mau membuka pintu yang sudah kukunci. Wajah yang pucat dan tubuh berlapis sweater tebal, mendorongnya secara otomatis meletakkan punggung tangan di dahiku."Egha dimana?" Tanyanya menyadari rumah yang sepi."Tante Fifi melarangku singgah untuk membawanya pulang, Mas. Di bandara tadi ak
"Pergi ke Riau dengan bos-CEO? Baguslah, anggap saja kamu sedang healing?" Lontar Rivana tersenyum menggoda. Pagi ini kami bertemu secara tak sengaja. Aku mengantar suster dan baby Ghaazi untuk menginap di tempat orangtua Rivana sampai lusa. Besok ayah dan bunda juga akan datang ke sini menemani cucu mereka."Aku terpaksa diminta ikut, Va. Investor asing perlu penterjemah waktu dialog dengan pihak pemerintah daerah." kilahku berdalih."Nikmati saja, Al. Kurasa Pak Destanto bukan cuma membutuhkanmu di lapangan, tapi dia bermaksud supaya kamu sedikit melupakan perkara perceraian itu." Pungkas Rivana."Ngaco kamu ah, kemarin saja aku ditegur. Disarankan ambil cuti gegara ketahuan melamun?" Sergahku meringis."Haa...itu namanya bos-CEO menaruh perhatian padamu. Peduli dengan yang kamu sedang hadapi, betul gak?!" Rivana mengedipkan sebelah mata. Aku tak menggubrisnya lagi. Bisa jadi apa yang dikatakan Rivana benar, tapi bisa pula keliru. Mana bisa kutebak dengan pasti apa saja dipikiran l
Dengan bantuan om Rudi aku memperoleh jasa pengacara untuk mengurus perceraian. Tak memakan waktu lama untuk menyiapkan berkas, kuserahkan lebih lanjutnya pada pengacara untuk mengajukan sidang.Benar kata Restu, pihak keluarga besarku sudah sangat memahami sejak tujuh bulan lalu. Dukungan terutama dari Rivana, juga Kak Ciko yang memberiku semangat dan meyakinkan pasti ada hikmah di balik semua ini.Hari sabtu Erland datang dan kumanfaatkan momen itu untuk bicara dari hati ke hati."Aku minta maaf sekali lagi, Mas. Senin depan berkas perceraian kita sudah diajukan ke pengadilan agama." Kata-kata itu terucap pelan, tapi mampu merenggut denyut jantungku sendiri hingga serasa berhenti.Erland berpaling ke arahku, tatapan matanya berkilat terluka. Tanpa kuduga ia kemudian berjalan mendekat, lalu menarikku dalam pelukan yang kuat."Aku tahu kau tersiksa menjalani rumah tangga kita, Al. Kau berhak mengambil jalan ini untuk merasa lebih bahagia?"Ya, Allah. Kenapa hatiku sangat sakit menerim
Undangan Desta pada acara tahlilan empat puluh hari mendiang bapaknya, mempertemukanku lagi dengan Alia. Walaupun aku mengetahui kepindahannya ke Jakarta sudah hampir dua minggu, tak ada alasan tepat aku pergi menemui Alia. Terlebih ia disibukkan dengan profesi baru di Bthree Group milik teman baikku.Erlan tidak kau undang?" Tanyaku begitu kami bertemu sebelum acara tahlilan berlangsung"Dia tidak bisa datang, kesibukannya mulai padat menjalankan kembali bisnis milik Tyas." Alia tampak berusaha jujur, kedua bola matanya yang indah menghindar dari tatapan ingin tahuku."Aku permisi ke dalam, Res? Di dalam juga ada Rivana" ujarnya sebelum berlalu. "Rivana, putrinya om Rudi?" cegahku penasaran."Iya, suaminya Dipo juga bekerja di Bthree Group." Aku mengangguk paham dan membiarkan Alia berlalu. Nampaknya para wanita dan kerabat dekat keluarga Desta berkumpul di ruang keluarga rumah kediaman ini.Aku terpekur duduk di antara tamu undangan yang berdatangan. Wajah cantik Alia berkelebat.
Tak kukira akan bertemu Restu di pelaksanaan tahlilan, sepupu Erland itu ternyata diundang langsung oleh CEO Destanto."Erlan tidak kau undang?" Tanya Restu."Dia tidak bisa datang, kesibukannya mulai padat menjalankan kembali bisnis milik Tyas." Sahutku sebagaimana kenyataannya. Erland tidak menjanjikan bisa hadir sewaktu kemarin kusampaikan bahwa bu Retno juga mengundang keluargaku ke acara ini. "Sepertinya aku masih sibuk menyelesaikan pekerjaan pada jam itu." Jawaban Erland kuartikan sebagai keengganannya untuk datang.Terlebih tahlilan almarhum Pak Amirudin dilaksanakan ba'da Ashar, sepertinya Erland memilih berkutat di kantornya daripada datang ke sini demi memantaskan hubungan baik semata.Rivana yang datang mewakili keluargaku, dan sekaligus mendampingi suaminya yang juga masuk di panitia kecil.Rangkaian acara pengajian Ayat Suci Alquran dan Dzikir Tahlilan berlangsung tepat waktu dan lancar karena Sholat Asha
"Alia, maaf mengganggumu dihari libur. Kalau ada waktu bisa ketemu dengan ibu ya, ada yang mau dibicarakan hari ini?" Suara di ujung telpon adalah milik CEO Destanto. "Baik Pak, kalau boleh tahu mengenai apa yang akan dibicarakan ini?" Tanyaku penasaran."Rencana tahlilan almarhum bapak tiga hari lagi, kamu bisa datang hari ini atau besok di jam kerja?" "InsyaAllah siang ini, Pak." Kusanggupi permintaannya."Baiklah, terimakasih. Kami tunggu," terdengar nada suara lega. Lalu telpon di tutup menyusul dikirim mapp lokasi kediaman yang nantinya kutuju.Hari masih pukul delapan, di depan rumahku suster membawa baby Ghaazi sarapan, bergabung dengan para tetangga komplek yang penampakannya hanya terlihat di hari minggu. Pada jam segini ada warga yang lalu lalang baru selesai berolah raga pagi, ada pula yang menemani anak bermain sepedaan, atau sekedar bersih-bersih pekarangan. Semua itu menggantikan suasana lenggang yang b
"Begitu rupanya? Ibu paham sekarang, tapi tidak apa-apa juga toh, bila sandiwara nantinya berlanjut jadi kenyataan?" kata-kata bu Retno bernada gurauan, tapi tetap saja membuatku kesulitan menanggapi."Fokusnya belum ke arah itu, Bu. Alia sedang mengurus perceraian dengan suaminya..."Glek. Kali ini aku hampir tersedak padahal potongan puding yang kusuap amatlah lembut di kerongkongan.Tak bisa berbuat apa-apa. Tak keliru juga ucapan owner Desta. Hanya saja sungguh canggung jadinya ketika di luar kendali masalah pribadiku jadi perbincangan di sini "Ibu turut prihatin. Kalau boleh tahu kamu punya putra atau putri dari pernikahan itu?" Bu Retno menatapku."Seorang bocah lelaki, Bu. Namanya baby Ghaazi..." Sekali lagi owner Desta yang menjawab pertanyaan ibundanya.Aku sudah gerah dengan percakapan ini. Kalau saja bukan bos-ku, pasti kupilih angkat kaki dari sini. Salahku juga yang mengajukan konflik rumahtangga sebagai l
"Hari ini ulangtahun Arumi, Tante Mia mengadakan syukuran dan mengundangmu juga. Kamu bisa pergi, Al?" Perkataan Erland membuat ingatanku kembali terlempar ke masa lalu. "Sepertinya tidak, Mas. Aku ingin istirahat saja." jawabku seadanya. Hari sabtu ini memang kurencanakan menghabiskan waktu di rumah saja, berleha-leha sambil bermain dengan baby Ghaazi."Berarti aku ajak Egha dan suster saja, kebetulan ada Salom Almera putrinya Iqbal. Egha bisa bermain bersamanya," ujar Erland."Tapi, Mas...""Kenapa, Al? Kamu keberatan sekali-sekali Egha pergi denganku? Tiap hari seharian ditinggal kerja, anak balita pun butuh suasana baru di luar sana." imbuhnya Aku terdiam karena sudah terlanjur mengatakan tidak ikut ke rumah Arumi, tapi tidak mengira Erland bahkan tetap mengajak baby Ghaazi dan suster."Ya sudah, akan kusiapkan keperluan Egha dulu." Ucapku tak ingin berkeras, padahal aku bakal kesepian di rumah.Ada benarnya kata-kata Erland, baby Ghaazi dan suster perlu diajak jalan setelah ber
Aku tiba di gedung Perkantoran yang ditempati BThree Group lima belas menit sebelum waktu yang dijanjikan oleh owner Desta.Persis seperti di Surabaya sejumlah apartemen studio menjadi area beraktivitas berbagai divisi menggerakkan jalannya roda perusahaan. Hanya saja masing-masing apartemen studio berukuran lebih besar dengan desain interior eksklusif."Selamat pagi Bu Alia, selamat datang dan selamat bergabung di Bthree Group." Seorang gadis mengucap salam menyambut di meja resepsionis yang berbentuk setengah lingkaran dengan latar belakang logo perushaan berupa tiga hurup B,t,h berukuran besar yang dirangkai apik menggunakan paduan warna elegan.Begitu kusebutkan nama maka garda terdepan ini menyambut dengan kalimat yang spesifik, pertanda sudah mengidentifikasi diriku adalah wajah baru yang mereka ketahui satu paket dengan pemegang tampuk pimpinan perusahaan yang baru. "Selamat pagi, Mbak. Apakah saya akan menunggu Pak Desta di sini