Maaf jika ada kesalahan, saat di ruangan Rumah Sakit. Happy reading ❤️
Saras berjalan menyusuri koridor rumah sakit, mencari kantin untuk mengisi perut yang kosong. Namun, dia urungkan niatnya dan memutuskan mencari alternatif di luar.ia keluar dari rumah sakit dan menatap jalan raya yang sibuk. Rumah makan kecil di seberang jalan menarik perhatiannya. Saras mengambil napas dalam-dalam dan menyeberang jalan, memperhatikan lampu lalu lintas yang masih merah. walaupun dalam keadaan seperti ini, ia harus memikirkan tentang Liam dan ayah mertuanya, mereka harus tetap menjaga kesehatan dengan tidak melupakan makan. Saat ia menginjakkan kaki di tengah jalan, sebuah mobil melaju cepat dari arah kiri, mengabaikan lampu merah. Saras terkejut dan berhenti sejenak, tidak bisa bergerak.Seorang pria yang berjalan di belakangnya bereaksi cepat. ia menarik Saras ke belakang, menyelamatkannya dari tabrakan maut. Mobil tersebut melaju terus, tanpa meminta maaf.Saras terengah-engah, jantungnya berdebar kencang. "Terima kasih... saya hampir saja..." katanya pada pria i
Ricard dan Luna berdiri di tangga darurat rumah sakit, suasana sunyi dan tersembunyi dari pandangan orang lain. Cahaya lampu darurat memancarkan sinar merah, membuat wajah mereka terlihat tegang.Ricard menatap Luna dengan mata tajam. "Kau tahu ibu sudah sadar, kan? itulah alasanmu datang kemari…karena kau takut ibu akan mengungkapkan semuanya.”Luna mengangguk pelan, bibirnya bergetar. "Ya...aku takut Tante Rosa memberitahu ini semua pada Liam dan hal itu bisa menghancurkan rencanaku untuk memisahkan Liam dan Saras."Ricard mendekati Luna, suaranya pelan. "Kita harus menjaga rahasia kita, Luna. Tidak ada yang boleh tahu."Tiba-tiba, Luna berbicara dengan suara rendah. "Lalu,kita harus berbuat apa Ricard? Bagaimana jika Tante Rosa mengatakan semuanya?”Ricard diam, namun sorot matanya mengisyaratkan sesuatu.Luna menunduk, suaranya hampir tidak terdengar. "Aku bingung, entah apa yang harus aku lakukan."Ricard tidak siap menghadapi konsekuensi ini.namun,hubungan mereka yang terlarang
Gudang tua yang terletak di pinggiran kota menjadi saksi bisu pertempuran sengit antara dua kelompok besar. Suara tembakan bergema di udara, membuat gudang yang sepi menjadi medan perang yang mengerikan.Viktor,berlari dengan cepat di antara tumpukan peti kemas yang berdebu. Ia membawa senjata otomatis yang siap menembak, matanya tajam memantau sekitarnya.Tiba-tiba, suara tembakan menggema dari arah kanan. Viktor merunduk dengan cepat, tapi terlambat. Sebuah peluru mengenai bahunya, membuatnya terjatuh ke tanah.Viktor mengerang kesakitan, tapi ia tahu ia harus bangun dan melawan. ia memeriksa lukanya dan lega mengetahui bahwa peluru hanya meleset dan tidak bersarang di tubuhnya.Sambil meringis kesakitan, Viktor bangun dan melanjutkan pertempuran. ia menembakkan senjatanya ke arah lawan, membuat mereka berlari untuk mencari perlindungan.Kelompok lawan, yang dipimpin oleh seorang pria kejam bernama Jack, tidak mau kalah. Mereka menembakkan senjata mereka dengan gencar, membuat Vikto
Saras duduk di samping tempat tidur Rosa, memandang wajah ibu mertuanya yang lemah. Ia tidak bisa menahan perasaan khawatir dan cemas, melihat Rosa yang terbaring di tempat tidur.Tiba-tiba, Liam berdiri di depannya, memandangnya dengan senyum. "Saras, aku ingin bicara denganmu di luar ruangan. Ada beberapa hal yang ingin aku diskusikan denganmu."Saras menggelengkan kepala, tidak mau meninggalkan Rosa sendiri. "Tidak, Liam. Aku tidak ingin meninggalkan Ibu."Liam memandangnya dengan keheranan. "Tapi, Saras, aku ingin bicara denganmu tentang beberapa hal yang penting."Saras menatap Liam. "Maaf Liam. Aku tidak ingin meninggalkan Ibu, terutama saat Luna dan Ricard ada disini."Ucap Saras dengan volume suara yang pelan.Liam memandangnya dengan keheranan, lalu memahami perasaan Saras. "Aku mengerti, Saras. Aku juga tidak terlalu suka dengan kehadiran mereka."Saras mengangguk, merasa lega bahwa Liam memahami perasaannya. "Aku tidak tahu apa yang mereka inginkan, tapi aku tidak percaya p
Ricard dan Luna memutuskan untuk pergi ke sebuah Club, tentu saja hal itu mereka lakukan untuk melampiaskan kekesalannya karena tidak dapat berbicara langsung pada Rosa. mereka memilih untuk berada di sebuah kamar yang disiapkan oleh pemilik Club, karena sang pemilik yang mengenal baik Ricard. Keduanya memesan beberapa minuman beralkohol.“Apa yang harus kita lakukan, Ricard?” tanya Luna, suaranya terdengar nyaris seperti bisikan. tapi, untunglah kamar ini bisa meredam suara diluar, suara dentuman musik yang keras dan tawa para pengunjung club.Ricard tidak menjawab, justru ia fokus pada belahan dada Luna yang terlihat begitu menantangnya. Ricard menuangkan isi botol minumannya ke gelas yang berada dihadapan Luna. dengan perasaan kacau, Luna langsung meneguk habis tanpa berpikir panjang. melihat respon Luna, Ricard kembali menuangkan minumannya dan hal yang sama kembali terjadi. Luna kembali meneguk habis minuman itu, walaupun wajahnya terlihat sudah memerah.“Saat ini, Saras hamil. a
Malam itu, Liam dan Saras memasuki restoran termahal dan mewah di kota. Restoran ini dikenal dengan masakannya yang lezat dan suasana yang elegan. Liam telah memesan tempat ini sebelumnya, sehingga mereka bisa menikmati makan malam yang romantis dan tenang.Saat mereka memasuki restoran, mereka disambut oleh pelayan yang ramah dan sopan. Pelayan tersebut membawa mereka ke meja yang telah dipesan oleh Liam, yang terletak di sudut restoran dengan pemandangan kota yang indah.Liam dan Saras duduk di meja yang elegan, dengan kain putih yang rapi dan peralatan makan yang mewah. Mereka memandang menu yang disajikan oleh pelayan, yang berisi berbagai jenis masakan yang lezat.Liam memutuskan untuk memesan berbagai jenis seafood, karena dia tahu bahwa Saras sangat menyukai masakan laut. Mereka memesan udang rebus, lobster panggang, dan ikan bakar yang segar.Sambil menunggu makanan mereka datang, Liam dan Saras berbincang tentang hari mereka. Mereka berbicara tentang pekerjaan Liam, tentang R
(Flashback)Tahun 1995, sebuah kota yang masih terlihat sederhana dan damai. Malam itu, Anjaswara dan Danuarta duduk di sebuah warung kecil di pinggiran kota, menikmati minuman mereka. Warung itu terletak di sebuah gang kecil, dengan lampu yang redup dan suasana yang tenang.Anjaswara, seorang pemuda berusia 25 tahun, dengan rambut hitam yang panjang dan mata yang tajam, memandang Danuarta dengan senyum. "Kamu tahu, Danu, aku sudah lama tidak minum seperti ini," katanya dengan suara yang santai.Danuarta, seorang pemuda berusia 26 tahun, dengan rambut coklat yang pendek dan mata yang cerah, tersenyum. "Aku juga, Jas. Aku sudah lama tidak merasa santai seperti ini."Mereka berdua menikmati minuman mereka, berbicara tentang berbagai hal, dari pekerjaan mereka hingga rencana mereka untuk masa depan. Suasana di warung itu sangat tenang, dengan hanya beberapa pelanggan lain yang duduk di sudut-sudut warung.Tiba-tiba, suasana di warung itu berubah. Sebuah kelompok berandal, dengan wajah ya
Masih dengan latar belakang tahun 1995.Danuarta dan Anjaswara bekerja di sebuah restoran roti yang terletak di jantung kota. Mereka berdua menjadi pramusaji, bertugas untuk melayani pelanggan dan menyajikan roti yang segar dan lezat.Restoran roti yang menjadi tempat kerja mereka telah menjadi tempat favorit bagi banyak orang di kota. Roti yang disajikan di sana sangat lezat dan segar, dengan aroma yang menggugah selera.Danuarta dan Anjaswara terlihat mengenakan seragam pramusaji yang rapi dan bersih. Mereka berdua memiliki senyum yang ramah dan sopan, sehingga membuat pelanggan merasa nyaman dan senang.Saat itu, restoran roti itu sedang sibuk dengan pelanggan yang datang untuk makan siang. Liam dan Anjaswara berdua berlari ke sana ke mari, melayani pelanggan dan menyajikan roti yang segar dan lezat.Liam, yang mengenakan seragam pramusaji berwarna putih dan biru, memandang pelanggan dengan senyum yang ramah. "Selamat siang, apa yang bisa saya bantu hari ini?" ia bertanya dengan su
Mobil itu berjalan dengan pelan di depan gerbang rumah Liam, terkesan sengaja ingin memperhatikan rumah yang elegan dan mewah itu. Pria paruh baya yang mengendarai mobil itu memandang ke arah rumah Liam dengan mata yang tajam, tapi tidak terlihat wajahnya karena kaca riben yang menutupi wajahnya.Mobil itu berhenti sejenak di depan gerbang rumah Liam, seolah-olah pria paruh baya itu ingin memastikan bahwa rumah itu adalah rumah yang dia cari. Setelah beberapa detik, mobil itu melanjutkan perjalanan, tapi tidak sebelum pria paruh baya itu memandang ke arah rumah Liam sekali lagi.Gerakan mobil itu tidak terlalu mencolok, tapi cukup untuk menarik perhatian seseorang yang sedang memperhatikan. Dan, kebetulan, ada seseorang yang sedang memperhatikan mobil itu. Saras, yang sedang berada di dalam kamarnya yang berada dilantai paling atas, melihat mobil itu berjalan di depan gerbang rumah dengan pelan.Saras merasa sedikit penasaran dengan mobil itu, Tapi, karena dia tidak bisa melihat wajah
Pria itu duduk di atas tempat tidur yang sederhana, di dalam sebuah rumah kecil yang terletak di pinggir hutan. Rumah itu terlihat sederhana, dengan dinding yang terbuat dari kayu dan atap yang terbuat dari daun rumbia. Tapi, meskipun sederhana, rumah itu terlihat nyaman dan hangat.Pria itu, sedang membuka lilitan kain yang membalut lengannya. Lengan itu terkena tembakan beberapa hari yang lalu, dan lukanya sudah mulai membaik. Danuarta memandang lengan itu dengan mata yang tajam, memeriksa apakah lukanya sudah sembuh.Saat dia membuka lilitan kain, terlihatlah luka yang masih merah dan bengkak. Tapi, meskipun masih terlihat sakit, luka itu sudah mulai membaik. Pria paruh baya itu memandang luka dengan mata yang lega, merasa bahwa dia sudah mulai sembuh.Ia nampak memandang sekeliling ruangan, memeriksa apakah ada yang perlu dia lakukan. Ruangan itu terlihat sederhana, dengan beberapa perabotan yang terbuat dari kayu dan beberapa bantal yang terletak di atas tempat tidur. Tapi, mes
Danuarta berjalan dengan langkah yang mantap, meninggalkan Anjaswara yang berdiri tegak di belakangnya. ia telah memutuskan untuk mengikuti jejak preman yang telah dia kalahkan beberapa hari yang lalu.Anjaswara memandang Danuarta dengan mata yang khawatir. ia tahu bahwa Danuarta telah mulai terpengaruh oleh dunia hitam, dan ia tidak ingin kehilangan temannya."Danu, tunggu!" Anjaswara berteriak, berlari mengejar Danuarta.Danuarta berhenti dan memandang Anjaswara dengan mata yang dingin. "Apa yang kau inginkan, Jas?" ia bertanya dengan suara yang kasar."Aku tidak ingin kau terlibat terlalu jauh dengan dunia hitam," Anjaswara berkata dengan suara yang santai. "Kau tahu bahwa itu tidak baik untukmu."Danuarta tertawa. "Kau pikir, kau bisa menghentikanku? Aku telah memutuskan untuk mengikuti jejak mereka dan bukan tanpa alasan, itulah halnya aku tidak akan berhenti."Anjaswara memandang Danuarta dengan mata yang sedih. Ia tahu bahwa Danuarta telah mulai terpengaruh oleh dunia hitam, d
Masih dengan latar belakang tahun 1995.Danuarta dan Anjaswara bekerja di sebuah restoran roti yang terletak di jantung kota. Mereka berdua menjadi pramusaji, bertugas untuk melayani pelanggan dan menyajikan roti yang segar dan lezat.Restoran roti yang menjadi tempat kerja mereka telah menjadi tempat favorit bagi banyak orang di kota. Roti yang disajikan di sana sangat lezat dan segar, dengan aroma yang menggugah selera.Danuarta dan Anjaswara terlihat mengenakan seragam pramusaji yang rapi dan bersih. Mereka berdua memiliki senyum yang ramah dan sopan, sehingga membuat pelanggan merasa nyaman dan senang.Saat itu, restoran roti itu sedang sibuk dengan pelanggan yang datang untuk makan siang. Liam dan Anjaswara berdua berlari ke sana ke mari, melayani pelanggan dan menyajikan roti yang segar dan lezat.Liam, yang mengenakan seragam pramusaji berwarna putih dan biru, memandang pelanggan dengan senyum yang ramah. "Selamat siang, apa yang bisa saya bantu hari ini?" ia bertanya dengan su
(Flashback)Tahun 1995, sebuah kota yang masih terlihat sederhana dan damai. Malam itu, Anjaswara dan Danuarta duduk di sebuah warung kecil di pinggiran kota, menikmati minuman mereka. Warung itu terletak di sebuah gang kecil, dengan lampu yang redup dan suasana yang tenang.Anjaswara, seorang pemuda berusia 25 tahun, dengan rambut hitam yang panjang dan mata yang tajam, memandang Danuarta dengan senyum. "Kamu tahu, Danu, aku sudah lama tidak minum seperti ini," katanya dengan suara yang santai.Danuarta, seorang pemuda berusia 26 tahun, dengan rambut coklat yang pendek dan mata yang cerah, tersenyum. "Aku juga, Jas. Aku sudah lama tidak merasa santai seperti ini."Mereka berdua menikmati minuman mereka, berbicara tentang berbagai hal, dari pekerjaan mereka hingga rencana mereka untuk masa depan. Suasana di warung itu sangat tenang, dengan hanya beberapa pelanggan lain yang duduk di sudut-sudut warung.Tiba-tiba, suasana di warung itu berubah. Sebuah kelompok berandal, dengan wajah ya
Malam itu, Liam dan Saras memasuki restoran termahal dan mewah di kota. Restoran ini dikenal dengan masakannya yang lezat dan suasana yang elegan. Liam telah memesan tempat ini sebelumnya, sehingga mereka bisa menikmati makan malam yang romantis dan tenang.Saat mereka memasuki restoran, mereka disambut oleh pelayan yang ramah dan sopan. Pelayan tersebut membawa mereka ke meja yang telah dipesan oleh Liam, yang terletak di sudut restoran dengan pemandangan kota yang indah.Liam dan Saras duduk di meja yang elegan, dengan kain putih yang rapi dan peralatan makan yang mewah. Mereka memandang menu yang disajikan oleh pelayan, yang berisi berbagai jenis masakan yang lezat.Liam memutuskan untuk memesan berbagai jenis seafood, karena dia tahu bahwa Saras sangat menyukai masakan laut. Mereka memesan udang rebus, lobster panggang, dan ikan bakar yang segar.Sambil menunggu makanan mereka datang, Liam dan Saras berbincang tentang hari mereka. Mereka berbicara tentang pekerjaan Liam, tentang R
Ricard dan Luna memutuskan untuk pergi ke sebuah Club, tentu saja hal itu mereka lakukan untuk melampiaskan kekesalannya karena tidak dapat berbicara langsung pada Rosa. mereka memilih untuk berada di sebuah kamar yang disiapkan oleh pemilik Club, karena sang pemilik yang mengenal baik Ricard. Keduanya memesan beberapa minuman beralkohol.“Apa yang harus kita lakukan, Ricard?” tanya Luna, suaranya terdengar nyaris seperti bisikan. tapi, untunglah kamar ini bisa meredam suara diluar, suara dentuman musik yang keras dan tawa para pengunjung club.Ricard tidak menjawab, justru ia fokus pada belahan dada Luna yang terlihat begitu menantangnya. Ricard menuangkan isi botol minumannya ke gelas yang berada dihadapan Luna. dengan perasaan kacau, Luna langsung meneguk habis tanpa berpikir panjang. melihat respon Luna, Ricard kembali menuangkan minumannya dan hal yang sama kembali terjadi. Luna kembali meneguk habis minuman itu, walaupun wajahnya terlihat sudah memerah.“Saat ini, Saras hamil. a
Saras duduk di samping tempat tidur Rosa, memandang wajah ibu mertuanya yang lemah. Ia tidak bisa menahan perasaan khawatir dan cemas, melihat Rosa yang terbaring di tempat tidur.Tiba-tiba, Liam berdiri di depannya, memandangnya dengan senyum. "Saras, aku ingin bicara denganmu di luar ruangan. Ada beberapa hal yang ingin aku diskusikan denganmu."Saras menggelengkan kepala, tidak mau meninggalkan Rosa sendiri. "Tidak, Liam. Aku tidak ingin meninggalkan Ibu."Liam memandangnya dengan keheranan. "Tapi, Saras, aku ingin bicara denganmu tentang beberapa hal yang penting."Saras menatap Liam. "Maaf Liam. Aku tidak ingin meninggalkan Ibu, terutama saat Luna dan Ricard ada disini."Ucap Saras dengan volume suara yang pelan.Liam memandangnya dengan keheranan, lalu memahami perasaan Saras. "Aku mengerti, Saras. Aku juga tidak terlalu suka dengan kehadiran mereka."Saras mengangguk, merasa lega bahwa Liam memahami perasaannya. "Aku tidak tahu apa yang mereka inginkan, tapi aku tidak percaya p
Gudang tua yang terletak di pinggiran kota menjadi saksi bisu pertempuran sengit antara dua kelompok besar. Suara tembakan bergema di udara, membuat gudang yang sepi menjadi medan perang yang mengerikan.Viktor,berlari dengan cepat di antara tumpukan peti kemas yang berdebu. Ia membawa senjata otomatis yang siap menembak, matanya tajam memantau sekitarnya.Tiba-tiba, suara tembakan menggema dari arah kanan. Viktor merunduk dengan cepat, tapi terlambat. Sebuah peluru mengenai bahunya, membuatnya terjatuh ke tanah.Viktor mengerang kesakitan, tapi ia tahu ia harus bangun dan melawan. ia memeriksa lukanya dan lega mengetahui bahwa peluru hanya meleset dan tidak bersarang di tubuhnya.Sambil meringis kesakitan, Viktor bangun dan melanjutkan pertempuran. ia menembakkan senjatanya ke arah lawan, membuat mereka berlari untuk mencari perlindungan.Kelompok lawan, yang dipimpin oleh seorang pria kejam bernama Jack, tidak mau kalah. Mereka menembakkan senjata mereka dengan gencar, membuat Vikto