Empat tahun telah berlalu.Ardo Kenconowoto telah tumbuh menjadi seorang pendekar muda berusia 20 tahun yang gagah rupawan. Kesempurnaan kerupawanannya membuat dia selalu terlihat tampan jika dipandang dari sudut mana pun. Kecuali pada satu kondisi, yaitu di saat dia bersin.Di tengah Sungai Ukirati, tidak begitu jauh dari rumah bambu tengah sungai milik Iblis Jelita, Ardo Kencowoto sedang berlatih serius.Dia terlihat sangat hebat karena dia dengan bebas bergerak di permukaan air. Langkah kakinya bebas menginjak permukaan air yang mengalir tanpa tenggelam, kecuali sebetis saja. Padahal sungai itu dalam.“Hup!” pekik Ardo yang saat itu hanya bertelanjang dada dan bercelana sedengkul. Dia melakukan lompatan salto tinggi, tapi dari depan ke belakang.Cprak!Ardo menjadarat dengan bagus di air, setelah mendapat dua kali putaran salto yang sangat cepat. Dia tetap tidak tenggelam, seolah-olah kakinya berpijak pada sungai yang sangat dangkal.Setelah mendarat, Ardo tidak jeda, tetapi langsu
Iblis Jelita berdiri tenang di atas titian yang hanya seutas tali tambang. Dia memandangi air sungai di titik jatuh dan tenggelamnya Nenek Ayu Abadi.Byuar!Dari dalam air, dari titik yang berbeda, melompat keluar sosok nenek berjubah kuning lalu mendarat di lantai bambu teras rumah Iblis Jelita. Nenek yang kuyup itu masih memegang tongkatnya. Tatapannya tajam kepada gadis cantik berpakaian biru yang berdiri tenang dan seimbang di atas tambang. Iblis Jelita telah mengubah arah hadapnya.Serss!Dari arah hulu, Ardo Kenconowoto melesat di atas permukaan air dengan mengendarai sebatang kayu. Dia yang usai menumbangkan tiga orang penyerangnya, segera pulang ke rumah saat melihat ada pendekar tua yang datang kepada gurunya.Jleg!Ardo melompat dari kendaraannya dan mendarat satu tombak di depan Nenek Ayu Abadi dengan tatapan yang tajam pula.“Bial aku yang melawannya, Nyai Sakti!” seru Ardo.Tatapan tajam Nenek Ayu Abadi jadi berubah kerutan kening saat mendengar ada yang ganjal dari cara
Ardo Kenconowoto yang telah diberi gelar Pendekar Tiga Iblis oleh gurunya, Iblis Jelita, masih duduk berlutut di depan sang guru yang duduk di balai-balai bambu.“Ulurkan kedua tanganmu!” perintah Iblis Jelita.Ardo pun mengulurkan kedua tangannya dengan telapak terbuka ke atas. Ardo memandang dan menunggu pusaka jenis apa yang akan diberikan kepadanya.Iblis Jelita lalu meletakkan kedua telapak tangannya pada telapak tangan muridnya.“Tahan!” perintah Iblis Jelita.“Iya, Nyai,” ucap Ardo.Ardo lalu mengerahkan tenaga saktinya untuk menahan ketika dia merasakan ada energi yang menekan kedua telapak tangannya. Energi itu keluar dari kedua telapak tangan Iblis Jelita seiring munculnya bias sinar ungu. Sinar ungu itu seperti sedang terhimpit oleh dua telapak tangan yang saling menekan.Ardo merasakan kedua telapak tangannya panas, tapi tidak sepanas api. Dia pun bisa merasakan ada energi yang mengalir masuk ke dalam tangannya. Tangan-tangan keduanya sempat gemetar karena menahan energi y
Ardo Kenconowoto terus berkuda menuju Tebing Pahat. Dia akan tiba di sana menjelang senja. Ardo sudah beberapa kali datang ke Tebing Pahat, tempat tinggal Iblis Satu Kaki. Jadi dia bisa mengukur durasi perjalanannya.Tidak seperti ketika pergi ke kediaman Iblis Sirih yang lancar seperti jalan tol bebas hambatan, kali ini Ardo tertarik untuk berhenti melihat satu peristiwa.Dia menghentikan kudanya di pinggir jalan. Ada tanah lapang di sisi kiri yang konturnya lebih rendah dari tanah jalanan. Di sana sedang terjadi pertarungan yang tidak seimbang, lima orang lelaki sedang mengeroyok satu orang lelaki. Jadi semuanya lelaki.Kelima lelaki yang berpakaian kuning-kuning tapi berbeda model, memiliki usia yang beragam. Ada yang muda sampai usia separuh baya. Kelimanya bersenjatakan tongkat besi pendek, tetapi pada satu ujungnya memiliki replika logam bentuk tangan. Ada tangan mengepal milik Rungga Kasa, ada tangan mencakar milik Srikil, ada tangan yang jari-jarinya lurus semua milik Suganda,
Pertolongan yang dilakukan oleh Ardo Kenconowoto terhadap Anggar Sukolaga membuat pemuda tampan itu terpaksa menunda perjalanannya ke Tebing Pahat. Dia harus membawa ayah dari Aninda Maya itu ke Lembah Jepit agar bisa diobati oleh Tabib Juku Getir. Ardo tidak banyak bertanya karena Anggar Sukolaga sudah pingsan. Ardo sampai harus mengikat tubuh Anggar Sukolaga dengan tubuhnya agar tidak jatuh saat mereka berkuda. Ardo tahu di mana letak Lembah Jepit, karena waktu dia masih usia imut-imut pernah diajak oleh Iblis Jelita ke sana menghadiri satu pertemuan pendekar. Arah menuju ke Tebing Pahat dan ke Lembah Jepit berbeda. Tebing Pahat ke arah timur, sedangkan Lembah Jepit ke arah utara. Untuk jarak Tebing Pahat lebih jauh. Ardo setengah panik karena Anggar Sukolaga tidak sadarkan diri. Dia takut orang tua itu punya niat mati. Perjalanan Ardo lancar, tidak ada begal atau penjahat yang menghadang. Dia tiba di wilayah Lembah Jepit menjelang matahari terbenam. Namun, dia tidak tahu jelas d
Akhirnya Tabib Juku Getir selesai membersihkan dan menangani luka Anggar Sukolaga. Sejumlah balutan perban melingkar di tubuh Anggar Sukolaga yang tidak berbaju. Dia belum siuman dari pingsannya.“Mohon maaf, Ki. Aku pamit pelgi, Ki,” izin Ardo Kenconowoto.“Kau mau ke mana? Lihat, sudah gelap,” tanya Tabib Juku Getir sambil menunjuk ke pintu dengan wajahnya. “Bermalamlah. Aku punya minuman bagus untuk malam hari. Belum dikatakan datang ke kediaman Tabib Juku Getir jika belum minum kopi musang luwak.”Hari memang sudah gelap. Jika Ardo memaksakan melanjutkan perjalanan ke Tebing Pahat, akan sulit. Tentunya Iblis Satu Kaki tidak akan mau ditamui tengah malam. Itu pikir Ardo. Apalagi Ardo bukanlah pacar pendekar tua itu.Mooo!Tiba-tiba terdengar suara lenguhan sapi di luar. Bukan hanya satu sapi, tapi beberapa sapi.Ardo berjalan ke pintu untuk melihat. Di dalam kegelapan yang belum begitu gulita terlihat ada belasan sapi yang sedang digiring oleh lelaki bercaping. Warna pakaiannya sam
Karena ini perkara nyawa orang cantik, Ardo Kenconowoto terpaksa gagal menikmati jagung bakar bersama Ki Pawang Api. Dia hanya menghabiskan kopi musang luwaknya.“Sudah aku katakan, jika kau menuruti permintaan Anggar Sukolaga, kau akan terlibat dalam bahaya,” kata Ki Pawang Api kepada Ardo saat hendak ditinggal. Dia agak kecewa karena batal duet makan jagung bakar yang baru mulai dipanggangnya.“Tidak apa-apa, Ki. Demi menolong olang lain,” balas Ardo sebelum meninggalkan Ki Pawang Api.Dengan membawa sebatang obor, Ardo berkuda menembus kegelapan malam meninggalkan kediaman Tabib Juku Getir. Dia harus berhati-hati dalam berkuda. Cahaya satu obor tidak begitu kuasa menerangi jalanan.Di Tengah jalan, Ardo melihat ada dua titik cahaya api yang terbang cepat mendekat. Seiring dua api itu kian mendekat, terdengar pula lari dari beberapa ekor kuda. Ternyata ada tiga ekor kuda berpenunggang dari arah depan, tetapi hanya dua orang yang membawa obor. Ketiga orang itu terdiri dari dua lelaki
Ardo Kenconowoto kini berdiri berhadapan dengan Kuyup Lani yang merupakan anggota Lima Tangan Maut. Kuyup Lani berusia jauh lebih senior dari Ardo, tetapi gestur tubuhnya gemulai.Keduanya berdiri dengan kuda-kuda siap duel. Kuyup Lani baru saja meledakkan tanah jalanan desa dengan kesaktian senjata tongkat besi pendeknya.Sementara itu, belasan mata yang bersembunyi di balik dinding-dinding rumah warga menonton. Justru mereka yang lebih tegang menyaksikan pertarungan kedua pendekar asing yang tidak mereka kenal.“Kenapa menyelangku, Kisanak?” tanya Ardo.“Hihihi! Rupanya pendekar cadel. Biasanya pendekar aneh sepertimu umurnya tidak lebih panjang daripada umur seekor ayam,” kata Kuyup Lani seperti ibu-ibu cerewet, setelah dia tertawa cekikikan seperti janda genit.“Kau juga aneh. Laganya lelaki tapi nyawanya betina,” balas Ardo, tidak suka disebut aneh.“Anggar Sukolaga adalah pemberontak. Semua orang yang membantunya akan dianggap sebagai pemberontak, termasuk kau, Cadel,” jelas Kuy
Di saat dua pertarungan pendekar dan dua pertempuran berlangsung sengit, tiba-tiba ada pasukan lain yang datang mendekat ke Lembah Jepit. Prajurit pasukan itu mengenakan seragam warna hijau-hijau, tapi tidak seperti seragam hansip.Semua orang yang sedang punya kepentingan di lembah tersebut tahu bahwa itu adalah pasukan kadipaten. Jika melihat dari panjinya, mereka adalah pasukan Kadipaten Dadariwak dan Kadipaten Babatoto.Melihat kedatangan pasukan kadipaten yang dipimpin oleh Komandan Cecak Godok dan pendekar Codet Maut, para arjunasiwa yang memimpin serta pasukannya merasa senang karena pasukan kadipaten datang membantu.Sementara di tempatnya, Urak Sepadan, Anggar Sukolaga, Guntur Murka, dan Angkel Asap memantau pertempuran tersebut.“Seraaang!” teriak para prajurit kadipaten.Mereka akhirnya masuk menyerbu ke dalam pertempuran.“Aak! Aak! Akh…!” jerit para prajurit Kerajaan Panesahan saat mereka justru diserang oleh para prajurit pasukan kadipaten.Alangkah terkejutnya para perw
Pendekar kerajaan yang bernama Perwira Hidung Baja berdiri gagah menghadang Ardo Kenconowoto dan Iblis Jelita yang berbagi satu punggung kuda. Mentang-mentang kedua jagoan itu sudah terluka parah, Perwira Hidung Baja baru muncul setor hidung.“Turun dan menyeraaakh!” seru Perwira Hidung Baja yang berujung jeritan seiring tubuhnya terlempar jauh ke samping.Tiba-tiba muncul sosok gemuk Iblis Satu Kaki yang datang melesat dari samping kiri secepat rudal jet tempur. Dia langsung menabrak tubuh Perwira Hidung Baja tanpa rem. Karena itulah Perwira Hidung Baja terpental pergi dari depan kuda Iblis Jelita.Tabrakan dahsyat itu mengejutkan semua orang. Perwira Hidung Baja menghantam keras tanah lembah yang hangus dan berguling-guling.Agar tidak malu, meski sudah terlanjur malu, Perwira Hidung Baja buru-buru bangkit berdiri. Untung wajahnya hitam oleh noda arang rumput lembah yang sebelumnya dibakar oleh Pendekar Raja Neraka, jadi malunya cukup tertutupi.“Frukrr!” Perwira Hidung Baja malah m
Blar blar blar…!Ketika tangan Nini Lanting yang bersinar putih menyilaukan ditusukkan ke arah langit, maka tanah sekitar dirinya dan termasuk di posisi Iblis Jelita berdiri meledak.Tanah-tanah berumput terbongkar mengudara. Namun, ketika ilmu Kiamat Kecil itu terjadi, sosok Iblis Jelita menghilang di mata para penonton biasa. Menghilangnya Iblis Jelita diikuti gerak wajah si nenek yang memandang ke langit.Dari arah langit meluncur cepat sosok Iblis Jelita dengan posisi kepala dan tangan di bawah, kedua kaki lurus di atas. Pada ujung tangannya yang menempel lurus ada sinar ungu dan hitam yang saling membaur tanpa saling menguasai. Arahnya tepat ke atas kepala Nini Lanting.Serangan Iblis Jelita dengan ilmu Totok Bumi level grand master itu datang sangat cepat. Tanpa pikir ulang, Nini Lanting menyambut lawannya dengan satu hentakan telapak tangan yang bersinar putih menyilaukan.Buooom!Pertemuan dua kesaktian itu menciptakan ledakan energi yang dahsyat. Tanah di sekitar mereka kemba
Srosss!“Aaakk…!”Dua serangan tapak membara yang mendarat di dadanya, membuat pikiran Ki Lagak sejenak blank dalam mengendalikan puluhan pedang sinar biru. Padahal rombongan energi ilmu Pedang Beranak Seribu itu sedang melesat mengarah Ratu Senja yang notabene ada di depannya.Maka, dengan lenyapnya sosok Ratu Senja, jadi justru sebagian pedang sinar biru menusuki tubuh Ki Lagak.Setelah Ki Lagak ditusuki oleh pedang-pedang energi miliknya sendiri, tahu-tahu Ratu Senja muncul lagi seperti dedemit caper di depan Ki Lagak yang terhuyung kesakitan. Kemunculan Ratu Senja yang tanpa tawa atau suara, membuat Ki Lagak tidak menyadari untuk waktu sesaat.Suss!“Hahh!” kejut Ki Lagak ketika baru melihat keberadaan Ratu Senja yang sudah memegang sinar biru gelap Dari ilmu Penghancur Cinta.Bluar!“Hakkr!”Dalam jarak yang sangat dekat, Ratu Senja menghantamkan sinar biru di tangannya kepada Ki Lagak yang mustahil untuk menghindar jika tidak punya ilmu lenyap seperti lawannya. Jalan satu-satuny
Set set!Ternyata pedang biru bagus Ki Lagak bisa dibagi menjadi dua pedang kembar yang lebih tipis. Dengan ilmu pengendali, kedua pedang itu bisa diterbangkan seringan capung tapi secepat anak panah.Ratu Seja tidak menggunakan ilmu perisai semodel sahabatnya Iblis Jelita, tetapi dia menggunakan ilmu Tinju Belut Peri. Ada yang ingat dengan ilmu ini?Kedatangan dua pedang yang sifatnya menusuk, cukup diadu dengan tinju kedua tangan Ratu Senja yang terlihat tinju biasa. Ketika pedang tinggal sejengkal jaraknya dari kepalan tangan janda awet itu, pedang akan melenceng arah, seperti terpeleset di lantai bersabun.Setelah terpeleset tanpa menyentuh tangan atau raga Ratu Senja, kedua pedang terus terbang dan berbalik atau berbelok arah yang tetap memburu tubuh indah Ratu Senja. Sepertinya Ki Lagak sudah terlalu tua, sehingga dia tega ingin menghancurkan keindahan yang lawannya miliki.Semua upaya serangan dua pedang kembar terbang gagal. Selalu terpeleset dan terpeleset lagi. Ki Lagak samp
Setelah pertarungan antara Ardo Kenconowoto berakhir dengan hasil berkurangnya satu anggota Keturunan Darah Emas, Nini Lanting semakin menggila dalam bertarung melawan Iblis Jelita.Begg! Pagg! Begg begg! Pagg pagg!Pukulan tinju dan telapak tangan yang bertenaga dalam tinggi dilancarkan menghantam dinding sinar ungu bening dari ilmu perisai Lapis-Lapis Kulit Bawang, semakin tipis, semakin menerawang.Tinju pertama tidak menghancurkan dinding sinar ungu, tapi hantaman telapak tangan yang disusulkan kemudian menghancurkan dinding pertama.Nini Lanting kembali maju selangkah dan melancarkan dua pukulan beruntun untuk menghancurkan lapisan kedua. Namun, setelah itu Iblis Jelita kembali memunculkan ilmu perisai yang sama dengan sebelumnya, membuat Nini Lanting harus menghancurkan dua lapis perisai Lapis-Lapis Kulit Bawang lagi.Suara hantaman pukulan kepada dinding perisai terdengar keras, membuat orang-orang yang mendengar bergetar hatinya. Bergetar bukan karena cinta, tapi bergetar ikut
Tubuh Ardo berguling melintasi api yang membakar rumput. Cepatnya gulingan tubuhnya membuat dia tidak sempat terbakar. Maklum pendekar saktinya sedang sibuk.Ardo cepat bangkit di antara kobaran api yang membakar lahan di mana-mana. Memang agak runyam jika melawan Pendekar Raja Neraka, api di mana-mana.Sosss!Belum sempurna fokus pandangan Ardo, serangan gelang-gelang sudah datang lagi.“Lelele…!” teriak Ardo sambil lari kencang ke samping, membuat serangan seperti selang api panjang itu hanya kian memperparah kebakaran lahan.Iblis Jelita yang bertarung sengit di sisi lain hanya tersenyum tipis saat mendengar lolongan Ardo, tanpa tertarik untuk melirik kepada murid dan calon suaminya itu.Ardo berlari kencang mengelilingi posisi Cukil Bugir.Sosss!Cukil Bugir kembali memburu Ardo dengan melesatkan barisan gelang-gelang api. Namun, Ardo seperti jagoan yang jika ditembak tidak kena-kena.Sing! Ctarr! Ses ses ses…!Setelah lolos lagi dari serangan, sambil terus berlari, Ardo melesatka
“Lelaki tampan mana yang kau pilih untuk dibunuh?” tanya Iblis Jelita kepada Ratu Senja sambil memandang kepada Ki Lagak dan Cukil Bugir. “Aku pilih Ki Lagak saja, agar yang suka marah-marah jatahnya Ardo,” jawab Ratu Senja sembari tersenyum semanis mangga matang di hati. “Tapi yang suka malah-malah namanya siapa, Nyai Latu?” tanya Ardo yang membuat ketiga calon lawan mereka tahu bahwa ternyata pemuda itu cadel. “Namanya Cukil Bugir, bergelar Pendekar Raja Neraka,” jawab Ratu Senja. “Oooh Cukil Bugil. Pendekal Laja Nelaka,” sebut ulang Ardo yang membuat Ratu Senja tersenyum lebar dan Cukil Bugir mendelik sewot. “Jangan coba-coba kau menyebut nama agungku lagi, Pemuda Cadel!” ancam Cukil Bugir yang tidak rela namanya beruba jadi mesum jika disebut oleh Ardo. “Tenang saja, Kek. Aku tidak akan menyebut nama Cukil Bugil lagi,” kata Ardo seraya tersenyum santun tapi menjengkelkan bagi Cukil Bugir. “Tapi kau masih menyebutnya!” bentak Cukir Bugir lalu…. Clap! Dak dak! Tiba-tiba ka
Iblis Jelita tetap di punggung Surami, berhadapan dalam jarak tiga tombak dengan kereta kuda putih yang diapit oleh Ki Lagak alias Pendekar Pedang Bersayap dan Cukil Bugir alias Pendekar Raja Neraka.Sementara empat murid berkuda Nini Lanting posisinya ada di belakang, seolah-olah mereka dilarang untuk turun tarung karena cukuplah yang tua-tua saja yang turun ke ambang kematian untuk memetik nyawa.Semua mata penonton yang berada di sekeliling area Lembah Jepit terpusat kepada mereka. Yang mereka tunggu jelas adegan tarung yang seru sampai ada yang tumbang bersimbah darah dan nyawa melayang.“Apakah Keturunan Darah Emas akan menghabiskan diri hanya di tangan seorang Iblis Jelita?” kata Iblis Jelita datar.“Kesombonganmu akan berakhir di sini, Iblis Jelita!” seru Pendekar Raja Neraka.“Hihihi! Berkaca tapi tidak pernah melihat wajah sendiri. Satu per satu Keturunan Darah Emas datang menantang menyombongkan diri. Pendekar Pedang Kayu saja mempermalukan diri di tangan muridku, pendekar y