Pagi yang begitu lama tiba.Dzurriya bangun dengan malas, hatinya terasa membatu melihat perlakuan orang di rumah itu terhadapnya, terutama Eshan. Ia merasa tak ada sisa semangat dalam dirinya.Andai saja suaminya sedikit mencintainya, mungkin semua cobaan itu tidak terasa memberatkan. Kalaupun berat, sesimpul senyum suaminya akan menghapus dan menggantikannya.Dzurriya menghela napas panjang, kemudian menyingkirkan selimutnya dengan malas. Ia bangkit dan berniat untuk mandi. Namun, sebelum membuka pintu kamar mandi, ia mendengar pintu kamarnya diketuk.“Selamat pagi, Nyonya,” sapa Tikno.Dzurriya hanya bergumam lirih mendengar panggilan sopan Tikno, membuatnya terlihat bingung dengan sikapnya. Namun, pria paruh baya itu dengan cepat mengatur ekspresinya, dan segera menyampaikan pesan itu.“Tuan dan Nyonya, menunggu Nyonya di ruang kerja Tuan Eshan, tiga puluh menit lagi,” lanjut Tikno.“Ya,” jawab Dzurriya singkat. Melihat Tikno tidak juga pergi, Dzurriya kembali bertanya, “Apa ada l
Jawaban Eshan itu bagai petir menyambar ubun-ubun Dzurriya di siang hari. Tidak mengapa jika Alexa berkata semaunya tanpa memperdulikan perasaannya, tapi ini jawaban suaminya. Seketika air mata Dzurriya menetes dan langsung ia usap. Ia pun bangkit dan berusaha menyembunyikan kekesalannya. “Dasar tak sopan!” Sayup-sayup terdengar umpatan lirih dari Alexa untuknya. Sedangkan Ryan berusaha mencegahnya. “Duduklah dulu, Kak. Setelah ini, kita akan makan bersama di sini.” “Aku rasa aku tak perlu mendengarkan apa pun lagi. Lagi pula, aku orang luar di sini,” ujar Dzurriya dingin. “Baguslah, kalau kau sadar diri.” Dzurriya tak peduli dengan gumaman Alexa itu. Ia menatap tajam ke arah Eshan, sebelum akhirnya beranjak keluar dan turun ke lantai bawah. Dzurriya berjalan begitu cepat dan langsung masuk ke dalam kamarnya dengan membanting pintu. Air matanya berderai begitu deras. Rasanya seluruh hidupnya telah tergadai untuk menebus dosa itu. Sambil terisak begitu dalam, ia berucap sambi
‘Apa yang hendak dilakukannya?’ Dzurriya sontak membuka matanya dan bangkit, tapi malah itu seperti menyodorkan bibirnya ke bibir Eshan yang berada di depannya begitu dekat tanpa sengaja. Dzurriya membelalak, begitu juga Eshan. Ia langsung mendorong tubuh suaminya sampai kepalanya membentur kaca depan mobil. “Akh!” Terdengar jeritan kecil Eshan yang sedang memegangi kepalanya kemudian kembali bersandar di kursinya. “M–maaf, apa tidak apa-apa?” tanya Dzurriya cemas sambil memeriksa kepala suaminya, tapi Eshan malah terlihat memandangnya dalam-dalam. Dzurriya yang gugup langsung berbalik dan keluar mobil. Ia memegang bibirnya dan tersenyum simpul sambil tanpa sengaja melihat sekeliling tempat itu. Ia agak terkejut karena ia berada di pantai yang sama yang pernah ia kunjungi bersama Ryan. ‘APAKAH INI PANTAI KELUARGA? Kenapa mereka bisa samaan membawaku kesini?’ Dalam keadaan heran tiba-tiba suaminya berdiri di sebelahnya sambil menatap laut luas. “Bagaimana menurutmu?” tanya E
Mobil itu telah melaju pulang dengan sangat cepat.Mereka hanya sebentar saja di pantai itu. Dzurriya terus menatap keluar jendela supaya ia bisa memandang wajah suaminya yang terpantul dari kaca tersebut tanpa ketahuan. “Seandainya kau tau perasaanku sekarang, Mas’ Gumam Dzurriya dalam hati. Eshan berada di sampingnya, namun ia merasa begitu merindukannya. Ia ingin mobil itu melaju lambat selambat-lambatnya, kalau perlu berhenti saja supaya ia bisa terus bisa menikmati saat-saat bersama dengan suaminya. Sayangnya, ia tak mampu mengutarakannya.Kembali, ia usap dan sentuh wajah yang terpantul di kaca tersebut seraya terus menatapnya lebih dalam. Tanpa terasa, wajah itu kini menoleh dan menatapnya sambil tersenyum tipis.“Apakah aku begitu tampan?”Dzurriya mengangguk pelan sambil membalas senyuman itu tanpa sadar.‘Apa yang kau lakukan, Dzurriya?’Sampai akhirnya ia sadar dan matanya membelalak.Langsung ditolehnya sang suami karena kaget dalam sekejap kemudian menatap ke depan lag
Bayangan suaminya yang sangat menyebalkan itu terus saja muncul, ingin sekali ia keluar dari rumah itu sejenak supaya suaminya itu tahu bagaimana rasanya jika ia benar-benar kabur dari rumah itu. Namun sepertinya itu sangat suli dan thampir tidak mungkin.Para pengawal terlihat selalu berjaga satu kali dua puluh empat jam sehari di sekitar pintu dan gerbang depan.Dzurriya menunduk pasrah di kursi depan. Jangankan gerbang, ia juga tidak mungkin diizinkan keluar dari pintu itu.“Apa kau ingin keluar dan berjalan-jalan sebentar?” Ia mendongak kaget, Ryan telah berdiri di depannya dan tersenyum manis.‘Bagaimana dia tahu?’ tatapnya heran.“Aku melihatmu mondar-mandir melihat depan dari tadi.”‘Aku bahkan belum bertanya’ tatapnya bengong.“Kalau tidak mau tak apa, aku akan keluar sendiri.” Ujar Ryan yang tampaknya menyadari kebingungannya.“T–tunggu, apakah boleh?” Tanya Dzurriya dengan berbinar-binar. Setelah dikurung begitu lama dan merasakan sedikit keluar, ia jadi ingin keluar dan k
“Hi, Nyonya Eshan, lama tidak bertemu. Apa kamu kabur lagi? Mau kubantu?”Dzurriya mengabaikan ucapan nakal lelaki tua itu, dan berbalik hendak pergi saat lelaki itu menarik tangannya sambil berkata, “Jangan takut, aku akan membantumu.”Dzurriya menginjak kaki lelaki itu dengan keras sampai lelaki itu berteriak kesakitan dan tanpa sadar melepaskan pegangannya. Dzurriya berlari menyeberang kembali menuju tempat Ryan ketika karena tergopoh-gopoh sebuah mobil mewah melaju cepat ke arahnya.“Arrrgh!”Dzurriya mematung kaget di tengah jalan tersebut, kakinya kaku terdiam, lampu sorot mobil itu bertambah dekat dan membunyarkan pandangannya. Sementara bunyi klakson berdering panjang dan keras memekak telinga.Sekelebat bayangan muncul seperti apa yang dialaminya sekarang, Ia berlari dan melompat ke jalanan hingga sebuah mobil yang melaju cepat kehilangan kendali ke arahnya dan menabraknya hingga ia terjatuh bersimbah darah.******Eshan membuka pintu. Dia masuk ke dalam ruangan sempit denga
Beep……. Terdengar bunyi klakson mobil begitu keras dan panjang memekak telinganya. Seketika pandangan Dzurriya tertuju pada cahaya putih dari lampu mobil hitam yang siap meluncur ke arahnya. Sontak Dzurriya terbangun dengan mata membelalak kaget, napasnya ngos-ngosan. Ia menatap langit-langit dan sekitar yang begitu senyap. Ia telah berada kembali di kamarnya. ‘Apa yang terjadi?’ Terakhir yang ia ingat ia berlari dari paman Braha dan menyeberang jalan…. Kriek Suara pintu dibuka seseorang, Ryan masuk dan menghampirinya dengan tersenyum… ‘Kemana Eshan? Apakah lelaki yang semalam menolongnya bukan Eshan, tapi Ryan’ Dzurriya merasa agak kecewa. Sepertinya rasa rindunya pada lelaki itu, membuatnya berhalusinasi. “Apakah kau sudah merasa baikan?” Dzurriya mengangguk pelan, ia menatap wajah dokter muda itu yang terlihat begitu khawatir. Mungkin dia merasa bersalah mengajaknya keluar dan tidak menjaganya dengan baik. “Terima kasih sudah membawaku jalan-jalan kemarin,” ujar Dzurriya
Dzurriya bangkit dari tempat duduknya.Ia sangat merindukan suaminya, tapi ketika bertemu ia merasa sangat jengkel karena teringat bagaimana lelaki itu mengabaikannya beberapa hari. Meski ia tahu jelas, itu terjadi karena Alexa terus menempel padanya. “Mau kemana, kamu?” Tanya Eshan dingin dan lirih sambil membuka ponselnya. Wajahnya pun terlihat begitu tenang, membuat Dzurriya semakin kesal saja.“Ke toilet,” jawab Dzurriya singkat sambil berbalik.‘Untuk apa dia duduk menyerobot begitu, kalau tetap mengabaikanku’Dzurriya berjalan ke toilet dan masuk ke salah satu partisi cubicle. Tiba-tiba terdengar suara dari luar.“Gimana, apa aku sudah cukup cantik?”Suara kecil itu terdengar sangat bersemangat.“Lupakan saja! Sepertinya kamu tak ada kesempatan. Aku dengar pagi ini Dokter Ryan bertukar shift supaya bisa menemani seorang gadis,” ganti suara seorang gadis yang terdengar agak serak.“Apa kau yakin?” tanya gadis bersuara kecil itu lagi.“Ya.”Terdengar desahan napas kehilangan hara
“Kenapa kau membiarkannya pergi?” tanya Ryan tampak menatap Dzurriya dengan heran, setelah kepergian Eshan yang terlihat kesal, saat mendapati dirinya dan Ryan bersama.“Bukankah kau juga menginginkannya?” ucap Dzurriya bertanya balik padanyaLelaki itu tampak memicingkan matanya sembari melirik ke arahnya, “jangan berbohong padaku! bahkan kau melakukannya bukan untukku, apa kau cemburu karena Alexa tadi tiba-tiba datang dan menciumnya?”“Jangan bicara omong kosong! untuk apa aku cemburu pada wanita murahan seperti dia? cepat dorong aku!” ujar Dzurriya berusaha mengalihkan pembicaraan.Ryan tampak terkesiap mendengar penuturannya tersebut.“A–apa maksudmu? Kenapa kau menyebutnya murahan?” tanya lelaki itu terdengar terbata-bata dan berhati-hati.Dzurriya kembali menoleh ke belakang dan menatap lelaki itu dalam-dalam.‘Apa kau benar-benar yakin mau mendengarnya dariku?’ pikir Dzurriya kemudian menelan ludahnya.“Apa kau benar-benar tidak ingin membawaku untuk keluar? aku begitu penat b
“Apa?” Tampak Eshan berusaha memastikan apa yang barusan ia dengar tersebut, dengan alisnya yang tampak saling mendekat dan hampir menyatu.“Jadi jangan sia-siakan dia! atau aku akan segera merebutnya darimu,” ujar Ryan tiba-tiba menarik kerah Eshan, sambil menatap begitu tajam ke arah kakak sepupunya tersebut.‘Hah!” desah Dzurriya penuh sesal, Iya begitu terkesiap sekaligus tak menyangka kalau mantan kekasihnya itu bakal bicara sembarangan seperti itu.Sementara Alexa terlihat nyengir kegirangan, Ia bahkan terlihat sangat menikmati pemandangan itu.Berbeda dengan dirinya yang mulai was-was, apalagi melihat suaminya itu memegang tangan Ryan yang tengah mencengkeram kuat kerah bajunya, kemudian perlahan menurunkan tangan adik sepupunya itu, dan mulai menatapnya dengan tajam.‘Jangan-jangan mereka akan berkelahi!’ pikir Dzurriya.Tapi apa yang akan terjadi melampaui perkiraannya.“Kalau kau sangat menyukainya…”‘Apa yang mau kau katakan, Mas?’ pikir Dzurriya sambil menatap mata suamin
BekTerdengar suara pukulan begitu keras, diikuti cairan yang terasa memancar di pipi kiri Dzurriya, tapi anehnya Dzurriya tak merasakan apa-apa.“Apa yang terjadi?” pikirnya.Dengan heran dibukanya matanya perlahan penuh was-was.Tampak tubuh tua bangka itu tergolek lemah di sampingnya dengan sisa-sisa bercak di tepi mulutnya, sepertinya itu adalah darah.Seketika Dzurriya langsung tersentak, sembari kembali menutup mulutnya yang mendesah singkat.Dialihkannya kemudian pandangannya ke arah seseorang berkemeja putih yang tampak memukul satu persatu para pengawal itu dengan membabi buta di depannya.“Mas!” Panggil Dzurriya lirih, begitu mendapati wajah lelaki yang tadi membelakanginya itu tiba-tiba menendang kepala seorang pengawal hinggap badannya memutar menghadap ke arah Dzurriya.Sementara itu tiba-tiba terlihat tangan Braha yang tersungkur di sebelahnya meraba-raba, seperti tengah hendak meraihnya. Dzurriya yang terperanjat kaget langsung menyeret tubuhnya mundur.Namun badan le
Dzurriya hendak menjelaskan kalau dia benar-benar amnesia, dan baru ingat semuanya, namun tiba-tiba tubuh Ryan tersentak hebat bersamaan dengan darah yang tiba-tiba memancar keluar dari dalam mulut mantan tunangannya itu.Sontak Eshan begitu terperanjat kaget dan terlihat langsung menghampiri sepupunya itu, kemudian menggendongnya.Dzurriya yang begitu syok hanya bisa menoleh sambil mendesah cepat, dan seketika menutup mulutnya dengan kedua tangannya, matanya sendiri langsung berkaca-kaca.Ia lalu mengikuti suaminya yang setengah berlari dengan panik itu.Namun tiba-tiba tangan kanan Alexa menjulur dan menghalangi jalannya.Dzurriya menoleh ke arah wanita itu dengan heran, namun wanita tak punya hati itu malah tersenyum nyengir ke hadapannya, dan segera melirik ke arah pengawalnya tadi, yang sepertinya terlupakan oleh suaminya.Dia kemudian menggerakkan bola matanya melirik ke arah Dzurriya dengan cepat.Alhasil dalam sepersekian detik saja, para pengawal itu langsung membungkam mulut
Dzurriya segera mencari sesuatu di badan Ryan. Kalau perkiraannya benar, dan lelaki itu datang ke sana untuk menyelamatkannya, pasti dia membawa sesuatu untuk membela diri, dan benar saja itu yang menemukan senjata api di bagian dalam saku jaketnya.Dzurriya segera mengambil senjata itu dan berlari ke belakang pintu. Namun na’as, pintu itu tiba-tiba terbuka begitu saja, mata Dzurriya langsung membelalak lebar, tubuhnya pun yang tadinya condong kedepan karena buru-buru berlari ke belakang pintu, sontak menegak bersamaan dengan matanya yang menoleh ke arah pintu tersebut.Dengan panik, ia segera mengokang pistolnya, dan mengarahkan pistol itu pada seseorang yang masuk pertama, yang tak lain adalah paman istri pertama suaminya itu.Tapi karena Ia tidak mahir sama sekali juga begitu gugup, peluru pistol itu malah meluncur ke arah daun pintu tadi dan menyebabkan suara dentuman yang begitu keras. Alhasil Alexa dan Braha berhasil mundur dan menghindar.“Kurang ajar! berani sekali dia melaku
“Hi, Sayang! Apa kau sudah tertidur?” Mata Dzurriya langsung tersentak bangun mendengar suara yang mendesah berat tersebut, Ia langsung seketika berusaha mengangkat dirinya yang terikat kuat tersebut sampai-sampai kursi itu terangkat dan bergeser sedikit, kemudian terantuk ke lantai begitu keras.“Apa maumu, jangan coba-coba menyentuhku!” ancam Dzurriya dengan matanya yang membulat sempurna menoleh ke arah Tua bangka, Braha sialan itu, yang tengah memandangnya dengan dengan tatapan yang begitu menjijikan.“Kamu kira kamu bisa menghindar dariku sekarang?” ujar lelaki itu sambil meringis, belum lagi tangannya yang kotor dan keriput itu mengusap pipinya, membuat Dzurriya benar-benar muak dan segera menolehkan wajahnya ke arah lelaki itu, kemudian….“Akh!”Terdengar jeritan kesakitan yang begitu keras dan panjang dari lelaki itu, karena Dzurriya sengaja menggigit jemari tangannya yang barusan menyentuhnya sembarangan tersebut.Lelaki yang tampak kesakitan itu berusaha memukul badan dan k
“Apa? Kurang Ajar!” seru Eshan naik pitam, sambil menggebrak meja dengan keras, membuat Tikno yang baru saja masuk ke ruang kerjanya itu ikut tersentak kaget, dan langsung mengangkat kepala menatapnya.“Bagaimana kalian bisa dikecoh oleh seorang wanita seperti itu? Dasar Bodoh! Aku tidak mau tahu, cari dia sampai ketemu, atau kepala kalian taruhannya!” lanjutnya sembari langsung menutup teleponnya dengan nafas yang terengah-engah marah.“Beraninya dia bermain-main denganku?” gumamnya sambil menundukkan punggungnya dan menyandarkan tangannya di atas meja kerjanya.“Ada apa, apa dia menghilang?”Eshan mengangkat bola mata dan alisnya bersamaan ke arah Tikno.“Sepertinya tak ada cara lain, Tuan harus memasang penyadap di mobil Nyonya, ini pasti ada hubungannya dengan lelaki itu,” saran Tikno.“Kita bicarakan itu nanti,” ujar Eshan sembari menegakkan badannya berdiri. Selama ini dia berusaha tidak memata-matai dan percaya pada istrinya, sebagaimana janjinya dulu pada wanita itu sebelum me
Dzurriya sontak tersentak bangun dengan nafasnya yang ngop-ngopan, gimana tidak? tiba-tiba saja wajahnya ditimpa guyuran air yang menamparnya begitu deras. Padahal ia baru saja pingsan tertidur karena kelelahan, setelah hampir seharian ia ditampar dan dipukuli oleh Alexa dan Pamannya.“Enak sekali ya tidurnya?” tanya Alexa yang kini tengah berdiri kembali di hadapannya sambil membawa ember.“Kenapa kau terus menyiksaku?” tanya Dzurriya memberanikan diri.“Pertanyaan apa itu? Menurutmu, apa semua ini sudah sepadan untuk wanita perusak ruma tangga orang lain sepertimu, Hah?” tanya balik Alexa sambil dengan nada membentak.“Bukankah kau yang membawaku ke rumah itu, kau yang memaksaku untuk menikah dengan suami? Apa kau lupa? sekarang sikapmu sungguh kekanak-kanakan, kenapa— apa kau takut dengan keberadaanku?” tanya Dzurriya berusaha balik memprovokasinya.“Aku? takut dengan keberadaanmu? Apa kau sudah gila? Wanita murahan sepertimu, bagian dirimu mana yang harus aku iri?” tanya wanita it
“Lihat siapa yang ada di depanku!” seru Alexa lirih, sepertinya ia menikmati sekali keterkejutan Dzurriya.“Tak salah aku kembali, mau menangkap koi dapat piranha,” lanjut wanita itu sinis. Dzurriya berusaha mengabaikannya dan hendak melewatinya pergi begitu saja. Namun wanita itu tiba-tiba menarik lengannya dan menatapnya tajam.“Dasar Babu sialan, ikuti perintahku!”Dzurriya hanya bisa terdiam pasrah, pinggangnya ditodong pisau oleh istri pertama suaminya itu.Wanita gila itu lalu menyeret pisaunya itu mengitari pinggang sampai punggung Dzurriya.“Jalan!” perintahnya sambil mendorong tiba-tiba bahu Dzurriya.Tak ada pilihan lain, Dzurriya mulai berjalan melewati lorong demi lorong rumah sakit itu dengan was-was, sambil menunggu kesempatan untuk melarikan diri dari wanita kejam itu.Dan akhirnya kesempatan itu datang, terlihat dari lorong di seberangnya, para pengawal suaminya tampak panik berjalan setengah berlari, sepertinya mereka telah menyadari kalau ia telah kabur.‘Lebih baik