Sudah lewat tengah hari, akan tetapi Hanna sepertinya masih betah di dalam kamar Isabelle. "Hanna ... Hanna ... pst...!" Isabelle menarik-narik kaki Hanna agar wanita itu segera bangun. Sejak tadi Isabelle yang ingin ke luar untuk berbelanja, ia mengurungkan niatnya karena rasa penasaran. Tidak biasanya Hanna datang ke apartemennya hanya untuk sekedar menumpang tidur.
Hanna menautkan kedua alisnya dengan mata yang masih terpejam. Perlahan ia mulai membuka mata indahnya sedikit demi sedikit, hingga cahaya ruangan berhasil menembus kedua pupil mata itu. "Jam berapa ini?" tanya Hanna kepada Isabelle.
"Sudah siang." Isabelle berkacak pinggang dengan angkuh.
"Kamu bertingkah seperti seorang wanita yang sedang membangunkan anak dari selingkuhan suamimu, Isabelle," gumam Hanna.
"Hanna aku menunggumu sudah cukup lama!" Isabelle mendengkus sebal.
"Apa yang kamu tunggu dari seseorang yang sedang tidur? Lakukan saja apa yang mau kamu lakukan." Hanna mere
Samantha balik lagi, Guysss! Jangan hujat Author ya. Kasih VOTE aja, dong. Hehehe ^_^
Beberapa menit berlalu, akhirnya Bart merasa jika mualnya mereda. Dia segera menelan sebuah pil pencegah mual pada saat itu juga. Bukan karena ingin menemui Samantha, akan tetapi sejak tadi dia belum sama sekali menemui putranya--Thomas. Namun, baru saja ia akan melangkah ke lantai bawah, terdengar suara keributan. "Oh! Jadi kamu wanita penggoda yang membuat Bart melupakan pertunangan kami?" Ucapan itu berasal dari ulut Samantha. Hanna yang baru saja kembali ke mansion, benar-benar dikejutkan oleh kehadiran Samantha di rumah itu. Pengakuan Bart tentang status Thomas malam kemarin saja masih membuat jantungnya memerih, tapi kali ini entah masalah baru apa lagi yang akan menghampirinya. Hanna tidak menjawab ucapan Samantha sama sekali. Dia sudah cukup muak berada di lingkaran itu. Jika boleh memilih, lebih baik sejak awal dia tidak mengenal manusia dingin bernama Bart Megens. Sayangnya, dia terlanjur mencintai pria yang sudah menjadi suaminya itu. "Mommy, I don
Hanna tidak menggubris kehadiran pria itu, meskipun aura dingin di seberang sana seolah menjalar hingga memenuhi seluruh ruangan yang terasa memberi efek beku. Biarlah Bart dengan segala kemarahannya yang lebih dulu memulai percakapan di antara mereka, dan benar saja, suara deheman pria itu terdengar cukup jelas meskipun Hanna sedang menggunakan headset di telinganya. Bart melepas headset itu dengan kasar setelah merasa jika wanita itu tidak sedikitpun bereaksi dengan keberadaannya di ruangan itu. "Sikap seperti apa yang ingin kamu tunjukkan di hadapan suamimu? Saya tahu Hanna, kamu menyadari keberadaan saya sejak tadi," ketus Bart. "Begitukah?" Hanna menyipitkan matanya. Aura dingin kembali terpancar di wajah tampan Bart. Hanna mampu membuat emosinya mencuat, meskipun Bart berharap kali ini mereka dapat berbicara dengan kepala dingin. "Hanna, jangan melampaui batas. Saya suamimu, jika kamu lupa!" Suara Bart meninggi, akan tetapi tak cukup membu
Di sinilah mereka saat ini. Sepasang suami istri yang berada di ranjang yang sama, akan tetapi tidak saling menegur satu sama lain, bahkan posisi mereka saat ini saling membelakangi. Bart mungkin merasa bersalah terhadap apa yang sudah Hanna saksikan di lantai bawah tadi. Akan tetapi, lagi-lagi dia terlalu egois hanya untuk mengucapkan sebuah kata 'maaf'. Lalu bagaimana perasaan Hanna saat ini. Mungkin karena terlalu lelah, napas Hanna terdengar berhembus dengan teratur, menandakan jika wanita itu saat ini sudah lebih dulu tertidur. Bart menegakkan punggungnya di sandaran tempat tidur. Dia menoleh ke arah Hanna yang kini sudah berada di alam mimpi. Pria itu terdiam beberapa detik, setelah dia menyadari jika wanita yang berstatus sebagai istrinya ini bisa begitu sangat cantik dan sayangnya Bart tidak pernah peduli tentang hal itu sebelumnya. Namun, di detik selanjutnya, Bart kembali memikirkan keberadaan Thomas dan di secara bersamaan pikirannya tertuju pada sosok wan
Samantha sesekali melirik ke arah Hanna untuk memastikan seperti apa reaksi wanita itu. Beruntung karena Bart tidak menolah perlakuannya, sehingga Samantha tak perlu lagi takut dipermalukan di hadapan sang rival. Sesuatu yang dilakukan Samantha, pada dasarnya cukup dimengerti oleh Bart. Pria itu sengaja membiarkan si wanita ular untuk melayaninya hanya karena ingin melihat seperti apa reaksi sang istri. Namun, melihat sikap Hanna yang biasa-biasa saja membuat Bart menjadi semakin kesal. "Samantha bisakah kamu bantu aku membersihkan kotoran di mulutku," pinta Bart dengan suara lantang agar Hanna mendengarnya dengan jelas. Mendengar hal itu membuat Samantha merasakan angin segar berkeliaran di sekelilingnya. Tanpa dia sadari bahwa sesungguhnya Bart hanya memanfaatkan keberadaannya saja untuk memanas-manasi Hanna. Samantha dengan semangat mengambil tissue di atas meja dan mulai membersihkan sudut bibir Bart yang terlihat belepotan akibat selai yang sengaja d
Isabelle menatap nyalang ke arah Hanna akibat rasa sakit yang ditimbulkan dari cubitan itu. Sedangkan Hanna memberikan isyarat dengan matanya. "Akhem, apa kehadiranku mengganggu kalian?" Hanna tak tahan lagi untuk tidak bersuara. Suasana di mansion tadi saja masih mempengaruhi moodnya, dan sekarang ada banyak tanda tanya di kepala Hanna dengan situasi yang terjadi. Hanna tidak sehaus itu dengan sentuhan laki-laki, jadi tidak sepatutnya Isabelle mendatangkan dua orang laki-laki sekaligus untuk 'bermain-main' dengan mereka. Plak! Isabelle mendaratkan tepukan keras di paha Hanna. Pertama, ini adalah sebuah balasan dari cubitan keras yang sempat dia rasakan sebelumnya. Ke dua, Isabelle mencoba menyadarkan Hanna yang Isabelle yakini sedang memikirkan sesuatu yang tidak-tidak. "Mereka sepupuku!" ucap Isabelle dengan kekehan kecil yang terdengar seperti sebuah ledekan. "Apa yang kamu pikirkan?" lanjut wanita cantik berponi itu. "Maksudmu?" Hanna mengernyit d
Hallo Readers ... Semoga kalian selalu dalam keadaan sehat semua ya. Author harap, kalian enjoy menikmati kisah 'Bukan Pernikahan Impian' karya Author ini. Jangan pernah lupa untuk terus mendukung karya ini dengan memberikan VOTE sebanyak yang kalian bisa. Serta KOMENTAR-KOMENTAR POSITIF dengan BINTANG 5 yang merupakan salah satu penyemangat bagi Author untuk terus memberikan karya-karya yang terbaik. Selain itu, Author juga tak lelah-lelahnya untuk mengingatkan agar para Readers sudi kiranya untuk mampir ke karya Author yang lain. Karya yang tidak kalah menariknya dari karya yang kalian nikmati ini. Semoga kita selalu berada di dalam lindungan Allah Azza wajjal. Author ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi pembaca setia dan kawan-kawan penulis yang turut memberikan dukungan atas karya ini. ^_^
Bart mengepalkan salah satu tangannya di bawah meja dengan urat-urat yang menonjol di sepanjang lengan. Dia melihat dengan sangat jelas bagaimana kemesraan yang ditunjukkan oleh wanita yang sangat ia kenal. Entah Hanna menyadari kehadiran Bart atau tidak, dia hanya bersikap seperti yang diperintahkan oleh Isabelle sebelumnya. Sesaat kemudian, tanpa sengaja Hanna melihat sosok sang suami yang juga sedang menatapnya. Beberapa detik berlalu, Hanna menyadari jika yang terjadi sekarang bukanlah sebuah kebetulan. Ekor matanya melirik ke arah Isabelle tak henti-henti tersenyum bahagia. Dan, Hanna menyadari jika wanita cantik berponi itulah dalang dari kejadian ini. Tentu saja, Hanna yang sudah memahami situasi itu semakin bersemangat untuk melanjutkan perannya. Bart tidak akan mungkin marah di tengah-tengah orang banyak. Lagi pula pria itu tidak pernah sekalipun mendeklarasikan hubungan mereka berdua. Jadi, tidak akan ada yang berpikir jika Bart memiliki seorang istri
"Baiklah, terima kasih untuk hari ini. Tapi sebaiknya aku harus pulang sekarang juga dan bersiap-siap untuk menghadapi kemarahan singa jantan itu malam ini." Hanna berniat untuk memisahkan diri. Dia merasa aktingnya tadi sudah cukup keterlaluan. Namun, di saat yang bersamaan ada rasa kepuasan di dalam dirinya yang sulit untuk digambarkan. Tetutama setelah melihat perubahan wajah Bart yang dia lirik secara diam-diam. "Kamu yakin akan pulang sekarang? Bukannya ada wanita ular itu di sana?" Isabelle sangat benci dengan wanita yang bernama Samantha itu. Jika dia berada di posisi Hanna, akan dia pastikan jika Samantha keluar dari rumah itu dengan wajah yang cacat. "Apa yang bisa dia lakukan selain menggoda Bart dan memanas-manasiku? Cukup memejamkan mata dan menulikan pendengaran, kurasa sudah cukup membantu. Aku tidak peduli dengan apa yang akan mereka lakukan." Sejenak Hanna teringat dengan kehadiran Thomas di mansion itu. Memorinya kembali berputar menunjukkan adegan d