Setelah ikan itu ditangkap oleh Astri, Indra kembali menyelam lagi ke dalam telaga untuk menangkap ikan lagi. Setelah cukup lama menyelam akhirnya Indra keluar lagi sambil membawa ikan besar di tangannya ke tepi telaga. Astri juga langsung menghampiri Indra sambil membawa ikan besar yang tadi Indra lemparkan.
Saat itu juga Indra membersihkan isi perut ikan besar yang tadi ditangkapnya. Astriani tampak terus menatapnya seakan baru pertama kali melihat orang membersihkan perut ikan. Telur ikan yang ada di dalamnya sengaja Indra tidak keluarkan agar bisa ikut dipanggang. Setelah beres barulah Indra membawanya ke dekat perapian yang masih menyala.
“Jadi begitu ya cara membersihkan ikan,” tutur Astri sambil membantu Indra membawa satu ikan besar.
“Eh?” ujar Indra yang terkejut bukan main. Baru pertama kalinya dia mendengar ada seorang pendekar wanita yang baru tahu cara membersihkan ikan.
“Eh? Tapi kenapa ibumu bisa setuju begitu? Terlebih kau berjalan sendirian lagi, memangnya tidak ada murid lain yang bisa diandalkan di sana ya?” tanya Indra yang sangat terkejut, padahal ibu Astriani seketat itu tapi kenapa sekarang putri cantiknya malah dibiarkan berjalan jauh sendirian.“Sebenarnya banyak murid-murid Melati Putih yang lebih kuat dan hebat dariku. Tapi mungkin ini juga ujian dari Mahaguru apakah aku bisa melaksanakannya sendirian atau tidak. Kalau masalah ibu, aku juga kurang mengerti sebab dia juga menyetujui aku pergi sendirian. Tapi ya ayah tetap memberikan perbekalan yang banyak untuk diriku,” jawab Astri seraya mulai menyantap ikan panggang dari Indra.“Hihihi.. tapi bekalmu sekarang habis begitu aja begitu? Katanya diberi perbekalan banyak,” ucap Indra yang juga mulai menyantap ikan panggangnya dengan lahap.“Itu mungkin karena perhitunganku kurang tepat.
Indra dan Astriani memulai perjalanan mereka ke arah utara menyusuri perkampungan. Setelah selesai melewati perkampungan mereka kembali menyusri perkebunan warga hingga akhirnya mulai masuk ke wilayah hutan belantara Alas Mega. Di sepanjang jalan mereka terus membicarakan banyak hal hingga tanpa terasa waktu berlalu dengan cepat.Sore hari sudah tiba namun Alas Mega yang mereka jelajahi seakan belum terlihat ujungnya. Indra karena penasaran langsung melompat ke atas pohon menggunakan ajian hampang raga. Dia berdiri di pucuk pohon besar di dekatnya. Ternyata setelah dilihat secara jelas hamparan hutan belantara yang mereka susuri masih sangat luas ke depan. Bahkan di depan mereka kini hutan agak sedikit menanjak terjal bagaikan bukit.Indra langsung mengalihkan pandangannya ke belakang tempat dimana mereka mulai berjalan dari arah perkampungan. Terlihat jelas dari pucuk pohon tempatnya berada ternyata perkampungan itu ada jauh di bawahnya, ru
Setelah selesai beristirahat mereka kembali melanjutkan perjalanannya menyusuri Alas Mega. Kini jalanan yang menanjak mulai bisa Indra rasakan, tapi langit di atas mereka tampak mulai gelap dengan awan-awan yang kemerah-merahan pertanda petang mulai datang. Tapi Astri dan Indra terus melanjutkan perjalanannya.Saat langit sudah gelap mereka akhirnya sampai di dataran yang cukup datar. Kelihatannya bukit yang tadi Indra lihat di kejauhan sudah bisa mereka daki hingga ke puncaknya. Untuk memastikan keadaan Indra kembali naik ke pucuk pohon di dekatnya dan melihat sekelilingnya. Kini deburan ombak yang menghantam karang sudah mulai terdengar samar-samar seiring dengan terpaan semilirnya angin yang bergerak ke laut.Saat ada di pucuk pohon Indra langsung termenung. Hutan Alas Mega memang sudah selesai mereka lewati, tapi kini di hadapannya terlihat lereng-lereng tebing mengerikan yang begitu terjal dan curam. Hanya ada bebatuan dengan sedikit ru
Tendangan pria yang tiba-tiba melesat itu menghantam kedua tangan Indra yang dirapatkan ke dadanya, karena Indra kaget dan belum bersiap dengan posisi berdiri yang tidak kokoh membuatnya langsung terpental ke belakang dan berguling-guling di tanah hingga cukup jauh dari tempat Astri tertidur.“Bandit? Tidak dia terlihat sendirian saja,” batin Indra yang langsung bangun.Pria yang tadi menendangnya ternyata juga sudah melompat mendekatinya, dengan cepat pria itu kembali melayangkan tinju tangan kanannya. Indra langsung menunduk menghindari serangan lawan. Tapi pria itu langsung melompat dan menggerakan kedua kakinya untuk mengunci leher Indra.Indra kali ini sudah jauh lebih waspada hingga dia dengan gesit langsung menjatuhkan dirinya ke tanah dan bertumpu dengan kedua tangannya. tubuhnya langsung berputar dengan kaki dilayangkan mengincar leher lawan. Namun serangan Indra hanya mengenai angin saja sebab saat
Hujaman kaki Indra langsung menghantam tanah sampai berhamburan ke udara, di saat yang bersamaan Purba Lodaya langsung melesat lagi mengayunkan pukulannya. Tapi Indra dengan gesit membalas dengan tinjunya sambil menggerakan kepalanya mengelak dari pukulan Purba yang akhirnya hanya lewat di samping telinganya. Purba sendiri langsung menggerakan kepalanya ke samping untuk menghindari tinju Indra.‘Beukh’“Heukh,” pekik Purba saat wajahnya serasa dihantam oleh tekanan yang sangat kuat. Tubuhnya langsung sempoyongan ke belakang sambil memegangi wajahnya. Tatapan Purba serasa berputar karena hantaman udara yang begitu keras tersebut. Indra sendiri hanya tersenyum saja sebab pukulan yang tadi dia lesatkan adalah gerakan pertama silat pancalima.“Apa ini? Padahal pukulannya sudah meleset ke samping kepalaku,” ujar Purba yang mencoba mengatur nafasnya.“Apa ini ilusi
“Aku akui kau cukup hebat dalam bertarung tangan kosong, tapi demi nama baik nenek dan orang tuaku. Aku pasti akan menghabisimu di sini!” tegas Purba yang mulai bersiap membuat pola gerakan untuk menggunakan ilmu kanuragan yang dikuasainya yang bernama ajian sekarbala.Riuh angin mulai bertiup dari sekitar tubuh Purba, udara di sekitar tempat mereka berdiri terasa semakin dingin seakan menusuk sampai ke tulang. Merasa dalam bahaya Indra langsung membuat pola gerakan ajian patibhumi. Kini riuh angin bertiup dari dua titik yang berbeda hingga mengombang ambing dedaunan yang beterbangan di udara.Di saat yang hampir bersamaan mereka berdua langsung melesat ke depan sambil menghantamkan ilmu kanuragan miliknya. Akhirnya benturan tidak terelakan antara ajian sekarbala yang digunakan Purba dengan ajian patibhumi yang dihantamkan oleh Indra.‘Dddhhhaaammmrrr’Suara dentuman keras lan
Pagi harinya mereka bertiga bersiap melanjutkan perjalanannya. Kali ini mereka hanya perlu melewati lereng gunung yang curam dan terjal saja agar sampai di Perguruan Megasagara. Indra terlihat segar bugar dan meregangkan otot-ototnya sementara Purba terlihat bermata sayu dengan tatapan jengkel melihat Indra.“Kang Purba sakit?” tanya Astri.“Tidak, aku hanya sedang kurang semangat saja,” jawab Purba.“Hah.. segarnya udara pagi di pegunungan. Semalam rasanya nyenyak sekali,” sindir Indra sambil tersenyum melirik Purba.“Iya, aku juga lelap banget rasanya. Mungkin karena seharian kemarin terlalu lelah,” timpal Astri.“Cih, berani-beraninya dia tidur nyenyak seperti itu,” gerutu Purba. Kelihatannya dia sudah membuat kesalahan fatal karena tidak tidur semalaman.Mereka bertiga langsung berjalan hingga ke
Cukup membutuhkan waktu lama bagi Indra dan Purba untuk sampai di ujung lereng, kini kabut-kabut yang menyelimuti lereng juga terlihat sudah mulai memudar. Suara ombak yang berdebur kencang terdengar jelas, kini mereka sudah sampai di tebing besar nan tinggi yang ada di ujung lereng. Dari sana lautan yang luas dengan gulungan ombak besarnya yang menghantam kaki tebing sudah bisa dilihat dengan jelas.“Di mana perguruannya?” ujar Indra seraya menurunkan Astri dari punggungnya.“Ikuti aku,” kata Purba yang langsung berjalan paling depan.“Kang Purba sudah pernah ke sini?” tanya Astri.“Tentu saja, sebagai sesama perguruan besar baik Megasagara atau Melati Putih sering bertamu satu sama lain,” jawab Purba.“Oh, pantesan saja tadi dia ngajak lewat lerengnya berpencar. Jadi dia mau pamer kalau dia sampai lebih dulu di sini dibandingkan diriku,” batin Indra sambil b
Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,
Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.“Silahkan temui Mahaguru di sana,” tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d
“Itu mustahil. Aku belum pernah ke Paguron Jatibuana. Aku hanya bisa sampai ke kaki Gunung Jatibuana saja,” potong Laila.“Itu sudah bagus. Lagipula Indra kelihatannya tidak akan keberatan jika diantar sampai ke sana,” kata Purnakala.“Eh? Sebenarnya apa yang kalian maksud sejak tadi?” tanya Indra yang masih kebingungan dengan percakapan dua anggota Balapoetra Galuh tersebut.‘Set’‘Tap’Tiba-tiba saja secepat kilat Laila melayangkan tangan kanannya mengincar leher Indra, namun kemampuan Indra sudah meningkat pesat jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dia dengan mudah menangkap tangan Laila menggunakan tangan kirinya.“Ada apa ini?” tanya Indra dengan waspada.“Cih, gesit juga,” gerutu Laila.‘Beukh’“Heukh..” pekik Indra. Tanpa dia sadari Purnakala sudah menotok lehernya dari belakang, sontak saja tubuh Indra menjadi lemas, pandangannya juga samar-samar mulai kabur.“Maafkan aku Indra, ini adalah bagian dari perjanjianku,” terdengar suara Purnakala pelan.“Kenapa?” batin Indra
Malam itu semua murid Perguruan Pancabuana tampak senang karena sudah lama sekali mereka tidak mengadakan jamuan seperti itu. Indra sendiri merasa lega karena malam ini kemungkinan adalah malam terakhir dia menginap di Pancabuana. Setelah selesai makan, Indra juga tidak langsung tidur dan memilih untuk mengobrol bersama dengan Dewa dan murid Pancabuana lainnya.Esok paginya. Setelah selesai sarapan Indra langsung pergi ke kediaman Mahaguru Adiyaksa guna berpamitan. Kali ini di sana juga sudah ada Purnakala dan Jaka yang seakan sudah menunggu kedatangan Indra. Saat itulah Mahaguru Adiyaksa memberikan wejangan untuk terakhir kalinya kepada Indra, dia juga meminta Indra untuk mengamalkan ilmu yang dia dapat di Pancabuana dalam jalan yang benar.“Aku juga tidak keberatan jika kau mengajarkan ajian gelap ngampar yang kau kuasai itu kepada muridmu kelak, tapi kau harus berhati-hati agar kau tidak salah dalam memilih murid yang ingin kau ajari ajian terlarang itu. Sebab kau akan bertanggung
“Saya juga sudah berniat untuk mengambil jalan pintas saja Mahaguru, soalnya kalau berputar seperti jalan awal saya ke sini mana mungkin cukup satu atau dua bulanan. Kalau begitu saya akan menunggu sampai Purnakala pulang saja,” ucap Indra sembari tersenyum.Indra kemudian pamit dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia memutuskan untuk menunggu sampai satu minggu lagi, lagipula sebisa mungkin dia juga ingin pamit dulu kepada Purnakala. Tapi jika Purnakala tidak kunjung pulang maka mau tidak mau dia akan langsung pamit saja tanpa menunggu Purnakala dulu.“Padahal aku juga berharap bisa bertemu dengan kang Raka Adiyaksa, tapi tampaknya aku tidak akan bertemu dengannya di sini,” batin Indra. Selama hampir dua tahunan ini dia berguru di Pancabuana, dia belum pernah juga bertemu dengan Raka Adiyaksa.***Hari kembali berlalu sejak Indra berniat meminta izin meninggalkan Pancabuana dari Mahaguru Adiyaksa, lima hari sudah Indra kembali menjalani aktifitasnya di Perguruan Pancabuana. Hari keenamn
Hari berganti hari sejak Indra secara resmi menjadi murid Perguruan Pancabuana. Dia berlatih dengan giat demi menyempurnakan gerakan silat serta ilmu kanuragan miliknya. Tentunya dia tidak terlalu kesulitan untuk menyesuaikan latihan dengan murid-murid lainnya, sebab sejak awal dia sudah memiliki dasarnya yang dia dapatkan dari Maung Lara.Waktu terus berlalu dengan cepat, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Tanpa terasa satu tahun lebih sudah Indra berada di Perguruan Pancabuana. Hampir dua tahun sudah dia berada di Kerajaan Galuh meninggalkan Kerajaan Panjalu. Murid Perguruan Pancabuana yang jumlahnya dulu hanya sepuluh orang dengan dirinya kini kedatangan empat murid baru, dua murid laki-laki yang bernama Taryana dan Pala serta dua lainnya adalah murid perempuan.Kini jumlah murid Perguruan Pancabuana berjumlah sebelas orang karena ada tiga orang yang memutuskan keluar dari perguruan. Dua murid laki-laki yang memutuskan untuk meninggalkan perguruan dan mengembara di du
“Apakah tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan agar Indra bisa menjadi murid di sini?” tanya Jaka dengan raut wajah serius.“Tidak ada. Dalam ujian ini dia harus bergantung kepada dirinya sendiri, entah itu pemikirannya atau keberuntungannya,” tegas Adiyaksa.“Yahuuu! Huaaaahh!” tiba-tiba saja dari kejauhan samar-samar suara Indra berteriak kencang.“Apakah dia sudah mengerti petunjuk yang aku berikan?” batin Jaka sambil berdiri menatap ke arah suara terdengar.Mendengar suara teriakan Indra seperti itu mendadak para murid pria keluar dari pondoknya dengan tatapan bingung, para murid wanita yang berada di pondok yang berbeda juga segera keluar menuju ke halaman perguruan. Adiyaksa sendiri segera berdiri dengan mengerutkan keningnya, baginya suara teriakan Indra tersebut tidak seperti orang yang akan menyerah dalam ujian.Semua orang yang ada di Perguruan Pancabuana kini berdiri menatap ke arah asal suara teriakan Indra. Tak lama kemudian semilir angin pagi mulai berhembus, dari ke
“Mira, apakah jika kau ada di posisiku saat ini kau bisa memikirkan cara lain?” batin Indra seraya membayangkan wajah pujaan hatinya.“Hmmh..” Indra menghela nafas panjang sambil bangkit dan menatap permukaan sungai.Semakin lama Indra berpikir semakin pusing dia dibuatnya, karena itulah Indra memilih untuk segera turun lagi ke sungai guna mencari batu yang dilemparkan Mahaguru Adiyaksa. Berpikir diam saja juga rasanya tidak akan membuahkan hasil. Indra terus menyusuri dasar sungai sesuai tanda yang telah dia buat di tepi sungai menggunakan bambu.Hari demi hari terus berlalu, Indra terus menyisir dasar sungai membolak balik batu yang dia lihat di dalamnya. Tanda yang dia buat di tepi sungai semakin lama semakin jauh dari tempat awal dia membuat tanda. Dia tidak bisa memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk menemukan batu yang dia cari, karena itulah dia terus menggunakan cara yang sejak awal mampu dia pikirkan.Tanpa terasa enam hari sudah berlalu sejak dia pertama kali mencari