"Sudah, Buuuuu ..."
Teriakan para murid membuyarkan lamunan Dara. Hari ini moodnya begitu buruk sehingga malas menjelaskan pelajaran. Jadi, dia hanya memberikan tugas soal-soal kemudian meminta mereka mengumpulkan di depan jika sudah selesai.
"Oh, ya. Kalian boleh istirahat."
"Tapi belum bel, Ibu."
"Kalau begitu kalian bebas. Ibu mau istirahat. Ibu kurang sehat. Kalau ada guru lain tanya, jawab saja begitu," jelasnya.
"Baik, Bu!" jawab mereka serentak.
Dara berjalan gontai menuju ke ruang UKS. Mungkin sebutir pil penghilang nyeri kepala bisa meredakan rasa pusingnya.
"Bu Dara sakit?" tanya petugas UKS saat dia masuk ruangan itu.
"Pusing, Mbak."
"Ayo duduk sini, saya periksa tensinya."
Dara menarik kursi dan menyerahkan lengannya untuk diperiksa. Ternyata setelah dicek tensi darahnya memang drop. Pantas saja dia limbung.
"Ibu belum sarapan?"
"Sudah."
"Apa beberapa hari ini begadang?"
Dara meraih koper dari kabin dan ikut mengantre untuk turun dari pesawat. Sejak malam itu, saat mendengar suara wanita yang mengangkat telepon suaminya, dia berniat berangkat kesini dan membuktikan semua prasangka.Wanita itu menitipkan Ciara kepada ibu dan Riri, serta mengambil cuti kerja selama 3 hari. Saat Arya bertanya dia hendak kemana, Dara menjawab ada training diluar kota dan dia terpilih. Berbohong sedikit, agar keluarga Dewa tak membocorkan kedatangannya.Untunglah bapak, ibu dan Riri bisa diajak kerjasama. Dara menceritakan semua dengan air mata berlinang. Ibu mengizinkanya berangkat, namun dia harus menenangkan diri terlebih dahulu.Riri juga terus memberikan nasihat positif agar hatinya tenang, juga membantu mencarikan promo tiket dan penginapan. Setelah semua persiapan matang, hari ini dia datang untuk menemui Dewa."Taxi?" tanya seseorang bapak bermata sipit menawarkan.Dara bertanya berapa tarif yang dikenakan jika samp
Dara terpekur di makam itu dengan sebuah Buku Yaasin di tangan. Sejak tadi dia melantunkan ayat-ayat dengan merdu di depan batu nisan bertuliskan nama adiknya, Asyifa Laura.Bersama ibu, bapak juga Ciara, mereka berkunjung kesini. Lama dia tidak datang, sejak musibah beruntun menimpa keluarga mereka. Ketika dia tiba di tanah air setelah bertemu dengan Dewa, Dara memutuskan untuk pergi ziarah.Ciara menaburkan bunga di makam 'mamanya'dan memeluk batu nisan dengan mengucapkan kata-kata rindu. Bagaimanapun juga, Laura pernah ada dan cukup lama mengisi hari-hari anak itu."Ayo kita pulang. Udah sore," ajak ibu."Bapak ibu duluan. Aku masih mau disini sebentar," katanya."Kalau gitu kami nunggu di pintu gerbang," kata bapak.Kini tinggalah dia sendiri. Dara mengusap batu nisan dan memeluknya, sama seperti yang Ciara ucapkan tadi.Lama dia termenung, lalau akhirnya berucap. "Dek. Maafin kakak kalau ada salah."Hanya i
Dara terbaring lemas di tempat tidur. Sudah satu bulan ini kondisinya drop. Sejak dinyatakan positif hamil oleh dokter, dia bed rest total. Jangankan bangun, berjalan saja dia tidak mampu.Sama seperti kehamilan dulu, hanya saja statusnya sekarang berbeda. Dia sudah tak lagi bekerja karena Dewa meminta untuk berada di rumah."Pijat, Bu," katanya dengan manja. Sudah dia hari ini juga ibu menginap untuk menemani putrinya.Dewa menjadi semakin sibuk sejak dipindahkan. Dia dipercayakan oleh Mr. William untuk mengelola kantor konsultan miliknya. Bukan hanya dia sendiri, tapi ada beberapa orang yang dikirim kembali ke Indonesia.Penghasilan yang sekarang juga belum sebesar pekerjaan yang sebelumnya. Boleh dibilang, Dewa memulai semua dari nol. Namun, dia menyukuri hal itu. Baginnya harta yang paling berharga adalah keluarga."Kamu ini tiap hamil manja banget," kata Ibu."Kalau pusing ya mau gimana lagi, Bu. Bukan sengaja be
"Selamat pagi, Cantik." Dewa menggendong putri keduanya dan membawa bayi mungil itu ke depan untuk berjemur. Pada saat lahir, tubuhnya agak kekuningan sehingga Dara harus full memberikan ASI. "Ayo, ikut Papa. Kita jalan-jalan." Dewa meletakkan Sarah di stroller, lalu membuka pintu dan berjalan menuju halaman. Setelah kecelakaan itu, kakinya pincang dan tidak bisa berjalan normal seperti yang lain. Dewa tak pernah berkecil hati atas kondisinya saat ini. Dia malah mengucap syukur karena kini bisa berkumpul dengan keluarganya setelah satu tahun berpisah. Walaupun pekerjaannya saat ini tak menghasilkan sebanyak dulu, tetapi dia tetap menjalaninya dengan ikhlas. Dewa percaya bahwa Allah lebih tahu apa yang menjadi kebutuhannya. Mereka hanya perlu berusaha. "Papa!" Dewa menoleh dan mendapati Ciara sedang berjalan ke arahnya. Wajah anak itu terlihat cemberut dan menguap beberapa kali. Sepertinya dia masih mengantuk karena bebera
Dewa memasuki ruangan yang masih sepi. Dia memang datang lebih awal karena harus mengantar Ciara pagi-pagi.Jumlah karyawan di kantor ini memang masih sedikit karena baru membuka cabang dua tahun terakhir. Dia dan beberapa orang dari Singapura dimutasi untuk membesarkannya.William, pemilik perusahaan ingin membuka melebarkan sayap hingga ke seluruh Indonesia, dengan catatan jika omset penjualan terus meningkat. Sayangnya, dalam setahun ini, sejak Dewa dan rekan-rekannya bergabung, semua masih jalan di tempat."Pak Will mau datang ke sini," kata salah seorang rekan Dewa saat memasuki ruangan."Kapan?""Dua hari lagi. Dia kan mau nikah."Dewa tertegun beberapa saat dan teingat akan sesuatu. Jika William akan menikah, itu berarti Keysa juga akan pulang ke Indonesia.Sekilas kenangan sewaktu wanita itu menggodanya berkelebat di benaknya. Keysa memang cantik dengan tubuh yang aduhai. Namun, bagi Dewa, wanita yang dengan mudahnya menyerahk
Kantor pagi itu terlihat lebih meriah dari biasanya. Seluruh ruangan tertata rapi dengan tambahan beberapa perabotan baru. Para karyawan berpenampilan terbaik hari ini karena pemilik perusahaan akan berkunjung. Ada banner ucapan selamat datang di depan pintu masuk. Nama William tertulis besar sebagai penghormatan. Sepasang kekasih itu turun dari mobil sembari bergandengan tangan. Mereka saling bertatapan mesra dan tersenyum senang. Keysa tampak semakin cantik karena tubuhnya terlihat lebih berisi. Perutnya memang membuncit karena ada janin yang sedang bersemayam di dalamnya. "Kenapa aku harus ikut ke kantor?" bisik Keysa ketika beberapa orang menghampiri mereka. "Karena aku ingin memperkenalkan kamu kepada semua karyawanku," jawab William dengan bahasa yang kaku. Sejak Keysa menyetujui perjodohan mereka, William mulai mempelajari banyak hal mengenai Indonesia. Dia mulai mencicipi berbagai menu khas daerah, juga belajar
Riri menepikan motor di parkiran rumah sakit dan membuka jaketnya. Cuaca cukup dingin pagi ini. Dia tidak mengajar karena ini hari Sabtu. Wanita itu ingin bertemu dengan kekasihnya. Sudah lama mereka lost contact. Sejak keberangkatan Radit untuk mengikuti seminar, lelaki itu seperti hilang ditelan bumi.Padahal Radit berjanji akan melamarnya sepulang dari luar kota. Riri menunggu dengan sabar. Sayangnya, entah mengapa lelaki itu sulit dihubungi."Poli gigi di mana ya?" tanya Riri kepada salah satu petugas resepsionis yang berjaga di depan."Mbak sudah daftar?""Saya bukan pasien. Saya mau ketemu Dr. Radit," jawabnya dengan yakin.Resepsionis itu memandang Riri dengan lekat seolah-olah mencari tahu identitasnya. Radit adalah salah satu dokter favorit di rumah sakit ini. Selain berwajah tampan, lelaki itu juga ramah kepada karyawan lain dan pasien.Status Radit yang masih lajang juga menambah nilai plus, sehingga banyak
Riri tertegun saat membaca pesan yang masuk ke ponselnya. Gadis itu mengusap dada karena tak percaya dengan apa yang baru saja dia baca.'Hari Minggu nanti Mama sama Papa aku aku mau datang ke sini. Apa boleh kami ke rumah kamu?'Radit mengirim pesan itu satu jam lalu dan Riri belum sempat membalas. Gadis itu masih mengajar hingga siang hingga tak sempat menyentuh ponsel. Ketika jam istirahat tiba, dia langsung membaca kotak masuk dan terkejut membacanya.'Oke.'Hanya itu yang Riri ketikkan saat membalas. Dia kelaparan karena tadi pagi hanya sarapan sedikit. Gadis itu bergegas ke kantin dan memesan semangkuk bakso sebagai pengganjal perut."Sendirian, Neng?"Sebuah suara mengejutkan Riri. Gadis itu menoleh dan mendapati Dara sedang menghampirinya."Loh, kamu kok ke sini?""Kangen sekolah. Kangen mie ayamnya."Riri menggeser posisi dan membiarkan Dara duduk di sebelahnya. Gadis itu melambaikan tangan ke
Dara mengernyitkan dahi ketika mobil Dewa berbelok ke arah rumah. Tadinya, dia berpikir kalau mereka akan menjemput anak-anak setelah acara akad nikah Riri. "Kita gak jemput anak-anak, Mas?" tanya wanita itu heran. Dewa menjawab pertanyaan istrinya dengan gelengan dan bersiul sembari menyetir. Lelaki itu sudah mengatakan kepada mamanya bahwa mereka akan datang ke sana setelah Magrib. Jadi, masih ada beberapa jam untuk bisa berduaan. "Kasihan Sarah, Mas. Nanti dia cari aku," ucap Dara. Setiap ada undangan pernikahan, mereka memang jarang membawa anak-anak. Namun, Dara juga tak akan pergi lama. Setelah acara selesai dia akan menjemput mereka. "Mas kenapa, sih? Kok aneh?" tanya Dara saat mobil sudah terparkir di halaman rumah. Dewa menarik lengan istrinya saat mereka akan masuk. Suasana sepi siang ini karena tak banyak kendaraan yang berlalu lalang di sekitaran komplek. Apalagi cuaca agak mendung, sehingga membuat
Dara menuntun Riri memasuki ruangan itu. Sahabatnya itu adalah anak tunggal sehingga hanya dia sendiri yang mendampingi. Ada sepupu dan keponakan, tetapi justeru dia yang dipilih. Acara pertunangan ini mirip dengan yang biasa dilakukan oleh para artis di televisi. Hanya saja dibatasi dan dihadiri oleh keluarga. Namun, dekorasi yang mewah sudah menjawab bahwa Radit tak main-main dalam mempersiapkan masa depannya. Seserahan yang dibawa dari pihak laki-laki cukup banyak. Dara sampai tertegun saat melihat isinya. Apalagi ketika Riri memperlihatkan cincin berlian yang dibeli Radit untuknya. "Radit royal banget ya, Ra. Aku tegur dia biar gak terlalu berlebihan," curhat Riri sehari sebelum acara dilangsungkan. "Ya gak apa-apa. Kan buat istri sendiri. Lagian dia memang udah mapan. Udah punya rumah sendiri. Nanti habis nikahan bisa langsung kamu tempati. Kayak aku sama Mas Dewa dulu.
Satu minggu kemudian. Suasana di ballroom hotel itu begitu meriah. Setiap sudut ruangannya berhiaskan bunga-bunga, juga penggung tempat kedua mempelai bersanding. Berbagai lampu kristal menhiasi setiap sudut ruangan. Dekorasi yang begitu mewah menandakan bahwa yang mempunyai acara adalah keluarga terpandang. Apalagi saat melihat sajian dan souvenir untuk para tamu. Juga bagusnya pakaian yang dikenakan oleh para bridesmaid dan groomsmen. Keysa tampak anggun dengan gaun pengantin putih rancangan seorang designer terkenal. Sebuah mahkota bertahtakan berlian tersemat di kepalanya. William memesan itu sebagai tanda bahwa wanita itu adalah ratu di hati dan hidupnya. Keysa menyambut para tamu dengan antusias sekalipun perutnya begitu kentara terlihat. Wanita itu tampak santai, begitu pula dengan keluarganya. Bahkan William kerap mengusap perut istrinya selama acara berlangsung. William terlihat begitu gagah dengan jas hitam ya
Dara menatap wajah Dewa dengan gamang. Ucapan suaminya tadi cukup membuat hatinya galau setengah mati. Jika dia mengiyakan penawaran itu, maka mereka akan memulai hidup baru di kota lain. Bukannya Dara tak mau mengikuti Dewa bertugas dan mengabdi sebagai istri yang taat. Hanya saja beradaptasi dengan lingkungan baru itu cukup melelahkan. Apalagi Sarah masih kecil. Sekolah Ciara juga harus pindah jika sampai itu terjadi. "Ini kesempatan emas buat kita. Kalau menjadi kepala cabang, tentunya penghasilan aku bakalan lebih besar. Jadi kalian bisa lebih sejahtera," bujuk Dewa lembut. Dara masih menatap suaminya dengan perasaan tak menentu. Istri mana yang tidak tergiur jika dijanjikan kemewahan dunia. Namun, hatinya masih bimbang. Dewa yang melihat Dara tampak meragu, akhirnya memilih untuk mengalah dan tak mau memaksakan kehendak. "Tapi tentunya kalau kamu setuju. Kalau gak mau, aku ikhlas walau cuma jadi manager di sini,"
Sebuah panggilan membuat Dewa menoleh. Tampak sosok Keysa, dengan perut yang terlihat membulat, berjalan agak cepat untuk menghampirinya."Wa!""Ada apa?" tanya lelaki itu malas. Dia sudah menduga apa yang akan dilakukan oleh Keysa."Kamu udah lunch?"Dewa membuang pandangan karena kesal. Hampir setiap hari Keysa datang dan mengajaknya makan siang. Hal itu membuatnya malas karena tak enak hati kepada William. Lelaki itu pastilah menyimpan rasa cemburu karena calon istrinya berduaan dengan lelaki lain.Hanya saja Dewa belum tahu apa yang harus dilakukan untuk menolak keinginan Keysa. Jika dia bersikap kasar, dikhawatirkan akan berdampak pada pekerjaan."Udah," jawab Dewa berbohong. Padahal dia baru saja akan makan di ruangan, karena hari ini memesan secara online."Yah, aku telat, dong!"Raut wajah Keysa berubah kecewa. Sekalipun begitu, wanita itu tetap terlihat cantik. Kehamilan membuat tubu
Radit menggosok tangan karena gugup. Sementara itu kedua orang tuanya malah tersenyum geli. Hari ini mereka akan melamar Riri, berdasarkan musyawarah kedua belah pihak. Acaranya tidak formal, hanya pertemuan dua keluarga inti. Nanti jika mereka mencapai kesepakatan, baru akan diadakan acara pertunangan yang melibatkan keluarga besar."Ayo pencet belnya. Masa' gitu aja takut," ucap papanya.Radit menarik napas panjang untuk mengurangi rasa gelisah. Lelaki itu menatap mamanya berulang kali untuk meminta kekuatan."Anak mama ini. Ngobatin gigi yang parah aja berani, masa mau ke rumah calon mertua takut," ledek mamanya.Radit kembali hendak menekan bel ketika tiba-tiba saja pintu rumah terbuka. Hal itu membuatnya terkejut dan hampir berteriak. Sosok Riri yang berbalut gamis muncul menyambutnya."Eh, calon istri," ucapnya spontan.Semua orang tergelak mendengar ucapannya. Lalu, Radit langsung membuang pandangan dengan wajah mero
Riri tertegun saat membaca pesan yang masuk ke ponselnya. Gadis itu mengusap dada karena tak percaya dengan apa yang baru saja dia baca.'Hari Minggu nanti Mama sama Papa aku aku mau datang ke sini. Apa boleh kami ke rumah kamu?'Radit mengirim pesan itu satu jam lalu dan Riri belum sempat membalas. Gadis itu masih mengajar hingga siang hingga tak sempat menyentuh ponsel. Ketika jam istirahat tiba, dia langsung membaca kotak masuk dan terkejut membacanya.'Oke.'Hanya itu yang Riri ketikkan saat membalas. Dia kelaparan karena tadi pagi hanya sarapan sedikit. Gadis itu bergegas ke kantin dan memesan semangkuk bakso sebagai pengganjal perut."Sendirian, Neng?"Sebuah suara mengejutkan Riri. Gadis itu menoleh dan mendapati Dara sedang menghampirinya."Loh, kamu kok ke sini?""Kangen sekolah. Kangen mie ayamnya."Riri menggeser posisi dan membiarkan Dara duduk di sebelahnya. Gadis itu melambaikan tangan ke
Riri menepikan motor di parkiran rumah sakit dan membuka jaketnya. Cuaca cukup dingin pagi ini. Dia tidak mengajar karena ini hari Sabtu. Wanita itu ingin bertemu dengan kekasihnya. Sudah lama mereka lost contact. Sejak keberangkatan Radit untuk mengikuti seminar, lelaki itu seperti hilang ditelan bumi.Padahal Radit berjanji akan melamarnya sepulang dari luar kota. Riri menunggu dengan sabar. Sayangnya, entah mengapa lelaki itu sulit dihubungi."Poli gigi di mana ya?" tanya Riri kepada salah satu petugas resepsionis yang berjaga di depan."Mbak sudah daftar?""Saya bukan pasien. Saya mau ketemu Dr. Radit," jawabnya dengan yakin.Resepsionis itu memandang Riri dengan lekat seolah-olah mencari tahu identitasnya. Radit adalah salah satu dokter favorit di rumah sakit ini. Selain berwajah tampan, lelaki itu juga ramah kepada karyawan lain dan pasien.Status Radit yang masih lajang juga menambah nilai plus, sehingga banyak
Kantor pagi itu terlihat lebih meriah dari biasanya. Seluruh ruangan tertata rapi dengan tambahan beberapa perabotan baru. Para karyawan berpenampilan terbaik hari ini karena pemilik perusahaan akan berkunjung. Ada banner ucapan selamat datang di depan pintu masuk. Nama William tertulis besar sebagai penghormatan. Sepasang kekasih itu turun dari mobil sembari bergandengan tangan. Mereka saling bertatapan mesra dan tersenyum senang. Keysa tampak semakin cantik karena tubuhnya terlihat lebih berisi. Perutnya memang membuncit karena ada janin yang sedang bersemayam di dalamnya. "Kenapa aku harus ikut ke kantor?" bisik Keysa ketika beberapa orang menghampiri mereka. "Karena aku ingin memperkenalkan kamu kepada semua karyawanku," jawab William dengan bahasa yang kaku. Sejak Keysa menyetujui perjodohan mereka, William mulai mempelajari banyak hal mengenai Indonesia. Dia mulai mencicipi berbagai menu khas daerah, juga belajar