Beranda / Romansa / Pengantin Kedua Sang CEO / CHAPTER 4 (Suasana Baru)

Share

CHAPTER 4 (Suasana Baru)

Penulis: Madam Assili
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-17 20:20:43

"Bagaimana menurutmu tempat ini?" Hanna memindai setiap sudut ruang appartement yang baru saja disewanya. Untuk seorang single woman seperti Hanna, ruang appartement seperti ini cukup luas. Dengan desain interior modern, memiliki dua kamar tidur yang masing-masing terkoneksi dengan toilet pribadi. Bukan pemborosan, tapi memang hanya tipe ruang itulah yang tersisa untuk saat ini.

"Cukup bagus, bahkan jika suami tampanmu datang nanti, kalian akan leluasa berpindah-pindah untuk variasi bercinta. Di kamar, di dapur, atau mungkin kau ingin mencobanya di balkon." Kalimat provokatif itu dengan mudahnya meluncur dari bibir manis Isabelle.

Hanna hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Mimpi saja," ucapnya lirih.

Isabelle menelisik wajah Hanna dan tersenyum mengejek, "Diam-diam rupanya kau juga mendamba." Tawa Isabelle mengakhiri kalimat itu.

Hanna hanya mengepakkan tangan ke udara dan berlalu. Tidak akan ada habisnya jika terus meladeni kata-kata cabul Isabelle.

Ruang apartemen itu sudah dibersihkan sebelum Hanna menempatinya. Jadi, untuk saat ini Hanna tidak perlu bersusah payah untuk menatanya. Hanya menyusun sedikit barang-barang yang ia bawa ke dalam kamar.

"Baiklah, aku seharusnya pergi." Isabelle yang akan berlalu tiba-tiba dihentikan oleh Hanna.

"Tunggu, aku ikut! Antarkan aku ke tempat kita bertemu dengan pria itu tadi!" ucap Hanna.

"Kenapa? Kamu ada janji dengannya lagi?"

Hanna mendekat, "Ish ... Aku hanya ingin mengambil mobilku yang tadi kutinggalkan. Lagi pula aku tidak mengetahui satu pun identitasnya"

"Oh, aku turut prihatin. Pernikahanmu bukanlah pernikahan impian rupanya. Seharusnya sebagai pasangan suami-istri saat ini kalian sudah saling bercocok tanam." Isabelle kembali terkekeh. Gadis itu begitu bersemangat untuk menggoda sahabatnya.

"Hentikan semua omong kosongmu itu. Aku sedang tidak bersemangat untuk membahas pria itu."

"Hey! Ralat! Dia itu suamimu. Bukan 'pria itu', oke?" Isabelle meluruskan perkataan Hanna yang terlihat menyebikkan bibir merah mudanya.

"Ya terserah padamu, Nona Isabelle!" Hanna memutar kedua bola mata dengan malas dan berjalan mendahului langkah sahabatnya..

Di dalam mobil, terlihat kedua wanita cantik itu sibuk dengan pikiran mereka masing-masih. Hanna yang sudah dipastikan lelah dengan berbagai kejadian yang menimpanya hari ini lebih memilih untuk melemparkan pandangan ke arah jalanan melalui kaca jendela, sementara Isabelle yang sedang menyetir tetap fokus menatap arah lalu lintas. Sepertinya wanita periang berponi itu sudah cukup lelah mengoceh hari ini. Hingga keduanya tiba di cafe tempat mereka pertama kali bertemu dengan Bart.

Seketika mata Isabelle teralihkan pada sebuah pemandangan yang membuat dirinya terperangah. Seorang pria tampan yang baru saja dia kenal sedang bersama seorang wanita yang penampilannya cukup berkelas.

Plak!

Isabelle menepuk paha Hanna yang masih setia dengan lamunannya.

"Ck! Apalagi?" Hanna yang merasakan perih di permukaan kulit pahanya langsung menatap kesal Isabelle.

"Lihat itu. Bukankah dia Bart, suamimu? Manis sekali dia memperlakukan wanita itu. Apa kamu tidak berniat untuk melabraknya?" Isabelle dengan antusias memprovokasi Hanna untuk segera menghampiri pria tampan yang saat ini sedang bersama wanita lain.

Tidak dipungkiri, Hanna juga terkejut melihat sosok pria yang telah menjadi suaminya itu. Namun, tidak ada keberanian yang cukup untuk menghampiri Bart. Sebagai seorang istri, tentu saja tidak rela melihat suaminya bersama perempuan lain. Apalagi Bart terlihat bersikap begitu manis saat bersama wanita itu. Mungkinkah itu istri Bart yang lain? Hanna mencoba tak mau ambil pusing. Dia ingin menepis semua pikiran tentang Bart. Lagi pula perasaannya dengan Bart tidak sekuat itu. Bukankah Bart hanya pria yang baru dia kenal dan kebetulan disaat yang sama juga menikahinya meskipun tanpa didasari dengan perasaan cinta. Jadi, sebelum perasaan Hanna terganggu dengan hubungannya bersama Bart, ada baiknya bagi Hanna agar kembali menjalani kehidupan seperti saat dirinya belum mengenal Bart. Seolah-olah pernikahan itu tidak pernah terjadi.

Hanna beranjak dari kursi penumpang dan keluar dari mobil Isabelle. Sementara Isabelle enggan untuk pergi melajukan mobilnya. Masih menunggu pertunjukan apa yang mungkin terjadi sebentar lagi.

Hanna melenggang santai menuju tempat dimana mobilnya terparkir. Tak peduli harus melewati Bart yang saat ini masih berdiri di parkiran. Meskipun berusaha menepis rasa penasaran akan diri Bart, tapi Hanna tanpa meragu menatap suaminya dari jarak dekat. Bart yang merasa bahwa ada seseorang yang melintas, seketika mengedarkan pandangannya. Tentu saja, pandangan kedua makhluk Tuhan yang baru saja menikah itu saling berbalas. Ada jembatan tak kasat mata menghubungkan pandangan mereka satu sama lain.

Hanna menyunggingkan senyuman tipis dan berlalu seperti orang asing. Demikian halnya yang dilakukan Bart. Pria itu tampak tenang setelah melihat istrinya melintas. Seolah tidak pernah terjadi apapun. Bahkan tanpa rasa bersalah, Bart masih bersikap manis terhadap wanita yang saat ini sedang bersamanya.

'Mungkin ini yang dia maksud dengan mengatakan aku adalah pengantin kedua. Ternyata pria itu sudah memiliki istri, tapi bukankah ini tidak masuk akal karena mana mungkin pendeta mau menikahkan pria yang sudah terikat pernikahan dengan wanita lain. Dia benar-benar membuatku tak habis pikir,' ucap Hanna dalam hati. Ada sesuatu yang terluka di dalam dada, tapi seolah tidak berdarah. Entah kecewa atau mungkin Hanna merasa hidupnya semakin konyol saja setelah rentetan kejadian buruk menimpanya hari ini. Hanna berlalu dan pergi meninggalkan pemandangan yang ternyata membuat dadanya sedikit sesak, entah apa alasannya. Namun, Hanna mencoba menepis rasa yang tak mampu dia terjemahkan sendiri.

Kejadian hari ini benar-benar membuat wanita bermata hazel itu merasa lelah. Hanna membuka pintu lemari pendingin setelah kembali ke kediaman barunya. Dituangkannya air mineral yang nampak berembun di bagian luar botol berkaca bening ke dalam gelas. Ah, wajahnya terlihat puas setelah mereguk cairan bening yang menyegarkan itu. Sejenak dia terlupa akan beberapa kejadian yang luar biasa hari ini. Beban itu seolah luntur seiring dengan basahnya tenggorokan setelah mereguk nikmatnya segelas minuman yang digenggamnya. Hanna mengalihkan pandangan di ruang utama.

Terdapat sofa beludru berwarna coklat yang cukup besar. Bahkan dari kejauhan pun sofa itu terlihat begitu empuk. Mungkin ada baiknya Hanna menetralkan semua kemelut yang masih bersarang di dalam benak untuk sejenak. Wanita cantik itu melangkah menuju sofa. Baru saja tubuh indahnya mendarat di permukaan sofa, wanita itu seolah kehilangan kesadaran. Rasa kantuk dan lelah yang seharian ini merajai tubuhnya ternyata sudah tak mampu terbendung. Hanna terlelap tanpa membuka alas kakinya. Rambut indah keemasan miliknya terurai di sisi sandaran sofa.

Damai, itulah kesan yang diperlihatkan dari wajah wanita cantik yang sedang hanyut dalam tidur indahnya. Hari ini biarlah menjadi sebuah pengalaman yang mungkin akan sedikit demi sedikit terlupakan, dan esok, biarlah tetap menjadi sebuah rahasia sementara. Yang dirasakan Hanna saat ini adalah rasa nyaman, menikmati rasa itu selagi masih ada kesempatan.

***

Kriiiiiiiing!

Hanna tersentak setelah mendengar suara bel menggelegar memenuhi ruangan. Bulu mata indahnya mengepak mengikuti kerjapan kedua kelopak mata yang masih menetralisir cahaya yang tiba-tiba masuk ke dalam penglihatan gadis itu. Hanna menyapu setiap sudut ruangan melalui pandangannya.

Ada sedikit rasa aneh. Menurut ingatannya, bukankah semalam ia berakhir di sofa ruang utama? Tapi, ketika dirinya terbangun, Hanna mendapati tubuhnya berada di atas tempat tidur. Bahkan pakaian yang dia kenakan sudah berubah. Mungkinkah Hanna tak menyadari apa yang dia lakukan semalam, atau mungkin pengaruh rasa kantuk semalam membuatnya berhalusinasi.

Kriiiiiing!

Lagi, suara itu membuat rungunya berdengung di pagi ini. Sedikit sebal, tapi Hanna memilih untuk segera bangkit dan menuju pintu untuk melihat siapa yang sepagi ini datang bertamu. Hanya ada dua kemungkinan. Pihak kebersihan atau si mesum Isabelle. Dan ya, tepat sekali perkiraan Hanna, seorang wanita cantik berponi yang membuatnya terjebak di dalam pernikahan tak masuk akal itu, kini sedang berdiri dengan santainya di depan pintu.

"Ck ..." Hanna enggan membuka percakapan dengan Isabelle. Hanya menyebik dan membalikkan tubuhnya menuju dapur untuk mencari sesuatu yang dapat dimakan.

"Hey Nyonya Bart, tidakkah kamu ingin mempersilakan sahabat cantikmu ini masuk ke dalam?" goda Isabelle.

"Butuh izin?" sarkas Hanna. Bukankah biasanya Isabelle melakukan apapun yang ia mau tanpa meminta izin terlebih dahulu? Lalu apa? Dia menyebut Hanna dengan panggilan 'Nyonya Bart'. Ah, ini masih terlalu pagi untuk mengingat pria yang menikahinya kemarin.

Membangun mood di pagi hari sebenarnya tidak terlalu sulit. Cukup dengan suasana yang damai, sarapan yang baik, dan tentunya tanpa gangguan makhluk cantik menyebalkan seperti Isabelle.

Tapi apa? Baru saja dia tiba, seolah membuat mood Hanna terpancing untuk menghasilkan hormon-hormon stress yang membuatnya segera mengalami penuaan dini.

Isabelle tertawa melihat wajah masam Hanna, "Hey baiklah, aku minta maaf. Jangan terlalu serius. Kamu terlihat cantik dengan piyama satin itu."

"Apa?" Hanna yang mendengar ucapan Isabelle seketika mengamati penampilannya sendiri.

"... Sejak kapan aku memakai pakaian seperti ini? Bahkan seingatku aku tidak pernah membelinya sama sekali."

Isabelle mengernyit, "Sudahlah, apa yang kamu pikirkan? Ada sesuatu yang harus kamu ketahui hari ini. Itu sebabnya sepagi ini aku datang menemuimu."

Bab terkait

  • Pengantin Kedua Sang CEO   CHAPTER 5 (Berita Infotainment)

    Isabelle menarik pergelangan tangan Hanna menuju sofa yang tepat berada di depan televisi berukuran lima puluh inchi. Sejenak, Hanna melupakan kebingungan yang sempat dia rasakan perihal pakaian satin yang saat ini masih dia kenakan. Sedikit terhuyung ketika Isabelle menarik tangannya dengan paksa. Namun, Hanna seolah patuh mengikuti langkah Isabelle. "Lihat!" Isabelle menyalakan televisi dan memilih saluran infotaintment, "Tidakkah kamu ingat siapa wanita itu?" Isabelle menatap layar televisi dan wajah Hanna secara bergantian. "... Sejak semalam hingga pagi ini hanya wajahnya yang terlihat di acara televisi. Karena itulah aku datang menemuimu." Hanna mengamati wajah seorang wanita yang cukup cantik menurutnya. Wanita itu sepertinya bukan orang sembarangan. Beberapa saat kemudian Hanna dan Isabelle saling bertatapan tanpa mengucapkan kata apapun. Seketika Isabelle menoyor jidat sahabatnya sehingga membuat Hanna meringis. "Jangan menatapku sep

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-18
  • Pengantin Kedua Sang CEO   CHAPTER 6 (Menyesal)

    Kedua wanita cantik itu telah berada di sebuah restaurant bernuansa Asia. Tempat ini dipilih oleh Isabelle karena sejak dulu ia menyukai masakan oriental seperti menu ala Thailand atau China. Tak ada masalah dengan lidahnya jika harus bersinggungan dengan makanan pedas seperti Thai Green Curry yang ia nikmati saat ini. Sementara Hanna lebih memilih Green Salad dari pada makanan berat yang dipilih sahabatnya sepagi ini. Isabelle sesekali melirik Hanna yang sejak tadi hanya diam menikmati menu sarapan paginya. "Apa kamu merasa kesal denganku, Hanna? Sejak tadi kamu bahkan tidak berbicara sama sekali." "Kamu tidak membuatku kesal. Hanya saja ide bodohmu itu membuatku ingin menenggelamkan diri ke dasar lautan!" ketus Hanna. "Maksudmu? Bukankah sepertinya tadi kamu tidak begitu peduli dengan pernikahan ini. Lalu mengapa sekarang sepertinya kamu terlihat gelisah?" Hanna mendesah malas, "Aku berpikir sepertinya hal ini akan menjadi ma

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-19
  • Pengantin Kedua Sang CEO   CHAPTER 7 (Janji Temu)

    Hanna mengendarai mobilnya untuk kembali ke apartemen setelah melewati berbagai drama bersama Isabelle saat mereka berbelanja kebutuhan pokok tadi. Bagaimana tidak? Isabelle tanpa tahu malu menggoda seorang pramuniaga pria yang tidak terlalu tampan hanya untuk mendapatkan potongan harga yang besar. Kini dia terjebak di persimpangan menunggu lampu lalu lintas berubah menjadi hijau saat Isabelle kembali menghubunginya melalui ponsel. "Ya, apa lagi?" Tanpa sapaan, Hanna berucap ketus. "Ck, aku hanya lupa mengatakan sesuatu padamu, Hanna sayang!" ucap Isabelle manja. "Katakan!" balas Hanna. Isabelle terkekeh mendengar suara Hanna yang kurang bersahabat, "kau seperti sedang mengalami PMS. Baiklah, aku hanya ingin memberitahumu. Em, meminta tolong lebih tepatnya. Tiga hari ke depan ada sebuah acara amal yang kebetulan diselenggarakan di Hotel Astoria, dan ayah memintaku untuk menggantikannya hadir kesana. Maukah kau menemaniku, Nona cantik?" "Tunggu

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Pengantin Kedua Sang CEO   CHAPTER 8 (Sebuah Hukuman)

    Kemarahan menyapu diri Bart seperti gelombang. Bart menyaksikan cukup jelas seorang wanita cantik yang beberapa hari ini mengganggu pikirannya. Wanita yang secara tiba-tiba ia nikahi tanpa pertimbangan lebih lanjut hanya untuk mendapatkan status menikah di mata hukum. Di mata Bart, Hanna memang terlihat sangat cantik, meskipun dia belum memiliki perasaan yang lebih terhadap wanita itu. Meski demikian, Bart harus mengakui bahwa kecantikan Hanna berada di level tertinggi dari para wanita yang pernah dia lihat. Bahkan, di kota yang penuh dengan wanita-wanita cantik itu hampir tak ada satu pun yang mampu menyamai kecantikan Hanna. Akan tetapi, yang menjadi masalah saat ini, Bart merasa sangat terganggu dengan apa yang sudah dia saksikan. Wanita yang sudah berstatus sebagai seorang istri itu ternyata menemui pria lain. Bahkan, Bart mengenal siapa pria yang tadi bertemu dengan istrinya. Bart mengepalkan tangannya hingga nampak buku-buku jemarinya memutih. Dia

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Pengantin Kedua Sang CEO   CHAPTER 9 (Status yang Terhormat)

    Hanna membulatkan kedua bola matanya mendengar ucapan Bart. Bukannya dia tidak mau hidup normal layaknya pasangan suami istri, tetapi semua terjadi begitu cepat baginya. Bahkan dia dan Bart belum mengenal satu sama lain. Kini, harus hidup serumah dan menghabiskan waktu bersama lebih banyak. Terlebih lagi pria yang berstatus sebagai suami sahnya itu memang terlihat menyebalkan dan jangan lupa akan Bart pernah berkata bahwa Hanna hanyalah pengantin kedua yang artinya dia akan berhadapan dengan pengantin pertama pria itu. "Bagaimana jika aku menolak?" Hanna yang sebenarnya takut melihat tatapan suaminya mencoba untuk melakukan perlawanan. "Maka saya akan menuntutmu atas tuduhan perselingkuhan!" ucap Bart ketus. Pria ini benar-benar menyebalkan. Bukankah dia yang sudah meninggalkan Hanna ketika pernikahan baru saja terlaksana. Kini tiba-tiba saja datang dan memaksakan kehendak. "Lalu apa alasanmu memaksaku untuk tinggal bersamamu? Bukankah kamu sudah meni

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Pengantin Kedua Sang CEO   CHAPTER 10 (Seranjang)

    Hanna kembali mengedarkan pandangannya ketika memasuki kamar yang begitu luas menurutnya. Bahkan, ruang ini seukuran dengan ruang utama apartement yang beberapa hari lalu dia sewa. Ruang maskulin khas seorang pria dengan cat dinding perpaduan warna hitam, putih dan abu-abu, serta ranjang berukuran king size yang diposisikan di bagian tengah. Aroma maskulin menyeruak di ruangan itu. Aroma yang pernah dia rasakan ketika mereka pernah berada dalam jarak yang begitu dekat saat pernikahan keduanya berlangsung, membuat Hanna seolah terbius menikmati melalui indra penciuman. Ruang kamar terhubung dengan sebuah ruang kecil yang khusus untuk digunakan menyimpan pakaian yang ukurannya sekitar enam puluh empat kaki persegi berisikan dengan pakaian, tas, dan sepatu ber-merk. Hanna menelan ludah dengan kasar, "Pria ini benar-benar kaya," gumamnya. Dia memendarkan pandangan, mengabsen satu persatu apa yang ditampilkan dari ruang pria berkelas t

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Pengantin Kedua Sang CEO   CHAPTER 11 (Obat Pereda Nyeri)

    "Emh ..." Hanna tersentak dari tidur saat bias cahaya menembus sisi tirai dan tepat mengenai mata indah miliknya. Sudah bisa dipastikan sekarang sudah bukan saatnya untuk bermalas-malasan lagi di atas tempat tidur. Dia terkejut dengan suasana yang begitu asing baginya, merasakan sakit di salah satu bagian tubuh, perlahan dia sadar bahwa saat ini dia berada di kediaman Bart. Tapi kemana pria itu pergi? Hanna bermimpi sedikit nakal, semalam. Bahkan, perasaan itu terasa begitu nyata. Apakah itu artinya Bart yang hadir di dalam mimpinya? "Ini akibat kata-kata kotor Isabelle," rutuknya. untuk sepersekian detik, mata Hanna membulat. Ada rasa kekhawatiran yang begitu menyiksa perasaan wanita cantik itu saat ini, sesuatu yang berbeda sedang dia rasakan. Kali ini Hanna menyibakkan selimutnya. Tubuh wanita itu seketika menjadi lemas setelah melihat sesuatu yang tidak ingin dia temukan. "Saya akan meminta Bibi Helena untuk membelikanmu obat pereda nyeri." Suara Ba

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08
  • Pengantin Kedua Sang CEO   CHAPTER 12 (Terjebak dalam Pernikahan)

    "Apa kamu serius akan meninggalkan apartemen ini, bukankah sewanya akan berakhir dalam waktu yang masih lama? Isabelle mengekori Hanna yang sedang sibuk mengemasi pakaiannya. "Apa aku terlihat bercanda? Dia mengancamku atas tuduhan perselingkuhan. Ck! Ini gara-gara Matthew sialan! Jika saja aku tidak bertemu dengannya, mungkin aku masih menjadi Hanna yang sama hari ini." Sesekali Hanna menyeka peluh di pelipis. "Hanna yang sama?" Ucapan Isabelle membuat suasana menjadi hening. Kedua wanita itu saling beradu pandang. Hanna yang tadi tanpa sengaja mengucapkan kata-kata itu terlihat menatap Isabelle dengan ekspresi gugup. Sementara Isabelle menatapnya curiga. "Oh ...! Aku sungguh bahagia dengan pikiranku sendiri." Isabelle tertawa puas. "Jadi apa kau menikmatinya?" "Jangan gila, Isabelle! Aku tidak mengatakan apapun. Otakmu terlalu pendek!" ucap Hanna dengan ketus. "Baiklah, aku yang salah." Isabelle tersenyum setelah melihat wajah Hanna memerah

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08

Bab terbaru

  • Pengantin Kedua Sang CEO   CHAPTER 122 (Mari Bercinta)

    "Hanna, aku membawakanmu es krim," ucap Bart dengan antusias. Hanna melebarkan kedua kelopak mata dengan perasaan terkejut. Baru saja dia merindukan Bart, kini pria itu sudah berada di hadapannya. Hanna melirik ke arah papper bag yang dia yakini berisikan es krim seperti yang dia inginkan. Bart membuka papper bag tersebut setelah menyadari arah fokus mata istrinya itu. Sebuah es krim strawberry dengan warna pink terbungkus sebuah kotak dengan gambar yang menggiurkan. Hanna menelan ludah dengan kasar, dia membayangkan rasa es krim yang masih berada di tangan suaminya. "Apa yang kau lakukan?" ucap Hanna dengan nada sinis. Bart mendekat, meletakkan kotak es krim di atas meja. "Aku sudah memperingatkanmu untuk pergi dari hidupku, 'kan? Untuk apa kau kesini, bukankah semuanya sudah jelas!" Hanna membuang wajah saat Bart tak memutus sedikit pun pandangannya. "Hanna, aku bisa menjelaskan semuanya." Hanna menggigit bibirnya kuat-kuat, dan .."Aw!" Bibirnya berdarah bersamaan dengan suar

  • Pengantin Kedua Sang CEO   CHAPTER 121 (Drama Es Krim)

    "Aku dan Hanna sempat bertemu dan dia memelukku. Aku pikir dia sudah memaafkankau. Kalian tahu bagaimana aku sangat merindukannya. Aku bahkan sampai menyusulnya ke sini karena tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya. Aku tak tahu jika Hanna sedang mengandung anakku. Aku bahkan berpikir dia memiliki hubungan khusus bersema pria lain dan melupakanku begitu saja," ucap Bart penuh sesal. "Pria yang menjadi salah satu korban ledakanitu?" sahut Tuan Megens bertanya."Ya, namanya Paul. Dia pernah mengancamku di awal pernikahanku bersama Hanna. Yang kutahu dia pernah mencoba untuk mendekati Hanna sa-saat Sophia kembali." Bart merasa tak nyaman saat menyebut nama Sophia seolah kenangan buruk itu kembali berputar di dalam ingatan. Kenangan di mana dirinya sudah melukai istrinya sendiri dengan mengabaikan wanita itu dan memilih untuk menemani wanita lain. Wajah Tuan Megens berubah masam saat mendengar putranya menuduh istrinya sendiri memiliki hubungan bersama pria lain, padahal wanita

  • Pengantin Kedua Sang CEO   CHAPTER 120 (Pernyataan Cinta)

    Bart melangkah perlahan saat posisinya sudah benar-benar dekat dengan tirai pembatas antar brankar pasien. Dia kemudian menyibak tirai tersebut dnegan rasa gugup yang entah mengapa semakin tak terkendali. Jantungnya bertalu dengan kencang. Bahkan Bart sempat memegangi dadanya yang terasa nyeri. Napas pria itu berembus cepat dan pendek. Bart seolah tak mampu mengendalikan dirinya sendiri. Saat tirai terbuka, tubuh Bart seolah membeku, hawa dingin menjalar hingga dia tidak merasakan pijakan lagi. Bart tercengang untuk beberapa saat ... "Bart! Bart! Kumohon jangan tinggalkan aku lagi!" Hanna menjerit saat mendapati Bart yang terkulai tak berdaya di hadapannya. Padahal ini adalah momen dimana mereka kembali dipersatukan, setelah sekian lama keduanya tak saling besitatap. Hanna mengabaikan luka dan lebam di tubuhnya. Dia beranjak dari brankar untuk meraih tubuh sang suami yang sudah tak menjawab panggilannya. "Bart kumohon! Bangunlah! Bertahanlah untuk aku dan bayi kita." Hanna benar-be

  • Pengantin Kedua Sang CEO   CHAPTER 119 (Penghormatan Terakhir)

    Bart merasa harga dirinya tercederai karena telah membiarkan Hanna hamil seorang diri. Bagaimana bisa dia tidak mengetahui hal itu dan bagaimana Hanna menjalani hari-harinya bersama buah cinta mereka tanpa kehadiran Bart. Terbayang wajah Hanna yang menjalani masa-masa sulit dan menyembunyikan kehamilannya, padahal mereka begitu ingin memiliki keturunan sejak menyadari perasaan mereka di awal pernikahan. "Terima kasih, Issabelle," ucap Bart kembali merangkul Isabelle yang masih terisak mencoba menerima kenyataan pahit yang dia alami. Dia tidak menyangka jika Hanna mengandung anaknya dan tetap menjaga janin tak berdosa itu meski Bart sudah membuatnya terluka berulang kali. Apakah itu sebuah sinyal bahwa mereka bisa bersatu kembali, terlebih lagi berkas pembatalan pernikahan mereka berdua masih bisa dicabut dari pengadilan. Kali ini Bart tak akan membiarkan kesempatan itu hilang, dia ingin kembali bersama Hanna dan memperbaiki segala kesalahan yang pernah dia lakukan di masa lalu. Ba

  • Pengantin Kedua Sang CEO   CHAPTER 118 (Puncak Rasa Dendam)

    Di tempat lain, Bart dan Tonny mendarat di Bandar Udara Heathrow Britania Raya beberapa jam yang lalu. Keduanya terlihat tergesa-gesa saat mendapatkan panggilan telepon salah satu orang kepercayaan Bart. Namun, saat ini mereka tidak bisa diandalkan karena ternyata Samantha pergi ke negara itu tidak seorang diri saja. Dia memiliki penjagaan dan sepertinya wanita itu tahu bahwa Hanna juga memiliki banyak orang yang melindunginya. "Kami baru saja melumpuhkan orang-orang kepercayaan Nona Samantha, tapi kepolisian setempat menghentikan langkah kami untuk mengejar wanita itu__""Ini semua salahmu bod**, kau membuat keributan hingga kita menjadi pusat perhatian," ucap salah seorang bodyguard kepada temannya yang diberikan tugas untuk menjaga Hanna selama berada di Inggris. Nampaknya orang-orang suruhan Bart sedang saling menyalahkan satu sama lain atas apa yang mereka alami. Mereka harus berurusan dengan pihak kepolisian akibat keributan yang sudah mereka ciptakan di tempat umum. Bart me

  • Pengantin Kedua Sang CEO   CHAPTER 117 (Kedatangan Samantha)

    Bart tiba-tiba saja merasa sangat mengkhawatirkan Hanna, padahal sebelumnya dia begitu cemburu hingga ingin membatalkan pernikahan mereka. Ternyata apa yang dia khawatirkan terjadi juga. Namun Bart tak pernah menduga jika Samantha secepat ini mengetahu keberadaan Hanna. "Jika begitu, biar aku mendampingimu ke sana. Aku juga ingin meluruskan sesuatu," ucap Tonny.Bart mengangguk kemudian menyambar jasnya yang menggantung di sandaran kursi lalu bergegas meninggalkan ruang kerja miliknya. Dia tak butuh mempersiapkan apa pun termasuk pakaian yang akan dia bawa ke London. Malam itu juga Bart dan Tonny memutuskan untuk pergi menyusul Hanna. Di perjalanan menuju lapangan udara, Tonny mengambil alih kemudi mobil sementara Bart sibuk dengan banyak panggilan yang masuk ke dalam ponselnya. Tentu semua yang dibahas adalah tentang Samantha. Bart menggenggam ponsel dengan frustasi, memantau dari jarak jauh melalui orang-orang kepercayaan yang dia tempatkan di London untuk melindungi istrinya di

  • Pengantin Kedua Sang CEO   CHAPTER 116 (Dalam Bahaya)

    "Apakah itu cara yang adil bagimu?" Isabelle menunduk sejenak kemudian melanjutkan kata-katanya, "Bukankah aku terlihat egois jika pergi demi orang lain?"Selama beberapa menit ruang utama unit apartemen milik Isabelle terasa hening. Isabelle dan Tonny saling berpandang dalam diam. Jarak mereka sudah tak sedekat tadi sehingga keduanya bisa melihat dengan jelas mimik wajah dan gestur tubuh masing-masing."A-apa kita masih sepasang kekasih?" Isabelle kembali bersuara dengan terbata-bata, menatap dalam kedua mata sendu Tonny, berharap sebuah jawaban yang membuatnya memiliki jaminan untuk bisa kembali nantinya. Egois memang, tiba-tiba Isabelle menyadari bahwa meninggalkan Tonny demi Paul adalah sebuah kebodohan. Namun, jika saat bersama Tonny tapi hati dan pikirannya selalu tentang Paul, maka hal itu justru tidak baik. Isabelle semakin dilanda kegamangan."Jika menurutmu demikian, aku tak keberatan," ucap Tonny tertawa kecil."Tapi, kau sudah tahu 'kan perasaanku. Aku mencintaimu tapi ti

  • Pengantin Kedua Sang CEO   CHAPTER 115 (Pengakuan)

    Tak seperti biasanya kota Amsterdam pagi ini terlihat cerah, padahal sepanjang tahun langit selalu ditutupi awan hingga membuat terik matahari enggan menyentuh permukaan bumi. Namun, berbeda dengan hari ini, hangat dan sangat mengangumkan bagi penduduk Amsterdam yang menganggap hal ini merupakan momen langka sejak beberapa dekade.Akan tetapi, berbeda dengan perasaan Isabelle. Hangatnya kota Amsterdam tak mampu menghangatkan hatinya. Dia bersama Tonny menghabiskan akhir pekan dengan berjemur di pantai. Saat bersama pria itu, pikirannya justru sedang berada di Inggris. Berulang kali ponselnya berbunyi tanda bahwa wanita itu sedang berkomunikasi menggunakan aplikasi hijau bersama Hanna. "Aku merindukanmu, Isabelle. Paul sangat baik dan sangat perhatian padaku, tapi semuanya terasa berbeda saat kau jauh. Kapan kau akan menyusul?" ucap Hanna melalui pesan singkat yang dia kirimkan. Isabelle menatap nanar pesan tersebut dengan senyum pahit. Baru saja dia mendapatkan pesan gambar yang d

  • Pengantin Kedua Sang CEO   CHAPTER 114 (Kekecewaan yang Memuncak)

    Air wajah Isabelle mennjukkan sesuatu yang mengganggu pikirannya. Tiap kali dia menyebut nama Paul, darahnya berdesir. "Aku tidak keberatan samasekali asalkan aku bisa pergi." Hanna menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong. Cinta itu mungkin masih ada, tapi kadar kekecewaan tentu sangat besar. Setelah pemberitaan yang dia lihat malam itu, dia enggan untuk melihat televisi samasekali. Bahkan, Hanna bertekad untuk tidak berselancar di media sosial untuk menghindari luka yang menganga di dalam hatinya tersiram air garam lagi. Isabelle tersenyum tipis atas ucapan Hanna yang dia dengar, "Baiklah, aku akan segera mengaturnya. Tonny, bisakah kau menemani Hanna sebentar?""Aku akan tidur sebentar di sini," ucap Tonny menjatuhkan bokongnya di atas sofa sebagai tanda persetujuan. Isabelle pergi dengan wajah gusar. Tonny tak bertanya ke mana dia akan pergi sehingga Isabelle tak perlu menjelaskan apa pun. Dia melangkah ke lobby rumah sakit untuk menemui Paul. Dia sengaja melakukan hal it

DMCA.com Protection Status