Mata Alea tidak dapat berkedip untuk beberapa detik. Deru nafasnya bergerak cepat. Ia tidak habis pikir dengan apa yang dilihatnya sekarang. Terlebih lagi perkataan lelaki itu yang sangat menyinggung perasaannya.
Pembunuh? Apakah aku yang membunuhnya? Semua hanya kecelakaan. Aku yang terlambat menolongnya bukan berarti aku membunuhnya! Aku juga shock saat itu apalagi ketika wanita itu mengambil nafas panjang sambil menutup mata dan juga tersenyum di hadapanku.Apakah aku salah sehingga aku dapat di katakan pembunuh?Seluruh pikiranku kini di paksa bekerja. Otak dan batinku saling bertanya. Mataku yang sebelumnya berani menatap rona hitam miliknya, kini kembali ku tundukkan karena gugup yang menyerang ku dengan tiba-tiba. Lantas aku tak berani menatap manik hitam miliknya yang penuh dengan amarah yang tersimpan jelas. Itu tergambar jelas dari sorot matanya.***Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Aku tak memilih bersuara, apalagi menyapanya. Namun, lelaki yang berdiri di ambang pintu itu tertawa terbahak-bahak untuk menit berikutnya. Aku membulatkan mata dan mendongakkan kepala memandangnya. Benar-benar aneh lelaki ini. Dia memang sesuatu. Yang benar saja dia ini. Barusan seperti singga yang mau menerkam, ehh malah sekarang hahahah hihihi gak jelas, pikirku.Dia berjalan mendekat ke arah dimana aku sedang berdiri cemas. Dengan senyuman yang sulit di artikan itu, perlahan ia mendekat. Entah senyuman sarkastis atau senyuman apalah itu, entahlah..., aku pun bingung menerjemahkannya sekarang.Senyumannya kini mengambang jelas di wajahnya, yang sialnya nyaris sempurna. Senyumannya itu jelas memperlihatkan gigi putih yang berjejer rapi. Rahang tajamnya itu naik seketika saat senyumnya mengulum membentuk lesung pipi. Lesung dan gingsulnya terlihat kontras. Seimbang. Saling mengisi menciptakan kenyamanan bagi siapa saja yang melihatnya. Tentu bagi kaum hawa, pemandangan itu sangat membuat jantung berolahraga dari tempatnya.Dia berjalan ke arahku lalu ku pikir dia akan terus mendekat. Nyatanya, tidak! Dia menarik sebuah kursi lalu duduk tepat di sampingku kursi kayu di depan tempat pengaduan lalu meletakan bokongnya begitu saja. Detik berikutnya dia menyuruhku duduk.“Silahkan duduk nona!” ucapnya lembut namun penuh penekanan. Aku terus berdiri dan tidak merespons perkataannya namun aku memajukan wajahku kemudian mencerna perkataannya.“A-paa?” jawabku tergagap.“Heheh, kau tidak tuli bukan? Ku suruh duduk!” tegasnya.Nadanya kali ini membuat aku kesusahan menelan saliva karena ucapannya sedikit membentak namun tetap lembut. Terpaksa ku tarik paksa kursi di sampingku lalu sedikit memberi jarak kemudian meletakan bokongku.Baru juga meletakan bokong, ehh, ia sudah bertanya lagi sambil memicingkan matanya yang terlihat jelas olehku.“Tolong baca dan tanda tangani sekarang!” katanya dan jangan sampai miss point,” Katanya.Mendengar dia berucap membuatku semakin bingung. Isi kepalaku berputar dan bertanya-tanya.“Apa harus? Jika tidak keberatan, tolong jelaskan!” tegasku sambil meletakan map cokelat itu kembali ke atas meja lalu menggeser ke arahnya.“Baca saja! Disana sudah jelas tanpa aku harus menjelaskannya lagi.” Ucapnya santai sambil tersenyum simpul.“Baiklah.” jawabku sambil menarik kembali map cokelat berukuran sedang di atas meja kaca lalu bergegas membukanya dan menelaah satu persatu maksud orang yang sedang duduk berpangku kaki dan tangan di hadapanku.***Tak lama kemudian, Alea menutup map yang dipegangnya lalu sekilas menatap ke arah Zean sembari menganggukkan kepalanya.Melihat Alea setuju, Zean menyodorkan secarik kertas kepada Alea.Alea mengambil secarik kertas putih bergaris dari atas meja lalu membacanya.Dengan mata dipicingkan Alea membaca dan meresapi kata-kata Zean. Namun, sebelum Alea memberi jawab, Zean sudah terlebih dahulu keluar.Memandang Zean yang sudah keluar dari ambang pintu membuat Alea melangkahkan kakinya keluar dari ruangan interogasi.“Tunggu..” Teriak Alea dengan sedikit berlari ketika melihat Zean akan memasuki mobilnya.Mendengar teriakan Alea yang nyaring di telinga Zean, segera ia membalikkan tubuhnya namun sebelum itu ia menutup pintu mobil yang sempat ia buka.Zean menghembuskan napas kasar, ketika melihat Alea dengan cekatan menuruni setiap anak tangga resor kota Zue.“Ada apa?” tanya Zean ketika Alea mendekat.Alea tidak buru-buru menjawab ucapan Zean, ia hanya mencoba menetralkan napasnya yang terdengar saling memburuh.“Kamu m-mau ke-kemana?” tanya Alea dengan susah payah.“Mau ke kantor,” Jawab Zean.“Tapi kamu belum menjelaskan semuanya kepadaku.” tukas Alea.“Bukannya di dalam map itu sudah jelas isinya? Buat apa lagi, aku harus menjelaskannya? Kamu juga sudah setuju kan? Lagi pula, kita sama-sama membutuhkan kan?” jelas Zean. Ungkapan Zean membuat Alea semakin bingung.“Haaa.., maksud kamu?” Alea memasang wajah bingung.Zean terkekeh mendengar pertanyaan Alea lalu menirukan perkataannya.“Haaa.., sudah yah. Jika susah tanda tangan kirim saja kepadaku.” Tukas Zean sembari membuka mobil X-traider black miliknya.Menit berikutnya, Zean telah meninggalkan halaman kantor polisi dan membiarkan Alea yang masih mematung kebingungan.“Huhhh.., aku harap hari yang melelahkan ini jangan ada lagi.” lirih Alea sambil melangkahkan kakinya dengan berat meninggalkan halaman kantor polisi.***Sesampainya Zean di kantornya, Luis telah menunggunya dengan berkas-berkas berisi identitas Alea, wanita yang disangkanya membunuh Adelia, kekasihnya.Setelah selesai membaca berkas-berkas itu, sampailah Zean kepada satu kesimpulan bahwa wanita yang ditemuinya ini adalah anak orang kaya nan terpandang. Dan fakta terbaru yang lebih mengejutkan lagi bahwa, wanita ini sudah tidak pulang seminggu karena tahu bahwa dirinya akan dinikahkan oleh orang tuanya.“Ini alasannya begitu cepat setuju? Tapi, tidak masalah juga yang penting dia yang membawa diri masuk ke dalam perangkap tanpa membuat aku bersusah payah,” Ucap Zean sambil menyeringai.Pikiran Zean tentang Alea harus dibuyarkan ketika gawainya bergetar. Sebuah panggilan yang datang dari papanya membuat Zean memijat pelipisnya sambil membalikkan kursi kebesarannya menghadap ke depan kaca, usai mengangkat panggilan dari papanya.“Hallo Pa? Ada apa?” tanya Zean ketika mendengar sambungan masuk.“Kamu tidak lupa janji kamu kan? Ingat! Kamu sudah berjanji sama Papa.” ucap Math, Papa Zean.Lelaki paruh baya yang telah dimakan usia ini masih sama sepuluh tahun yang lalu dalam hal mengancam orang bahkan anaknya sendiri.“Baik Pa. Zean tidak lupa dan tidak akan perna lupa,” lirih Zean.“Baiklah. Sebentar ada pertemuan keluarga maka bawa kekasihmu itu untuk menolak namun jika tidak turuti saja keinginan Papa.” Tukas Math.“Baik Pa.” Usai mendengar sahutan anaknya, Math mematikan sambungan telepon secara sepihak tanpa menunggu lebih lama lagi.Mendengar nada pemutus sambungan, rahang Zean refleks mengeras. Handphone yang semula digenggamnya dihempas begitu saja ke atas meja sambil membenamkan dirinya dengan perasaan kalut tentang keegoisan ayahnya.***Langkah kaki Alea cepat namun tetap seirama. Kini, Alea masih dipenuhi dengan rasa bertanya-tanya dengan sikap Zean.“Apa salah aku bertanya dahulu ataukah dia tidak suka mendengar ocehanku?” batin Alea sambil terus melangkah meninggalkan kantor polisi.Sesampainya Alea di halte bus, Alea pun segera menaiki bus yang sudah parkir tepat di hadapannya.Setelah Alea di atas bus, Alea segera mencari tempat duduk usia melakukan pembayaran. Namun, hari ini mungkin adalah hari sialnya Alea, hingga dalam bus pun tak ada tempat kosong yang mengharuskannya harus berdiri memegang gantungan yang bergelayut di dalam bus.Huhhh...Alea menghembuskan napasnya usai meraih gantungan bus.“Semesta memang jahat! Bahkan sampai di dalam bus pun aku berada, tak ada tempat untuk ku berlindung.” Pikir Alea dengan perasaan kalut sambil meletakan kepalanya di atas salah satu tangan yang menggenggam permukaan besi gantungan itu.Bersambung...
Silahkan mampir di *** aktif penulis atas nama Avengelisha carl untul informasi tentang up-nya. Thx and lovyu
Pagi itu harusnya aku bergembira, mengeluarkan tetes air mata bahagia namun mengapa tetes-tetes kepedihan yang sedang menyayat-nyayat hatiku sekarang. Tak dapat lagi ku tahan batin yang meronta, ingin segera didengar ataukah hati yang sakit meminta untuk diobati. Seperti teriris-iris di dalam sana. Kehidupan ku, terpaksa harus menelan pil pahit demi menyelamatkan nama besar keluargaku.Hari ini adalah sejarah terbesar dalam hidupku dimana sebentar lagi aku akan melepas masa lajang. Melepas semua mimpi-mimpi yang belum sempat ku wujudkan. Dan kini aku harus berani mengawali kehidupan yang belum pernah aku jalani sebelumnya. Kehidupan tentang bagaimana menjadi istri yang baik dalam status Pengantin bayaran. Namun, jangan tanya diriku bahagia meghadapi semua ini, yang ada hanyalah rasa sakit di hari bahagia menurut perkataan orang-orang.***Di dalam Ruang Pengantin“Alea,” Suara lembut Naura membuyarkan lamunan Alea. “Nak, jika kamu belum siap akhiri saja.. Mama mendukungm
Warning.! Cerita ini mengandung banyak bawang yah tapi seru loh🙏Zean PovJujur rasanya berat bagiku. Bagaimana tidak, aku harus melepas kekasihku yang baru saja pergi meninggalkan ku selama-lamanya padahal tinggal beberapa hari lagi aku akan siap melamar pujaan hatiku. Adelia simamora, gadis yang telah bersama denganku selama 7 tahun. Bersamanya ku temukan begitu banyak bahagia walau tak sedikit duka selalu datang. Rasanya berat melepas Adelia dari kehidupanku. Karena banyak hal tentang dia yang belum sepenuhnya ku ceritakan kepada keluarga ku.***Dua minggu sebelum hari pernikahanAdelia akan sampai di Bandara Eltari se-jam lagi dari kota dimana ia bekerja. Aku dan Adelia memang menjalani hubungan jarak jauh namun, kami tetap setia dengan komitmen yang kami buat masing-masing.Hari ini aku berencana untuk pergi ke bandara lebih awal untuk memberinya kejutan karena sebelumnya aku sempat mengatakan kepadanya bahwa
Warning.!Masih ada banyak bawang yah gaes🤧Mataku tidak bisa berhenti menatap wanita ber-syal merah ini. Ucapan-ucapanku sepertinya tidak terdengar olehnya ataukah ia sengaja tidak mendegarnya. Dia hanya terus menangis disampingku, bersama meratapi Adelia.Mataku terus menatapnya keheranan sedangkan nafasku terus memburu dan tangis yang masih terus mengalir. Tatapan menyelidik ku berhenti saat melihat Boneka teddy yang telah turut bersimbah darah Adelia yang wanita ini gengam di tangan kirinya. Dengan cepat, aku menarik Boneka itu dari tangan wanita ber-syal merah ini dan dengan nada ketus aku bertanya sekali lagi kepadanya.“Siapa kamu sebenarnya?” Ucapku di sela-sela tangisan.“Maafkan saya Pak. Ini semua salah saya pak.” Ujarnya dengan wajah yang menunduk?“Apa maksutmu. Jangan-jangan ka-,” Perkataan ku harus terhenti sebentar ketika mendengar mobil polisi yang melaju ke arah cepat kea rah kami.
Yukk ke tkp yuk..“Setuju” Tanyaku pasti pada wanita yang berdiri tepat di hadapanku“Setuju” Jawabnya dengan semangat“Baguslah. Jika kamu sudah setuju, sore pukul 17.00 datang ke tempat ini” Ucapku sambil menyodorkan secarik kertas bertuliskan sebuah alamat.Wanita dihadapanku ini tidak menjawab perkataanku, dia hanya mengambil kertas yang aku sodorkan lalu menganguk saja dan itu artinya dia mengiyakan semua perkataanku. Dari pada aku berlama-lama berdiri dengannya disini, lebih baik aku ke kantor,gumamku. Banyak hal yang harus ku urus.***Setelah berpamitan, aku bergegas masuk ke mobil dan melaju dengan kencang membelah keramaian kota Zue. Sesekali aku mengingat Adelia yang sudah pergi meninggalkan aku seorang diri. Wajahnya masih terbayang-bayang di benaku. Ada rasa sesak yang bertahkta di dalam dada. Rasa sesak yang bercampur dengan rasa bersalah.Mobilku ku paksa menepi di tengah-teng
Mata Alea tidak dapat berkedip untuk beberapa detik. Deru nafasnya bergerak cepat. Ia tidak habis pikir dengan apa yang dilihatnya sekarang. Terlebih lagi perkataan lelaki itu yang sangat menyinggung perasaannya.Pembunuh? Apakah aku yang membunuhnya? Semua hanya kecelakaan. Aku yang terlambat menolongnya bukan berarti aku membunuhnya! Aku juga shock saat itu apalagi ketika wanita itu mengambil nafas panjang sambil menutup mata dan juga tersenyum di hadapanku.Apakah aku salah sehingga aku dapat di katakan pembunuh?Seluruh pikiranku kini di paksa bekerja. Otak dan batinku saling bertanya. Mataku yang sebelumnya berani menatap rona hitam miliknya, kini kembali ku tundukkan karena gugup yang menyerang ku dengan tiba-tiba. Lantas aku tak berani menatap manik hitam miliknya yang penuh dengan amarah yang tersimpan jelas. Itu tergambar jelas dari sorot matanya.***Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Aku tak memilih bersuara, apalagi meny
Yukk ke tkp yuk..“Setuju” Tanyaku pasti pada wanita yang berdiri tepat di hadapanku“Setuju” Jawabnya dengan semangat“Baguslah. Jika kamu sudah setuju, sore pukul 17.00 datang ke tempat ini” Ucapku sambil menyodorkan secarik kertas bertuliskan sebuah alamat.Wanita dihadapanku ini tidak menjawab perkataanku, dia hanya mengambil kertas yang aku sodorkan lalu menganguk saja dan itu artinya dia mengiyakan semua perkataanku. Dari pada aku berlama-lama berdiri dengannya disini, lebih baik aku ke kantor,gumamku. Banyak hal yang harus ku urus.***Setelah berpamitan, aku bergegas masuk ke mobil dan melaju dengan kencang membelah keramaian kota Zue. Sesekali aku mengingat Adelia yang sudah pergi meninggalkan aku seorang diri. Wajahnya masih terbayang-bayang di benaku. Ada rasa sesak yang bertahkta di dalam dada. Rasa sesak yang bercampur dengan rasa bersalah.Mobilku ku paksa menepi di tengah-teng
Warning.!Masih ada banyak bawang yah gaes🤧Mataku tidak bisa berhenti menatap wanita ber-syal merah ini. Ucapan-ucapanku sepertinya tidak terdengar olehnya ataukah ia sengaja tidak mendegarnya. Dia hanya terus menangis disampingku, bersama meratapi Adelia.Mataku terus menatapnya keheranan sedangkan nafasku terus memburu dan tangis yang masih terus mengalir. Tatapan menyelidik ku berhenti saat melihat Boneka teddy yang telah turut bersimbah darah Adelia yang wanita ini gengam di tangan kirinya. Dengan cepat, aku menarik Boneka itu dari tangan wanita ber-syal merah ini dan dengan nada ketus aku bertanya sekali lagi kepadanya.“Siapa kamu sebenarnya?” Ucapku di sela-sela tangisan.“Maafkan saya Pak. Ini semua salah saya pak.” Ujarnya dengan wajah yang menunduk?“Apa maksutmu. Jangan-jangan ka-,” Perkataan ku harus terhenti sebentar ketika mendengar mobil polisi yang melaju ke arah cepat kea rah kami.
Warning.! Cerita ini mengandung banyak bawang yah tapi seru loh🙏Zean PovJujur rasanya berat bagiku. Bagaimana tidak, aku harus melepas kekasihku yang baru saja pergi meninggalkan ku selama-lamanya padahal tinggal beberapa hari lagi aku akan siap melamar pujaan hatiku. Adelia simamora, gadis yang telah bersama denganku selama 7 tahun. Bersamanya ku temukan begitu banyak bahagia walau tak sedikit duka selalu datang. Rasanya berat melepas Adelia dari kehidupanku. Karena banyak hal tentang dia yang belum sepenuhnya ku ceritakan kepada keluarga ku.***Dua minggu sebelum hari pernikahanAdelia akan sampai di Bandara Eltari se-jam lagi dari kota dimana ia bekerja. Aku dan Adelia memang menjalani hubungan jarak jauh namun, kami tetap setia dengan komitmen yang kami buat masing-masing.Hari ini aku berencana untuk pergi ke bandara lebih awal untuk memberinya kejutan karena sebelumnya aku sempat mengatakan kepadanya bahwa
Pagi itu harusnya aku bergembira, mengeluarkan tetes air mata bahagia namun mengapa tetes-tetes kepedihan yang sedang menyayat-nyayat hatiku sekarang. Tak dapat lagi ku tahan batin yang meronta, ingin segera didengar ataukah hati yang sakit meminta untuk diobati. Seperti teriris-iris di dalam sana. Kehidupan ku, terpaksa harus menelan pil pahit demi menyelamatkan nama besar keluargaku.Hari ini adalah sejarah terbesar dalam hidupku dimana sebentar lagi aku akan melepas masa lajang. Melepas semua mimpi-mimpi yang belum sempat ku wujudkan. Dan kini aku harus berani mengawali kehidupan yang belum pernah aku jalani sebelumnya. Kehidupan tentang bagaimana menjadi istri yang baik dalam status Pengantin bayaran. Namun, jangan tanya diriku bahagia meghadapi semua ini, yang ada hanyalah rasa sakit di hari bahagia menurut perkataan orang-orang.***Di dalam Ruang Pengantin“Alea,” Suara lembut Naura membuyarkan lamunan Alea. “Nak, jika kamu belum siap akhiri saja.. Mama mendukungm