Share

Bab 3 Ketulusan Hati Anisa Rahma

 Sebelum kepala pelayan membukakan pintu, sebuah suara lemah terdengar dari dalam kamar tidur, diselingi oleh batuk, "Uhuk... Uhuk... Apakah itu kamu, Anisa Rahma? Masuk."

 Anisa mengangkat satu alisnya ke arah kepala pelayan, yang tidak punya pilihan selain membukakan pintu dan membiarkannya masuk.

 “Silakan masuk, Nona. Tuan Muda menginginkan kamu untuk masuk,” kata Paman Iskandar Muda sambil membukakan pintu kamar dan membungkukkan badannya.

 “Terima kasih,” ucap Anisa sambil melangkahkan kakinya masuk ke kamar David Hutapea dan membungkukkan badan dalam proses perjalanannya.

 Sungguh sangat sopan sikap Anisa, hingga dia membungkukkan badannya saat berjalan memasuki kamar David. Walaupun Anisa sudah menjadi istri dari David, dia tetap menjaga sikap dan adab untuk menghormati orang lain. Lalu paman Iskandar Muda keluar dari kamar David dan menunggu di luar.

 “Sangat sopan sekali Anisa Rahma ini, inilah yang aku suka darinya. Aku akan menilai seberapa jauh kesetiaannya kepada aku,” gumam David di dalam hatinya dan ekspresinya tersenyum lebar saat melihat istrinya berjalan.

 Kamar tidur David hanya memiliki sedikit perabotan, hanya kanvas hitam dan putih yang hampir menyesakkan untuk dilihat. Wajar saja karena dia memiliki hobi melukis untuk mengisi waktu luang dirinya. Hasil karya begitu indah dan estetika untuk dipandang.

 David masih di kursi rodanya, dan menatap Anisa dengan tatapan penuh analisa. Dia terbatuk beberapa kali sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Anisa dalam pertanyaan yang tak terucapkan.

 "Aku belum pernah menjadikan istri siapa pun sebelumnya," ucap David berhenti sejenak dan melanjut ucapannya dengan ragu-ragu, "Aku pikir, aku akan tidak pernah memiliki seorang istri. Tapi aku salah, kamu datang sebagai seorang istri dan menanyakan tugas apa yang diminta dari aku."

 Kata-kata itu siap untuk keluar dari lidah David, untuk meyakinkannya bahwa dia tidak memerlukan apa pun, tetapi kemudian dia berubah pikiran. "Ruangannya sedikit hangat. Jika kamu tidak keberatan... Kamu bisa membantuku mengganti pakaianku." Dia masih mengenakan setelan formal dari pernikahan.

 Anisa menganggukkan kepalanya sebagai respons mengiyakan. Dia menurut sebagai seorang istri dan bergerak membukakan kancing jas suaminya dengan jarinya yang cekatan. Saat dia melepas pakaian David, mata mereka bertemu.

 Anisa tidak menolak, membiarkan David mengamatinya. Setelah jaketnya dilepas, dia mengulurkan tangan untuk membukakan kancing kemeja suaminya, tapi David menghentikannya dan berkata, “Aku bisa membuka bajuku sendiri.”

 Anisa menurut tidak membantah ucapan suaminya dan berkata, “Baiklah suamiku tersayang. Tapi kamu mungkin akan kesulitan memakai celanamu, jadi izinkan aku membantumu memakaikannya.”

 David tidak menanggapi, dia merasakan kasih sayang istrinya yang sangat perhatian kepada dirinya.

 Terlepas dari ketegasan awalnya, Anisa segera mendapati dirinya kesulitan dengan tugas tersebut. Dia belum pernah punya alasan untuk melepaskan ikat pinggang mahal seorang pria sebelumnya, dan setelah beberapa kali gagal, dia terpaksa meminta bantuan kepada David dan bertanya, “Bisakah kamu menunjukkan kepada aku cara melepaskan ikat pinggang ini?”

 Tanpa berkata-kata, David memegang tangan kecil Anisa yang lembut dan mengarahkannya ke kunci khusus yang tersembunyi di samping ikat pinggangnya. Dengan sekali klik, sabuknya terlepas.

 “Kunci ikat pinggangnya tersembunyi ya,” gumam Anisa dengan daya tarik terlihat di wajahnya yang cantik dan menawan. “Oh, Jadi begitu cara kerja ikat pinggangmu.” Dengan cepat, tanpa memberinya kesempatan untuk menolak, Anisa menurunkan celana David untuk diganti.

 “Tunggu sebentar! Aku malu,” ucap David menghentikan tangan Anisa untuk membantunya mengganti celana.

 “Tidak apa-apa. Izinkan aku membantu dirimu, bukankah kita sudah resmi menjadi pasangan suami dan istri?” ucap Anisa sambil menatap suaminya dengan tatapan kasih sayang.

 David telah bersiap untuk memberitahu Anisa agar membiarkan kepala pelayan membantunya. Tetapi dia terdiam membiarkan istri barunya melakukan tugasnya, dia merasakan udara dingin menyapu tubuh bagian bawahnya. Saat melepas celananya, Anisa tidak bisa menahan kulitnya menyentuh celana dan kulit kaki David.

 Ujung jari Anisa yang hangat dan halus, menyentuh kaki David seperti sentuhan kapas yang lembut. Matanya menelusuri sepanjang kaki David yang ramping, berotot, dan penuh kekuatan. Dia melayani suaminya dengan begitu tulus tanpa mengeluh.

 David mendapati dirinya tidak berdaya selain duduk di bawah pengawasannya yang tidak dapat disembunyikan. Dia meletakkan kedua tangannya di atas lutut dalam upaya kesopanan yang sia-sia dan berkata, "Terima kasih. Silakan minta Paman Iskandar Muda untuk membantuku."

 “Kenapa? Apakah kamu tidak membutuhkan bantuanku lagi?” Anisa hendak bersikeras bahwa dia juga mampu membantunya, ketika David ingin menyela, Anisa mengantisipasi tanggapannya, "Maafkan aku. Aku hanya ingin menjaga sedikit martabat aku sebagai seorang istri."

 Pandangan Anisa beralih ke arah kaki David yang tidak menggunakan celana, dan untuk pertama kalinya, di balik sikapnya yang lembut dan tenang, dia melihat sekilas kesedihan.

 "Maafkan aku," ucap David dengan penuh penyesalan. "Aku tidak berpikir seperti itu." Membantu melepas celananya sangat berbeda dengan membantunya memakaikan celananya, tidak diragukan lagi orang dengan status seperti David akan sadar bahwa dia berada dalam kondisi rentan di depan orang lain.

 Paman Iskandar Muda masuk dan Anisa keluar dari kamar David. Matanya membelalak saat melihat kaki David yang tidak menggunakan celana dan berkata, "Tuan Muda! Bagaimana wanita itu bisa begitu berani? Apa yang dia pikirkan? Apakah dia memaksamu?"

 Mata gelap David berkedip ke arahnya memberikan isyarat agar tenang. Dia bangkit dari kursi roda, melintasi ruangan dengan beberapa langkah pasti untuk mengenakan celana panjang. Berdiri tegak di depan cermin ukuran penuh, dia melepas topengnya, dan kulit palsu di bawahnya terkelupas, memperlihatkan tepi rahangnya yang dingin dan keras, juga wajah yang sangat tampan. Sebuah karya seni Yang Maha Kuasa, dipahat dengan rapi.

 Sikapnya yang lembut memudar. Saat dia berbicara, suaranya penuh dengan perintah dingin. "Cari tahu semua yang kamu bisa tentang Anisa Rahma!"

 Istrinya mengaku dia menikah dengannya atas kemauannya sendiri. Tapi rahasia apa yang dia sembunyikan? Keadaan apa yang mendorongnya mengambil pilihan tersebut?

 *********

 Ada banyak pelayan di mansion, cukup banyak sehingga Anisa tidak perlu melakukan apa pun sendiri jika dia menginginkannya. Namun, sebagai tanda niat baik, dia mengenakan celemek dan memutuskan membuatkan sarapan sendiri untuk suaminya.

 Setelah dia selesai menyiapkan makanan, dia hendak naik ke atas lalu memanggil David untuk sarapan ketika dia mendengar suara pintu terbuka. Seorang pria menggunakan jas berwarna merah masuk.

 Dia melihat Anisa, dan keterkejutan muncul di tatapannya. "Apakah kamu seorang juru masak baru? Kamu cantik sekali." Dia menutup jarak di antara mereka, memegang dagunya di antara jari-jarinya dan meliriknya.

 Anisa menarik diri, ekspresinya menjadi gelap saat dia mundur ke belakang dan berkata, "Siapa kamu? Jangan sentuh aku!"

 Seringai tersungging di wajah pria itu lalu berkata, "Wah wah wah, aku putra tertua kedua dari keluarga Hutapea, Victor Hutapea. Jangan bilang kamu tidak mengenaliku?"

 "Putra tertua kedua dari Keluarga Hutapea?" Anisa menggema dengan nada mengejek dan menjaga jarak darinya.

 "Menurutmu itu memberimu hak untuk menyentuhku kapan pun yang kamu mau? Menjauhlah dariku, atau kamu akan menyesalinya!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status